Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan memiliki kaitan dan memberi manfaat antara yang satu dengan yang lain. Kaitan tersebut bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kaitan secara langsung terlihat pada ilmu-ilmu dasar yang digunakan sebagi penunjang ilmu lain, seperti ilmu hitung (Matematika) yang langsung digunakan pada perhitungan rumus-rumus fisika. Sedangkan kaitan yang tidak langsung bisa dilihat pada kaitan antara ilmu kedokteran dengan ilmu biologi, termasuk di dalamnya ilmu metereologi dan klimatologi kaitanya dengan ilmu geografi. Apa kaitan/ relevansi metereologi dan klimatologi dengan ilmu geografi? Dan mengapa geograf (ahli geografi) perlu mempelajari meteorologi dan klimatologi? Itulah beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai bahan paper tugas mata kuliah meteorologi dan klimatologi kali ini.

Sebelum membahas relevansi meteorologi dan klimatologi dengan geografi, terlebih dahulu perlu kita bahas pengertian meteorologi dan klimatologi. “….Meteorologyis the study of the changes in temperature, air pressure, moisture, and wind direction in the troposphere”. Sedangkan klimatologi adalah “…..Climatology is the study of climate, scientifically defined as weather conditions averaged over a period of time,[1] and is a branch of the atmospheric sciences”. Dengan pengertian tersebut kita mendapatkan beberapa kesimpulan manfaat dari kajian meteorologi dan klimatologi.

Sedangkan geografi merupakan sebuah disiplin ilmu yang didalamnya memiliki cakupan terhadap bidang-bidang ilmu yang mendukungnya seperti meteorologi dan klimatologi. Ilmu geografi yang pada dasarnya berusaha mendeskripsikan tentang bumi dari berbagai aspek dan bagiannya. Maka geografi pulalah yang memiliki kajian khusus tentang bagian-bagian bumi. Salah satunya adalah  bagian bumi berupa atmosfer yang cakupan didalamnya al; cuaca, musim, dan iklim.

Dalam hubunganya dengan konsep wilayah, Meteorologi dan klimatologi cukup memberikan manfaat. Beberapa bidang yang keberadaanya sangat bergantung dengan permasalah cuaca dan iklim al: Bidang Pertanian dan Kehutanan. Keberadaan bidang pertanian sangat dipengaruhi oleh keberadaan cuaca, muslim, dan iklim. Para petani pada dasarnya menginkan iklim yang cocok untuk bercocok tanam. Walaupun pada zaman dahulu orang-orang sudah mampu memperkirakan cuaca dengan pengamatan terhadap bintang. Namun hasil yang diperoleh dari pengamatan manual itu, tidak menghasilkan data yang konkret. Keadaan ini membuktikan bahwa berkembangnya ilmu meteorologi dan klimatologi sangat bermanfaat, terutama untuk memenuhi kebutuhan para petani dalam menentukan tanaman yang cocok terhadap kondisi  wilayahnya. Bidang Teknik sipil. Bidang ini juga sangat membutuhkan analisis cuaca, musim dan iklim, karena analisis dan perencanaan suatu bangunan sangat dipengaruhi oleh indikator cuaca, musim dan iklim. Dan masih banyak lagi bidang ilmu lain yang hampir seluruhnya memerlukan analisis seperti; Transportasi, Telekomunikasi, dan lain-lain, yang berhubungan dengan cuaca, iklim, dan musim.

Dengan demikian, meteorologi dan klimatologi merupakan bagian penting bagi disiplin ilmu geografi. Meteorologi dan klimatologi menjadi objek kajian khusus yang didalamnya mengupas fenomena-fenomena yang terjadi diatmosfer bumi. Hal ini diharapkan mampu mendukung disiplin ilmu geografi itu sendiri yang pada dasarnya berusaha menggambarkan tentang bumi serta berusaha menjelaskan bagian-bagianya.

Sedangkan geograf pada dasarnya adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan dan kemajuan disiplin ilmu geografi. Kemajuan tersebut bisa dilihat dari kemajuan serta pemanfaatan ilmu geografi dalam berbagai bidang kehidupan, sekaligus tanggung jawab kemajuan ilmu geografi dalam mempertahankan kondisi lingkungan. Hal ini membutuhkan disiplin dan kode etik yang tinggi bagi para pelakunya yang tidak lain adalah para geograf.

Dalam hal ini, geograf dituntut untuk mampu memberikan argumen-argumen yang logis dalam menjelaskan berbagai fakta yang berhubungan dengan keadaan atmosfer bumi, yang tentunya argumen tersebut didasarkan pada fakta yang ada dilapangan. Terlebih atmosfer bumi ahir-ahir ini menjadi isu dunia sebagai akibat dari perubahan yang sangat drastis yang keberadaanya mengancam kehidupan dipermukaan bumi. Dengan demikian, geograf dengan konsep ruangnya perlu menjelaskan fenomena ini secara detil, sehingga diharapkan keberadaanya mampu memberikan alternatif dan solusi bagi permasalahan tersebut.

Alternatif dan solusi terhadap permasalahan atmosfer bumi akan sulit dicapai bagi seorang geograf tanpa mereka memahami permasalahan yang sebenarnya dihadapi. Dan untuk mengetahui permasalahan tersebut secara baik, geograf perlu membahas dan mendiskusikan permasalahan tersebut secara sistematik berdasarkan disiplin ilmu yang keilmiahanya dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan satunya disiplin ilmu yang mengkaji atmosfer bumi secara mendalam adalah meteorologi dan klimatologi, sehingga untuk mencapai sasaran tersebut menjadi keharusan bagi seorang geograf untuk mendalami disiplin ilmu meteorologi dan klimatologi.

 Dengan demikian, geograf memiliki kaitan yang sangat erat. Kaitan tersebut terutama berhubungan dengan kedudukan seorang geograf yang bertanggungjawab terhadap keberadaan dan kesinambungan kebaradaan atmosfer bumi. Keberadaan geograf sangat dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap permasalahan lingkungan yang ada, termasuk permasalahan atmosfer bumi didalamnya. Sehingga dapat disimpulkan geograf sangat membutuhkan materi tentang atmosfer dan fenomenanya dan hal ini merupakan kajian utama meteorologi dan klimatologi.

Petir

Petir di atas kota Piracibaba, Brazil

Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan biasanya disebut kilat yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar sering disebut Guruh. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.

Petir merupakan gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, dimana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap netral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage). Petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), dimana salah satu awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif.

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.

 

Riset awal

Pada awal penyelidikan listrik melalui tabung Leyden dan peralatan lainnya, sejumlah orang (Dr. Wall, Gray, Abbé Nollet) mengusulkan 'spark' skala kecil memiliki beberapa kemiripan dengan petir.

Benjamin Franklin, yang juga menemukan lightning rod, berusaha mengetes teori ini dengan menggunakan sebuah tiang yang didirikan di Philadelphia. Selagi dia menunggu penyelesaian tiang tesebut. beberapa orang lainnya (Dalibard dan De Lors) melakukan di Marly di Perancis apa yang kemudian dikenal sebagai eksperimen Philadelphia yang Franklin usulkan di bukunya.

Franklin biasanya mendapatkan kredit untuk menjadi yang pertama mengusulkan eksperimen ini, karena dia tertarik dalam cuaca. (Dia mencipatakan ilmu meteorologi.)

