iwangeodrs alumni geografi ikip
bandung angkatan 1981
UN Tahun 2010 Tetap
Berjalan
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menegaskan bahwa
Ujian Nasional (UN) Tahun Pelajaran 2009/2010 akan tetap berjalan.
Dalam sejarah mengenai UN Mendiknas menuturkan, sebelum Indonesia
merdeka sampai dengan tahun 1972 ada ujian negara yaitu satu ujian
secara nasional yang menyelenggarakan negara. Mendiknas menyebutkan,
pada saat itu tingkat kelulusan antara 30 - 40 persen. Sejalan dengan
itu, lanjut Mendiknas, pada tahun 1969 dimulai Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita), yang salah satu programnya adalah menaikkan angka
partisipasi kasar (APK). "Yaitu mendorong anak - anak supaya dia bisa
melanjutkan sekolah. Oleh karena itu dibangun SD Inpres. SD yang
didasarkan atas instruksi presiden supaya dia bisa masuk ke sekolah,"
katanya. Mengingat jumlah siswa yang tidak lulus banyak di ujian negara
maka kesempatan orang bersekolah menjadi terbatas. "Melihat kondisi itu,
kemudian dibuat kebijakan baru ujian sekolah yaitu kelulusannya
diserahkan kepada sekolah," katanya.
Mendiknas mengatakan, kebijakan yang kemudian diterapkan selama 20
tahun ini berdampak siswa lulus semua. "100 persen semuanya lulus. Oleh
karena itu muncul yang namanya Ebtanas," ujarnya.
Ebtanas adalah kombinasi antara ujian negara dengan ujian sekolah.
Pada Ebtanas nilai siswa ditentukan menggunakan rumus PQR yaitu gabungan
dari nilai rapor, ujian sekolah, dan ujian nasional. "Hasilnya ternyata
ujian yang diselenggarakan oleh nasional tadi itu dengan ujian yang
diselenggarakan oleh sekolah ada gap yang luar biasa dan akibatnya juga
lulus semua," katanya.
Mendiknas mencontohkan, pada mata pelajaran yang sama seorang siswa
yang diuji secara nasional mendapatkan nilai tiga, tetapi di ujian
sekolah mendapatkan nilai delapan. "Jadi tadi itu mulai murni negara
sudah, ditambah lagi murni sekolah juga sudah, dikombinasi dengan ujian
sekolah juga sudah. Nah sekarang ini mata pelajarannya tertentu saja
yang diuji oleh negara, yang lain sekolah yang menentukan," katanya.
"Jadi apa yang diperdebatkan oleh orang - orang sekarang serahkan
kepada sekolah itu sudah dilakukan tahun 1972 dulu. Hasilnya jeblok,
lulus semua. Munculah yang namanya seratus persenisasi. Lho kok sekarang
mau ditarik lagi berarti kembali kepada (tahun) 1972 yang lalu," kata
Mendiknas.
Mendiknas mengimbau kepada peserta didik untuk siap menghadapi ujian
dan tidak terjebak pada perbedaan - perbedaan pendapat. "Orang yang
paling baik adalah orang yang paling siap. Oleh karena itu, tugas utama
guru mengajar, tugas utama murid adalah belajar. Kalau kita sudah siap,
diuji oleh siapapun tidak ada masalah," katanya.
Mendiknas mendorong supaya siswa tahan banting dan mempunyai
semangat yang tinggi. "Bagi saya tidak perlu dipertentangkan antara
apakah itu pemetaan dan kelulusan," ujarnya.
Terkait usul untuk menjadikan UN hanya sebagai standar, Mendiknas
mengatakan, kalau hanya dijadikan standar tidak melekat pada nilai itu
pada orang per orang maka bisa menjadi bias lagi. "Sampeyan ujian
negara, tidak saya pakai untuk menentukan kelulusan. Sampeyan akan
menjawab sembarang ya kan? Wong nda menentukan, nda ada apa - apa nya.
Berarti akan ada bias lagi. Kenapa harus kita kontroversikan? jauh lebih
baik, sudah disamping untuk mementukan (kelulusan) juga untuk standar,"
ujarnya kepada media.