PENGANTAR MULTIMEDIA PEMBELAJARAN

A.      Pengertian Multimedia Pembelajaran

Untuk memahami konsep multimedia pembelajaran, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian multimedia dan pembelajaran. Multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi. Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif.

Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan), contohnya: TV dan film.

Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah: multimedia pembelajaran interaktif, aplikasi game, dll.

Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana siswa belajar. Belajar dalam pengertian aktifitas mental siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan. Dengan demikian aspek yang menjadi penting dalam aktifitas belajar adalah lingkungan. Bagaimana lingkungan ini diciptakan dengan menata unsur-unsurnya sehingga dapat mengubah perilaku siswa. Dari uraian di atas, apabila kedua konsep tersebut kita gabungkan maka multimedia pembelajaran dapat diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang piliran, perasaan, perhatian dan kemauan yang belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.

B.       Manfaat Multimedia Pembelajaran

Apabila multimedia pembelajaran dipilih, dikembangkan dan digunakan secara tepat dan baik, akan memberi manfaat yang sangat besar bagi para guru dan siswa. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh adalah proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan dan prises belajar mengajar dapat dilakukan di mana dan kapan saja, serta sikap belajar siswa dapat ditingkatkan.

Manfaat di atas akan diperoleh mengingat terdapat keunggulan dari sebuah multimedia pembelajaran, yaitu:

  1.  Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron dll.
  2.  Memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan ke sekolah, seperti gajah, rumah, gunung, dll.
  3.  Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh manusia, bekerjanya suatu  mesin,  beredarnya planet Mars, berkembangnya bunga dll.
  4. Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dll.
  5. Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti letusan gunung berapi, harimau, racun, dll.
  6. Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa. 

C.       Karakteristik Media dalam Multimedia Pembelajaran

Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran, pemilihan dan penggunaan multimedia pembelajaran harus memperhatikan karakteristik komponen lain, seperti: tujuan, materi, strategi dan juga evaluasi pembelajaran.  

Tabel berikut dapat dijadikan pedoman dalam pemilihan media yang cocok untuk multimedia pembelajaran.    

bagian

Karakteristik multimedia pembelajaran adalah:

  1. Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.
  2. Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna.
  3. Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.

Selain memenuhi ketiga karakteristik tersebut, multimedia pembelajaran sebaiknya memenuhi fungsi sebagai berikut:

  1. Mampu memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin.
  2. Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri.
  3. Memperhatikan bahwa siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan.
  4. Mampu memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon, baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain.

D.      Format Multimedia Pembelajaran

Format sajian multimedia pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok sebagai berikut: 

1.       Tutorial

Format sajian ini merupakan multimedia pembelajaran yang dalam penyampaian materinya dilakukan secara tutorial, sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Informasi yang berisi suatu konsep disajikan dengan teks, gambar, baik diam atau bergerak dan grafik. Pada saat yang tepat, yaitu ketika dianggap bahwa pengguna telah membaca, menginterpretasikan  dan menyerap konsep itu, diajukan serangkaian pertanyaan atau tugas. Jika jawaban atau respon pengguna benar, kemudian dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika jawaban atau respon pengguna salah, maka pengguna harus mengulang memahami konsep tersebut secara keseluruhan ataupun pada bagian-bagian tertentu saja (remedial). Kemudian pada bahagian akhir biasanya akan diberikan serangkaian pertanyaaan yang merupakan tes untuk mengukur tingkat pemahaman pengguna atas konsep atau materi yang disampaikan.

2.       Drill dan Practise

Format ini dimaksudkan untuk melatih pegguna sehingga memiliki kemahiran dalam suatu keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep. Program menyediakan serangkaian soal atau pertanyaan yang biasanya ditampilkan secara acak, sehingga setiap kali digunakan makan soal atau pertanyaan yang tampil selalu berbeda, atau paling tidak dalam kombinasi yang berbeda.

Program ini dilengkapi dengan jawaban yang benar, lengkap dengan penjelasannya sehingga diharapkan pengguna akan bisa pula memahami suatu konsep tertentu. Pada bahagian akhir, pengguna bisa melihat skor akhir yang dia capai, sebagai indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam memecahkan soal-soal yang diajukan.

3.       Simulasi

Multimedia pembelajaran dengan format ini mencoba menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya untuk mensimulasikan pesawat terbang, di mana pengguna seolah-olah melakukan aktifitas menerbangkan pesawat terbang, menjalankan usaha kecil, atau pengendalian pembangkit listrik tenaga nuklir dan lain-lain. Pada dasarnya format ini mencoba memberikan pengalaman masalah dunia nyata yang biasanya berhubungan dengan suatu resiko, seperti pesawat yang akan jatuh atau menabrak, peusahaan akan bangkrut, atau terjadi malapetaka nuklir.

4.       Percobaan atau Eksperimen

Format ini mirip dengan format simulasi, namjun lebih ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan praktikum di laboratorium IPA, biologi atau kimia. Program menyediakan serangkaian peralatan dan bahan, kemudian pengguna bisa melakukan percobaan atau eksperimen sesuai petunjuk dan kemudian mengembangkan eksperimen-eksperimen lain berdasarkan petunjuk tersebut. Diharapkan pada akhirnya pengguna dapat menjelaskan suatu konsep atau fenomena tertentu berdasarkan eksperimen yang mereka lakukan secara maya tersebut. 

5.       Permaianan

Tentu saja bentuk permaianan yang disajikan di sini tetap mengacu pada proses pembelajaran dan dengan program multimedia berformat ini diharapkan terjadi aktifitas belajar sambil bermain. Dengan demikian pengguna tidak merasa bahwa mereka sesungguhnya sedang belajar.

—OOO— 

ASPEK DESAIN PEMBELAJARAN 

Aspek desain pembelajaran memainkan peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu multimedia pembelajaran. Dilihat dari sisi desain pembelajaran, terdapat beberapa hal yang sifatnya normative dan penting untuk diperhatikan dalam pembuatan suatu multimedia pembelajaran. Pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua komponen, yaitu (1) komponen pembuka sebagai pemicu (trigger); dan (2) komponen inti.

A.      Komponen Pembuka sebagai Pemicu

KESAN PERTAMA SANGAT MENENTUKAN! Begitu kata pepatah. Sebenarnya, dalam multimedia pembelajaran terdapat setidaknya tiga komponon pembuka yang dapat dijadikan sebagi alat untuk menarik perhatian, yaitu judul, tujuan pembelajaran dan appersepsi.

1.       Judul

Judul merupakan titik awal sebagai penarik perhatian pengguna. Tapi, banyak pembuat multimedia pembelajaran yang kurang memperhatikan hal ini. Sering dijumpai, judul dinyatakan dengan kalimat yang kaku. Padahal, judul dapat dirumuskan dalam kalimat yang lebih menantang dan menarik. 

Coba bandingkan contoh rumusan judul berikut ini! 

judul

Bagaimana, bukankan akan lebih menarik dan menantang jika judul dirumuskan seperti pada kolom sebelah kanan?

