Pada
mulanya, penginderaan jauh yang dikembangkan oleh para ahli adalah
penginderaan jauh fotografik yang menggunakan spektrum tampak. Sejalan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi, tenaga elektromagneetik yang
dapat digunakan untuk penginderaan jauh meluas ke spektrum yang tidak
tampak oleh mata, yaitu spektrum inframerah. Sistem penginderaan jauh
menggunakan tenaga gelombang mikro ini baru dikembangkan sejak tahun
1950-an.Penginderaan jauh
dengan tenaga gelombang mikro merupakan sistem penginderaan jauh yang
bisa beroperasi pada siang maupun malam hari pada segala cuaca. Ini
berbeda dengan foto udara maupun citra inframerah termal yang keduanya
tidak bisa dibuat pada daerah yang banyak tertutup oleh awan. Walaupun
begitu, sistem penginderaan jauh ini memiliki kelemahan yaitu resolusi
spasial yang rendah.Sensor
penginderaan jauh ini terdiri dari dua jenis, yaitu radiometer dan
penyiam. Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga elektromagnetik pada
gelombang mikro dibedakan atas dua sistem, (1) sistem Pasif, dimana
menggunakan gelombang mikro alamiah, (2) Sistem aktif, menggunakan
gelombang mikro yang dibangkitkan pada sensor.
Berbagai
Satelit Penginderaan Jauh :
Satelit Sumberdaya Alam :
1. Landsat (land Resources Satellite) milik Amerika Serikat
2. SPOT (System Probotaire de Observation de la Terra) milik Perancis3. MOS (Marine Observation Satelite) Milik Jepang
4. Luna milik Rusia
5. Seasat (Sea satellite) milik AS
6. ERS (Eart Resources Satellite) milik EropaSatelit Cuaca;1. TIROS (Thermal Infrared Observation Satellite) milik AS2. GOES (Geostationary Operational Environmental Satellite) milik AS.
3. Meteosat (Meteorological Satellite) milik Lembaga Antariksa Eropa.
4. SKYLAB milik AS.
5. OAO-2 (Orbiting Astronomical Observatory) milik AS
6. Aqua milik AS.
7. Himawari milik Jepang.Satelit Telekomunikasi;
1. ECHO 1 milik Amerika Serikat2. Satelit Palapa, Milik Indonesia3. Telkom-1 Milik Indonesia
4. Garuda-1 Milik IndonesiaSatelit Pengintai;
1. Area Survey milik AS
2. Close Look milik AS
3. Quick Bird Milik AS
4. Cosmos Milik AS
5. China sat-1 milik China
6. Bhaskara-1 milik India
KEUNGGULAN PENGINDERAAN JAUHMenurut
Sutanto(1994:18-23), penggunaan penginderaan jauh baik diukur dari
jumlah bidang penggunaannya maupun dari frekuensi penggunaannya pada
tiap bidang mengalami pengingkatan dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
(1) Citra menggambarkan obyek, daerah,
dan gejala di permukaan bumi dengan; wujud dan letak obyek yang mirip
ujud dan letak di permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang
luas, serta bersifat permanen.(2)
Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional
apabila pengamatannya dilakukan dengan alat yang disebut stereoskop.
(3) Karaktersitik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentukcitra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
(4) Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
(5) Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.
(6) Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek. gambar
di atas merupakan analisis foto udara dengan stereoskop, di mana dua
foto udara suatu wilayah yang berdekatan bila dilihat dengan alat
tersebut bisa tampak gambaran tiga dimensionalnya.
Kegunaan citra penginderaan jauh antra lain sebagai berikut :
1. Sebagai alat bantu dalam menyusun teori
Teori
adalah serangkaian peryataan tentang hubungan antara dua gejala atau
lebih yang dibuat dengan tingkat kepercayaan tertentu. Teori tersebut
disusun berdasarkan penelitian yang dibuat dengan tingkat kepercayaan
antara teori dan fakta.
2. Sebagai atau untuk menemukan fakta
Citra yang menyajikan gambaran lengkap merupakan sumber data yang dapat diinterpretasi secara cepat.
3. Sebagai alat penelitian
Citra yang menyajikan gambaran sinoptik merupakan alat yang baik dalam memberikan rekaman objek, gejala, atau daearah.
4. Sebagai dasar penjelasan
Citra
yang menyajikan gambaran lengkap dengan ujud dan letak yang mirip wujud
dan letak sebenarnya merupkan alat yang baik sekali untuk memahami
letak dan susunan gejala di muka bumi.
5. Sebagai alat dalam prediksi pengendalian.
Citra
merupakan alat bantu secara visual yang bermanfaat di dalam prediksi
dan pengendalian, yaitu sebagai abstraksi kondisi masa yang akan datang
dan sebagai peta kerja. Gambar
di atas adalah animasi yang dibuat oleh seorang ahli untuk
menggambarkan penyebaran lumpur sidoarjo ke selat madura. Animasi ini
dibuat berdasarkan data satelit yang diperoleh secara periodik. Dari
data citra tersebut, seorang ahli bisa memprediksi dampak penyebaran
lumpur beberapa tahun yang akan datang.
Penginderaan jauh bisa dimanfaatkan oleh para ahli dalam bidangnya masing-masing. Diantaranya sebagai berikut :
-
Hidrologi : pengukuran curahan, memonitor dalamnya salju dan es yang
menutup permukaan, pengawasan banjir, manajemen transport ari,
agrikultur, kehutanan.
- Meteorologi : Memonitoring badai, curahan, awan dan gerakannya, angin serta turbulensi, insolasi.
- Ekologi dan Polusi : memonitor biologi, polusi thermal, polusi udara dan air.
- Geografi dan geologi : pemetaan tanah dan lapangan, peta geologi, mendeteksi endapan mineral.
- Oceanografi : memonitor gelombang, arus, temperatur, salinitas, turbidit (kekeruhan air)
- Militer
sekarang bacalah artikel ini, kemudian ceritakan kembali pemanfaatan citra satelit yang terdapat dalam artikel tersebut dengan kata-katamu sendiri.
Dalam
melakukan interpretasi citra, digunakan berbagai alat yang meliputi alat
pengamat, alat pengukur obyek pada citra, alat pemindahan data
intrepretasi Citra, serta alat Analisis digital.
Alat
pengamat pada citra meliputi alat pengamat nonstereoskopik (lensa
pembesar, meja sinar, serta istrumen pengamat optik dan elektronik) dan
Alat pengamat stereoskopik. Stereoskop merupakan piranti optik binokuler
untuk membantu pengamat guna mengamati pasangan foto atau diagram yang
diorientasikan dengan benar untuk memperoleh kesan mental sebuah model
tiga dimensional.
Alat pengukur obyek pada citra meliputi pengukur arah, pengukur jarak, pengukur luas, pengukur tinggi, serta pengukur lereng. Interpretasi
citra adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud
untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek
tersebut. (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994:7)
Menurut
Lintz Jr. dan Simonett dalam Sutanto (1994:7), ada tiga rangkaian
kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada
citra, yaitu:(1) Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu objek, misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air.
(2)
Identifikasi, adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan
menggunakan keterangan yang cukup. Misalnya berdasarkan bentuk, ukuran,
dan letaknya, obyek yang tampak pada sungai tersebut disimpulkan
sebagai perahu motor.
(3) Analisis, yaitu pengumpulan keterangan
lebih lanjut. Misalnya dengan mengamati jumlah penumpangnya, sehingga
dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut perahu motor yang berisi dua
belas orang. UNSUR INTERPRETASI CITRA
Sambil mempelajari unsur interpretasi citra, silahkan sesekali melihat ke foto udara berikut ini.
Pengenalan
obyek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. Foto
udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur
interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretaasi pada
citra lainnya. (Sutanto, 1994:121). Unsur interpretasi citra terdiri :
(1) Rona dan Warna
Rona
ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra,
sedangkan warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan
spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
Melihat gambar di
samping kita akan mengetahui bahwa gambar tersebut merupakan lokasi
semburan lumpur lapindo. Genangan lumpur bisa kita kenali dengan adanya
obyek yang berwarna keabu-abuan dengan rona cerah. Titik semburan lumpur
pun bisa kita kenali dengan warna putih dan rona yang lebih cerah yang
ada di tengah-tengah genangan lumpur. Daerah yang belum tergenang oleh
lumpur juga bisa kita kenali dengan adanya objek berwarna hijau, yang
menandakan masih adanya vegetasi yang hidup.
