Teori Tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.

Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.

Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]

Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.

Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[9][10][3]

Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi [11], namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15]menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru

Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.

Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi

Bagian luar interior bumi dibagi menjadi litosfer dan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas. Litosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel. Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempeng adalah bahwa litosfer terpisah menjadi lempeng-lempeng tektonik yang berbeda-beda. Lempeng ini bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida. Pergerakan lempeng biasanya bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17] Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis yang kedua yaitu kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium. Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.

Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas.

Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia. Perbedaan antara kerak benua dan samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya. Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon. Kerak samudera lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:

  1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
  2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
  3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan tektonik lempeng. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat pergerakan lempeng. Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak pergerakan lempeng. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempeng untuk bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi [19] Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak pergerakan lempeng, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempeng seperti lempeng Amerika Utara, juga lempeng Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi. Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) [20] Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.

Gaya Gesek

Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer, sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah

Gravitasi

Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa mempengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.
Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan. Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi lempeng seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan lempeng dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung

Gaya dari luar

Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun sangat kecil menarik lapisan permuikaan bumi kembali ke barat. Beberapa juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini mungkin juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik, yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk memberi efek seperti pasang di bumi.[22] Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri aslinya dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan kemudian ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti sejak waktu lama. Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya pergerakan ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari sudut pandang pusat pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur. Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke barat pada pergerakan semua lempeng

Signifikansi relatif masing-masing mekanisme

Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.

Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan dalam seberapa proses-proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melihat laju di mana setiap lempeng bergerak dan mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin. Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire) sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab suction) adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga, kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan perdebatan dan riset para ilmuwan

Lempeng-lempeng utama

Peta lempeng-lempeng tektonik

Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:

Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.

Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya)

Teori Tektonik Lempeng

An-Nahl 16:15
"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk."

An-Nahl 16:15
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”

An-Naml 27:88 “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi adalah sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa ternyata terdapat kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera Atlantik. Hal ini menjadi titik tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-benua tidak tetap akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi tiga menurut perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :

1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi. Konsep ini dikemukakan oleh Owen dan Snider pada tahun 1857.

2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan oleh Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.

3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan. Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).

Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang. Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia. Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :

1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.

2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.

3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek arus mantle yang horisontal terhadap material di atasnya. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).

4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi). Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan benua, dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sehingga tidak akan lebih dalam dari 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.

Kondisi Geologi Dinamis Indonesia

Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai akibat dari penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia. Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 3 lempeng besar sehingga Indonesia merupakan salah satu daerah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua Eurasia.

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai pelajaran bagi kita:

1. Gunung api selalu bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti pergerakan benua-benua karena adanya dinamisme mantle bumi (arus konveksi). Fenomena ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 27:88)

2. Gunung api muncul karena tekanan yang tinggi pada magma hasil mixing sehingga akan menerobos ke atas. Andaikan saja magma ini tidak bisa menerobos ke atas membentuk gunung-gunung api maka tentulah akan tersimpan tekanan pada dapur magma yang sangat besar dan akan terus bertambah karena penunjaman masih terus berlangsung. Dengan demikian pada kondisi seperti itu apabila batuan sekitar yang menampung magma tersebut terlampaui batas elastisitasnya maka akan terjadi bencana gempa bumi vulkanik yang teramat sangat hebatnya. Fenomena ini pun telah tersurat dalam Al-Qur’an, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. 16:15)

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:13) Maha Benar Allah atas segala firman-Nya.
Teori Lempeng Tektonik adalah :
"Lapisan terluar bumi terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang."

Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth's mantle). Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer. Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik).

Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir seperti cairan (fluid).

Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Berikut adalah nama-nama lempeng tektonik yang ada di bumi, dan lokasinya bisa dilihat pada Peta Tektonik.

Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra.
Asal-usul bumi dalam bentuk yang sekarang telah lama menjadi subyek minat intelektual, tetapi sejak pertengahan abad ke-20 para ilmuwan telah membuat kemajuan yang sangat signifikan, baik dalam konsep dan pengukuran. Analisis isotop dalam meteorit dan, khususnya, batu dibawa dari Bulan oleh astronot Apollo AS telah menghasilkan beberapa kontribusi besar. Keuntungan lain datang dari penelitian geokimia sampel terestrial dikombinasikan dengan pemahaman baru tentang proses internal yang disebabkan oleh pengakuan lempeng tektonik, studi tentang planet bumi sebagai sebuah kelompok, dan kemajuan dalam pemodelan numerik dari proses fisik yang mengarah pada pembentukan planet .