2.       Tujuan Pembelajaran

Beberapa kelamahan yang sering ditemui dalam pembuatan multimedia pembelajaran adalah a). tidak adanya tujuan pembelajaran, b). walaupun ada, tidak dinyatakan dengan redaksi yang jelas, realistis, dapat diukur dan menantang/menarik perhatian pengguna. Mengapa? Karena pengembang selalu terpaku pada rumusan kompetensi dasar atau indikator yang telah ada dalam kurikulum. Padahal, secara kreatif redaksi kompetensi dasar atau indikator dalam kurikulum dapat diperhalus dengan kalimat yang lebih jelas, realistis, dapat diukur, menarik serta menantang. Pengguna perlu diberitahu manfaat yang akan diperoleh dari multimedia pembelajaran. dePorter, dkk mengistilahkannya dengan istilah AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku?). Dengan rumusan tujuan yang jelas, siswa mengetahui manfaat dan arah yang jelas saat menggunakan media tersebut. Perlu diperhatikan bahwa multimedia pembelajaran juga berkaitan dengan kerangka waktu. Dengan tujuan yang jelas, maka pencapaian tujuan dapat disesuaikan dengan kerangka waktu yang ada dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Demikian pula dengan dari multimedia pembelajaran harus memberikan peluang bagi pengguna untuk ‘merasakan’ kegunaan lain selain sebagai media pembelajaran pokok. Oleh karena itu kalimat-kalimat ajakan dan sapaan psikologis yang dapat memberikan ikatan emosional (engagement) bagi pengguna menjadi perlu, sehinga memunculkan interaktifitas yang tinggi dari multimedia tersebut.

Coba bandingkan contoh rumusan tujuan pembelajaran berikut! 

rumus

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), kompetensi dasar memang sudah “given” sifatnya. Dengan demikian, sekiranya kurikulum 2004 tersebut tidak memberikan peluang untuk melakukan perubahan dalam rumusan tujuan pembelajaran, maka rumusan seperti ini bukan merupakan suatu keharusan. 

3.       Appersepsi

dePorter, dkk dalam buku “Quantum Teaching” memfungsikan appersepsi untuk ‘membawa dunia mereka ke dunia kita’. Yaitu, mengkaitkan apa yang telah diketahui atau dialami pengguna dengan apa yang akan dipelajari dalam multimedia pembelajaran. Kontekstualitas dalam appersepsi menjadi penting, karena kita mencoba ‘menarik’ mereka ke dunia kita ciptakan dalam media, melalui hal-hal yang dianggap paling ‘akrab’ dengan pengguna. Di sinilah diperlukan kalimat atau narasi penghubung dari ‘dua dunia’ yang mungkin berbeda. Dengan menyatukan kedua dunia ini, maka pengguna ‘merasa diajak’ berkomunikasi dengan media kita. Jika perlu, gunakan bahasa yang ‘menantang’ dan sedikit ‘memprovokasi’ dalam artian positif.

Coba bandingkan contoh redaksi appersepsi berikut! 

appersepsi

B.       Komponen Inti

Judul, tujuan pembelajaran dan appersepsi dapat dijadikan sebagai sarana pembuka yang sangat menentukan sebagai upaya untuk menarik perhatian awal (penggoda). Selanjutnya, kita beranjak pada komponen inti yang meliputi uraian yang komunikatif, contoh, ilustrasi, analogi, latihan, tes, umpan balik, pemilihan media yang relevan, interaktifitas, dan lain-lain. 

1.       Uraian yang Komunikatif

Dalam multimedia pembelajaran, antara teks, gambar, audio, video, animasi, simulasi dan lain-lain bersifat proporsional. Artinya, multimedia pembelajaran tidak didominasi oleh teks seperti dalam buku pelajaran. Oleh karenanya, uraian atau pembahasan menggunakan bahasa yang tepat, padat, komunikatif dan sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia pengguna. Dalam multimedia pembelajaran, uraian dalam bentuk teks digunakan jika dan hanya jika diperlukan interpretasi dari visual yang ditampilkan, atau sulit mencari referensi untuk memvisualkan konsep yang ingin disampaikan. Sering ditemui, pembahasan dalam bentuk teks seperti apa yang tertulis dalam buku. Padahal multimedia pembelajaran bukan buku teks elektronik. Buku teks justru hanya dijadikan sebagai acuan saja. Multimedia pembelajaran adalah media pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa dapat mempelajarinya secara mandiri dengan bantuan yang minimal dari guru atau orang lain. Bahkan tanpa bantuan sama sekali atau belajar sendiri. Oleh karena itu, dalam membahas/menguraikan materi, harus bersikap seolah-olah sedang berkomunikasi dengan siswa.

Coba bandingkan contoh redaksi uraian materi sebagai berikut:

hal-15-1.jpg

2.       Contoh, Analogi atau Ilustrasi, serta Simulasi yang Relevan dan Kontekstual

Uraian yang komunikatif saja, seperti diuraikan di atas, belumlah cukup. Kita perlu secara kreatif memberikan contoh, analogi atau ilustrasi yang relevan, baik gambar, animasi, video, simulasi dan lain-lain agar dapat mempermudah atau memperdalam pemahaman siswa. Hal inilah yang merupakan kelebihan dari multimedia pembelajaran dibandingkan dengan media lain seperti buku, video, dll. 

Coba bandingkan contoh pentingnya ilustrasi atau visualisasi berikut!

hal-15-2.jpg

 

Perlu ditekankan di sini bahwa simulasi berbeda dengan animasi. Animasi adalah hanya sekedar suatu gambar yang bergerak, berperan untuk menunjukkan suatu proses atau prosedur.Sedangkan simulasi, memungkinkan pengguna atau user menginput sesuatu sehingga ia dapat membuktikan hasilnya. Tujuan simulasi adalah untuk memungkinkan pengguna membuktikan atau mengalaminya secara virtual.

3.       Latihan, Tes, dan Umpan Balik Korektif secara Kreatif 

PRACTICE MAKE PERFECT! Keberadaan latihan dan tes adalah mutlak dalam multimedia pembelajaran.

Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam memberikan latihan dan tes. Biasanya, latihan dan tes dibuat dalam bentuk tes obyektif (seperti pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dll). 

Dalam memberikan latihan, sebaiknya hindarkan pilihan ganda atau benar salah. Mengapa? Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan siswa (pengguna) yang asal menebak. Sebagai gantinya, gunakan latihan yang memungkinkan siswa memberikan jawaban singkat. Di samping itu, berikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab lebih dari satu kali. Dalam tes, alangkah baiknya kalau urutan munculnya soal dibuat acak (random). Artinya, ketika anak melakukan reset atau melakukan tes dilain waktu, soal yang sama tidak akan muncul pada nomor atau urutan soal yang sama. Misalnya, ketika awal melakukan tes, soal nomor 1 adalah “xxxxxx”, maka ketika di lain waktu siswa melakukan tes lagi, maka soal nomor 1 yang muncul bukan “xxxxxx” lagi, melainkan “yyyyyy”.  

Umpan balik, baik dalam latihan maupun tes, biasanya diberikan dalam bentuk “reinforcement”. Misalnya, “BAGUS, ANDA BENAR”, atau “ULANGI LAGI……KAMU PASTI BERHASIL”.Sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan umpan balik. Pertama hindari ungkapan yang memojokkan atau menyakitkan. Misal, akan lebih baikmenggunakan kalimat, “ANDA BELUM TEPAT”, daripada “ANDA SALAH”. 

Ke dua, akan lebih baik jika menggunakan umpan balik korektif. Maksudnya, berikan penjelasan mengapa jawabannya benar dan/atau mengapa jawabannya salah.

Berikut adalah contoh yang dimaksud dengan umpan balik korektif. Perhatikan baik-baik:“Anda Benar, rumus marginal cost adalah…………” atau “Belum tepat, itu adalah rumus variable cost. Rumus marginal cost adalah………..”. 

Begitu juga halnya dalam tes. Biasanya dalam tes hanya diberikan “answer” atau jawaban singkat. Alangkah baiknya di samping “answer” juga diberikan pembahasan jawaban (solution). Sekali lagi, hal ini sangat penting untuk multimedia pembelajaran, karena sifatnya seperti software pembelajaran mandiri. 

Selain itu, latihan dan tes tidak selalu harus diberikan dalam bentuk tes. Tapi, dapat juga dikemas secara kreatif dalam bentuk tes. Tapi, dapat juga dikemas secara kreatif dalam bentuk permaianan (game atau simulasi). Artinya, jadikan game dan simulasi untuk latihan dan tes. 