(2) Bentuk
Merupakan
variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu
obyek. Kita bisa adanya objek stadion sepakbola pada suatu foto udara
dari adanya bentuk persegi panjang. demikian pula kita bisa mengenali
gunung api dari bentuknya yang cembung.
(3) Ukuran
Atribut
obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume.
Ukuran meliputi dimensi panjang, luas, tinggi, kemirigan, dan volume
suatu objek. Perhatikan gambar lokasi semburan lumpur di atas; ada
banyak objek berbentuk kotak-kotak kecil. Kita bisa membedakan mana
objek yang merupakan rumah, gedung sekolah, atau pabrik berdasarkan
ukurannya.
(4) Tekstur
Frekuensi
perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang
terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Untuk lebih memahami,
berikut akan digambarkan perbedaan tekstur berbagai benda.
(5) Pola
Pola atau susunan keruagan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
(6) BayanganBayangan
sering menjadi kuci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek dengan
karakteristik tertentu, seperti cerobong asap, menara, tangki minyak,
dan lain-lain. Jika objek menara disamping diambil tegak lurus tepat
dari atas, kita tidak bisa langsung mengidentifikasi objek tersebut.
Maka untuk mengenali bahwa objek tersebut berupa menara adalah dengan
melihat banyangannya.
(7) Situs
Menurut
Estes dan Simonett, Situs adalah letak suatu obyek terhadap obyek lain
di sekitarnya. Situs juga diartikan sebagai letak obyek terhadap bentang
darat, seperti situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering,
dan sebagainya. Itulah sebabnya, site dapat untuk melakukan penarikan
kesimpulan (deduksi) terhadap spesies dari vegetasi di sekitarnya.
Banyak tumbuhan yang secara karekteristik terikat dengan site tertentu
tersebut. Misalnya hutan bakau ditandai dengan rona yang telap, atau
lokasinya yang berada di tepi pantai. Kebun kopi ditandai dengan jarak
tanamannya, atau lokasinya yaitu ditanam di daerah bergradien
miring/pegunungan.
(8) Asosiasi
Keterkaitan
antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Karena adanya
keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan
petunjuk bagi adanya obyek lain. Misalnya fasilitas listrik yang besar
sering menjadi petunjuk bagi jenis pabrik alumunium. gedung sekolah
berbeda dengan rumah ibadah, rumah sakit, dan sebagainya karena sekolah
biasanya ditandai dengan adanya lapangan olah raga.
Dalam
mengenali obyek pada foto udara atau pada citra lainnya, dianjurkan
untuk tidak hanya menggunakan satu unsur interpretasi citra. Semakin
ditambah jumlah unsur interpretasi citra yang digunakan, maka semakin
menciut lingkupnya ke arahtitik simpul tertentu. Pengenalan obyek dengan
cara ini disebut konvergensi bukti (cerverging evidence/convergence of evidence). sumber : Sutanto, 1992
Contoh konvergensi bukti
Soal :
Pilihlah salah satu beberapa citra satelit yang ada pada situs ini, kemudian buatlah interpretasinya dengan bahasa kamu.
URGENSI
TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT
UNTUK PERTAHANAN KEAMANAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Oleh :
Kol CTP Umar S. Tarmansyah, Puslitbang Indhan Balitbang Dephan
PENDAHULUAN
Sejak awal peradaban manusia telah muncul kesadaran untuk mengetahui hakekat
bumi sebagai tempat tinggal manusia. Berawal dari kesadaran tersebut maka
berkembanglah berbagai studi tentang ilmu kebumian, seperti Geografi, Geologi,
Hidrologi, Meteorologi, Klimatologi dan lain-lain. Sejalan dengan perkembangan
jaman muncul studi kebumian yang memusatkan perhatian pada aspek khusus, seperti
Geodesi (tentang bentuk dan ukuran bumi), Kartografi (tentang cara menggambarkan
permukaan bumi) dan terakhir Fotogrametri (penggambaran muka bumi via media foto
dan citra penginderaan jauh). Kemampuan peradaban manusia dan semakin padatnya
penduduk bumi, melahirkan kesadaran moral, manusia untuk tidak memperlakukan
lingkungan tempat tinggalnya dengan semena-mena, sehingga dipandang perlu adanya
manajemen pembangunan lingkungan (wilayah) untuk memelihara keseimbangan
lingkungan, mencegah kerusakan dan dapat mengantisipasi keadaan yang akan
datang. Sebagai sarana perencanaan pembangunan wilayah memerlukan peta kondisi
lingkungan yang mutakhir beserta potensi dan kendala yang dimiliki daerah
tersebut Kebutuhan ini mendorong percepatan atau perkembangan pengumpulan
informasi geografi dan pemetaan yang mutakhir dalam hal ini teknologi
penginderaan jauh (Inderaja) yang dari waktu ke waktu semakin maju dikembangkan
untuk mampu menjawab tantangan kebutuhan tersebut.
Melalui pendekatan interdisipliner dari berbagai cabang ilmu kebumian seperti :
geografi, geologi, geomorfologi, petrologi, klimatologi, meteorologi dan
geofisika, maka informasi tentang segala fenomena dan latar belakang masalah
kebumian dapat diungkapkan dengan lebih jelas, spesifik dan lebih bermakna.
Pelibatan cabang-cabang ilmu kebumian tersebut (sebagai ilmu bantu) dalam
mengupas/mengatasi suatu fenomena atau masalah kebumian, dapat menghasilkan
suatu kajian yang lengkap dan komprehensif. Pemanfaatan remote sensing dan
fotogrametri merupakan suatu revolusi dalam mengungkap fenomena (masalah
kebumian). Dengan remote sensing dan fotogrametri yang pada dasarnya merupakan
perpaduan antara iptek kebumian, teknologi informasi dan komputer telah dapat
mempercepat proses identifikasi dan pemahaman atas masalah yang terjadi pada
ruang muka bumi (geospatial) secara interrelationship dan/atau interdependental.
Melalui pendekatan antardisiplin ilmu (multi disiplinery approach) terhadap
suatu masatah geospatial dan penggunaan teknologi remote sensing serta computer
secara terpadu telah menjadi suatu sarana yang ampuh dalam memecahkan masalah
geospatial secara cepat dan akurat. (Tono S., 2003)
SEKILAS PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INDERAJA (REMOTE SENSING).
Lahirnya teknologi Inderaja erat kaitannya dengan teknologi pesawat atau wahana
terbang seperti balon udara pesawat terbang dan satelit serta teknologi di
bidang fotografi danlatau fotogrametri. Pada Perang Dunia ke-II terjadi
persaingan teknologi militer antara pihak Amerika dan sekutunya dengan pihak
Jerman dan Jepang sebagai lawannya untuk memperoleh keunggulan. Salah satu
teknologi tersebut adalah teknologi lnderaja yakni kemampuan mendeteksi kekuatan
musuh dari jarak jauh melalui pemotretan dari wahana atau pesawat terbang.
Setelah ditemukan dan dikembangkannya teknologi Fotogrametri yang dapat
mentransformasikan citra foto ke bentuk peta garis (peta topografi), mulailah
sejak itu dikenal metode fotogrametri di bidang pemetaan topografi. Sejalan
dengan kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi, maka teknologi
Inderaja juga mengalami kemajuan yang pesat. Dengan melibatkan ahli-ahli di
bidang ilmu-ilmu kebumian (Geologi, Geografi, Hidrologi, Geodesi dan lain-lain)
citra foto udara ternyata dapat dimanfaatkan di lapangan yang lebih luas karena
dari citra tersebut dapat dianalisis potensi sumber daya alam dan bencana alam,
kondisi iklim/cuaca serta aspek-aspek geografi lainnya.
Perkembangan selanjutnya lebih mengejutkan lagi, setelah ditemukan teknologi
citra satelit yang dapat mendeteksi potensi sumber daya alam dari satelit yang
mengorbit dari ketinggian ribuan kilometer dari permukaan bumi Kelebihan
teknologi citra satelit ini dapat meliput daerah yang luas secara cepat dan
mengulanginya secara periodik dalam siklus waktu relatif singkat (kurang dari
satu bulan).