Riset modern

Meskipun eksperimen dari masa Franklin menunjukkan bahwa petir adalah sebuah discharge dari listrik statik, hanya ada sedikit peningkatan dalam teori ini selama lebih dari 150 tahun. Pendorong untuk riset baru berasal dari bidang teknik tenaga: jalur transmisi tenaga digunakan dan teknisi ingin mengetahui lebih banyak tentang petir. Meskipun sebabnya diperdebatkan (dan masih berlanjut sampai sekarang), riset menghasilkan banyak informasi baru tentang fenomena petir, terutama jumlah arus dan energi yang terdapat.

Perlindungan terhadap Sambaran Petir

Manusia selalu mencoba untuk menjinakkan keganasan alam, salah satunya adalah bahaya sambaran petir. Ada beberapa metode untuk melindungi diri danlingkungan dari sambaran petir. Metode yang paling sederhana tapi sangat efektif adalah metode Sangkar Faraday. Yaitu dengan melindungi area yang hendak diamankan dengan melingkupinya memakai konduktor yang dihubungkan dengan pembumian.

Cloud to cloud lightning

Referensi

  • Alex Larsen (1905). "Photographing Lightning With a Moving Camera". Annual Report Smithsonian Institute 60 (1): 119-127.
  • Anna Gosline (May 2005). "Thunderbolts from space". New Scientist 186 (2498): 30-34.


Penangkal petir

Sebuah penangkal petir

Penangkal petir adalah rangkaian jalur yang difungsikan sebagai jalan bagi petir menuju ke permukaan bumi, tanpa merusak benda-benda yang dilewatinya. Ada 3 bagian utama pada penangkal petir:

  1. Batang penangkal petir
  2. Kabel konduktor
  3. Tempat pembumian

 

Batang penangkal petir

Batang penangkal petir berupa batang tembaga yang ujungnya runcing. Dibuat runcing karena muatan listrik mempunyai sifat mudah berkumpul dan lepas pada ujung logam yang runcing. Dengan demikian dapat memperlancar proses tarik menarik dengan muatan listrik yang ada di awan. Batang runcing ini dipasang pada bagian puncak suatu bangunan.

Kabel konduktor

Kabel konduktor terbuat dari jalinan kawat tembaga. Diameter jalinan kabel konduktor sekitar 1 cm hingga 2 cm . Kabel konduktor berfungsi meneruskan aliran muatan listrik dari batang muatan listrik ke tanah. Kabel konduktor tersebut dipasang pada dinding di bagian luar bangunan.

Tempat pembumian

Tempat pembumian (grounding) berfungsi mengalirkan muatan listrik dari kabel konduktor ke batang pembumian (ground rod) yang tertanam di tanah. Batang pembumian terbuat dari bahan tembaga berlapis baja, dengan diameter 1,5 cm dan panjang sekitar 1,8 - 3 m .

Cara kerja

Saat muatan listrik negatif di bagian bawah awan sudah tercukupi, maka muatan listrik positif di tanah akan segera tertarik. Muatan listrik kemudian segera merambat naik melalui kabel konduktor , menuju ke ujung batang penangkal petir. Ketika muatan listrik negatif berada cukup dekat di atas atap, daya tarik menarik antara kedua muatan semakin kuat, muatan positif di ujung-ujung penangkal petir tertarik ke arah muatan negatif. Pertemuan kedua muatan menghasilkan aliran listrik. Aliran listrik itu akan mengalir ke dalam tanah, melalui kabel konduktor, dengan demikian sambaran petir tidak mengenai bangunan. Tetapi sambaran petir dapat merambat ke dalam bangunan melalui kawat jaringan listrik dan bahayanya dapat merusak alat-alat elektronik di bangunan yang terhubung ke jaringan listrik itu, selain itu juga dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan. Untuk mencegah kerusakan akibat jaringan listrik tersambar petir, biasanya di dalam bangunan dipasangi alat yang disebut penstabil arus listrik (surge arrestor).

Kelistrikan Udara/Lightning

Petir adalah salah satau fenomena kelistrikan udara di alam. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa yang panas dan lembab, mengakibatkan terjadinya hari guruh (IKL=isokronic Level) yang sangat tinggi dibanding daerah lainnya (100-200 hari pertahun), bahkan daerah Cibinong sempat tercatat pada Guiness Book of Record 1988, dengan jumlah 322 petir pertahun. Kerapatan petir di Indonesia juga sangat besar yaitu 12/km2/tahun yang berarti setiap luas area 1 km2 berpotensi menerima sambaran petir sebanyak 12 kali setiap tahunnya. Energi yang dihasilkan oleh satu sambaran petir mencapai 55 kwhours.

 

Seperti kita ketahui Indonesia terletak pada daerah tropis dengan tingkat resiko kerusakan yang cukup tinggi dibandingkan daerah subtropis karena jumlah sambaran petir didaerah tropis jauh lebih banyak dan lebih rapat. Semakin hari semakin besar jumlah kerusakan yang ditimbulkan, karena semakin banyaknya pemakaian komponen elektronik oleh masyarakat luas dan industri.

 

Sambaran Petir dapat menyebabkan kerusakan harta benda dan menimbulkan korban jiwa. Proses terjadinya sambaran petir dapat secara langsung kepada objek/bendanya atau tidak langsung yaitu melalui radiasi, konduksi, atau induksi gelombang elektromagnetik petir. Di negara kita dampak kejadian petir relatif tinggi, mulai dari meninggalnya seorang petani yang sedang disawah sampai terhentinya produksi sebuah kilang minyak penghasil devisa Negara. Sambaran Petir juga dapat merusakkan peralatan eletronik seperti yang dipergunakan dalam peralatan industri, perbankan, instalasi penting (seperti; PLN, Telkom, instalasi yang menggunakan komputer, dsb), yang semuanya mengakibatkan kerugian bagi pemiliknya.

 

Untuk mengurangi dampak akibat sambaran petir, maka perlu data tingkat kerawanan terhadap petir, sehingga dapat dibangun sistem perlindungan terhadap petir yang sesuai system peralatan, bangunan, atau yang dapat menjadi sasaran sambaran petir. Salah satu data tingkat kerawanan petir adalah peta isocronic level.
 

Lightning detector 2000

BMKG melalui Sub Bidang Magnit dan Listrik Udara melakukan monitoring petir melalui suatu alat yang disebut Lightning Detector.

Contoh Display Rekaman Petir

 
Lightning detector ini bekerja real-time 24 jam yang terpasang di BMKG jakarta. Saat ini sudah terpasang sebanyak 37 alat di seluruh indonesia.
 
Cara kerja alat ini yaitu dengan menangkap frekuensi dari arus petir, dimana pada saat petir menyambar maka frekuensi gelombang dari petir tersebut yang berada pada lapisan ionosphere di tangkap oleh sensor dan dirubah kedalam bentuk data digital.
 
Contoh Tampilan Data Petir


 
Setelah ditampilkan dalam bentuk real-time tampilan,selanjutnya dari tampilan tersebut diconvert dalam bentuk data base (xls, xml, kml, kmz). out put data berupa :
1.Tanggal kejadian petir.
2.Jenis atau tipe petir.
3.Jumlah petir dalam 15 menit ataupun 1 jam.
4.Koordinat petir

 

Bagaimana petir bisa terjadi?

Petir umumnya terjadi pada saat awan tebal telah terbentuk. Di dalam awan tebal, terjadi perbedaan suhu yang tajam antara bagian bawah dan bagian atas. Butir air awan bagian bawah yang lebih hangat berusaha berpindah ke atas, dan kemudian di atas menjadi beku, lalu berubah menjadi kristal es. Kristal es lebih berat dari butir air, dan berusaha turun kembali. Kristal es yang turun dan butir air yang naik saling mendesak, sehingga terjadi geseran-geseran yang menimbulkan pemisahan muatan listrik. Air yang naik membawa muatan positif dan es yang turun membawa muatan negatif. Maka terbentuk awan yang mirip dipole listrik, dengan bagian atas terdiri dari kristal es bermuatan positif dan bagian bawah terdiri dari butir air bermuatan negatif.