Contoh, daripada menggunakan tes obyektif untuk topik tata surya (jenis-jenis planet), akan lebih baik menggunakan game sebagai berikut:

“Dalam layar monitor muncul planet-planet yang bergerak sesuai dengan orbitnya masing-masing. Siswa diberkan peluang untuk menembak dengan tepat planet-planet tersebut. Aturan mainnya, jika muncul “clue” berupa karakteristik dari salah satu planet, maka siswa harus menembak planet sesuai dengan karakteristik tersebut. Misal, clue yang muncul adalah, “letaknya paling jauh” maka siswa harus menembak tepat ke planet Pluto”. 

4.       Pemilihan Media yang Relevan 

“Multimedia pembelajaran adalah pemanfaatan kombinasi beragam media (teks, audio, video, grafis (diagram, gambar, chart, animasi, dll.) secara harmonis dengan bantuan teknologi computer sehingga menghasilkan sesuatu sinergi untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu”. Oleh karena itu, pemilihan media yang tepat dan juga relevan sangat menentukan.Belajar dari beberapa produk multimedia pembelajaran yang telah ada, karena keterbatasan waktu, atau mungkin keterampilan dan pengetahuan yang terbatas, masih ditemui adanya ketidakrelevanan atau ketidakharmonisan pemilihan media.

Contoh:

  • Cara kerja jantung divisualisasikan dengan gambar. Padahal untk menjelaskan cara kerja jantung, akan lebih baik menggunakan animasi daripada gambar diam.
  • Untuk menjelaskan teknik membuat keramik akan lebih baik menggunakan video, daripada gambar/foto orang yang sedang membuat keramik.
  • Untuk menjelaskan proses terjadinya gunutng meletus, akan lebih baik menggunakan animasi atau video, daripada gambar saja.Jadi harus ada keharmonisan antara media yang Anda gunakan dengan karakteristik dari materi ajar. 

5.       Relevansi dan Kosistensi Antara Latihan/Tes dan Materi dengan Tujuan Pembelajaran 

START FROM THE END! Begitu kata pepatah. Dalam semua aktifitas, tujuan hendaknya dijadikan sebagai acuan/patokan. Begitu pula halnya dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, materi, latihan dan tes di samping harus cukup dan cakup, juga harus mengacu pada tujuan pembelajaran yang merupakan tujuan akhir yang hendak dicapai dan harus telah ditentukan sebelumnya. 

Dalam beberapa produk multimedia pembelajaran sering ditemukan adanya ketidakkonsistenan dan ketidakrelevanan antara materi dengan tujuan pembelajaran dan juga antara latihan/tes dengan tujuan pembelajaran. Ada beberapa (walaupun tidak banyak), pengembang multimedia pembelajaran yang menambah/melebihkan materi yang justru materi bahasan tersebut di luar tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai. 

Dalam menentukan materi sebaiknya dipilih yang benar-benar perlu (need to know). Dengan demikian tidak terjebak pada materi yang baik diketahui siswa (nice to know) yang sebenarnya tidak perlu-perlu amat, apalagi tidak relevan dengan tujuan pembelajaran.Ketidakrelevanan, banyak ditemui juga terjadi pada latihan dan tes. Latihan dan tes tidak mengukur secara proporsional setiap tujuan pembelajaran. Bahkan ada beberapa tujuan pembelajaran yang tidak diteskan. Di samping itu, banyak item soal tes yang hanya mengukur kemampuan berfikir tingkat rendah, yaitu mengingat (recall). Sangat jarang sekali ditemui “problem solving” untuk mengukur kemampuan analisis, sintesis dan evaluative.

Untuk merumuskan latihan dan tes, sebaiknya dimulai dengan penentuan jenis teknik evaluasi yang tepat dan penyusunan kisi-kisi soal yang didasarkan pada tujuan pembelajaran. bagi peserta yang notabene adalah guru, itu bukanj merupakan hal yang baru. teknik menyusun evaluasi hasil belajar tentu sudah mahir semuanya.

Masalah kecukupan dan cakupan juga masih sering ditemui. Banyak materi yang dibahas dengan cakupan yang luas, tapi sebaliknya tidak cukup/mendalam. Karena, banyak pembahasan yang tidak perlu  dan tidak relevan dengan tujuan pembelajaran. Kondisi ideal yang seharusnya terjadi adalah mencakup secara proporsional semua tujuan pembelajaran, tapi dibahas secara mendalam. Kejadian yang sering ditemui justru sebalknya. Cakupan proporsional, tapi pembahasannya dangkal. Hal seperti ini perlu dihindari.

6.       Interaktifitas 

BELAJAR AKAN LEBIH BAIK JIKA SISWA MENCARI, MENEMUKAN DAN MEMBANGUN PENGETAHUANNYA SENDIRI. Demikian kata teori belajar konstruktifistik. Multimedia pembelajaran, idealnya harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Untuk itu, jika ingin dikatakan sebagai multimedia pembelajaran, maka harus interaktif. 

Bagaimana caranya?Ada banyak cara, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Jika memungkinkan, perbanyak game dan simulasi; atau link ke alamat-alamat situs yang dapat memberikan informasi tambahan.
  • Ajak siswa berfikir terlebih dahulu, sebelum menjelaskan. Contoh, berikan kesempatan kepada siswa untuk mendefinisikan sesuatu dengan kalimatnya sendiri sebelum Anda sajikan definisi menurut pendapat beberapa ahli. Atau berikan informasi tambahan dengan memberikan alamat situs-situs yang menambah pemahaman siswa tentang materi yang dibahas.
  • Berikan umpan balik korektif, seperti dijelaskan di atas.
  • Mulai dengan pertanyaan (resiprok), seperti: “Tahukan Anda ….?”, “Mengapa….?” , dll.
  • Branching atau learner controlled; artinya berikan kesempatan siswa untuk menentukan sendiri hal apa yang akan mereka lakukan terlebih dahulu. Misal, siswa bisa mengawalinya dari latihan terlebih dahulu, sebelum memulai materi. Atau siswa ingin memulai topik 2 sebelum topik 1. Atau ketika mengerjakan latihan, siswa diberi kesempatan untuk loop (melihat kembali) ke materi yang terkait dengan soal latihan yang sedang dikerjakan.
  • Gunakan navigasi yang jelas dan kosisten 

C.     Catatan Akhir: Tips dan Trik

 Sebagai penutup untuk bab ini, alangkah baiknya tips dan trik berikut ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan multimedia pembelajaran: 

  1. Pilih materi ajar yang tidak dapat dilakukan oleh siswa dengan cara yang lebih sederhana dan memerlukan visualisasi untuk menemukan konsep yang tepat dan jelas.
  2. Libatkan siswa dalam setiap aktifitas yang ditayangkan dalam multimedia pembelajaran, baik secara lisan (dalam bentuk narasi/audio) maupun dalam bentuk pertanyaan menarik dan/atau ilustrasi (berupa analogi/metafora, gambar, animasi, simulasi, dll.) yang relevan.
  3. Tampilkan animasi atau simulasi yang mendukung peningkatan penguasaan konsep pengguna multimedia pembelajaran dan menimbulkan rasa ingin tahu untuk menggali lebih dalam konsep yang ingin dipelajari.
  4. Buat latihan dan jawaban yang mampu memberikan penguatan terhadap konsep yang ingin diberikan.
  5. Terakhir, gunakan prinsip K3G, yaitu KREATIF, KREATIF, KREATIF dan “GILA”. —OOO—

ASPEK REKAYASA PERANGKAT LUNAK  

“Waduh kok softwarenya nggak mau jalan…”“Lho kok proses instalasi software ini sulit sekali…”

multimedia-1.jpg

 

Banyak keluhan yang sering kita dengar ketika kita menggunakan sebuah software atau perangkat lunak di komputer kita. Ini terjadi bukan hanya pada saat perangkat lunak digunakan, bahkan terjadi pada saat dilakukan instalasi seperti gambar di atas. Dan ini bukan mustahil akan terjadi di perangkat lunak multimedia pembelajaran yang kita kembangkan. Keluhan-keluhan seperti itu berawal dari masalah teknis pada pengembangan, yaitu karena perangkat lunak tidak dikembangkan dengan konsep, metode dan teknik yang benar. Karena itulah muncul disiplin ilmu rekayasa perangkat lunak, yaitu disiplin ilmu yang mempelajari semua aspek produksi perangkat lunak  baik dari sisi konsep, metodologi dan teknik, mulai dari tahap awal yaitu menganalisa kebutuhan pengguna, melakukan desain, membuat program (coding), pengujian (testing) sampai pemeliharaan. 