Pada saat ini di beberapa negara maju tetah berhasil menerbangkan beberapa jenis
satelit untuk pemotretan bumi, antara lain Landsat milik USA, SPOT milik
Perancis,ERS (Earth Resources Satellite) oleh konsorsium beberapa negara Eropa
(ESA), Radarsat (Kanada), JERS (Jepang) dan IRS (India). Indonesia sebagai
negara berkembang belum memiliki Satelit Inderaja, tetapi memiliki Stasiun Bumi
penerima (receiver) Citra lnderaja, yaitu Stasiun Bumi Parepare di Sulawesi
Barat. Sehubungan dengan itu, Indonesia menjalin kerjasama dengan negara-negara
pemilik satelit tersebut untuk turut memanfaatkannya (Mulyadi K. 1998)
Kendala Teknologi Satelit lnderaja
1) Sebagai salah satu produk teknologi modern, teknologi Inderaja juga sama
dengan produk teknologi lain yakni amat bergantung pada kelengkapan sistem,
apabila salah satu bagian perangkat teknologi ini mendapat gangguan, maka
seluruh sistem menjadi lumpuh.
2) Teknologi ini belum dikuasai oleh Indonesia sepenuhnya, sehingga dalam
beberapa hal kita masih bergantung kepada luar negeri baik segi peralatan,
maupun sarana produksi, termasuk dana karena teknologi ini mahal atau padat
modal.
3) Kecuali citra radar, Landasan dan SPOT belum dapat menghadapi kendala awan
yang menutupi suatu daerah.
4) Teknologi Inderaja berkembang pesat dan mahal sehingga untuk negara negara
berkembang-termasuk Indonesia-dirasakan berat untuk mengikutinya.
Peluang teknologi Satelit Inderaja :
Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
1) Pemanfaatannya telah dapat menyajikan informasi geografi dari suatu liputan
wilayah yang luas dalam waktu relatif singkat.
2) Telah terjalin kerjasama dengan semua pemilik satelit dan mendapat beberapa
kemudahan seperti pinjaman alat, bantuan teknologi dan lain-lain.
3) Dengan teknologi ini pemutakhiran data dapat dilakukan secara periodik dengan
siklus waktu yang singkat bahkan setiap saat biIamana diperlukan.
4) Kemajuan teknologi Inderaja yang dapat diintegrasikan dengan teknologi
informasi dan komputer sehingga memungkinkan pemanfaatannya dalam bidang-bidang
yang semakin luas.
5) Kemajuannya yang pesat di bidang resolusi spasial, dimana sekarang telah
mencapai 1 meter memungkinkan kedepan citra satelit digunakan sebagai bahan
pembuatan peta topografi dan peta tematik skala besar.
Data, Wahana, Sensor dan Radar
Data satelit atau data foto udara adalah informasi yang terkandung dari citra
satelit atau foto udara tersebut.
Wahana adalah media atau sarana dari mana citra foto atau satelit diambil. Dalam
hal ini bisa berupa pesawat udara, balon udara atau satelit.
Sensor adalah perangkat perekam optis yang ada pada kamera foto atau perekam
gelombang elektromagnetik pada Inderaja satelit.
Radar. Penggunaan radar merupakan peralihan dari penggunaan gelombang
elektromagnetik yang pasif pada SPOT dan landsat ke penggunaan SAR (Synthetic
Aperture Radar) yang memiliki sumber energi sendiri (aktif).
Produk Inderaja. Produk Inderaja terdiri dari tiga bentuk. yaitu film dan foto
(pada citra foto) dan CCT (Computer Compatible Tape) yang berisi rekaman
gelombang elektromagnetik pada citra satelit yang dipantulkan dari permukaan
bumi.
Prinsip Kerja. Prinsip kerja Inderaja terdiri atas :
a. Pada citra foto yang diambil dan pesawat terbang sama dengan pengambilan
gambar pada kamera biasa yakni pengambilan gambar tentang alam oleh kamera,
hanya pengambilannya dari jarak jauh dalam posisi relatif tegak.
b. Pada citra satelit adalah memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan dari sinar matahari ke permukaan bumi, kemudian dipantulkan kembali
ke angkasa dan ditangkap oleh alat sensor yang ada di satelit Inderaja. Rekaman
pantulan gelombang elektromagnetik dari setiap jenis obyek yang berbeda
menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda pula. Dengan menggunakan saluran
(Band) Multi Spectral Scanner (MSS) dan kemampuan pencitraan resolusi tinggi,
maka data/informasi obyek di bumi akan semakin jelas dan tinggi kualitasnya.
Beberapa Satelit lnderaja dan Stasiun Bumi Satelit.
Sekarang di dunia telah ada beberapa satelit Inderaja. Beberapa diantaranya
telah dan akan dimanfaatkan Indonesia, yaitu :
1) Landsat milik USA. Landsat sampai saat ini telah sampai pada generasi ketujuh
sesuai dengan kemampuan resolusinya dibedakan atas tipe MSS (Multi Spectral
Scanner) yang beresolusi 80 m dan tipe TM (Thematic Mapper) yang beresolusi 30 m
(pada landsat-5 dan Landsat-7). Landsat adalah pengembangan dari ERTS (Earth
Resources Technology Satellite).
2) Satelit SPOT. Satelit SPOT milik Perancis yang diluncurkan tahun 1986 dan
beredar pada ketinggian 830 km cakupan ulang pada daerah yang sama setiap 16
hari, SPOT memiliki dua sensor (HRV1 dan HRV2). Kamampuan lebar cakupan 60-80
km.
3) Satelit Radar SAR (Svnthetic Aperture Radar). atau Radarsar adalah milik
Kanada (Canadian Space Agency), pengoperasiannya dikontrol dari stasiun bumi
yang ada di Prince Albert, Saskatchevan. Quebec. Kelebihan satelit dengan sensor
SAR dapat menembus awan dan kegelapan malam serta mampu menampilkan data
stereoskopis, pengulangan orbit setiap 24 hari.
4) Satelit ERS (Earth Resources Satellite. Satelit ini dibangun dan dikembangkan
oleh ESA (European Space Agency). Terdiri dari ERS-1 dan ERS-2, merupakan
satelit sumberdaya alam. Keduanya mengorbit pada trek orbit yang sama, yaitu
orbit polar yang membawa sensor SAR sehingga memiliki kemampuan seperti
Radarsat.
5) Satelit JERS. Satelit ini milik Jepang, menggunakan sensor optik dengan
resolusi tinggi (18 m) yang bekerja pada gelombang visible hingga near infrared
(VNIR). Penggunaan kanal Infra Red ini sangat efektif untuk mendeteksi
sumberdaya mineral (Sitanggang, G., 1998).
Stasiun Bumi. Belum semua negara memiliki stasiun bumi yang memanfaatkan satelit
Inderaja, namun beruntung Indonesia termasuk salah satu diantara yang sudah
memilikinya. Stasiun-stasiun bumi di dunia antara lain adalah Prince Albert
(Canada), Fair Bank (Alaska, USA), Goldstone (California, USA), Curoba (Brazil),
Chiquita (Argentina), Kiruna (Swedia), Fucino (ltalia), Yohannes burg (Afrrika
Selatan), Hiderabad (India), Bangkok (Thailand), Alice Spring (Australia),
Singapura, Pare-pare (Indonesia), Taiwan, dan Malaysia.
A P L I K A S I T E K N O L O G I P E N G I N D E R A A N J A U H DIINDONESIA
Penerapan Teknologi Inderaja di Bidang Pembangunan.
Produk teknologi Inderaja di bidang pembangunan semakin dirasakan manfaatnya.
Sejalan dengan kemajuan yang dicapai di bidang teknologi tersebut, sekarang
telah memiliki kemampuan menyajikan informasi spatial (keruangbumian) yang
semakin luas dan semakin akurat. Kemampuan teknologi Inderaja Satelit yang dapat
meliput daerah secara luas dalam waktu singkat serta dilakukan secara periodik,
telah menjadikan teknologi ini tidak saja sekedar pengumpul data/informasi
spatial, tetapi juga sebagai sarana pemantauan dinamika perkembangan wilayah dan
sarana/alat guna mengevaluasi dampak pembangunan terhadap ruang muka bumi.
a. Penerapan di Bidang Inventarisasi Sumberdava Alam. Potensi sumberdaya alam
(SDA) bagi nagara sedang berkembang (developing country) seperti Indonesia belum
dapat diketahui secara pasti dan menyeluruh, terutama untuk daerah luar Jawa
yang berpenduduk relatif jarang. Dengan adanya teknologi Inderaja Satelit,
proses inventarisasi SDA tersebut dapat dipercepat. Salah satu kegiatan yang
telah hampir selesai dilaksanakan adalah inventarisasi sumberdaya lahan Nasional
(SDLN) yang diwujudkan dalam bentuk peta tematik RePPProT (Regional Physical
Planning Program for Transmigration), proyek bersama Deptrans PPH, BPN dan
Bakosurtanal di era Orba. Daerah dengan potensi sumberdaya lahan (SDL) yang
miskin, namun padat penduduknya diplot sebagai daerah sumber penyedia
transmigran, sedangkan daerah dengan potensi SDL yang kaya SDA di luar Jawa
diplot sebagai daerah tujuan/penerima transmigran. Dalam peta RePPProT tersebut
tergambar pula kondisi vegetasi/tutupan lahan di setiap daerah. Potensi-potensi
SDA yang lain seperti sumberdaya mineral tambang, air tanah, sumberdaya maritim,
dll., semuanya dapat diketahui melalui teknologi Inderaja.
b. Penerapan di Bidang Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Perikanan. Kemampuan
citra Landsat TM dan SPOT/P yang dihasilkan Multiband Scanner telah mampu
mengidentifikasi jenis-jenis tanaman, kondisi tanaman dan menentukan jenis tanah
serta sifat-sifat tanah lainnya. Bahkan dengan penggunaan Landsat TM beresolusi
tinggi, kematangan tanaman dan ukuran rata-rata pohon di hutan dapat diketahui.