Ketika tegangan antara ujung awan itu sudah terlalu besar, terjadilah lompatan muatan listrik, yang memiliki energi tinggi. Energi tinggi ini menyalakan udara yang dilewatinya. Inilah yang disebut petir.

Artikel pertama di blog Pernik Ilmu ini berjudul Mengapa Langit Biru :). Tapi kita tahu langit berwarna biru hanya di siang hari yang cerah. Di malam hari langit berwarna gelap. Mengapa langit malam gelap?

Mengapa langit malam gelap?

Mula-mula kita akan berpikir bahwa tentu saja malam hari gelap karena matahari tidak tampak. Namun kita tahu bahwa matahari hanyalah satu buah bintang, sementara terdapat jutaan, miliaran, bahkan triliunan bintang-bintang lain di semesta. Galaksi kita memiliki 200 miliar bintang, dan semesta berisi lebih dari 100 miliar galaksi. Sebagian besar di antara bintang-bintang itu memancarkan cahaya. Seharusnya cahaya dari semua bintang itu cukup untuk membuat langit tetap cerah di malam hari!

malam-gelap.jpg

Beberapa ilmuwan sempat membayangkan bahwa mungkin ada debu-debu atau partikel-partikel di ruang hampa antar galaksi yang dengan cara tertentu akan menyerap cahaya. Namun hipotesis ini menghasilkan masalah baru. Jika debu-debu angkasa itu menyerap energi cahaya, energi itu akan tersimpan dalam jumlah yang makin besar, dan akan harus dipancarkan kembali dalam bentuk cahaya dan panas seperti bintang-bintang itu lagi.

Di abad ke-20, mulai ada penemuan-penemuan yang membuat kita lebih memahami semesta kita. Bintang-bintang yang jauh, biarpun berukuran energi yang sama, tampak lebih merah daripada bintang-bintang yang relatif lebih dekat. Ini cukup menarik. Kalau kita ingat spektrum cahaya, warna merah adalah warna dengan panjang gelombang terbesar. Memerahnya bintang-bitang yang jauh membuat para ilmuwan menduga bahwa bintang-bintang itu bukan hanya jauh, tetapi terus menjauh dari kita.

Coba ingat efek yang disebut efek Doppler. Pada saat sebuah mobil bergerak kencang mendekat ke arah kita, suara desisnya meninggi. Tetapi saat mobil itu telah melewati kita, dia akan menjauh, dan suara desisnya merendah. Panjang gelombang suara mobil yang mendekati kita memendek, dan panjang gelombang suara mobil yang menjauhi kita memanjang. Namun efek Doppler tidak hanya berlaku pada gelombang suara. Efek ini berlaku juga pada gelombang cahaya, jika gerak sumber-sumber cahayanya cukup tinggi. Lalu para ilmuwan mulai berdebat: mengapa bintang-bintang itu menjauhi kita? Debat panjang para fisikawan dan kosmolog ini menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang turut mewarnai revolusi fisika di abad ke-20.

Inti kesimpulannya: alam semesta kita tidak diam, melainkan mengembang. Karena semesta mengembang, maka galaksi-galaksi yang ada di dalamnya terus menjauh. Karena bintang-bintang saling menjauh, maka cahaya bintang-bintang itu memanjang saat melintasi ruang-ruang hampa antar bintang.

Namun jika alam semesta mengembang, maka artinya di zaman dahulu semesta ini berukuran lebih kecil daripada sekarang. Dan dari banyak kesimpulan ini kemudian ditarik kesimpulan besar: alam semesta ini pernah lahir dari satu titik saja, yang kemudian disebut dengan big bang.

Big bang bisa jadi cerita panjang dan menarik. Tapi kita sedang berfokus hanya pada langit malam yang gelap. Maka dari ulasan di atas, kita catat beberapa faktor yang membuat malam kita menjadi gelap (tetapi tetap indah):

  • Semesta lahir dari satu titik, lalu mengembang. Maka ukuran semesta tidak tak terbatas. Maka jumlah bintang pun tidak tak terbatas. Cukup wajar bahwa cahayanya pun mungkin tak cukup untuk membuat kita silau 24 jam.
  • Semesta kita masih terus mengembang. Sebagian besar bintang-bintang yang jauh, yang jumlahnya banyak sekali, mungkin cahayanya tidak pernah mencapai mata kita, karena jaraknya terus bertambah.
  • Mengembangnya semesta membuat jarak antara kita dengan bintang-bintang yang jauh itu semakin jauh. Gerak menjauh dari bintang-bintang itu membuat cahayanya memanjang, memerah, lalu bergeser lebih jauh dari warna merah, yaitu gelombang yang bukan cahaya. Artinya kita tidak akan melihatnya sebagai cahaya.

Hanya dengan mencari faktor-faktor yang menyebabkan langit malam gelap, kita akhirnya dapat memahami sejarah semesta kita, bagaimana semesta dilahirkan, dan bagaimana semesta kita masih terus berkembang.

warna awan

Kenapa warna awan berubah-ubah, dan nggak sama? Apa sih yang menentukan warna awan?

Warna awan sangat dipengaruhi oleh Matahari, bisa juga dipengaruhi oleh warna awan sekitarnya. Lha koq?

n1186039176_365169_3894.jpgSebenarnya, semakin tebal awan, semakin gelap warnanya. Bila sinar Matahari menimpa awan, air di dalam awan dapat memantulkan sinar Matahari atau menyerapnya. Efeknya akan menipiskan atau mencairkan kekuatan cahaya Matahari yang menembus awan.

Warna asli awan adalah putih. Jadi, jika panjang gelombang sinar tampak dari Matahari, di dalam spektrum sinar Merah hingga Lembayung, sinar tersebut akan terpencar secara merata, menghasilkan sinar putih. Jadi, jika awan tidak menutupi Matahari, warnanya akan putih.

Nah, warna awan bisa berbeda-beda karena kadang-kadang partikel-partikel di dalam atmosfer dan sudut lintasan yang dilalui sinar Matahari dapat menghasilkan penyebaran panjang gelombang, sehingga partikel-partikel warna tertentu, misalnya warna emas, menonjol di awan. Jika warna awan biru, berarti warna biru yang paling banyak dihamburkan.

Mengapa Air Laut Tidak Membeku?

Bu guru bilang, suhu pembekuan tetesan airadalah sekitar 1 derajat, untuk setiap 75 satuan tekanan yang disebut atmosfer. Apakah dengan ini kita bisa menyatakan bahwa titik beku juga akan berubah karena tekanan? Apakah tekanan akan mempengaruhi titik beku air?

Yuk ikuti ceritanya sampai akhir! :)

antartika2.jpg Air di laut tidak membeku tidak membeku, disebabkan oleh beberapa faktor. Disamping tekanan, faktor salinitas dan panas juga mempengaruhinya. Air laut merupakan air garam, dimana garam turut serta dalam proses pembekuan. Tetapi, pada kedalaman satu mil, terdapat panas yang berasal dari dalam Bumi yang perlu dipertimbangkan, karena tentu saja, tidak bisa diabaikan.

Pada tekanan normal atmosferik, air membeku pada suhu 32 derajat. Namun ketika air termampatkan hingga sekitar 20.000 atmosfer dan mengalami pendinginan, terbentuk berbagai jenis es dengan susunan molekul dan ikatan antara atom-atom Hidrogen dengan Oksigen yang berbeda-beda, sehingga bentuknya berbeda, tergantung kepadatannya.

kompas

Kita sering mendengar, kalau tersesat di hutan atau dimana pun dimana kita nggak tahu arah, gunakanlah kompas. Namanya juga alat penunjuk arah, seketika alat ini akan menunjukkan arah Utara, sehingga kita dapat mengetahui arah mata angin lainnya.