Menilai kualitas (baik dan buruk) sebuah perangkat lunak memang bukan pekerjaan mudah. Ketika seseorang memberi nilai “sangat baik” terhadap sebuah perangkat lunak, orang lain belum tentu mengatakan hal yang sama. Sudut pandang seseorang mungkin berorientasi ke satu sisi masalah (misalnya tentang kehandalan dan kemudahan), sedangkan orang lain menilai perangkat lunak tersebut dari sudut pandang dan parameter yang lain (misalnya tentang banyaknya fitur, adanya dokumentasi, dsb.). 

Pada bahagian ini kita akan melihat lebih jauh tentang parameter-parameter apa yang digunakan untuk menilai sebuah perangkat lunak, khususnya menurut disiplin ilmu rekayasa perangkat lunak (software engineering). Penilaian ini akan berujung ke suatu konsep apakah perangkat lunak sudah dikembangkan sesuai dengan yang dibutuhkan (diharapkan) oleh pengguna atau belum. 

Nah, menurut disiplin ilmu rekayasa perangkat lunak, multimedia pembelajaran yang baik adalah yang memenuhi parameter-parameter di bawah. 

1.       Efektif dan Efisien dalam Pengembangan Maupun Penggunaan Multimedia Pembelajaran 

“Kok aplikasinya lambat banget yach?”PETUNJUK PEMAKAIAN: “matikan seluruh program lain, karena program ini perlu memory 1 GB untuk dapat dijalankan”.“Program besar sekali, menghabiskan space di komputer!” 

Seringkali sebuah program yang sepertinya berukuran kecil dan memiliki fitur yang tidak terlalu rumit, tetapi berjalan sangat lamban. Kalau seandainya saja setiap komputer memiliki kecepatan dan memori yang tidak terbatas, maka tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi setiap komputer memiliki keterbatasan pada kecepatan (CPU), memory (RAM) dan kapasitas penyimpanan tetap (harddisc) tersebut secara efektif dan efisien. Misanya untuk pemakaian gambar-gambar yang ditampilkan dalam ukuran kecil, pembuat tetap menggunakan gamjbar asli yang beresolusi tinggi, tidak melakukan usaha-usaha kompresi dan pemotongan yang tepat. Sebaliknya ada pula gambar yang seharusnya memakai resolusi tinggi, tetapi digunakan gambar yang beresolusi rendah. Menurunkan ukuran, resolusi dan kualitas gambar, dapat dilakukan dengan software grafis semacam Photoshop. 

Hal lain yang memungkinkan tidak efisiennya pemakaian resource adalah penggunaan algorithma yang kurang tepat. Algorithma adalah alur bagaimana sebuah perangkat lunak bekerja. Ketika alurnya terlalu berputar-putar, ini membuat perangkat lunak bekerja tidak efisien. 

Kasus lain yang sering muncul adalah, karena terlalu bersemangat, pengembangan multimedia pembelajaran menampilkan semua koleksi gambar yang dimiliki, termasuk efek-efek animasi dan simulasi yang ia kuasai ke dalam multimedia pembelajaran, meskipun sebenarnya tidak terlalu penting dan efektif dalam membantu proses pembelajaran. 

2.       Kehandalan Perangkat Lunak (Reliabilitas) 

Murid: Pak, program ini kok sering hang ya?Guru: Kenapa? Apa pesan errornya?Murid: Gak tahu, tidak ada pesan error tuh. 

windows-error.jpg  

keyboard-not-plugged.jpg

Program dinyatakan reliable atau handal bila program dapat berjalan dengan baik, tidak mudah hang, crash atau berhenti pada saat pengoperasian. Kehandalan program juga dinilai dari seberapa jauh dapat tetap berjalan meskipun terjadi kesalahan pada pengoperasian (error tolerance). Pengguna memerlukan informasi proses dan keadaan penggunaan perangkat lunak multimedia pembelajaran (termasuk beberapa lama harus menunggu, langkah apa setelah klik, dsb.).

Contoh implementasi ke perangkat lunak multimedia pembelajaran adalah sebagai berikut:

  • Pengguna selalu menerima feed back yang lengkap dan berkelanjutan tentang hasil dari suatu aksi yang dilakukan di multimedia pembelajaran. Menampilkan progress dari pekerjaan yang sedang dilakukan sistem, misalnya dalam bentuk progress bar.
  • Mencegah error, memperbolehkan fungsi undo dan redo, dan memungkinkan penggunaan melakukan kesalahan. 

3.       Dapat Dipelihara (Dikelola) dengan Mudah (Maintainabilitas) 

Software yang baik adalah yang dapat dikelola dengan mudah” (Reinhard Muler) Struktur program disusun dengan memperhatikan algorithma, alur penyajian, pengorganisasian dan keterkatian antar bagian, sehingga mudah dalam pemeliharaan dan pengelolaan (modifikasi, penambahan, dan pengurangan fitur, dsb.). sebaiknya kode atau script tetap dibuat sederhana dan mudah dipahami meskipun menjalankan fungsi yang kompleks. Kode juga sebaiknya bersifat modular dengan dokumentasi pada tiap bagian, sehingga siapa saja yang ingin mengubah, memperbaiki atau menambah fitur program dapat dengan mudah melakukannya. Selain penambahan fitur, hal yang sering dilakukan oleh programmer adalah menemukan kesalahan program (bug) dalam programnya. Semakin banya kode program yang ditulis, semakin perlu memikirkan maintainabilitas program tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga maintabilitas program: 

a.       Standar Pengkodean (Coding Standard). Termasuk di dalamnya adalah:

  1. Penamaan (Naming). Standar penamaan variable, konstanta, fungsi, method, class, symbol, file input/output, file gambar dan lain-lain.
  2. Format (Formatting). Format penulisan code, indent dan tab.
  3. Struktur (Structure). Struktur penempatan file (file management), pengelompokkan file dan fungsi/class, struktur folder, serta standar bagaimana memanggil suatu file.
  4. Implementasi (Implementation). Ini satu hal yang sering ditinggalkan oleh para developer/programmer. Begitu program kita semakin besar, maka dokumentasi diperlukan untuk memberikan penjelasan terhadap isi file, maksud suatu fungsi dan lain-lain. 

b.       Pemrograman Bertahan (Defensif Programming).

Maksudnya adalah berusaha sekuat mungkin untuk menghindari kesalahan pemrograman. Secara virtual, setiap elemen code tergantung kepada sistem yang mendasarinya, baik software maupun hardware. Software bisa saja memiliki kesalahan atau sering disebut kutu atau bug, hardware dapat saja rusak, bahkan kode code yang kita tulis mungkin mengandung bug. Kita tidak dapat menolak itu semua. Tetapi paling tidak yang dapat kita lakukan adalah meminimalisir potensi kesalahan atau kerusakan tersebut. 

c.        Modular Programming.