Titik awal untuk melacak evolusi planet nukleosintesis, pembentukan unsur kimia pada skala kosmik. Ini mencakup proses nuklir oleh unsur-unsur yang paling ringan-sebagian besar hidrogen dan helium-diproduksi di ledakan kelahiran alam semesta (big bang lihat model), sekitar 14 miliar tahun yang lalu, dan kemudian pembentukan unsur-unsur yang lebih berat dalam bintang-bintang ( lihat unsur kimia: Origin dari unsur-unsur). Dengan analogi dengan apa yang saat ini astronom mengamati terjadi di daerah pembentukan bintang, diperkirakan bahwa sistem tata surya mulai sebagai awan gas dan debu terdiri dari unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya seperti itu. Bawah tarik gravitasi sendiri, awan jatuh ke dalam disk yang berputar materi, yang disebut nebula surya. Runtuhnya bisa diprakarsai oleh gelombang kejut yang berasal dari supernova dekat, sebuah bintang meledak keras, atau dengan kepadatan fluktuasi acak dalam awan itu sendiri. Setelah tekanan yang cukup tinggi dan kepadatan yang dicapai dalam nebular dipadatkan inti, reaksi fusi nuklir di dalamnya bisa mulai, melahirkan bintang. Bagian luar piringan yang berputar-hal tidak dimasukkan ke Matahari baru menjadi bahan baku untuk mengorbit planet-planet dan badan-badan lain dari tata surya. Kelahiran Matahari, yang membuat lebih dari 99,9 persen massa dari seluruh tata surya, diambil sebagai waktu di mana planet-planet mulai terbentuk, sekitar 4.56 miliar tahun lalu.
LUANGKAN waktu sebentar saja. Perhatikan peta dunia yang ada. Lihatlah topografi pantai barat Afrika, dan lihat pula pantai timur Amerika Latin. Perhatikan sekali lagi. Kalau dipertemukan keduanya, pantai timur Amerika Latin itu akan pas dengan pantai barat Afrika. Memang, pada mulanya kedua benua yang kini sangat berjauhan itu ratusan juta tahun yang lalu masih bersatu. Bagaimana lempeng berukuran dunia itu pecah-pecah, saling menjauh atau saling mendekat lalu bertumbukan, telah membawa pengaruh yang luar biasa terhadap keadaan bumi kita. Bagaimana lempeng berukuran benua itu bergerak, mari kita simak tulisan ini.

Revolusi ilmu kebumian muncul pada saat ilmuwan ahli bumi mendukung sebuah teori, yang sekarang dikenal sebagai teori Tektonik Lempeng.

Pada mulanya ahli meteorologi Jerman, Alfred Wegener mencoba menjawab teka-teki kehanyutan benua. Dari tahun 1912 hingga meninggalnya tahun 1930, Wegener terus mencoba mencari jawaban atas teorinya. Menurutnya, semua benua itu berasal dari satu massa daratan raksasa yang bernama Pangaea, kemudian berbagai kekuatan dari dalam bumi telah memecahkannya menjadi pecahan-pecahan yang mirip mainan puzzle, memencar ke kedudukannya seperti sekarang, dan bentuk puzzle benua itu terus bergerak.

Pada dasarnya, teori Tektonik Lempeng adalah bahwa bumi yang padat ini terdiri dari banyak lempengan yang pecah-pecah, yang merupakan pembalut keras bumi, yang terus bergerak: mendorong, menjauh, berpapasan, menggilas, menindih tiada hentinya. Lempengan ini sedikitnya ada delapan lempeng yang besar, dan delapan lagi lempeng berukuran kecil, yang semuanya terus bergerak berarak-arak tiada hentinya hingga kini.