Dengan kemampuan pemantauan Inderaja yang bersifat periodik dapat diketahui dan
dievaluasi perkembangan/perubahan areal tanaman atau tumbuhan hutan setiap
waktu. Sehingga dengan demikian teknologi ini merupakan sarana pengawasan
pembangunan yang efektif dan efisien.
Di bidang perikanan, jasa teknologi ini juga dapat dirasakan manfaatnya,
sekalipun tidak langsung. Hal-hal yang diketahui secara langsung adalah kondisi
kekeruhan air, gerakan massa air (arus, panas atau dingin) dan sifat air
lainnya. Dengan mengetahui kondisi air seperti itu dapat diperkirakan di tempat
mana saja terdapat kumpulan ikan jenis tertentu. Para pencuri ikan (illegal
fishing) juga menggunakan data peta/citra hasil teknologi Inderaja Satelit
ketika mencuri ikan di perairan Indonesia. Sehubungan dengan itu, dengan
memahami hasil anaIisis Inderaja di perairan, aparat Kamla dapat memperkirakan
keberadaan para pencuri ikan (Hasyim B., 1995).
c. Penerapan di Bidang Pemantauan Bencana Alam. Sebelum bencana alam terjadi
biasanya didahului oleh adanya gejaIa-gejala tertentu. Contohnya, sebelum gunung
api meletus biasanya didahului oleh adanya peningkatan suhu permukaan bumi di
sekitar gunung api tersebut. Peningkatan panas ini dapat diketahui dari
perubahan yang terjadi pada citra Satelit Inderaja. Bahaya longsoran tanah atau
pergeseran tanah pada umumnya diawali dengan adanya retakan atau rekahan atau
patahan bidang tanah secara vertikal. Gejala demikian dapat diketahui dari hasil
analisis citra foto atau citra radar. Bahaya badai atau angin ribut sebelumnya
dapat diketahui dari adanya dua blok massa udara bertekanan sangat tinggi dan di
lain pihak massa udara bertekanan rendah. Gejata udara ini dapat diketahui dari
citra satellt GMS (Geostationary Meteorological Satellite). Demikian pula dengan
bencana alam lainnya seperti banjir, kebakaran hutan, secara tidak langsung
dapat diramalkan sebelumnya melalui perubahan gejala tertentu pada lingkungan
setempat. Perubahan gejata ini dapat diketahui dari perubahan citra satelit
dalam kurun waktu yang relatif singkat (Mahdi Kartasasmita, dkk, 1998).
Dengan citra satelit, kebakaran hutan dapat diketahui secara dini, bahkan dapat
diantisipasi. Guguran daun dari pohon-pohon pada suatu areal hutan yang luas
akibat kekeringan pada musim kemarau sangat rentan menimbulkan kebakaran yang
hebat bilamana pada areal hutan tersebut berhembus angin kencang. Kondisi
tersebut dapat diketahui dari citra Satelit. Kita, bahkan penduduk negara
tetangga kita dapat mengetahui jumlah titik api pada kebakaran hutan di
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dll. Untuk bencana alam yang ditimbulkan oleh
dampak perbuatan manusia, seperti pertanian liar di daerah terlarang, illegal
logging, illegal mining, dan lain-lain, dengan data citra satelit dapat
diketahui dan bahayanya dapat diantisipasi secara dini. Kerusakan lingkungan,
khususnya hutan yang sekarang marak terjadi dengan demikian dapat
diminimalisasi, karena segera dapat diketahui sejak dini melalui citra satelit
(Agus Hidayat, 1995).
d. Penerapan Teknologi Inderaja untuk Bidang Survei dan Pemetaan (Surta). Bidang
Surta sudah cukup lama memanfaatkan jasa teknologi Inderaja ini. Sejak
diperkenalkannya teknologi Fotogrametri di bidang pemetaan topografi di
Indonesia pada tahun 1975, maka sejak itu teknologi terus dikembangkan oleh
lembaga pemetaan nasional, seperti Bakosurtanal, Dittopad, Dissurfotrud dan
Dishidrosal serta perusahaan pemetaan swasta skala besar seperti Mapindo, Exsa
Internasional dan lain-lain. Sebelum era metoda fotogrametri, pemetaan topografi
diselenggarakan dengan metoda terestris, yakni pengukuran langsung di lapangan
dengan alat-alat ukur terestris, seperti : Theodolite, Waterpass, dll. Dengan
metoda fotogrametri pengumpulan data dilakukan melalui pemotretan udara dari
wahana pesawat terbang. Melalui perangkat peralatan plotter, aerotriangulasi dan
rektifikasi, citra foto dapat diubah menjadi peta garis (peta fotografi).
Kehadiran teknologi fotogrametri ini telah membawa perubahan besar di bidang
pemetaan, karena dengan metoda ini pemetaan wilayah dapat dilaksanakan lebih
cepat, efektif dan efisien. Kehadiran teknologi Inderaja melalui wahana satelit
telah memungkinkan kemajuan yang lebih tinggi lagi di bidang Surta. Dari citra
satelit yang dapat menggambarkan unsur-unsur detail di permukaan bumi merupakan
sarana media cukup baik untuk survei pendahuluan (feasibility study) dalam
proyek-proyek pembangunan kewilayahan. Dalam kegiatan pemetaan, citra satelit
dapat digunakan sebagai bahan yang dapat diproses untuk pembuatan peta-peta
sumber daya secara khusus (peta-peta tematik) dan peta topografi skala kecil.
Bahkan dengan semakin majunya teknologi Inderaja melalui satelit sekarang telah
dapat menghasilkan citra yang resolusinya sangat tinggi (satu meter), seperti
yang dihasilkan Satelit Ikonos 2. Data citra satelit resolusi tinggi seperti itu
dapat digunakan untuk pembaharuan peta topografi skala besar. Dengan citra
satelit resolusi tinggi, informasi spasial daerah-daerah terpencil yang belum
dipetakan dapat diketahui (Tono S., 2003)
Penyempurnaan teknologi inderaja satelit untuk pemetaan topografi terus
diupayakan dan diharapkan tidak lama lagi, dengan bantuan Citra Satelit
pembuatan peta topografi standar nasional untuk seluruh wilayah NKRl dapat
dituntaskan (1:50.000). Sekalipun diakui kehadiran teknologi Inderaja dapat
mempercepat proses pembuatan peta topografi, namun metode pemetaan konvensional
(terestris) tidak ditinggalkan, mengingat teknologi Fotogrametri dan lnderaja
satelit sangat rawan terhadap gangguan/kerusakan serta punya ketergantungan yang
kuat dengan pihak luar negeri sebagai pemilik teknologi satelit. Oleh karena itu
bagi Indonesia, lembaga pemetaan TNI khususnya, teknologi inderaja yang
diaplikasikan di bidang pemetaan bersifat “komplemen”.
e. Penerapan di Bidang Lain-lain. Dengan informasi spasial secara global dari
Citra Satelit, pemerintah (pusat) dapat menjadikannya sebagai alat monitoring
dan pengawasan penggunaan wilayah dan SDA di setiap Daerah Otonom(provinsi,
kabupaten/kota). Apakah wilayah dan SDA Daerah Otonom dikelola dengan baik atau
buruk ? Apakah pola dan cara / teknik pengelolaan wilayah / SDA di daerah
tersebut berdampak buruk terhadap daerah otonom tetangganya ? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut diatas dapat dijawab dari hasil analisis dan diseminasi
Citra Satelit yang dapat dilakukan secara periodik atau kapan saja diperlukan.