Ups, ngomong-ngomong, kita nggak sedang membicarakan Koran Kompas ya ;)

01.jpgAndaikan pemikiran usil kamu itu datang. Dan kali ini, terbersit pertanyaan, “Apakah jarum kompas tetap akan menunjukkan ke Utara, seandainya bidang magnet Bumi berubah arah?”

Jarum kompas adalah sebuah magnet kecil yang sejajar dengan garis-garis bidang magnetik Bumi; dimana garis-garis imajiner ini berkumpul di Greenland. Jika terjadi perputaran mendadak seketika pada bidang magnet Bumi, bidang-bidang magnetik tersebut akan berubah, dan Kutub Utara jarum kompas akan mencoba sejajar dengan Kutub Selatan dari magnet Bumi. Jadi, jawabannya? Simpulkan sendiri ah :)

Bumi

Jika Bumi terus berputar, mengapa atmosfer nggak hilang ke ruang angkasa? Apa Atmosfer tersebut tetap aja di tempatnya, dan tidak terpengaruh oleh perputaran Bumi?

3d_art-174eqwe.jpgAgar dapat meninggalkan planet, udara harus bergerak dengan kecepatan yang sama dengan escape velocity. Ini berarti bahwa atmosfer harus bergerak seperti angin sangat kencang. Pada dasarnya, pergerakan Bumi tetap mempengaruhi angin., namun pengaruhnya tidak cukup besar untuk menembus escape velocity. Namun demikian, ada juga beberapa molekul udara yang mencapai escape velocity. Inilah sebabnya, mengapa atom paling ringan seperti Hidrogen dan Helium dapat mengorbit di bagian atas atmosfer.

Petir adalah peristiwa alam yang sering terjadi di bumi, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik air atau es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya lidah api listrik yang bercahaya terang yang terus memanjang kearah bumi dan kemudian diikuti suara yang menggelegar dan efeknya akan fatal bila mengenai mahluk hidup.

PROSES TERJADINYA PETIR
Terdapat 2 teori yang mendasari proses terjadinya petir :

  1. Proses Ionisasi
  2. Proses Gesekan antar awan

a. Proses Ionisasi

Petir terjadi diakibatkan terkumpulnya ion bebas bermuatan negatif dan positif di awan, ion listrik dihasilkan oleh gesekan antar awan dan juga kejadian Ionisasi ini disebabkan oleh perubahan bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau sebaliknya, bahkan padat (es) menjadi cair.

Ion bebas menempati permukaan awan dan bergerak mengikuti angin yang berhembus, bila awan-awan terkumpul di suatu tempat maka awan bermuatan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menyambar permukaan bumi maka inilah yang disebut petir.

b.Gesekan antar awan

Pada awalnya awan bergerak mengikuti arah angin, selama proses bergeraknya awan ini maka saling bergesekan satu dengan yang lainya , dari proses ini terlahir electron-electron bebas yang memenuhi permukaan awan. proses ini bisa digambarkan secara sederhana pada sebuah penggaris plastic yang digosokkan pada rambut maka penggaris ini akan mampu menarik potongan kertas.

Pada suatu saat awan ini akan terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah petir dimungkinkan terjadi karena electron-elektron bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga memiliki cukup beda potensial untuk menyambar permukaan bumi.

PERLINDUNGAN TERHADAP BAHAYA PETIR
Manusia selalu mencoba untuk menjinakkan keganasan alam, salah satunya adalah Sambaran Petir. dan metode yang pernah dikembangkan:
1. Penangkal Petir Kovensional / Faraday / Frangklin

Kedua ilmuan diatas Faraday dan Frangklin mengketengahkan system yang hampir sama , yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding . Sedangkan system perlindunga yang dihasilkan ujung penerima / Splitzer adalah sama pada rentang 30 ~ 45 ‘ . Perbedaannya adalah system yang dikembangkan oleh Faraday bahwa Kabel penghantar terletak pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai penerima sambaran, Berupa sangkar elektris atau biasa disebut sangkar Faraday.

2. Penangkal Petir RadioAktif

Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir , dan dihasilkan kesimpulan bahwa petir terjadi karena ada muatan listrik di awan yang dihasilkan oleh proses ionisasi , maka penggagalan proses ionisasi di lakukan dengan cara memakai Zat berradiasi misl. Radiun 226 dan Ameresium 241 , karena 2 bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang bisa menetralkan muatan listrik awan.

Sedang manfaat lain adalah hamburan ion radiasi akan menambah muatan pada Ujung Finial / Splitzer dan bila mana awan yang bermuatan besar yang tidak mampu di netralkan zat radiasi kemuadian menyambar maka akan condong mengenai penangkal petir ini.

Keberadaan penangkal petir jenis ini sudah dilarang pemakaiannya , berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi pemakaian zat beradiasi dimasyarakat.

3. Penangkal Petir Elektrostatic

Prinsip kerja penangkal petir Elektrostatik mengadopsi sebagian system penangkal petir Radioaktif , yakni menambah muatan pada ujung finial / splitzer agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar .

Perbedaan dari sisten Radioaktif dan Elektrostatik ada pada energi yang dipakai. Untuk Penangkal Petir Radioaktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi sedangkan pada penangkal petir elektrostatik energi listrik dihasilkan dari Listrik Awan yang menginduksi permukaan bumi.

CARA KERJA PENANGKAL PETIR NEOFLASH

Mekanisme Kerja

Ketika awan bermuatan listrik melintas diatas sebuah bangunan yang terpasang penangkal petir neoFlash, maka elektroda penerima pada bagian samping penangkal petir neoFLASH ini mengumpulkan dan menyimpan energi listrik awan pada unit kapasitornya . Setelah energi ini cukup besar maka dilepas dan diperbesar beda potensialnya pada bagian Ion Generator.

Pelepasan muatan listrik pada unit Ion Generator ini di picu oleh sambaran, yakni ketika lidah api menyambar permukaan bumi maka semua muatan listrik di bagian ion generator dilepaskan keudara melalui Central Pick Up agar menimbulkan lidah api penuntun keatas ( Streamer leader ) untuk menyambut sambaran petir yang terjadi kemudian menuntunya masuk kedalam satu titik sambar yang terdapat unit Neoflash ini.

Kerja Simultan

Pada unit Penangkal Petir NeoFLASH secara simultan bekerja bergantian dari masing-masing unit penerima induksi , jumlahnya tergantung dari tipe dan modelnya. Bekerjanya secara bergantian dimana bila salah satu bagiang unit melepaskan muatan ke udara / streamer maka ada bagian yang dalam proses pengisian muatan awan.

Tentu akurasi dan kemampuan Penangkal Petir NeoFlash masih tergantung dari 2 hal pendukung instalasi, yaitu:
1. Kabel Penghantar harus minimal 50 mm
2. Grounding maksimal 5 Ohm

Bila 2 syarat pendukung ini sudah terpenuhi maka kemampuan penangkal petir neoflash akan maksimal.

ISTILAH ANTI PETIR

Anti Petir dan Penangkal Petir mungkin itu adalah istilah yang sudah salah kaprah dalam bahasa kita, kesan yang ditimbulkan dua istilah ini adalah aman 100 % terhadap petir, akan tetapi kejadiannya tidak demikian.

Dalam penanganan bahaya petir memang ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi, bilamana kita ingin solusi/penyelesaian total akan bahaya petir kita harus melihat faktor lain.