Usahakan untuk memecah fungsi, method dan class dan program kita yang kompleks menjadi beberapa bahagian. Satukan beberapa fungsi, method dan class yang sejenis dalam satu file atau modul. Sedapat mungkin membuat modul yang independen (tidak tergantung dengan modul lain). Misalnya untuk fungsi-fungsi mengakses file (baca, tulis, ubah), dikumpulkan dalam satu modul, sedangkan fungsi-fungsi untuk memanipulasi string (deretan huruf) dalam modul lain berbeda. 

4.       Mudah Digunakan dan Sederhana dalam Pengoperasiannya (Usabilitas). 

Layaknya seseorang yang bingung ketika baru pertama kali datang ke Jakarta dan ingin mencari alamat Jl. Gatot Subroto No. 10, orang tersebut pasti merasa bingung untuk mencari alamat tersebut. Dalam kondisi bingung, orang tersebut tentu akan memanfaatkan marka jalan sebagai penunjuk arah. Dapat dibayangkan apabila di jalan raya tidak disediakan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan, tentu orang akan tersesat dan tidak tahu ke mana arah yang akan dituju. Begitu pula dengan multimedia pembelajaran, ketersediaan tooltip, help, icon, logo, button, dsb akan sangat membantu pengguna yang baru pertama kali menggunakan media tersebut. Desain dan tata letak navigasi rsangat membantu pengguna untuk memanfaatkan media tersebut. Apabila terjadi kesalahan pada program (error) maka ditampilkan pesan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pengguna. Konsistenisi bentuk dan letak navigasi juga mempengaruhi kenyamanan pengguna untuk memahami informasi yang tersirat dalam multimedia pembelajaran. Dengan hanya melihat tampilan awal, pengguna dapat mengetahui kondisi program dan dapat menentukan aksi-aksi alternatif. Semua fitur mudah ditemukan apabila diperlukan, tanpa mengganggu pengguna dengan informasi yang berlebihan. Pengguna juga dapat dengan sangat mudah menebak, memperkirakan bahkan menentukan relasi antara aksi dan hasil, antara kontrol-kontrol dan efek yang ditimbulkannya, juga antara status software dan apa yang tampak. 

5.       Ketepatan Pemilihan Jenis Aplikasi/Software/Tool untuk Pengembangan Seperti layaknya seseorang bila ingin melakukan aktifitas sehari-hari, ketika akan memasak makanan, maka yang diperlukan adalah kompor sebagai alat bantunya, ketika akan makan maka yang diperlukan adalah piring sebagai alat bantunya, maka demikan juga denga bila ingin membuat multimedia pembelajaran, yang diperlukan adalah alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengerjakannya.

Seperti contoh di bawah ini: 

alat bantu

 Pemilihan yang tepat harus mempertimbangakan beberapa hal yaitu:

  1. Pilih yang mudah digunakan, tidak terlalu sulit dan rumit dalam menggunakannya
  2. Gunakan sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan spesifikasi, komputer dan lain sebagainya 

6.       Multimedia Pembelajaran Dapat Dijalankan di Berbagai Hardware, Software dan Platform (Kompatibilitas) 

Perkembangan software dan hardware sudah cukup banya bervariasi, semakin tinggi spesifikasinya, semakin tinggi kecepatan prosesnya. Bila dulu kecepatan aksen RAM paling tinggi 8 MB, saat ini kecepatannya berkali lipat hingga 1 GB, CD-ROM yang dulu kecepatan bacanya paling tinggi 4X, saat ini CD-ROM sudah umum dan memiliki banyak fungsi dengan kapasitas kecepatan yang tinggi, seperti CD-RW dengan speed hingga 52X bahkan ada yang mampu membaca DVD.

Demikian juga dengan software aplikasi, bila dulu aplikasinya sederhana dan cukup panjang proses menjalankan berbagai aplikasi di dalamnya, saat ini aplikasi sudah sangat indah dengan tampilan grafis yang baik dan animatif, dengan navigasi yang mudah dan cepat dalam proses menjalankan aplikasinya. Belajar akan lebih baik, jika setiap orang bisa bekerja di manapun tanpa ada hambatan spesifikasi komputer dan software yang dipersyaratkan untuk menjalankannya. Multimedia pembelajaran yang baik hendaknya dapat dijalankan di berbagai platformnya (Windows NT/XP/Vista, Linux Mandriva/Redhat/Debian).

7.       Pemaketan Multimedia Pembelajaran Terpadu dan Mudah dalam Eksekusi 

Multimedia pembelajaran sebaiknya disusun dalam suatu paket yang baik. Proses instalasi berjalan secara otomatis dengan menggunakan Autorun, ini dapat dengan mudah dibuat dengan meyertakan file Autorun.INF yang berisi eksekusi program pada CD-ROM yang Anda buat. Dengan sekali install, program langsung dapat digunakan tanpa perlu melakukan instalasi lain satu per satu (plug, dsb) atau proses restarting (start ulang) komputer. Shortcut dan icon secara otomatis muncul setelah proses instalasi dengan nama yang mudah diidentifikasi. Fitur untuk uninstall program disediakan untuk membantu pengguna apabila sudah tidak memerlukan program tersebut. Hal ini semakin memudahkan pengguna terutama untuk siswa-siswi yang kurang dalam mengenal komputer. Pesan kesalahan di bawah menunjukkan bahwa perangkat lunak multimedia pembelajaran tidak terpaket dengan baik. 

windows-error3.jpg

informasi-instalasi.jpg

8.       Dokumentasi Program Multimedia Pembelajaran yang Lengkap 

Gimana nih cara instalasinya? Kok nggak ada panduannya?” 

Pertanyaan ini muncul ketika multimedia pembelajaran yang telah kita buat ternyata tidak dilengkapi dengan dokumentasi tentang cara instalasi dan cara penggunaan. Seperti kita ketahui bersama, definisi rekayasa perangkat lunak menurut Ian Sommerville adalah: “Program komputer dan dokumentasi yang berhubungan” Jadi tidak boleh dilupakan bahwa sebutan perangkat lunak itu tidak hanya untuk program komputer, tetapi juga termasuk dokumentasi yang berhubungan yang diperlukan untuk menjalankannya dengan benar. Dengan definisi ini otomatis keluaran (output) produksi perangkat lunak di samping program komputer juga dokumentasi lengkap berhubungan dengannya. Ini yang kadang kurang dipahami oleh pengembang, sehingga menganggap cukup memberikan program yang jalan (running program) ke pengguna. Dokumentasi multimedia pembelajaran yang dibuat harus meliputi:Petunjuk instalasi (jelas, singkat, lengkap), trouble shooting (jelas dan terstruktur), desain program jelas (jelas, menggambarkan alur kerja program). Dokumentasi, selain berorientasi ke kemudahan pengguna dengan adanya help, readme, panduan penggunaan, dsb, juga berorientasi untuk pengembang dengan dokumentasi dan penjelasan pada kode program sehingga memudahkan dalam modifikasi. 

9.       Kode Program Dapat Dimanfaatkan Kembali untuk Mengembangkan Multimedia Pembelajaran Lain (Reusabilitas) 

Eric R. Raymond, seorang tokoh programmer opensource mengatakan “Good programmers know what to write. Great ones know what to rewrite and reuse”. Setelah level “membuat” terlewatkan, seorang pengembang harus meningkatkan kemampuan diri untuk tidak hanya berorientasi membuat, tapi juga berorientasi ke bagaimana fitur dan fungsi program kita “dapat digunakan lagi” di program lain. Bagaimana kita mendesain sebuah resource code” (kode sumber), icon, logo, tombol dan sebagainya sehingga dengan mudah dapat digunakan (reuse) pada program multimedia pembelajaran lain, itulah arti dari reusabilitas. Template menu, icon, logo, tombol, dsb yang telah dibuat dapat dengan mudah digunakan untuk program lain. Librari (DLL, API, dsb) juga dikemas dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan oleh program lain. Program tersusun secara modular, hal ini mempermudah penggunaan kembali (reusabilitas).   