Teori ini semakin banyak diyakini setelah data dari berbagai dunia dianalisis, yang meyakinkan bahwa telah terjadi pergerakan lempeng sejagat. Misalnya, pada saat batuan kuno di kepulauan Inggris diukur kemagnetannya, tercatat penyimpangan sejauh 300 dari kutub magnet sekarang. Pertanyaan timbul, apakah kutub magnet bumi yang telah berpindah sejauh itu, ataukah kepulauan Inggris yang telah bergeser dari waktu ke waktu hingga pada posisinya seperti sekarang?

Dengan bantuan komputer, peta topografi dasar samudra terus dianalisis. Paparan Benua Amerika Selatan dan Afrika, ternyata mendekati sempurna bila kedua garis paparan benua keduanya disatukan.

Para ahli gempa menemukan 80% sumber gempa di seluruh dunia terdapat pada jalur sempit, dekat palung samudra, serta rangkaian kepulauan vulkanik berbentuk busur.

Data dari berbagai sumber itu kemudian diformulasikan kembali oleh Harry Hess dari Universitas Princenton. Teori kehanyutan benua dari Wegener dapat diterima oleh Hess dengan beberapa catatan. Hess berpendapat bahwa benua itu tidak hanyut tak tentu arah seperti balok es yang terapung, melainkan benua itu tertanam kuat pada basal dasar samudra. Ibarat kayu yang membeku dalam es, dan yang bergerak adalah esnya.

Titik perhatian beralih ke dasar samudra. Teori Hess mengemukakan, dasar samudra terus-menerus didesak ke atas dari astenosfer yang panas pada pematang samudra. Terjadilah apa yang dikenal sebagai pemekaran dasar samudra, dengan kecepatan luncuran 1,5-10 cm. per tahun, atau sekira 100 km per 10 juta tahun.

Pemekaran dasar samudra ini karena adanya panas dari dalam bumi yang menimbulkan arus konveksi, arus yang mendesak naik, kemudian turun, seperti air dalam cerek yang dipanaskan. Menurut Hess, arus konveksi yang berlangsung di bawah lempengan litosfer cukup raksasa energinya untuk menyeret lempengan ini.

Bagian lempeng yang tertumpangi lempeng yang lain akan menekuk ke bawah dengan kemiringan sudut sekira 450, terus tenggelam ke dalam astenosfer, yang karena proses waktu yang berjuta-juta tahun, disertai pemanasan yang kuat dari dalam, bagian yang menekuk ini lama kelamaan akan pecah, hancur-lebur, dan menjadi bagian dalam bumi kembali. Bagian-bagian litosfer yang bergerak, retak, runtuh inilah yang merupakan wilayah paling labil, yang menjadi salah satu penyebab terjadinya gempa, dan jalan yang lebih memungkinkan bagi magma untuk naik mencapai permukaan bumi, membangun tubuhnya menjadi gunung api.

Teori Hess tentang pemekaran dasar samudra mendapat dukungan bukti dari mahasiswa tingkat sarjana di Inggris, Frederick J. Vine dan D. H. Matthews. Pendapat keduanya sebenarnya bukan hal yang baru. Vine dan Matthews berpendapat bahwa saat lava meluap dan memadat di retakan tengah samudra, lava basal mendapatkan perkutuban magnet sesuai dengan keadaan pada saat lava ini memadat.

Penelitian tentang kemagnetan mendukung teori pemekaran dasar samudra. Demikian juga penelitian yang terkenal tahun 1968 dengan kapal Glomar Challenger, semakin banyaknya bukti-bukti yang meyakinkan, bahwa kosep Tektonik Lempeng itu sudah terbukti.

Teori Tektonik Lempeng ini terus disempurnakan dengan semakin banyaknya bukti dan analisis baru, sehingga semakin diterima, karena dapat menjawab berbagai gejala geologis,
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang  sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya  merupakan metal.  Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub  magnet bumi.

      Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat  crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua)Huh.  Ada  banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan  tertentu.  Bagaimana mereka bisa bergerak?

      Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat  panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri.  Ini mendorong lithosphere dimana  terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”.   Gerakan awalnya  sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma  yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin  dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri).  Daerah itu disebut Divergent margin  (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan.  Karena  lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang  disebut Convergent Margin.  Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction  (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
     Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin?  Bagaimana dengan  Convergent Margin, ada dimana saja?.  Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik  seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

     Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera  karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar  samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere  dibawahnya.  Namun ada beberapa  tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika  Timur dan Iceland).

     Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan  “TERUS SALING MENEKAN”.  Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc,  back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu  dalam tulisan ini.
 
     Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia?  Kondisi tektonik di asia tenggara  sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini.  Untuk  Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di  Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua  lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone.  Dan di  sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang  sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya  merupakan metal.  Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub  magnet bumi.

      Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat  crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua)Huh.  Ada  banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan  tertentu.  Bagaimana mereka bisa bergerak?

      Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat  panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri.  Ini mendorong lithosphere dimana  terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”.   Gerakan awalnya  sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma  yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin  dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri).  Daerah itu disebut Divergent margin  (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan.  Karena  lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang  disebut Convergent Margin.  Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction  (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
     Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin?  Bagaimana dengan  Convergent Margin, ada dimana saja?.  Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik  seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

     Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera  karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar  samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere  dibawahnya.  Namun ada beberapa  tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika  Timur dan Iceland).

     Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan  “TERUS SALING MENEKAN”.  Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc,  back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu  dalam tulisan ini.
 
     Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia?  Kondisi tektonik di asia tenggara  sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini.  Untuk  Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di  Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua  lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone.  Dan di  sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang  sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya  merupakan metal.  Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub  magnet bumi.

      Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat  crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua)Huh.  Ada  banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan  tertentu.  Bagaimana mereka bisa bergerak?

      Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat  panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri.  Ini mendorong lithosphere dimana  terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”.   Gerakan awalnya  sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma  yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin  dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri).  Daerah itu disebut Divergent margin  (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan.  Karena  lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang  disebut Convergent Margin.  Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction  (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
     Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin?  Bagaimana dengan  Convergent Margin, ada dimana saja?.  Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik  seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

     Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera  karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar  samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere  dibawahnya.  Namun ada beberapa  tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika  Timur dan Iceland).

     Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan  “TERUS SALING MENEKAN”.  Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc,  back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu  dalam tulisan ini.
 
     Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia?  Kondisi tektonik di asia tenggara  sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini.  Untuk  Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di  Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua  lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone.  Dan di  sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang  sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya  merupakan metal.  Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub  magnet bumi.

      Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat  crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua)Huh.  Ada  banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan  tertentu.  Bagaimana mereka bisa bergerak?

      Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat  panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri.  Ini mendorong lithosphere dimana  terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”.   Gerakan awalnya  sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma  yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin  dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri).  Daerah itu disebut Divergent margin  (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan.  Karena  lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang  disebut Convergent Margin.  Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction  (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya).
     Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin?  Bagaimana dengan  Convergent Margin, ada dimana saja?.  Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik  seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin.plate

     Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera  karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar  samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere  dibawahnya.  Namun ada beberapa  tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika  Timur dan Iceland).

     Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan  “TERUS SALING MENEKAN”.  Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc,  back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu  dalam tulisan ini.
 
     Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia?  Kondisi tektonik di asia tenggara  sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini.  Untuk  Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di  Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua  lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone.  Dan di  sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa- gempa di darat).
Teori Tektonik Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Continental Drift yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.

Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.

Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a

GEMPA DAN TEORI TEKTONIK LEMPENG DALAM ALQURAN

Gempa dan Teori Tektonik Lempeng dalam Al-Quran

An-Nahl 16:15
"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan
jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk."
----------

An-Nahl 16:15
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan
jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.

An-Naml 27:88 Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap
di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi adalah
sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada
kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya
benua Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa
ternyata terdapat kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang
dipisahkan oleh Samudera Atlantik. Hal ini menjadi titik tolak dari
konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-benua tidak tetap akan
tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi tiga menurut
perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :

1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh
peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi. Konsep ini dikemukakan
oleh Owen dan Snider pada tahun 1857.

2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa
benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan
oleh Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa
menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.

3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu
Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun
enampuluhan. Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah
Samudera (Sea Floor Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera
(Mid Oceanic Ridge : MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).

Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan
Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu
benua besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera
luas atau yang disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari
supercontinent ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan
Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua
seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang.
Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu
Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati
Indonesia. Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan
oleh Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :

1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus
konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi
yang berupa lelehan). Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan
seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus.
Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif
yang menimbulkan panas.