Sambaran Tidak Langsung pada bangunan yakni petir menyambar diluar areal perlindungan dari penangkala petir yang terpasang , kemudian arus petir ini merambat melalui instalasi listrik , kabel data atau apa saja mengarah ke bangunan. Akhirnya arus petir ini merusak unit peralatan listrik kita.

Masalah ini semakin runyam disaat ini karena peralatan elektronik menggunakan tegangan kerja kecil , DC , dan sensitiv.

Maka pada dasarnya pengaman sambaran petir langsung bukan membuat posisi kita aman 100 % terhadap petir akan tetapi membuat posisi bangunan kita terhindar dari kerusakan akibat sambaran Langsung serta mengurangi efek kerusakan pada peralatan elektronik bila ada petir yang menyambar bangunan kita.

mungkin Penyalur Arus Petir adalah istilah tepatnya.

Pendahuluan

Foto: www.meteoros.de

Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa dengan medan listrik berbeda. Prinsip dasarnya kira-kira sama dengan lompatan api pada busi.

Petir adalah hasil pelepasan muatan listrik di awan. Energi dari pelepasan itu begitu besarnya sehingga menimbulkan rentetan cahaya, panas, dan bunyi yang sangat kuat yaitu geluduk, guntur, atau halilintar. Geluduk, guntur, atau halilintar ini dapat menghancurkan bangunan, membunuh manusia, dan memusnahkan pohon. Sedemikian raksasanya sampai-sampai ketika petir itu melesat, tubuh awan akan terang dibuatnya, sebagai akibat udara yang terbelah, sambarannya yang rata-rata memiliki kecepatan 150.000 km/detik itu juga akan menimbulkan bunyi yang menggelegar. Di lain kesempatan, ketika akumulasi muatan listrik dalam awan tersebut telah membesar dan stabil, lompatan listrik (eletric discharge) yang terjadi pun akan merambah massa bermedan listrik lainnya, dalam hal ini adalah Bumi. Besar medan listrik minimal yang memungkinkan terpicunya petir ini adalah sekitar 1.000.000 volt per meter.

Ciri-ciri Datangnya Petir


Foto: www.meteoros.de

Langit tiba-tiba menjadi gelap disertai angin datang begitu cepatnya dan awan yang menjulang tinggi menyerupai bunga kol berwarna keabuan-abuan, kemudian udara terasa pengap. Awan ini biasanya disebut dengan awan petir CB (Comulunimbus) Dalam musim penghujan seperti saat inilah awan-awan jenis ini banyak terbentuk. Penghubung yang "digemari", merujuk Hukum Faraday, tak lain adalah bangunan, pohon, atau tiang-tiang metal berujung lancip.

Proses Terjadinya

Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif (elektron) menuju ke muatan positif (proton). Para ilmuwan menduga lompatan bunga api listriknya sendiri terjadi, ada beberapa tahapan yang biasanya dilalui. Pertama adalah pemampatan muatan listrik pada awan bersangkutan. Umumnya, akan menumpuk di bagian paling atas awan adalah listrik muatan negatif; di bagian tengah adalah listrik bermuatan positif; sementara di bagian dasar adalah muatan negatif yang berbaur dengan muatan positif. Pada bagian bawah inilah petir biasa berlontaran.

 

Petir dapat terjadi antara:
Awan denqan awan
Dalam awan itu sendiri
Awan ke udara
Awan denqan tanah (bumi)

Besar medan listrik minimal yang memungkinkan terpicunya petir ini adalah sekitar 1.000.000 volt per meter.

 

 

 

Dampak Negatif

Umumnya petir-petir mengincar korban di wilayah datar yang terbuka. Besar medan listrik minimal yang memungkinkan terpicunya petir ini adalah sekitar 1.000.000 volt per meter. Bayangkan betapa mengerikannya jika lompatan bunga api ini mengenai tubuh makhluk hidup! Korban tiba-tiba terpental ketika sebuah petir menyambarnya. Seperti juga korban lainnya, ia tewas seketika dengan tubuh terbakar. Apabila petir menyambar rumah, rumah tersebut akan rusak dan perabotan elektronik akan rusak seperti telepon, televisi, atau yang lainnya.

 

 

Dampak Negatif

Terdorong rasa ingin tahu yang mendalam, seorang fisikawan lalu melakukan penelitian terhadap tubuh korban. Menurut pengamatannya, pola lintasan arus listrik yang begitu tinggi dari sang petir nampak mengikuti jalur pembuluh darah vena. "Lintasannya mulai dari leher atas bahu sebelah kanan lalu melintas dada hingga rongga perut depan bagian bawah. Pola yang terjadi memang tak selalu demikian, namun nampaknya listrik petir mencari bagian tubuh yang memiliki resistensi rendah," ujarnya.

 

 

Dampak Negatif

 

Hujan yang disertai petir akan memganggu alat komunikasi antara lain telepon, televisi, radio, atau alat komunikasi lainnya. Hal ini karena frekuensi yang dipancarkan terganggu oleh loncatan listrik yang besar di udara sehingga suara atau gambar yang dikirim akan tidak jelas, terputus-putus, bunyi gemeresek.

 

 

Dampak Positif

 

 

Sambaran listrik dapat menyuburkan tanah karena dapat meningkatkan konsentrasi nitrogen/hara pada tanah.

Antisipasi

Cara mengantisipasi

1. Apabila sebuah bangunan yang tinggi dengan memasang penangkal petir. Apabila ada petir akar menyambar alat penangkal kemudian disalurkan melalui kawat besar yang terbuat dari tembaga atau kuningan menuju ke tanah.
2. Apabila terjadi hujan dan petir, lebih baik kita menghindar di tempat terbuka.
3. Untuk menhindari kerusakan alat listri di rumah apabila terjadi hujan dan petir adalah mematikan listri, mencabut saluran antene di televisi, dan mencabut kabel telepon.

 KEKUATAN TERSEMBUNYI PETIR - HARUN YAHYA





Satu kilatan petir menghasilkan listrik lebih besar daripada yang dihasilkan Amerika.

Di malam hari, saat hujan deras, langit tiba-tiba menyala, tak lama kemudian disusul oleh suara menggelegar. Tahukah Anda bagaimanakah petir luar biasa yang menerangi langit muncul? Tahukah Anda seberapa banyak cahaya yang dipancarkannya? Atau seberapa besar panas yang dilepaskannya?

Satu kilatan petir adalah cahaya terang yang terbentuk selama pelepasan listrik di atmosfer saat hujan badai. Petir dapat terjadi ketika tegangan listrik pada dua titik terpisah di atmosfer – masih dalam satu awan, atau antara awan dan permukaan tanah, atau antara dua permukaan tanah – mencapai tingkat tinggi.

KEINDAHAN YANG TERLIHAT SELAMA SETENGAH DETIK

Sebuah sambaran petir berukuran rata-rata memiliki energi yang dapat menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama lebih dari 3 bulan. Sebuah sambaran kilat berukuran rata-rata mengandung kekuatan listrik sebesar 20.000 amp. Sebuah las menggunakan 250-400 amp untuk mengelas baja. Kilat bergerak dengan kecepatan 150.000 km/detik, atau setengah kecepatan cahaya, dan 100.000 kali lipat lebih cepat daripada suara.