—OO

ASPEK KOMUNIKASI VISUAL

  A.      Komunikasi Visual: Pengertian dan Eksistensinya 

Komunikasi Visual merupakan salah satu aspek penting dalam pembuatan media, termasuk multimedia pembelajaran. Untuk komunikasi visual yang dikemas dalam desain komunikasi visual (selanjutnya diketik dkv) yang komperhensif dan berfungsi sebagai integrator dari ketiga revolusi teknologi informasi (komputasi, internet dan multimedia) dalam rangka bertatap muka dengan khalayak sasarannya. Secara operasional, dkv dapat dimanfaatkan sebagai strategi penyajian content agar mudah dicerna (informative), menarik (interesting) dan merayu (persuasive) bagi para penggunanya, dalam hal ini adalah siswa. 

Dkv dalam konteks multimedia pada hakekatnya adalah “bahasa” sebagai sarana untuk menyampaikan pesan yang utamnya menggunakan elemen-elemen rupa (gambar dan tulisan) dari seseorang/lembaga/kelompok masyarakat tertentu kepada pihal lainnya dengan berbagai gramatika tertentu. Oleh karena itu, dkv berhubungan dengan aspek komunikasi melalui penampilan rupa dan rungu yang dapat diserap indera penglihatan dan pendengaran untuk mempengaruhi pikiran dan perasaan. Secara sederhana dkv dapat dikatakan sebagai rancangan yang difungsikan untuk ‘dibaca’ baik secara eksplisit maupun implisit, tersurat maupun tersirat untuk menghasilkan persepsi tertentu sesuai kehendak pesan yang ingin dikomunikasikan (T. Sutanto, 2005).

 Perkembangan dkv tidak lepas dari kemajuan teknologi dan dinamika budaya. Kemajuan teknologi komputer, memfasilitasi perancangan dkv yang hasilnya dapat disimpan dalam bentuk data digital pada memori komputer dan diproduksi secara massal dengan akurat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang kini mengarah pada kejayaan multimedia, mampu menyajikan tulisan, gambar, gerak dan suara secara interaktif baik dalam citra 2 dimensi maupun 3 dimensi. Gerak diwujudkan dalam bentuk animasi dan life video. Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi yang dikemas dalam rancangan dkv yang baik, menempatkan media ini sebagai simulasi untuk mengganti pengalaman nyata melalui pencitraan yang semakin mendekati realitas yang sebenarnya. Kolaborasi dkv dan teknologi multimedia dikatakan sebagai media yang paling sempurna, karena secara bersamaan menyajikan citra visual, suara, gerak dan interaksi sesuai dengan keinginan penggunanya. Kini citra komunikasi visual yang disajikan dalam multimedia menjadikan medium ini semakin ‘cantik’ dan memikat siapapun untuk keperluan apapun, termasuk multimedia pembelajaran. 

B.       Implementasi: DKV untuk Multimedia Pembelajaran 

Secara garis besar, implementasi dkv dalam multimedia pembelajaran ditempuh setidaknya dalam tiga tahapan, yakni: memahami karakteristik media, dalam hal ini adalah multimedia, dalam hal ini adalah multimedia; merumuskan konsep komunikasi visual dan gagasan kreatif, serta; 

MemahamiMedia .

Memahami media adalah hal pertama yang harus dipikirkan oleh perancang multimedia saat memulai pekerjaannya, mengingat setiap media memiliki karakteristik yang unik. Multimedia pembelajaran memiliki keunikan yang berbeda dengan papan tulis, buku, slide projector, maupun transparansi sebagai media konvensional dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas. Multimedia pembelajaran secara sekaligus dapat menjanjikan elemen desain yang berupa visual (gambar dan tulisan), suara (narasi, dialog, sound effect), gerak (animation dan video).Karakteristik yang demikian memungkinkan bagi para perancang multimedia untuk mengolah setiap elemen secara komperhensif dalam rangka mongoptimumkan tujuan komunikasi pembelajaran.Multimedia pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media presentasi yang disajikan oleh guru sebagai alat bantu pengajaran di kelas. Media presentasi ini diharapkan mampu mengkomunikasikan topic matapelajara secara lebih komunikatif, menarik dan persuasive.Selain itu multimedia ini dapat pula dimanfaatkan sebagai media pembelajaran mandiri yang diperuntukkan bagi siswa agar dapat belajar secara mandiri karena selain berisikan materi pelajaran, juga dapat dilengkapi dengan simulasi dan latihan secara interaktif. Ke dua multimedia ini akan efektif sebagai alat bantu pembelajaran, tentu saja bila dikerjakan dengan serius, benar dan kreatif.

Gagasan Kreatif dan Konsep Komunikasi Visual.

Membuat bahan ajar menggunakan multimedia tentu berbeda dengan menyiapkan bahan ajar dengan menggunakan media konvensional yang biasa dilakukan. Kelebihan multimedia (audio, visual dan gerak) dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menyampaikan materi yang membutuhkan ketiga hal tersebut. Materi bahan ajar dapat disampaikan melalui gagasan yang kreatif. Dalam gagasan kreatif tersebut, guru dapat mengatur irama penyajian materi agar tidak datar dan membosankan. Langkah operasionalnya adalah guru terlebih dahulu membuat rancangan skenario pengajaran berupa story-board atau flow chart, agar alur informasi terkendali sejalan dengan materi yang hendak disampaikan. Tidak perlu seluruh durasi dan layer materi pengajaran dieksplorasi secara kreatif.

Adakalanya materi pelajaran disajikan dalam visualisasi yang bernada datar dan biasa-biasa saja, untuk kemudian pada materi tertentu (yang menjadi pokok permasalahan) visualisasi diolah secara optimum. Bila perlu ada bagian yang ingin ditonjolkan dapat disertai dengan ilustrasi dalam gerak (animasi maupun video) dan suara (narasi, dialog dan sound effect) yang tepat. Penekan ini akan membuat siswa merasakan bahwa materi tersebutlah yang menjadi pokok permasalahannya. Persoalan terpenting dalam menentukan gagasan kreatif dan donsep komunikasi visual adalah mempertimbangkan karakter target audience. Kebenaran materi adalah mutlak, sedangkan menarik atau tidaknya suatu bahan ajar sangat bergantung pada ‘kedekatan bahasa’ komunikasinya antara guru dan siswanya. Gagasan kreatif dan konsep komunikasi visual hendaknya memperhatikan aspek komunikatif, agar mudah dicerna dan disenangi oleh siswa. Untuk itu hal yang seharusnya dilakukan adalah:

-       Memahami materi yang akan disampaikan secara mendalam.

-       Susunlah materi yang hendak disampaikan secara sistematik (runut), agar alur pesan dapat dicerna secara lancar.

-       Pelajari kebiasaan dan hal-hal yang diminati atau disukai oleh siswa, terutama yang berkaitan dengan unsur bahasa visual (icon, bahasa, jargon, ilustrasi musik, dan lain sebagainya).

-       Pesan disajikan melalui gagasan yang unik dan tidak klise (tidak sering digunakan), agar multimedia pembelajaran yang dibuat tampil segar dan menarik perhatian. 