Dengan data Citra saat ini pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan
besaran NJOP pajak bumi dan bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat/sesuai
dengan fakta yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika
pembangunan.
APLIKASI TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK BIDANG HANKAM.
Teknologi Inderaja dapat dimanfaatkan untuk kegiatan militer/Hankam, baik
operasi tempur, operasi intelejen, kegiatan militer dan kepentingan Hankam
lainnya.
a. Operasi Tempur (Opspur) dan Operasi Intelejen (Opsintel). Untuk Opspur dan
Opsintel ada jenis satelit khusus yakni satelit militer yang mempunyai sensor
beresolusi tinggi (Decimetric dan Metric Resolution = Resotusi di bawah 1 m).
Peralatan tersebut dapat dipasang pada satelit maupun wahana terbang lain
(pesawat terbang, balon udara , dll.) Beberapa jenis pesawat dirancang untuk
kemampuan tersebut antara lain: Bigbird, Cosmos dan Keyhole (semuanya beresolusi
kuranglebih 1 m) yang mampu mendeteksi benda yang berukuran . Perangkat pesawat
tersebut mampu mendeteksi dengan tepat baik benda yang sedang bergerak (moving
target ground vehicles) maupun benda tak bergerak (fixed target). Satelit
Helion, SPOT / Pan dan KFA 1000 mempunyai resolusi 1,0 sampai 10 m. Jenis
pesawat tersebut cocok untuk mendeteksi kegiatan gerakan satuan/massa dalam
jumlah terbatas (reconnaissance of selected area). Pesawat MSAR (Miniature
Synthetic Aperture Radar) telah memiliki serangkaian pesawat yang masing-masing
mempunyai kemampuan tersendiri. Jenis MTI (Moving Target Indication) khusus
untuk mendeteksi obyek yang bergerak. FTl (Fixed Target Imaging), dirancang
untuk sasaran tak bergerak dan ISAR (Inverse Synthetic Aperture Radar) untuk
mendeteksi lokasi atau area termasuk kelompok armada kapal (Hartono. 1997).
Kegunaan :
1) Proses Pembuatan Analisa Daerah Operasi (ADO), terutama untuk
mengidentifikasi guna menentukan : 5 aspek militer dari medan, Dropping Zone,
tempat pendapatan, daya dukung tanah, keadaan land cover, sumber air, kondisi
cuaca.
2) Dalam mengolah Informasi/lntelejen antara lain: dapat membantu mencari dan
menentukan :
a) Disposisi dan dislokasi pasukan musuh
b) Dislokasi logistik militer musuh
c) Tempat pengintaian atau peninjauan
d) Mendeteksi samaran
e) Menentukan jalan-jalan pendekat, perlindungan, medan kritis dan rintangan.
3) Untuk keperluan SAR di darat dan di laut Citra Satelit beresolusi tinggi
dapat menjadi alat bantu pencarian lokasi bencana/kecelakaan yang menghendaki
pertolongan segera.
4) Dapat membantu pembuatan peta militer skala besar untuk daerah yang belum ada
petanya atau untuk pembaharuan peta yang datanya sudah usang.
5) Dapat membantu pembuatan Laporan Geografi Militer (LGM) atau Laporan Medan
(LM) dan memperbaharui datalinformasi LGM/LM yang usang.
6) Dapat membantu menganalisis dan meramalkan kondisi cuaca (suhu, awan, tekanan
udara, angin, kelembaban udara, cahaya dan kabut).
7) Sebagai sarana untuk memantau kondisi wilayah/medan tempur.
b) Kegiatan Teritorial. Kegiatan Teritorial dapat juga memanfaatkan jasa
penginderaan jauh. Dalam hal ini kegiatan yang bersifat pembangunan fisik
materil seperti TMMD, Operasi Bakti dan Linmas. Kegiatan-kegiatan seperti itu
memerlukan data dasar wilayah berupa Informasi Geografi/SDA yang mutakhir
sehingga dalam pelaksanaannya diperoleh hasil guna dan daya guna yang optimal
sesuai dengan kebutuhan sekarang dan dapat mengantisipasi masa yang akan datang.
Produk Inderaja yang cocok untuk kebutuhan kegiatan Teritorial adalah produk
Landsat dan SPOT yang mempunyai tingkat resolusi 10 sampai dengan 80 m. Landsat
Multi Spectral Scanner dan TM (Thematic
Mapper). Masing-masing terdiri dari 4 sampai 7 band (saluran), dimana setiap
saluran dirancang untuk mengidentifikasi obyek tertentu sebagai contoh :
saluran/band-1 pada Landsat TM mampu menyajikan data sebaran air tanah dan jenis
tanah. Saluran/band-2 mampu mengidentifikasi jenis tanaman yang sehat dan yang
sakit. Saluran/band-3 mampu membedakan jenis tanaman dan tata guna lahan.
Produk-produk seperti itu merupakan data awal yang sangat berharga untuk
perencanaan kegiatan territorial. Sedangkan produk
Reconnaissance Spot dan Helios sangat mendukung perencanaan kegiatan operasi
satuan-satuan militer (Mawardi Nur, 1998).
PROSPEK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INDERAJA SATELIT
Pada awal kehadirannya teknologi Inderaja Satelit diperuntukkan bagi kegiatan
dan operasi militer. Namun dalam tahap-tahap perkembangan selanjutnya
pemanfaatannya lebih banyak diarahkan kepada kepentingan pembangunan di segala
bidang. Kemajuan yang dicapai dalam teknologi Inderaja ini telah mampu
menyajikan macam-macam data atau informasi spasial yang semakin akurat. Bahkan
informasi produk Inderaja tersebut tidak saja mengenai segala sesuatu yang ada
di muka bumi, melainkan juga potensi sumberdaya tambang yang ada diperut bumi
dan kedalaman laut. Hingga saat ini teknologi Inderaja telah mengalami beberapa
tahap perkembangan. Berawal dari pengamatan jarak dekat melalui wahana
helikopter, kemudian dengan pesawat terbang sayap tetap, selanjutnya dengan
balon udara dan sekarang dengan wahana satelit yang mengorbit pada ketinggian
ratusan hingga ribuan kilometer dari permukaan bumi, yang jumlahnya semakin
bertambah, demikian juga kemampuannya. Tampaknya teknologi Inderaja tidak akan
berhenti hingga pada kondisi sekarang. Upaya-upaya penyempurnaan atau
peningkatan masih terus dilanjutkan untuk mendapat produk informasi spasial yang
lebih akurat, mendalam dan mampu menembus kedalaman bumi dan samudera serta
menghilangkan kendala-kendala yang masih ada.
Saat ini rekaman citra satelit telah dapat mengidentifikasi benda dengan ukuran
1 x 1 m (contoh : Citra Satelit Ikonos-2). sehingga dapat membedakan mana
kerbau, mana gajah dan mana kuda. Menilik kemajuan teknologi Inderaja SateJit
yang tidak pernah berhenti, era ke depan dengan data satelit orang dapat
membedakan mana kambing dan mana domba (ketika resolusi spasial citra satelit
sudah mencapai < 1 m).
Pengembangan dan Pemanfaatannya di Indonesia.
Indonesia sebagai Negara berkembang yang sedang membangun guna dapat sejajar
dengan negara-negara lain yang lebih maju sangat berkepentingan dengan
pemanfaatan jasa dan produk teknologi Inderaja. Hal. ini semakin dirasakan
pentingnya mengingat wilayah negara yang sangat luas terdiri dari perairan dan
daratan yang hingga saat ini baru sebagian sumber daya alam yang telah
teridentifikasi. Tuntutan untuk mengetahui potensi SDA yang belum diketahui
menyadarkan kita, pentingnya pemanfaatan teknologi Inderaja tersebut.