2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa
menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi
ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang
menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk
gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah
permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang
saling berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk
linear ini disebut dengan MOR (Mid Oceanic Ridge atau Pematang Tengah
Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar
samudera. MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dari dasar laut dan
lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan
Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya)
membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros
tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari
benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu
di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi
keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.

3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang
ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang
baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena
desakan dari magma mantle yang terus-menerus dan juga tarikan dari
gaya gesek arus mantle yang horisontal terhadap material di atasnya.
Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan
bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan mengarungi
samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea
Floor Spreading).

4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung
Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang
dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya
proses penunjaman (subduksi). Oleh karena peristiwa Sea Floor
Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan kerak
benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan
menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini
maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan, dan juga akan
terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses
pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali
ke mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai
densitas sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara
material kerak samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar
atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sampai 30 km di
bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung
maka jumlah magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar
sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya
muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.

Kondisi Geologi Dinamis Indonesia

Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai
akibat dari penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling
berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak
sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia. Jadi Indonesia
merupakan tempat pertemuan 3 lempeng besar sehingga Indonesia
merupakan salah satu daerah yang memiliki aktivitas kegempaan yang
tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati
Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak
Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik
sebagai akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua
Eurasia.

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
pelajaran bagi kita:

1. Gunung api selalu bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti
pergerakan benua-benua karena adanya dinamisme mantle bumi (arus
konveksi). Fenomena ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam
Al-Qur an, Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
27:88)

2. Gunung api muncul karena tekanan yang tinggi pada magma hasil
mixing sehingga akan menerobos ke atas. Andaikan saja magma ini tidak
bisa menerobos ke atas membentuk gunung-gunung api maka tentulah akan
tersimpan tekanan pada dapur magma yang sangat besar dan akan terus
bertambah karena penunjaman masih terus berlangsung. Dengan demikian
pada kondisi seperti itu apabila batuan sekitar yang menampung magma
tersebut terlampaui batas elastisitasnya maka akan terjadi bencana
gempa bumi vulkanik yang teramat sangat hebatnya, yang jauh lebih
besar dari gempa bumi yang selama ini dirasakan manusia. Fenomena ini
pun telah tersurat dalam Al-Qur an, Dan Dia menancapkan gunung-gunung
di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia
menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat
petunjuk. (QS. 16:15)

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. 55:13)
Maha Benar Allah atas segala firman-Nya.

Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang disokong oleh magma di bawahnya. Disebabkan ini maka lempeng tektonik ini bebas untuk menggesek satu sama lain.

Pergerakan antara lempeng tektonik ini tidak berjalan secara perlahan-lahan. Sebaliknya pergeseran antara tanah dan batu yang membentuk lempeng tektonik menyebabkan pergeseran itu berjalan tersentak-sentak. Pergerakan inilah yang menyebabkan terjadinya gempa bumi.

Daratan dan juga dasar lautan akan secara perlahan-lahan dibawa ke arah kedudukan baru apabila lempeng beralih. Batas lempeng ditandai oleh lingkaran gempa bumi dan rangkaian gunung berapi.

Teori lempeng tektonik muncul setelah Alfred Wegener dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans (1915) mengemukakan bahwa benua yang padat sebenarnya terapung dan bergerak di atas massa yang relatif lembek (continental drift).

Gravitasi dianggap sebagai penyebab utama dari semua pergerakan lempeng. Gaya gravitasi menarik lempeng yang tersubduksi karena bagian itu memang lebih tua dan lebih berat bobotnya. Kemudian karena tertarik, ada celah di tengah punggung samudera yang kemudian terisi material dari dalam mantel.



Sampai saat ini fenomena Bumi masih merupakan misteri yang sangat sulit untuk dianalisis. Mempelajari riwayat Bumi sepanjang masa merupakan hal yang gampang-gampang susah, karena tidak seorang pun dapat memahaminya seca menyeluruh dan utuh. Batapapun teknologi manusia telah mampu mengirim wahana angkasa luar hingga ke Pluto yang berjarak 5,9 milyar km dari Bumi, namun jari-jari Bumi yang 6.370 km hanya baru mampu ditembus dengan pemboran sampai kedalaman 10 km saja.