Kilat petir terjadi dalam bentuk setidaknya dua sambaran. Pada sambaran pertama muatan negatif (-) mengalir dari awan ke permukaan tanah. Ini bukanlah kilatan yang sangat terang. Sejumlah kilat percabangan biasanya dapat terlihat menyebar keluar dari jalur kilat utama. Ketika sambaran pertama ini mencapai permukaan tanah, sebuah muatan berlawanan terbentuk pada titik yang akan disambarnya dan arus kilat kedua yang bermuatan positif terbentuk dari dalam jalur kilat utama tersebut langsung menuju awan. Dua kilat tersebut biasanya beradu sekitar 50 meter di atas permukaan tanah. Arus pendek terbentuk di titik pertemuan antara awan dan permukaan tanah tersebut, dan hasilnya sebuah arus listrik yang sangat kuat dan terang mengalir dari dalam jalur kilat utama itu menuju awan. Perbedaan tegangan pada aliran listrik antara awan dan permukaan tanah ini melebihi beberapa juta volt.

Energi yang dilepaskan oleh satu sambaran petir lebih besar daripada yang dihasilkan oleh seluruh pusat pembangkit tenaga listrik di Amerika. Suhu pada jalur di mana petir terbentuk dapat mencapai 10.000 derajat Celcius. Suhu di dalam tanur untuk meleburkan besi adalah antara 1.050 dan 1.100 derajat Celcius. Panas yang dihasilkan oleh sambaran petir terkecil dapat mencapai 10 kali lipatnya. Panas yang luar biasa ini berarti bahwa petir dapat dengan mudah membakar dan menghancurkan seluruh unsur yang ada di muka bumi. Perbandingan lainnya, suhu permukaan matahari tingginya 700.000 derajat Celcius. Dengan kata lain, suhu petir adalah 1/70 dari suhu permukaan matahari. Cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt. Sebagai pembanding, satu kilatan petir menyinari sekelilinginya secara lebih terang dibandingkan ketika satu lampu pijar dinyalakan di setiap rumah di Istanbul. Allah mengarahkan perhatian pada kilauan luar biasa dari petir ini dalam Qur'an,

"...Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. An Nuur, 24:43)

Kilatan yang terbentuk turun sangat cepat ke bumi dengan kecepatan 96.000 km/jam. Sambaran pertama mencapai titik pertemuan atau permukaan bumi dalam waktu 20 milidetik, dan sambaran dengan arah berlawanan menuju ke awan dalam tempo 70 mikrodetik. Secara keseluruhan petir berlangsung dalam waktu hingga setengah detik. Suara guruh yang mengikutinya disebabkan oleh pemanasan mendadak dari udara di sekitar jalur petir. Akibatnya, udara tersebut memuai dengan kecepatan melebihi kecepatan suara, meskipun gelombang kejutnya kembali ke gelombang suara normal dalam rentang beberapa meter. Gelombang suara terbentuk mengikuti udara atmosfer dan bentuk permukaan setelahnya. Itulah alasan terjadinya guntur dan petir yang susul-menyusul.

Saat kita merenungi semua perihal petir ini, kita dapat memahami bahwa peristiwa alam ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sebuah kekuatan luar biasa semacam itu muncul dari partikel bermuatan positif dan negatif, yang tak terlihat oleh mata telanjang, menunjukkan bahwa petir diciptakan dengan sengaja. Lebih jauh lagi, kenyataan bahwa molekul-molekul nitrogen, yang sangat penting untuk tumbuhan, muncul dari kekuatan ini, sekali lagi membuktikan bahwa petir diciptakan dengan kearifan khusus.

Allah secara khusus menarik perhatian kita pada petir ini dalam Al Qur'an. Arti surat Ar Ra’d, salah satu surat Al Qur'an, sesungguhnya adalah "Guruh". Dalam ayat-ayat tentang petir Allah berfirman bahwa Dia menghadirkan petir pada manusia sebagai sumber rasa takut dan harapan. Allah juga berfirman bahwa guruh yang muncul saat petir menyambar bertasbih memujiNya. Allah telah menciptakan sejumlah tanda-tanda bagi kita pada petir. Kita wajib berpikir dan bersyukur bahwa guruh, yang mungkin belum pernah dipikirkan banyak orang seteliti ini dan yang menimbulkan perasaan takut dan pengharapan dalam diri manusia, adalah sebuah sarana yang dengannya rasa takut kepada Allah semakin bertambah dan yang dikirim olehNya untuk tujuan tertentu sebagaimana yang Dia kehendaki.