Kondisi Indonesia yang memiliki wilayah daratan dan perairan yang sangat Iuas
dengan sejumlah permasalahan lingkungan - seperti : kebakaran hutan, illegal
logging, illegal fishing, illegal mining, illegal farming, tanah longsor, gempa
bumi dan lain-lain, sangat membutuhkan jasa teknologi Inderaja yang semakin
maju, cepat dan murah. Oleh karena itulah, Indonesia telah berupaya menjalin
kerjasama dengan negara-negara pemilik dan pengembang teknologi ini. Wujud nyata
dari kesadaran tersebut adalah telah didirikannya stasiun bumi multi misi di
Pare-Pare (Sulawesi Selatan) dan stasiun pengolah data di Pekayon (LAPAN)
Jakarta. Disadari bahwa pengetahuan kita tentang SDA baik di darat maupun
(terutama) di laut masih sangat terbatas. Di bidang Hankam,luasnya wilayah tanah
air dan panjangnya garis perbatasan negara dan pencurian SDA oleh pihak asing
sangat membutuhkan informasi yang aktual yang terus menerus (real time), jasa
dan produk teknologi Inderaja Satelit dalam hal ini telah dapat menjawab
kebutuhan tersebut. Dengan demikian, baik untuk kepentingan Hankam maupun
pembangunan, teknologi Inderaja akan semakin dirasakan kebutuhannya.
Permasalahan yang dihadapi saat ini kita belum memiliki tenaga SDM, peralatan
dan dana yang cukup untuk mengembangkan teknologi Inderaja satelit dan
memanfaatkannya. Namun demikian upaya untuk mengatasi kendala tersebut terus
dilakukan oleh lembaga terkait. Pengembangan dan pemanfaatan jasa dan produk
teknologi Inderaja masih terpusat di LAPAN dan secara terbatas pada beberapa
lembaga pemetaan nasional (Bakosurtanal, Dittopad, Dishidrosal, Dissurfotrud,
Exsa International), BMG , departemen tertentu (Dephan, Dephut , Deptrans, DKP).
TNI, Polri dan institusi pengamanan/keamanan masih sangat terbatas menggunakan
jasa dan produk teknologi Inderaja. Pemanfaatan citra Inderaja beresolusi tinggi
yang meliputi daerah luas dapat menyajikan data yang Iengkap dan mutakhir
merupakan sumber daya yang paling tepat untuk perencanaan dan penataan wilayah.
Sedangkan data citra Landsat- TM yang Multiband dapat menyajikan data tematis
sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat mengetahui segala jenis tutupan lahan
(vegetation coverage) dengan segala karakteristiknya. Sebagai contoh :
Departemen Pertanian telah dapat memprediksi masa panen dan jumlah produksi padi
di suatu daerah dengan bantuan data citra satelit ini. Departemen Kehutanan
dapat mengidentifikasi jenis dan besaran pohon dari suatu kawasan hutan dan
sebaran titik-titik api penyebab kebakaran hutan. Tanpa bantuan data citra dari
satelit NOAA dan GMS, mustahil BMG dapat meramal cuaca di seluruh wilayah NKRI.
Demikian juga aparat Kamla hanya dengan bantuan analisis citra Inderaja dapat
mendeteksi dan mengidentifikasi kejahatan / pencurian SDA di laut dengan cepat.
Kementerian Lingkungan Hidup juga sangat membutuhkan jasa dan produk Inderaja
guna mengetahui kondisi kerusakan lingkungan dengan cepat dan akurat. Departemen
Sosial dan Departamen Kesehatan dengan bantuan data spasial dari hasil analisis
Citra Satelit dapat mengetahui sebaran daerah miskin dan rawan bencana, yang
diperlukan untuk perencanaan prioritas pemberian bantuan.
Untuk menjaga kontinuitas akuisisi dan perekaman data, LAPAN telah sedang
mengembangkan program upgrading kemampuan akuisisi, perekaman dan pengolahan
data landsat-7, SPOT 4 dan 5, Envisat (pengganti ERS) dan Radarsat. Pengembangan
terus dilaksanakan LAPAN untuk menghasilkan metoda dan prosedur yang paling
tepat untuk operasi rutin aplikasi data Inderaja Satelit. Aplikasi yang telah
berhasil dikembangkan dan sudah masuk fase operasional adalah untuk penggunaan :
pemantauan hutan, lahan, pemantauan musim dan penentuan awal musim hujan.
Sedangkan untuk kegiatan asesmen yang sudah berhasil dilaksanakan adalah
inventarisasi : hutan bakau dan terumbu karang, beberapa Daerah Aliran Sungai
(DAS), perubahan penggunaan tanah, pemetaan, perikanan, pemantauan luas panen,
pemantauan luas konversi lahan sawah ke non-pertanian, tata-ruang dan wilayah
(Mahdi Kartasasmita. dkk. 1998).
Teknologi Inderaja dan Pelestarian Lingkungan. isu pelestarian lingkungan saat
ini tampaknya telah menjadi kesadaran global. Semakin padatnya penduduk dunia
menyebabkan tingkat ekspIoitasi SDA yang semakin tinggi sehingga mengancam
kelestarian lingkungan. Bencana alam, berupa banjir, longsor, kebakaran hutan,
penggundulan areal lahan terjadi di mana-mana. Bila kejadian ini dibiarkan akan
mengancam kehidupan generasi manusia dan makhluk hidup pada umumnya di masa yang
akan datang. Bahkan sekarangpun telah banyak species hewan dan tumbuhan yang
telah punah. Untuk menghadapi ancaman yang serius ini diperlukan bukan hanya
sekedar membangun kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan melainkan
tindakan nyata dari setiap individu untuk mengatasi kerusakan yang terjadi
sekaligus upaya pelestarian lingkungan tersebut. Dihadapkan pada upaya tersebut,
teknologi Inderaja dapat memberikan informasi dini tentang ancaman bahaya
kerusakan lingkungan baik secara tekstual maupun secara visual pada suatu daerah
yang luas, sehingga dengan demikian upaya penanggulangannya dapat direncanakan
dan dilaksanakan dengan baik. Dengan teknologi Inderaja ini, kita dapat
mengetahui kesadaran moral suatu bangsa yang tercermin dalam sikap komunalnya
terhadap lingkungan fisik negaranya, karena kerusakan lingkungan di suatu negara
akan diketahui oleh negara-negara lain melalui tampilan informasi satelit
Inderaja. Kerusakan dan kebakaran hutan di Sumatera. Kalimantan, Sulawesi dan
Papua tidak saja menjadi perhatian dan keprihatinan kita dan negara-negara
tetangga, tetapi juga menjadi
perhatian semua bangsa di dunia, karena hutan tropis Indonesia merupakan bagian
besar dari paru-paru dunia yang situasi dan kondisinya menjadi perhatian
masyarakat global. Karena itu kelambanan kita dalam menanggulangi kebakaran
hutan setiap tahun merupakan hal yang memalukan karena menyangkut kredibilitas
bangsa yang seolah-olah kurang peduli atas pelestarian fungsi global hutan
tropis (Agus Hidayat, 1995)
KESIMPULAN.
a. Satelit Penginderaan jauh (Satelit Inderaja) adalah suatu teknik/cara
untukmemperoleh informasi mengenai segala sesuatu di lingkungan permukaan bumi
dengan memakai suatu alat yang tidak mengadakan kontak fisik secara langsung
terhadap objek yang diindera, melainkan secara tidak langsung dari jarak jauh
(dari udara), dalam hal ini dari Satelit yang mengorbit bumi di angkasa.
b. Citra lnderaja yang telah dianalisis merupakan data/informasi yang memiliki
kegunaan untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber daya aIam
(di darat dan di laut), bencana alam dan gejala cuaca atau iklim sehingga
karenanya dapat digunakan sebagai sarana perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan fisik dan mendeteksi kemungkinan bencana alam. Di
bidang pemetaan Citra Inderaja merupakan sarana (sumber data) untuk pembuatan
dan pembaharuan peta topografi (rupa bumi).
c. Kendala teknologi Inderaja, pertama ; sebagai produk teknologi modern amat
tergantung pada kelengkapan sistem, kedua ; sebagai teknologi impor, pemilik
teknologi dapat mengendalikan kita sebagai konsumen produk teknologi tersebut
melalui rekayasa teknologi yang dilakukan secara terus-menerus. Untuk mengatasi
hal tersebut, Indonesia berusaha mengikuti perkembangan guna menguasai teknologi
Satelit lnderaja ini.
d. Kemampuan teknologi Inderaja sebagai pengumpul, pengolah, penyaji informasi
dan media pemantauan kondisi spatial merupakan sarana yang ampuh untuk mencegah
dan mengatasi kerusakan lingkungan serta upaya pelestariannya. Kemampuannya yang
multiguna dan dapat menyajikan data secara tepat guna untuk wilayah yang luas
bagi berbagai bidang kehidupan sangat dibutuhkan Indonesia sebagai negara luas
yang sedang membangun yang memiliki potensi SDA sekalipun potensi bencana alam
yang beragam.
e. Aplikasi teknologi Inderaja di bidang pembangunan (non—militer) meliputi
bidang-bidang : inventarisasi SDA; budi daya pertanian, perikanan, kehutanan dan
kelautan; pemantauan dan penanggulangan bencana alam/lingkungan; survei dan
pemetaan.
f. Aplikasi teknologi Inderaja di bidang Hankam/Militer meliputi : Operasi
tempur; Operasi intelejen; Kegiatan territorial; Operasi kegiatan militer
lainnya (Opsmil Selain Perang/OMSP)
SARAN.