        Terjadinya gerhana Matahari dan Bulan, mendekatnya komet ke Bumi serta berbagai peristiwa astronomi lainnya secara amat tepat telah dapat diketahui waktunya sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Akan tetapi peristiwa alam seperti letusan gunungapi, gempabumi, banjir bandang, stunami dan tanah longsor hampir sama sekali tidak pernah dapat diprediksi kapan saatnya tiba. Beragam bencana alam besar yang banyak menelan korban manusia seperti meletusnya Gunung Vesivius pada 24 Agustus 79, Gunung Krakatau pada 23 Agustus 1883, gempabumi di T’ang-Shan, China tahun 1976 dan di Kobe, Jepang tahun 1995, tanah longsor di Pasir Gundul Bogor dan banjir bandang di Sungai Bahorok, Langkat, Sumatera Utara merupakan sebagian kecil contoh betapa aktivitas Bumi masih mengandung misteri besar.

        Sejak tahun 1970-an geologi sebagai ilmu telah berkembang menjadi sangat menakjubkan dan menarik akibat munculnya teori Global Tektonik Lempeng (Global Plate Tectonics). Teori ini mampu menjelaskan tatanan Bumi secara utuh sebagai satu kesatuan sistem, sehingga dapat diketahui bahwa pada “hakekatnya” semua yang ada di Bumi ini bersifat dinamis dan saling bertautan. Dengan demikian proses yang terjadi pada setiap elemen / bagian dari Bumi ini memberikan akibat dan dampak terhadap elemen / bagian Bumi yang lainnya, baik secara sederhana maupun rumit. Teori ini sebenarnya bukan hanya merefisi faham fixistik yang telah ada seperti teori Geosinklin dan Undasi, tetapi juga merupakan pengembangan dari faham-faham mobilistik yang juga telah ada sebelumnya. Kunci utama konsep ini adalah bahwa kulit Bumi (Litosfera) merupakan suatu lempeng yang bersifat rigit (tegar) yang bergerak satu terhadap lainnya di atas suatu massa dasar plastis, yaitu Astenosfera. Litosfera terdiri atas dua macam lempeng (kerak), yaitu Lempeng Benua (Continental Plate) dan Lempeng Samudera (Oceanic Plate).

gbr-1.jpg

Gambar 1. Lapisan kulit Bumi (Litosfera) menurut konsep Tektonik Lempeng.

Teori revolusioner lainnya yaitu Sequence Stratigraphy (Sekuen Stratigrafi) yang konsepnya sebenarnya telah dimulai menjelang akhir abad ke-19 dengan munculnya konsep perubahan muka air laut “eustatic” yang dikemukakan oleh Darwin. Berdasarkan konsep ini antara lain salah satunya menyatakan bahwa pinggiran paparan (shelf edge) merupakan pusat dari pengendapan lapisan sedimen. Hal ini jelas merubah total pandangan sebelumnya bahwa pusat pengendapan lapisan sedimen adalah suatu bentuk cekungan. Ketidakselarasan (unconformity) tidak bersifat regional apalagi global, tetapi suatu uncorformity pada hakekatnya dapat menghilang atau berubah ke suatu tempat menjadi selaras (conformable). Dalam teori yang baru ini Unconformity menjadi dasar untuk pembagian sekuen stratigrafi.

gbr-2.jpg

Gambar 2. Perbedaan akumulasi sedemen berdasarkan konsep stratigrafi tradisional dan stratigrafi sequen.

Konsep-konsep Ilmu Kebumian yang terus berkembang sudah barang tentu berdampak langsung terhadap strategi dan metoda eksplorasi. Dengan konsep Tektonik Lempeng maka lokasi keberadaan setiap jenis sumberdaya alam di permukaan Bumi dapat ditentukan dengan lebih akurat, sehingga tingkat keberhasilan suatu eksplorasi menjadi semakin besar. Wilayah-wilayah berbahaya dan penuh risiko bencana di permukaan Bumi juga mudah diketahui, karena teori ini pun dapat menentukan kawasan gunung berapi dan zona gembapabumi, termasuk daerah-daerah yang mudah longsor maupun terlanda banjir. Konsep Sekuean Stratigrafi memberikan gambaran yang lebih akurat tentang mekanisme proses sedimentasi, sehingga bentuk dan evolusi suatu cekungan dapat difahami dengan lebih baik. Hal ini tentu sangat bermanfaat terutama untuk kepentingan eksplorasi minyak dan gas bumi.

gbr-3.jpg

Gambar 3. Penyebaran mineral logam berdasarkan konsep Tektonek Lempeng.