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA
Abdul Syakur, Yuningtyastuti
a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Abstrak
Makalah ini menjelaskan mengenai sistem proteksi
penangkal petir pada Gedung Widya Puraya, kampus
UNDIP Tembalang. Sistem proteksi ini diperlukan
mengingat gedung tersebut berada pada posisi yang
paling tinggi diantara gedung-gedung sekitar dan
berada pada lokasi dengan tingkat hari guruh yang
tinggi sekitar 128 hari guruh tiap tahun. Dengan
menggunakan konsep ruang proteksi menurut model
elektrogeometri, akan dihitung dan ditentukan jarak
ruang proteksi dari penangkal petir yang digunakan
dan tingkat proteksi yang dibutuhkan. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir
yang dipasang di atas gedung perpustakaan belum
mampu melindungi secara keseluruhan gedung-gedung
yang ada disekitarnya yang mencakup keseluruhan
gedung widya puraya.
Kata kunci : petir, ruang proteksi, elektrogeometri
I. Pendahuluan
Pembangunan gedung – gedung baru, cenderung
bertingkat sebagai solusi karena semakin sempitnya
lahan tanah. Namun disisi lain, dengan semakin
banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa
permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi
penting untuk diperhatikan, karena bangunan
bertingkat lebih rawan mengalami gangguan, baik
gangguan secara mekanik maupun gangguan alam.
Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah
sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia
yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan Indonesia
beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari
guruh rata – rata per tahun yang sangat tinggi.
Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia
memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan
akibat terkena sambaran petir. Kerusakan yang
ditimbulkan dapat membahayakan peralatan serta
manusia yang berada di dalam gedung tersebut.
Untuk melindungi dan mengurangi dampak
kerusakan akibat sambaran petir maka dipasang
sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem
pengaman itu salah satunya berupa sistem penangkal
petir beserta pentanahannya. Pemasangan sistem
tersebut didasari oleh perhitungan resiko kerusakan
akibat sambaran petir terhadap gedung. Perhitungan
resiko ini digunakan sebagai standar untuk
mengetahui kebutuhan pemasangan sistem
penangkal petir pada bangunan bertingkat tersebut
II. Dasar Teori
Kilat merupakan peristiwa alam yaitu proses
pelepasan muatan listrik ( electrical discharge ) yang
terjadi di atmosfer. Peristiwa pelepasan muatan ini
akan terjadi karena terbentuknya konsentrasi muatan
– muatan positif dan negatif di dalam awan ataupun
perbedaan muatan dengan permukaan bumi.
Kilat sebenarnya lebih sering terjadi antara
muatan satu dengan muatan lain di dalam awan
dibandingkan dengan yang terjadi antara pusat
muatan di awan dengan permukaan bumi. Kedua
jenis pelepasan muatan tersebut sebenarnya sama –
sama dapat menimbulkan gangguan atau kerugian.
Petir yang terjadi antara awan dengan awan dapat
mengganggu di bidang penerbangan, sedangkan petir
yang terjadi antara awan dengan permukaan bumi
dapat menimbulkan kerusakan pada gedung tinggi
dan peralatannya.
2.1 Frekuensi Sambaran Petir
2.1.1 Sambaran Petir Langsung
Jumlah rata – rata frekuensi sambaran petir
langsung pertahun (Nd) dapat dihitung dengan
perkalian kepadatan kilat ke bumi pertahun (Ng) dan
luas daerah perlindungan efektif pada gedung (Ae)
Nd = Ng . Ae (2.1)
Kerapatan sambaran petir ke tanah
dipengaruhi oleh hari guruh rata – rata per tahun di
daerah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan
sebagai berikut :
Ng = 4 . 10-2 . T1.26 (2.2)
Sedangkan besar Ae dapat dihitung sebagai berikut :
Ae = ab + 6h(a+b) + 9πh2 (2.3)
Sehingga dari substitusi persamaan (2.2) dan (2.3) ke
persamaan (2.1), maka nilai Nd dapat dicari dengan
persamaan berikut :
N 4.10 2.T1.26 (ab 6h(a b) 9 h2 ) d = - + + + p (2.4)
dimana :
a = Panjang atap gedung (m)
b = Lebar atap gedung (m)
h = Tinggi atap gedung (m)
35
Transmisi, Vol. 11, No. 1, Juni 2006 : 35 - 39
T = hari guruh pertahun
Ng = Kerapatan sambaran petir ke tanah
( sambaran/Km2/tahun )
Ae = Luas daerah yang masih memiliki angka
sambaran petir sebesar Nd (Km2)
2.1.2 Sambaran Petir Tidak Langsung
Rata – rata frekuensi tahunan Nn dari kilat
yang mengenai tanah dekat gedung dapat dihitung
dengan perkalian kerapatan kilat ke tanah pertahun
Ng dengan cakupan daerah di sekitar gedung yang
disambar Ag
Nn = Ng . Ag (2.5)
Daerah di sekitar sambaran petir (Ag), adalah
daerah disekitar gedung dimana suatu sambaran ke
tanah menyebabkan suatu tambahan lokasi potensial
tanah yang dapat mempengaruhi gedung.
2.2 Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir
Sambaran petir dapat mengakibatkan beberapa
kerusakan, yaitu :
a. Kematian atau korban jiwa
b. Kerusakan mekanis.
c. Kerusakan Thermal
d. Kerusakan Elektrik
2.3 Sistem Pengaman Pada Gedung
Sistem pengaman gedung dibuat untuk
melindungi gedung tersebut dari berbagai macam
gangguan. Salah satu sistem pengaman gedung
adalah sistem penangkal petir beserta
pembumiannya. Instalasi bangunan yang menurut
letak, bentuk, penggunaanya dianggap mudah terkena
sambaran petir dan perlu dipasang penangkal petir
adalah :
a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat,
menara, dan cerobong pabrik.
b. Bangunan – banguna tempat penyimpanan bahan
yang mudah terbakar atau meledak seperti pabrik
amunisi, atau gudang penyimpan bahan peledak.
c. Bangunan – banguna sarana umum seperti
gedung bertingkat pusat perbelanjaan, instansi
pemerintahan, sekolah dan sebagainya.
d. Bangunan yang berdasar fungsi khusus perlu
dilindungi seperti gedung arsip negara.
Jenis penangkal petir juga dipengaruhi oleh
keadaan atap dari gedung yang akan diamankan.
Untuk bangunan dengan atap datar, yaitu bangunan
yang memiliki selisih tinggi antara bumbungan dan
lisplang kurang dari 1 meter maka sistem yang sesuai
adalah sistem faraday yaitu sistem penangkal petir
keliling pada atp datar. Sedang untuk atap runcing
atau selisih tinggi bumbungan dan lisplang lebih dari
1 meter, maka sistem yang sesuai adalah metode
franklin yaitu sistem penangkal petir dengan
elektroda batang (fiial).
2.3.1. Ruang Proteksi Konvensional
Pada masa awal diketemukannya penangkal
petir dan beberapa tahun setelah itu, ruang proteksi dari
suatu penangkal petir berbentuk ruang kerucut dengan
sudut puncak kerucut berkisar antara 30o hingga 35o
(Gambar 1.a). Pemilihan besarnya sudut proteksi ini
menyatakan tingkat proteksi yang diinginkan. Semakin
kecil sudut proteksi maka semakin tinggi tingkat
proteksi yang diperoleh (semakin baik), namun semakin
mahal biaya pembangunannya.
Gambar 1. Ruang proteksi konvensional
Untuk mempermudah perhitungan analitik,
ruang proteksi tiga dimensi dapat dilukiskan secara
dua dimensi dan karena bentuknya simetri, maka
analisis dapat dilakukan hanya pada separo bagian
(Gambar 1.b). Semua benda-benda yang berada di
dalam ruang kerucut proteksi (atau bidang segi-tiga
proteksi) akan terhindar dari sambaran petir. Sedangkan
benda-benda yang berada di luar ruang kerucut
proteksi (atau di luar bidang segi-tiga proteksi) tidak
akan terlindungi.
2.3.2 Ruang Proteksi Non Konvensional
Ruang proteksi menurut model elektro
geometri hampir sama dengan ruang proteksi
berdasarkan konsep lama, yaitu berbentuk ruang
kerucut juga, hanya saja bidang miring dari kerucut
tersebut melengkung dengan jari-jari tertentu
(Gambar 2).
Besar jari-jari ini sama dengan besarnya jarak
sambar dari lidah petir. Jarak sambar (kemampuan
menyambar atau menjangkau suatu benda) dari
lidah petir ini ditentukan oleh besarnya arus petir
yang terjadi. Dengan demikian, derajat
kelengkungan dari bidang miring kerucut dipengaruhi
oleh besarnya arus petir yang terjadi.
36
Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya (Abdul Syakur, Yuningtyastuti)
Gambar 2 Konsep ruang proteksi menurut elektrogeometri
model
2.3.3 Bidang Sambar dan Garis Sambar
Jangkauan proteksi suatu penangkal petir
dapat dijelaskan dengan bidang sambar atau garis
sambar. Bidang sambar adalah tempat kedudukan
titik-titik sambar, yaitu titik-titik dimana lidah petir
telah mencapai suatu jarak terhadap suatu benda
sama dengan jarak sambar. Bidang sambar
merupakan bentuk tiga dimensi dalam kondisi nyata.
Untuk keperluan penyederhanaan analisis dapat
dipergunakan bentuk dua dimensi , yaitu garis
sambar seperti ditunjukkan pada gambar 3..
Titik A dan B merupakan titik kritis, artinya
semua petir dengan arus I yang melewati titik-titik
ini akan menyambar ke penangkal petir atau menuju
ke tanah dengan probabilitas 50%. Untuk mengetahui
apakah suatu benda terlindungi, maka perlu dibuat
garis sambar untuk arus yang sama I untuk benda
tersebut. Bila garis sambar untuk benda berada di
bawah dari garis sambar untuk penangkal petir, benda
terlindungi. Sebaiknya, jika garis sambar untuk benda
berada di atas garis sambar untuk penangkal petir, maka
benda tidak terlindungi.
Gambar 3 Garis sambar suatu lidah petir untuk arus petir
tertentu
Hubungan antara besarnya arus petir dengan
jarak sambar dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila
arus petir yang terjadi bernilai kecil, artinya
mengandung jumlah muatan kecil, maka energi
yang diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan
loncatan-terakhir juga kecil, sehingga jangkauan
sambaran berjarak pendek. Jika arus petir yang
terjadi bernilai lebih besar, artinya mengandung
jumlah muatan lebih banyak, maka energi yang
diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan
loncatan terakhir juga lebih besar, sehingga
iangkauan sambaran berjarak lebih jauh.
Sesungguhnya hubungan antara I dan rs
sangat rumit dengan beberapa versi persamaan telah
dikemukakan oleh para ahli dan tetap terus akan
berkembang lagi.
Besar arus puncak peluahan petir dapat dicari dengan
persamaan sebagai berikut
I = 10.6Q0,7 (2.6)
dimana :
I = Arus puncak petir (kA)
Q = Muatan lidah petir (Coulombs)
Sedang hubungan besar arus dengan jarak sambaran
ditunjukkan persamaan berikut
S = 8I 0,65 (2.7)
Jarak sambar S adalah jarak jari – jari yang
dipakai pada ruang proteksi non konvensional. Dan
persamaan yang sering digunakan untuk menentukan
jarak sambar adalah persamaan Whitehead, karena
hingga saat ini merupakan persamaan yang banyak
diakui kebenarannya.
2.4.2 Sistem Penangkal Petir Gedung Beratap
Kerucut
Sistem penangkal petir untuk gedung beratap
kerucut lebih cocok menggunakan metode Franklin.
Metode ini merupakan metode yang paling tua.
Tetapi metode ini masih cukup handal untuk
melindungi gedung dari sambaran petir. Sehingga
sistem ini masih banyak digunakan orang terutama
untuk gedung yang beratap kerucut / kubah. Gambar
4 penampang sistem tersebut dapat dilihat sebagai
berikut.