Pengembangan Iptek Inderaja demikian pesat, namun pemanfaatannya yang dicapai
Indonesia belum optimal, karena penguasaan sistem Iptek lnderaja di Indonesia
dihadapkan pada berbagai kendala. Biaya investasi yang tinggi dalam aplikasi
teknologi Inderaja merupakan kendala utama yang dihadapi Indonesia. Kendala
lainnya adalah masalah keterbatasan SDM mampu, birokrasi dan regulasi perijinan
dalam kerjasama Internasional antar lembaga negara/perusahaan yang bergerak di
bidang ini. Padahal manfaatnya untuk perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan wilayah sangat besar dan penting, terutama di era otonomi daerah
sekarang ini. Untuk mengatasi kendala tersebut diatas, disarankan :
a. Meningkatkan kerjasama dengan negara pemilik dan pengembang teknologi dan
negara tetangga pemilik stasiun bumi, bukan saja dalam pemanfaatan jasa dan
teknologi, melainkan/ditingkatkan pada penguasaan Iptek Sat lnderaja melalui
alih teknologi.
b. Mengingat kemanfaatan yang menyangkut lapangan kehidupan yang amat luas, di
bidang-bidang inventarisasi eksplorasi, eksploitasi SDA dan penanggulangan
bencana alam serta untuk pengawasan, pengendalian dan koordinasi pembangunan
antar wilayah, seyogyanya pemanfaalan jasa dan produk teknologi Inderaja ini
disebarluaskan di daerah-daerah. Bilamana perlu Pemda dapat membangun
sarana/perangkat penerima dan pengolah data Citra Sat atas supervisi LAPAN.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Hidayat, lr. M.Eng, (1995), Pemanfaatan Kondisi Lingkungan Menggunakan
Data Penginderaan Jauh, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
2. Hartono, lr, MSc. (1997), Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk
Pembangunan Nasional dan Pertahanan Keamanan Negara, Dittopad Jakarta.
3. Hasyim, B. (1995), Aplikasi llmu dan “Teknologi Penginderaan Jauh untuk
Invantarisasi dan Monitoring Lingkungan Pantai dan Laut, Pusfatja LAPAN,
Jakarta.
4. Mahdi Kartasasmita, Ir.Ph.D, Bambang Tedjakusuma, Drs.Dipl.Ing (1998)
Strategi dan Antisipasi Lapan dalam Menyongsong Kegiatan Penginderaan Jauh Abad
XXI, LAPAN, Jakarta.
5. Mawardi Nur, lr (1998), Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, bagi
Kepeniingan Hankam Negara, Kedeputian Inderaja LAPAN, Jakarta.
6. Mulyadi Kusumowidagdo, Drs.APU, (1998) Perkembangan Iptek Penginderaan Jauh
dan Pemanfaatannya di Indonesia, Proceeding Seminar Nasional Indonesia untuk
Kesehatan dan Pengendalian Lingkungan, FK UGM, Yogyakarta.
7. Sabins JR, Floyd F, (1987), Remote Sensing Principples and Interpretation,
W.H. Freeman and Company, New York.
8. Sitanggang, Gokmaria, Jr, (1997), Pemanfaatan Data Inderaja untuk Aplikasi
Darat, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
................................., (1998), Pengenalan Teknologi Penginderaan
Jauh dan Aplikasinya, Pusfatja LAPAN, Jakarta.
9. Suhermanto, lr, Msi, (1990), Pengenalan Teknologi Radar dan Aplikasinya,
Pustekja LAPAN, Jakarta.
10. Sutanto, Drs. (1979), Pengetahuan Dasar Intertretasi Citra, Fakultas
Geografi UGM, Yogyakarta.
11. Tono Saksono, Ph.D. (2003), Next Map Indonesia : Kebangkitan Kembali
Industri Pemetaan Indonesia, Invited Paper for Annual Academic Forum, the
Indonesian Surveyors Association, Bandung.
Definisi Pengindaraan Jauh
Penginderaan jauh (inderaja) adalah ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk memperoleh, mengolah dan
menganalisa data untuk mengetahui karakteristik objek tanpa menyentuh
objek itu sendiri (Lillesand dan Kiefer, 1994). Dengan pengertian ini
bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan termasuk peralatan yang
dipakai untuk mengamati suatu objek dengan metode penginderaan jauh.
Saat ini metode penginderaan jauh sudah menggunakan satelit yang
mengorbit bumi. Sistem inderaja pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian
utama yang tidak terpisahkan yaitu ruas antariksa, ruas bumi dan
pemanfaatan data produk ruas bumi. Data yang diperoleh dari sensor
penginderaan jauh menyajikan informasi penting untuk membuat keputusan
yang mantap dan perumusan kebijakan bagi berbagai penerapan pengembangan
sumberdaya dan penggunaan lahan.
Data penginderaan jauh digital mempunyai
sifat khas yang dihasilkan oleh setiap sensor. Sifat khas data tersebut
dipengaruhi leh sifat orbit satelit, sifat dan kepekaan sensor
penginderaan jauh terhadap panjang gelombang elektromagnetik, jalur
transmisi yang digunakan, sifat sasaran (obyek) dan sifat sumber tenaga
radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara operasi sistem sensornya dapat
mempengaruhi resolusi dan ukuran piksel datanya (Purwadhi, 2001)
Monitoring sumber daya alam dan
lingkungan mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu
observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan atau
tahunan) yang lebih dikenal dengan analisis multitemporal. Dengan
menggunakan data satelit inderaja maka analisis multitemporal dapat
dilakukan dengan lebih mudah, cepat dan murah. Peran penting analisis
multitemporal menggunakan data satelit inderaja akan semakin nampak
untuk daerah perikanan laut lepas atau samudera, karena observasi untuk
perikanan laut lepas selalu memerlukan usaha yang berat, waktu yang lama
dan biaya operasional yang sangat mahal. Sedangkan untuk daerah
perairan pantai (coastal area) bisa dipergunakan untuk mendeteksi
perubahan garis pantai, laju sedimentasi dan perubahan luas hutan bakau.
Makalah
ini menjelaskan perkembangan metode koreksi geometrik citra dari satelit
EROS A1. Metode koreksi didasarkan pada model orbit/ketinggian yang
tepat. Hasil dari percobaan terhadap metode mendemonstrasikan
kemungkinan ortorektifikasi scene EROS A1 sampai ketelitian sub piksel.
Metode tersebut sekarang digunakan dalam produksi standar citra EROS A1
teroktorektifikasi di fasilitas produksi Metria.
Sembunyikan
1. Pendahuluan
Satelit
EROS A1 diluncurkan dengan sukses pada tanggal 5 Desember 2000, dan
merupakan seri pertama dari 6 satelit pencitraan beresolusi tinggi yang
diluncurkan oleh ImageSat International. Satelit A1 menghasilkan citra
beresolusi 1,8 m dalam model standar, sementara satelit-satelit B1-B5
akan menghasilkan citra dengan resolusi 1 m. Satelit A1 juga bisa
meroperasi dalam model over-sampling khusus.
EROS
A1 diluncurkan ke orbit polar yang sun-synchronous pada ketinggian 480
km. Data yang diperoleh dikirim ke jaringan global stasiun penerima.
Kecepatan pengiriman data adalah 70 Mbit/detik dalam frekuensi X-band.
Stasiun penerima memperoleh, menyimpan, dan memproses data, dan membuat
scene sistem terkoreksi, metadata yang dapat diperoleh melalui
infrastruktur ImageNet.
Perusahaan Swedia, Spacemetric AB telah
mengembangkan model perekaman fisik untuk EROS A1 sehingga bisa
digunakan dalam proses ortorektifikasi citra EROS A1. Model ini telah
diwujudkan dalam sistem produksi citra di Metria, Kiruna, yang sejak
bulan September 2001 sudah mampu mengkoreksi EROS A1 sampai ketelitian
sub piksel untuk citra EROS A1 yang standar.