Penerapannya dalam bidang Sumberdaya Alam dan Energi, pengetahuan geologi tampaknya sudah cukup memuaskan karena telah dapat secara lebih akurat menentukan tempat-tempat penyebaran setiap jenis bahan tambang yang terdapat di Bumi. Namun berbeda halnya untuk kepentingan Sumberdaya Lahan, betapapun wilayah-wilayah berbahaya sudah dapat diketahui dan dibuat zonasinya, tetapi kenyataannya dengan berbagai alasan manusia tetap tidak dapat menghindar dan menjauh dari daerah-daerah tersebut. Dengan sadar karena bermukim di zona berbahaya, maka semua bangunan dibuat sangat kuat dengan menggunakan standar “supra struktur”. Setiap penduduk diberikan latihan khusus mengenai tindakan penyelamatan diri apabila terjadi keadaan darurat. Tetapi walaupun demikian, gempabumi di Kobe, Jepang pada tahun 1995 masih tetap saja menimbulkan banyak korban manusia.

Dengan cara apapun bencana alam geologi tidak dapat dicegah, bahkan hanya untuk menghadapinya saja ternyata manusia dengan segala teknologinya masih belum berarti apa-apa. Upaya yang masih mungkin hanyalah berusaha menghindar jauh dari tempat kejadiannya agar selamat. Namun ….. bagaimana mungkin hal itu dapat dilakukan sementara bencana alam geologi selalu datang sekonyong-konyong ?

Kalau saja setiap bencana alam geologi yang bakal terjadi dapat diprediksi waktunya seperti halnya angin topan dan peristiwa astronomi, tentulah jatuhnya korban manusia akan dapat dihindari, atau setidaknya dapat diminimalkan.

“Manusia sebenarnya dapat tahu, bahwa berbagai peristiwa yang telah terjadi itu tidaklah terjadi dalam cara sendiri-sendiri dan sesukanya, tetapi terjadi dalam tingkatan tertentu yang bisa diprediksi, sehingga dapat dieksploitasi untuk suatu kemaslahatan” (filsafat asal-usul sain).

Geologi masih harus dikaji lebih dalam agar dapat difahami lebih jelas hukum kausalitas tentang hubungan sebab-akibat dari segala macam aspek sehingga samapai menimbulkan bencana. Kajian lebih jauh tentang Geologi Kwarter, Geologi Struktur, Volkanologi dan Seismologi serta Geofisika yang dibarengi dengan konsep-konsep finite elemen dan fraktal adalah sebagian contoh yang mungkin dapat dijadikan dasar untuk membuat prediksi (ramalan) mengenai waktu kemungkinan terjadinya suatu bencana alam geologi.

Hanya kiamat dan kematian yang tidak dapat diduga kapan terjadinya, walau begitu semuanya akan lebih dulu diberikan tanda-tanda, itulah kata Islam. Dengan demikian upaya ilmiah untuk memprediksi tentang kemungkinan waktu terjadinya suatu bencana alam adalah suatu keniscayaan. Memang masihlah teramat panjang jalan yang harus ditempuh untuk sampai ke tujuan tersebut, itulah sebabnya study geology never the end.

gbr-4.jpg

Gambar 4. Penyebaran pusat-pusat gempabumi di seluruh dunia.

grafik-moral-vs-bencana.jpg

Gambar 5. Untuk kita renungkan bersama : Grafik tingkat moralitas manusia vs ancaman bencana (by : Gagoeng, 2005)


Tektonika lempeng

Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke-20.

Perkembangan Teori

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya

Jenis-jenis Batas Lempeng

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).




 


Courtesy : Wikipedia and USGS

  .



.














Make a Free Website with Yola.