* HGXQJ
Gambar 4. Sistem penangkal petir metode Franklin
Elektroda batang pada metode Franklin
mempunyai daerah perlindungan yang berbentuk
kerucut dengan elektroda batang sebagai porosnya.
Setengah dari sudut puncak disebut sebagai sudut
perlindungan. Biasanya diambil sudut 56o, khusus
untuk gedung yang mudah terbakar biasanya sudut
perlindungan diambil dari 45o.
III. Gedung Widya Puraya
37
Transmisi, Vol. 11, No. 1, Juni 2006 : 35 - 39
Gedung Widya Puraya Universitas
Diponegoro terletak di sebelah barat daya gedung
rektorat Universitas Diponegoro Semarang. Data –
data dari gedung tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
Gedung ini terdiri dari tiga lantai dengan bentuk
bangunan memanjang dengan lahan di sekitar
bangunan yang luas. Gedung Widya Puraya terletak
di daerah dengan karakteristik perbukitan sehingga
memiliki potensi mengalami gangguan sambaran
petir.
Tabel 1 Data karakteristik gedung Widya Puraya
Karakteristik Ukuran
Tinggi gedung
Panjang gedung
Lebar gedung
Jumlah orang
Waktu hadir
Kerapatan petir
Resistifitas tanah
Permukaan luar gedung
Jenis bangunan
Karakteristik material
Jarak atap dan lisplang
24 m
108 m
47 m
200 orang
1820 jam / th / orang
123 kilat / th
depan = 2,273 Ώ Km
belakang = 0.578 Ώ Km
Tanah
Biasa
Beton
9 m
* HGXQJ: LG\ D3XUD\ D
2PHWHU
2PHWHU
1PHWHU
0PHWHU
5HWPHU 5HWPHU
SHUSXVWDNDDQ
/ 36 ( )
5DGLXVSURWHNVL
HPWHU
Gambar 5 Ruang proteksi LPS EF pada gedung Widya
Puraya dan Perpustakaan
IV. Sistem Proteksi Penangkal Petir
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai
resiko kerusakan dan effisiensi pada gedung
Perpustakaan sebelum diproteksi dengan resistansi
tanah 0,0314 Ώ / Km seperti pada Tabel 2. Dari hasil
perhitungan pada tabel 2 dapat diketahui gedung
membutuhkan sistem proteksi dengan effisiensi
0,872 atau level proteksi 4 pada resistansi tanah
0,0314 Ώ / km sehingga relatif bahaya atau nilai
resiko kerusakan tidak terlalu besar
Tabel 2 Nilai resiko kerusakan gedung sebelum diproteksi
dengan resistansi tanah 0,0314Ώ/Km
Nilai resiko Hasil perhitungan
Fi -0,000000179
Fd 0,00778
F 0,00778
Fa 0,00100
E 0,87100
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan
metode Whitehead, maka akan dapat dicari besar arus
sambaran yang dapat ditangkap ditangkap oleh sistem
penangkal petir tersebut. Bila kita menggunakan
sistem penangkal petir dengan besar resistansi tanah
0,0314 Ώ / km, kita akan mendapat suatu sistem
proteksi dengan level proteksi tingkat 4, maka nilai
jari – jari ruang proteksi yang diperoleh sebesar 60
m. Dengan persamaan Whitehead, maka dapat dicari
besar arus sambaran yang dapat ditangkap oleh
sistem penangkal petir tersebut.
Diketahui S = 8I 0,65 , dimana S besarnya 60
m, merupakan jarak sambar atau jari – jari ruang
proteksi. Sehingga besar arus sambaran petir ( I )
adalah :
S = 8I 0,65
8
0,65
S
I=
8
60
0,65
I=
7,5
0,65 I =
I = 18,6 kA
Berarti dengan tambahan penangkal petir,
bangunan bisa menahan sambaran petir sampai
sebesar 18,6 kA. Bila sambaran petir besarnya lebih
dari 18,6 kA maka akan ditangkap oleh sistem
38
Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya (Abdul Syakur, Yuningtyastuti)
proteksi petir. Karena memiliki level proteksi tingkat
4, maka sudut proteksi yang didapat sebesar 45o.
Sehingga jarak terjauh yang dapat ikut terlindungi
oleh penangkal petir ini adalah 31 meter. Didapat dari
perhitungan
x = tan 45 o . h meter
x = 1 . 31 meter
x = 31 meter.
Sehingga penangkal petir di gedung
Perpustakaan UNDIP belum dapat melindungi
gedung Widya Puraya yang berjarak puncak
tertingginya 50,5 meter (Lebar jalan 8 meter) dari
gedung perpustakaan.
Berikut penggambaran sudut proteksi dari gedung
perpustakaan UNDIP Semarang.
: LG\ D3XUD\D
Gambar 6 Sudut Proteksi penangkal petir perpustakaan
UNDIP
V. Kesimpulan
Sistem proteksi petir pada gedung bertingkat
memiliki peranan yang sangat penting karena
berfungsi untuk melindungi peralatan dan manusia
yang berada di dalamnya. Gedung Widya Puraya
berada pada daerah dengan hari guruh tinggi sangat
rawan terhadap sambaran petir, oleh karena itu perlu
dipasang proteksi petir.
Sistem proteksi terhadap sambaran petir pada gedung
widya puraya telah dilakukan dengan memasang
penangkal petir di atas gedung perpustakaan.
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa
penangkal petir yang dipasang di atas gedung
Perpustakaan UNDIP belum dapat melindungi
gedung Widya Puraya yang berjarak puncak
tertingginya 50,5 meter (Lebar jalan 8 meter) dari
gedung perpustakaan
Daftar Pustaka
1 A. Arismunandar, Dr, S. Kawahara, Dr, Buku
Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid II,
Pradnya Paramita, 1 Juni 1973.
2 Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Gelombang Berjalan
dan Proteksi Surja. Erlangga. Jakarta. 1991.
3 Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir Untuk
Bangunan di Indonesia. Direktorat penyelidikan
masalah bangunan. Jakarta. 1983.
4 Golde, R.H Lightning. Volume 2. London :
Academic Press Inc. 1981.
5 Petrov N.I, Alessandro F.D. Lightning to earthed
structure : comparison of models with lightning
strike data. 1996.
6 IEC, Assement of The Risk of Damage Due to
Lightning, Internasional Standard, CEI IEC
1662 First Edition, 1995.
7 Hutauruk TS, Ir, M.E.E, Pengetanahan Netral
Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan,
Erlangga. Jakarta. 1991.
8 Hovart Tibor, Computation of Lightning
Protection, Tecnical University of Budapest,
Hungary, 1986.

Make a Free Website with Yola.