Eksekusi Audio Visual

“Dream come true”. Mimpi yang telah dituangkan dalam gagasan kreatif dan konsep visualisasi, akan menjadi kasat mata sebagai multimedia pembelajaran jika berhasil dieksekusi menggunakan gramatika komunikasi visual yang tepat. Eksekusi elemen-elemen komunikasi visual dalam pembuatan media ini pada intinya mencakup: tata letak, tipografi, gambar dan ilustrasi, warna, animasi dan video, serta audio/suara. 

Tata Letak. Seperti halnya memilih dan menata penempatan perabotan rumah selalu ada pertimbangan fungsi fisik dan fungsi psikologis sesuai konsep makna tempat tinggal bagi penghuninya. Sebagian orang memilih konsep minimalis, form follow function dan sebahagian lagi lebih menyukai konservatif atau tradisional yang sarat dengan ornamen. Tidak berbeda ketika menciptakan tata letak bagi media pembelajaran ini, mesti ditentukan terlebih dahulu konsep yang akan digunakan, minimalis atau ornamentaliskah? 

Hal ini menjadi penting karena pada implementasinya seluruh layer sebaiknya divisualisasikan dengan komsep yang sama (bukan berarti eksekusinya persis sama). Dalam desain komunikasi visual hal ini disebut unity, yakni menggunakan bahasa audio dan visual yang harmonis, utuh, dan senada, agar materi ajar dipersepsi secara utuh (komperhensif). 

Grid sistem untuk memandu tata letak.

Untuk membantu eksekusi tata letak dapat dibuat grid system, yaitu pembagian bidang sesuai denganfungsi-fungsi elemen dkv secara ergonomis. Misalnya; peletakan navigasi disesuaikan dengan maksud perintah navigasi tersebut dan kebiasaan ergonomic kita, navigasi ‘next’ diletakkan di sebelah kanan dan ‘back’ diletakkan di sebelah kiri, dan lain sebagainya.

Penyusunan teks secara konsisten dibuat rata kiri, rata kanan, atau simetris tergantung dari konsep yang dikehendaki. Tata letak rata kiri cendrung member kesan informal dan mengalir, rata kanan lebih berkesan dinamis namun agar tertutup, rata kiri kanan lebih membawa kesan formal dan kaku, simetris berkesan sangat formal. Silahkan dipilih sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Perlu ditekankan bahwa ‘tata letak’ dibuat lebih untuk tujuan memberikan nilai tambah terhadap aspek komunikatif multimedia pembelajaran, bukan untuk keindahan semata. 

Sebagai langkah awal, sebaiknya buatlah tata letak yang sederhana saja, agar visualisasi tidak rumit untuk mengurangi noise pada kejelasan isi materi ajar. Tata letak yang sederhana juga dimaksudkan agar materi pelajaran mudah diingat. Secara keseluruhan, tata letak diharapkan dapat memenuhi kaidah estetika, antara lain: komposisi yang terjaga dan menghasilkan irama, keseimbangan, harmoni yang terkendali. Menjaga kesederhanaan dapat dilakukan dengan cara memilih eletakan elemen grafis yang tepat, minimal dan senada sesuai karakter informasi. Meskipun tata letak dibuat sederhana, sebaiknya tetap memperhatikan kedekatannya dengan karakter/kebiasaan sasaran atau selera siswa yang pada kebanyakannya berjiwa muda yang dinamis.

 Pada gilirannya pilihan dan penataan elemen grafis dapat memberikan citra pesan yang diinginkan, misalnya: kesan serius, ringan, formal, informal, dan lain sebagainya. Tata letak bahkan dimanfaatkan untuk merepresentasikan topik yang diajarkan, misalnya gemuruh (untuk letusan gunung berapi), mengalir (untuk topik fluida), serta damai dan romantik (untuk merepresentasikan materi belajar gitar klasik), dan sebagainya. 

Tipografi. Istilah ini bukan semata persoalan memilih font agar mudah di baca atau agar lain dari pada yang lain. Tipografi adalah segala kegiatan dalam mengolah informasi yang sifatnya verbal (terbaca) menjadi bentuk visual (terlihat). Huruf, ketika dibaca menghasilkan ‘bunyi’ baik dilafalkan maupun dalam hati, huruf dalam hal ini merupakan alat representasi bahasa verbal. Namun ketika dilihat, huruf merupakan unsure visual yang dapat menimbulkan makna psikologis tertentu, memberikan hirarki pesan tertentu dan klasifikasi pesan tertentu. Dalam hal yang demikian, huruf merupakan representasi bahasa verbal. 

Dengan demikian, tipografi (font dan susunan huruf), dirancang untuk memvisualisasikan bahasa verbal dan diupayakan agar mendukung isi pesan, baik secara fungsi keterbacaan maupun fungsi psikologisnya. Pada esensinya, huruf dipilih guna merepresentasikan 2 (dua) pengertian, yakni: tersurat (untuk kebenaran pesan, huruf sebagai isi pesan verbal) dan tersirat (untuk citra pesan, huruf sebagai penampilan visual). 

Huruf sebagai bahasa visual yang memiliki konotasi psikologis

Buat hirarki pengguna huruf baik jenis, ukuran dan penempatannya pada bidang sesuai kebutuhan naskah. Contoh susunan huruf secara hirarki adalah sebagai berikut: Judul, sub judul, intro-copy, body-copy, box/highlight, photo/illustration caption. Untuk naskah yang relative panjang, misalnya untuk body-copy pilih huruf yang memenuhi kriteria readable, legible, dan clarity (terbaca, bisa dan mudah/jelas dibaca dan nyaman/enak dibaca), dalam hal ini huruf lebih berfungsi representasi verbal. Untuk judul dan sub-judul, pilihlah huruf yang memiliki karakter sesuai dengan topik dari judul tersebut, dalam hal ini fungsi representasi visual lebih dikedepankan. Memilih karakter huruf yang sesuai dengan topik tidak perlu teori khusus, tapi cukup dirasakan dengan hati. Karakter huruf dapat dirasakan melalui jenis/bentuk, struktur, ukuran dan bobot dari huruf yang dipilih. Karakter huruf berdasar pada jenis/bentuk (karakter huruf): huruf serifa (berkait), misalnya huruf Roman (Times Roman); huruf sans serif (tak berkait), misalnya huruf Univers (Arial); huruf script (tulis tangan), misalnya huruf Old English; dan decorative (dekorasi), contohnya huruf Antique. Pilihlah keluarga huruf berdasar pada struktur, misalnya miring (italic), normal, tinggi (extended), lebar (expanded). Huruf berdasarkan ukuran, misalnya besar atau kecilnya ukuran huruf ditampilkan dalam bidang naskah (cm/point/pica), besar atau kecil di sini bukan berarti besar sama dengan huruf capital dan kecil sama dengan lowercase. Karakter huruf berdasarkan bobot adalah ringan (thin), sedang (normal), berat (bold, heavy), dan sangat berat (black, extra-black). 

Pada akhirnya, alangkah baiknya jika dipilih jenis huruf yang tidak umum dipergunakan agar tampil unik, berkarakter dan tidak konvensional atau klise. 

Namun demikian pilihan huruf tersebut mesti tetap sesuai dengan fungsi komunikasinya dalam arti memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. 

Gambar dan Animasi. Yakni elemen dkv yang bisa berwujud foto, ilustrasi atau drawing, diagram, serta elemen grafis yang lainnya seperti icon, navigasi, garis, box, splash, dan lain sebagainya. Gambar adalh bahasa visual yang bisa dimanfaatkan di saat bahasa verbal dianggap kurang mampu untuk merepresentasikan pesan bersifat citra abstrak. Pesan abstrak akan menjadi nyata jika disajikan dalam wujud gambar. Satu gambar katanya kadang-kedang lebih bunyi dari seribu kata, oleh karenanya hati-hati dalam menampilkan gambar. Tampilkan gambar jika hanya dianggap ada gunanya dan perlu, hindari penggaan gambar yang hanya bersifat penghias, karena fungsi gambar adalah tidak hanya sebagai elemen estetik. 

Foto cenderung denotatif yang menunjukkan kondisi fisik secara realistik

cewek1.jpg

Foto sangat berguna untuk menunjukkan kondisi fisik secara realistik, ilustrasi atau drawing tepat untuk mendramatisir, mensimulasi dan menyampaikan pesan secara simbolis. Gambar selalu mengusung makna.

Sebuah gambar (foto maupun drawing) dapat bermakna denotatif dan/atau konotatif. Denotative adalah hubungan tanda (gambar) dengan yang ditandainya (makna) terjadi secara langsung (tersurat), misalnya foto sebuah mobil terdenotasi sebagai kondisi mobil tertentu yang ada. Siapapun pemotretnya, pagi, siang atau malam, tetap saja menunjukkan kondisi mobil tersebut. Konotasi lebih menjelaskan interaksi yang terjadi pada saat tanda (gambar) bertemu dengan perasaan, emosi dan nilai-nilai budaya penggunanya. Kursi dikonotasikan sebagai jabatan, mawar sebagai bentuk cinta dan lain sebagainya. Gunakan gambar yang relevan untuk setiap bahasa pesan, misalnya kapan harus mengunakan gambar yang denotativ, atau kapan harus konotatif. 

Ilustrasi atau drawing dimanfaatkan untuk mendramatisir realitas (Triadi Guntur: dokumentasi pribadi)

sensual.jpg

Dalam multimedia pembelajaran, navigasi dapat dikategorikan pada gambar atau ilustrasi. Kebanyakan navigasi dapat dikategorikan pada gambar atau ilustrasi. Kebanyakan navigasi menggunakan bahasa simbol. Simbol adalah tanda yang mengantarkan makna atas dasar kesepakatan dari komunitasnya. Tanda panah dalam navigasi multimedia pembelajaran disepakati sebagai petunjuk arah (next dan back). Namun demikian navigasi baku tersebut tetap saja member peluang bagi para perancang untuk diolah seunik mungkin sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan sebelumnya. Eksplorasi dapat dilakukan untuk memvisualisasikan seluruh navigasi yang diperlukan dalam multimedia pembelajaran sejauh masih dapat dicerna maknanya. Bila berhasil, artinya jika orang dapat mengoperasikan multimedia pembelajaran ini atas arah dari navigasi yang digunakan, maka navigasi tersebut telah menjadi simbol yang maknanya telah disepakati. 

Warna. Seperti elemen komunikasi visual lainnya, warna juga memiliki fungsi secara fisik dan psikologis. Dia berfungsi secara fisik baik jika dalam penampilannya mampu memperjelas indera penglihatan dalam menangkap objek yang disajikan. Biasanya terdapat kontras antara objek dengan latar belakangnya. Warna akan berfungso psikologis, jika penampilannya menghasilkan perasaan tertentu, misalnya sedih, gembira, sentimental, dingin, panas, cemburu, dan lain sebagainya. Oleh karenya pilihan warna sebaiknya didasari oleh konsep kreatif yang telah ditetapkan sesuai topik pembelajaran.

 Nuansa psikologis warna

intensitas-warna.jpg

Untuk mengoptimalkan fungsi fisik dari sebuah warna, pilih warna yang perbedaan intensitas tinggi misalnya, objek berwarna putih diletakkan di atas latar berwarna hitam. 

Intensitas warna

analogus warna.jpg

Agar mudah mendapatkan kontras, warna dapat dianalogikan secara oposisi biner: panas dingin, maskulin feminine, keras lembut, popular klasik, muda tua. Selain pendekatan itu, seluruh warna juga dapat ditingkatkan intensitasnya dengan cara menambahkan warna-warna tersebut ke putih (tin), sebalinya untuk meredam intensitas dapat ditambahkan unsur hitam (shade). 

Animasi dan Video. Animasi artinya menghidupkan gambar yang mati, menggerakkan gambar yang diam dengan cara membuat metamorfosa dari bentuk semula ke bentuk selanjutnya dalam durasi tertentu. Video adalah menangkap citra yang bergerak untuk selanjutnya disimpan dalam rangkaian foro yang diam dan diputar kembali menjadi gerak sesuai durasi yang dikehendaki. Perbedaan prinsip kerja inilah yang dapat dieksplorasi dan dimanfaatkan untuk mendukung penyajian materi ajar bebasis multimedia. Video cocok untuk ‘menyajikan’ realitas dan animasi cocok untuk ‘menciptakan’ realitas dari sesuatu yang semu, sesuatu yang tidak mampu ditangkap oleh realitas dalam citra visual. Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, semestinya akan terhindar dari penyajian animasi dan cideo demi sekedar ‘meramaikan’ tampilan tanpa pertimbangan fungsinya. 

Audio. Ibarat dua sisi mata uang, dalam multimedia pembelajaran berbasis unsur audio tidak dapat dipisahkan dengan unsur visual. Unsur audio merupakan sarana untuk menyampaikan informasi tentang esensi persoalan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan melalui multimedia pembelajaran. Selain itu, unsur audio juga merupakan unsur penarik perhatian siswa agar menyimak isi pesan yang dikomunikasikan. Dan yang lebih dahsyat lagi, unsur audio dapat dimanfaatkan untuk memperkaya imajinasi dengan cara menghadirkan theatre of mind agar isi materi pelajaran lebih dihayati oleh siswa.

 Unsur audio dalam multimedia pembelajaran dapat beruap dialog, monolog, narasi, sound/special effect, dan ilustrasi musik. Dialog merupakan target inferensi yang menyampaikan penggalan-penggalan komunikasi dua arah antara pemeran yang ditampilkan dalam multimedia pembelajaran. Monolog adalah ungkapan cerbal yang dilontarkan secara searah oleh salah satu pemeran. Narasi adalah ungkapan verbal yang disampaikan oleh narator (bukan pemeran) berfungsi sebagai penyampaian onformasi penting yang terkait dengan pesan dalam multimedia pembelajaran. Sound/special effect (SFX) adalah efek audio yang dihasilkan secara artifisial dan dipergunakan sebagai efek tambahan untuk pendukung ilustrasi suasana maupun adegan serta untuk menhadirkan penekanan inti pesan materi pembelajaran. Musik berfungsi sebagai pendukung suasana yang mengarah dalam multimedia pembelajaran. 

Dengan demikian, jika dicermati tulisan ini kita dapatkan pengertian bahwa peran unsur komuniasi visual dalam membuat bahan ajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi tdak semata perkara mengutak atik warna, huruf, gambar, animasi, tata letak dan membubuhkan suara semata. Pengolahan unsur komunikasi visual dibuat bukan supaya karya kita “asal beda” atau sekedar make up agar “indah”. Peran unsur komunikasi visual terintegrasi secara komperhensif terhadap segala aspek sebagai sarana komunikasi pembelajaran. Setiap keputusan dalam menyajikan elemen komunikasi visual haruslah dibarengi dengan pertimbangan akan kesesuaiannya dengan pesan yang hendak disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. 

Ternyata memang tidak mudah. 

Bunga Rampai dari Makalah Seminar dan Workshop Penyempurnaan Lomba Multimedia Pembelajaran TIngkat Nasional 2007. Penyaji makalah: Uweis A. Chaeruman, Pustekkomdiknas untuk ‘Aspek Desain Pembelajaran’, Romi Satria Wahono, IlmuKomputer.Net untuk ‘Aspek Rekayasa Perangkat Lunak’, dan Agung EBW, Dosen Desain Komunikasi Visual ITB untuk ‘Aspek Desain Komunikasi Visual

 

Make a Free Website with Yola.