2. KAMERA EROS A1
Kamera
NA30 pada satelit EROS A1 merupakan penyiam push-broom dengan dua
susunan CCD, termasuk detektor yang berjumlah lebih dari 7000 pada fokus
pesawat. Detektor tersebut peka pada range spektral 0,5 – 0,9 mikron
dan dicoba dengan penjumlahan kedalaman 11 bit.
Kamera secara
rigid menempel ke satelit, sehingga pembidikan kamera dilakukan
menggunakan sistem kontrol pergerakan untuk menggerakkan seluruh
satelit. Sensor menyiam secara asynchronous, sehingga memungkinkan
satelit untuk bergerak lebih cepat daripada pada saat perekaman. Satelit
bergerak dengan kecepatan terbalik yang konstan, untuk memperoleh
perekaman pada kecepatan yang lebih rendah, memungkinkan detektor untuk
diam lebih lama melewati setiap daerah. Dengan cara ini sensor akan bisa
memperoleh lebih banyak cahaya, dan meningkatkan ketajaman, serta
perbandingan signal-to-noise.
Satelit bisa berubah 45 derajat
dalam setiap arah pada orbitnya, menyediakan kemampuan untuk merekam
daerah yang berbeda dalam lintasan yang sama. Kemampuan kamera untuk
membidik dan merekam juga memungkinkan perekaman secara stereo pada
orbit yang sama.
Karakteristik satelit dan kamera untuk perekaman dengan model standar ditunjukkan dalam tabel Parameter Sistem EROS berikut :
3. MODEL GEOMETRIK
EROS
A1 bisa diperoleh dalam dua format, yaitu format iA yang merupakan data
mentah, dan format iB yang merupakan data terkoreksi. Model yang akan
dikembangkan hanya format 1A, sebab memungkinkan untuk menghubungkan
posisi piksel ke bidang fokus kamera.
Model geometrik yang
dipilih untuk pemodelan scene EROS A1 bisa dibagi menjadi beberapa
bagian yang berbeda. Orientasi bagian luar termasuk model orbit satelit
dan model variasi ketinggian. Orientasi bagian dalam termasuk model
scan instrument. Model ini telah diaplikasikan dengan sukses terhadap
beberapa sensor satelit yang berbeda.
([1], [2], [3], [4])a. Model Orbit Satelit
Model
satelit didasarkan pada 6 parameter Keppler, yang secara bersama-sama
dengan komponen wilayah tingkat dua yang konstan pada potensial
gravitasi bumi, mampu menjelaskan pergerakan satelit dengan ketelitian
yang cukup tinggi untuk persyaratan koreksi EROS A1.
a sumbu semi mayor
e eksentrisitas
i inklinasi
? = ?0 +d?/dt * t
? = ?0 +d?/dt * t argument of perigee
M = M0 +dM/dt * t anomali rata-rata
b. Model Ketinggian
Pengukuran
ketinggian dari pesawat diperoleh dalam bentuk polinom piece-wise
tingkat tiga untuk roll, pitch, dan yaw. Koreksi tambahan terhadap sudut
ketinggian dimodelkan dengan polinomial tingkat dua, yatu :
Roll = roll terukur(t) + a0 + a1 * t + a2 * t2
Pitch = pitch terukur(t) + b0 + b1 * t + b2 * t2
Yaw = yaw terukur(t) + c0 + c1 * t + c2 * t2
Dimana
koefisian ai, bi, dan ci harus ditentukan terlebih dahulu. Ini dianggap
bahwa polinomial tingkat dua akan sesuai untuk pemodelan error
ketinggian dalam interval waktu he pada scene lengkap.
c. Model scan Push-broom
Model
scan dasar merupakan vektor line-of-sight dari detektor pada fokus
pesawat melalui pusat optis pada teleskop, lalu ke titik di bumi. Vektor
ini tegak lurus ke sumbu roll platform satelit. Deviasi yang kecil dari
ketegaklurusan ini diikutkan dalam perhitungan melalui matriks
pelurusan badan kamera yang dapat diperoleh dalam scene metadata.
4. MODEL PENYESUAIAN PARAMETER
Agar
bisa memperoleh model dengan ketelitian yang tinggi pada scene
tertentu, parameter model harus diperkirakan dan dipilih dengan
menggunakan ground control point. Penyesuaian parameter mengikuti metode
yang dikembangkan dalam [1], yang merupakan penyesuaian least-square,
dengan kemungkinan untuk memberi bobot pada parameter. Bobot parameter
digunakan untuk menentukan, dimana parameter turut berperan dalam
penyesuaian.
Hanya parameter orientasi bagian luar yang
disesuaikan. Dari 6 parameter Keppler, 2 parameter dibiarkan tetap
konstan. Oleh karena eksentrisitas orbit yang sangat kecil,
eksentrisitas dan argument of perigee bisa dibuat konstan tanpa
kehilangan keakuratan yang signifikan.
Metode penyesuaian
membutuhkan nilai a priori untuk parameter. Beberapa ephemeris
disediakan dengan scene EROS mentah. Salah satunya digunakan untuk
menjalankan orbit. Parameter koreksi ketinggian dimulai dari nol. Posisi
permulaan yang dihitung dari metadata kurang akurat, biasanya diatas 1
km, tetapi masih cukup sesuai dengan pull-in range dari metode tersebut.
5. PENGUJIAN AKURASI
Tampilan model telah dievaluasi dengan 7 scene EROS A1 dari 3 tempat yang berbeda di Swedia bagian selatan.
Ground
control point untuk pengujian tempat diukur dalam ortofoto udara
digital yang diperoleh dari Swedish national Land Survey. Ukuran piksel
dalam ortophoto digital adalah 1 meter, dengan perkiraan ketepatan
planimetris sekitar 1 – 1,5 meter. Ketinggian diinterpolasi dari DEM
dengan interval grid 50 meter dari Swedish National Land Survey, dengan
perkiraan ketepatan kemiringan sekitar 2 meter pada titik grid. Swedish
RT90 digunakan sebagai sistem referensi geodetis.
Posisi titik
kontrol kemudian diukur dalam tiap scene dengan perkiraan ketepatan
planimetris sekitar 0,25 piksel. Secara rata-rata, 26 titik bisa diukur
dalam tiap scene. Titik kontrol akan didistribusikan ke seluruh area
scene.
Pengukuran titik kontrol digunakan untuk penyesuaian
least-square pada parameter model dalam tiap scene. Sebagaimana hanya 11
parameter model bebas yang telah disesuaikan, proses penyesuaian
melibatkan sistem over-determined yang tinggi (dengan 6 titik kontrol
sistem menjadi over-determined). Ini berarti bahwa residual error pada
model setelah penyesuaian memberikan perkiraan yang baik terhadap
ketepatan model. Hasil dari penyesuaian ditunjukkan dalam tabel berikut :
Untuk
memperoleh verifikasi yang bebas terhadap ketepatan produk akhir
dibawah kondisi produksi normal, scene pertama disesuaikan hanya dengan 9
titik kontrol. RMS error dalam scene akhir yang telah direktifikasi
kemudian dievaluasi dengan menggunakan 21 titik uji yang independen
terhadap titik kontrol. Hasil dari evaluasi ditunjukkan dalam tabel
berikut :
6. KESIMPULAN
Hasil
dari evaluasi model sensor EROS menunjukkan bahwa scene EROS A1 bisa
dikoreksi dengan ketepatan 1 piksel. Kenyataan bahwa seluruh scene yang
digunakan dalam pungujian memiliki residual rms yang sama atau lebih
rendah daripada 1 piksel (kecuali arah y pada scene 5) menunjukkan
kestabilan metode tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketepatan
subpiksel bisa diperoleh dengan setidaknya menggunakan 9 titik kontrol
dalam proses penyesuaian. Secara keseluruhan, ada suatu kemungkinan
untuk mengimplementasikan model EROS ke lingkungan produksi yang
sebenarnya.
[1] T. Westin,
"Precision rectification of SPOT imagery", Photogrammetric Engineering
& Remote Sensing, Vol. 56, No 2, pp. 247-253. , 1990.
[2] T.
Westin, "Photogrammetric Potential of JERS-1 OPS" International Archives
of Photogrammetry and Remote Sensing. Vol. XXXI, Part B4, Vienna, pp.
937-942, 1996.
[3] T. Westin, "Geometric rectification of European
historical archives of Landsat 1-3 MSS imagery", Proceedings of the
ISPRS workshop "Sensors and mapping from space 1999", Hannover, Germany,
September 27-30, 1999.
[4] T. Westin, "Geometric modelling of imagery from the MSU-SK conical scanner", Bulletin SFPT, no 159, pp 55-58, 2000.
Satelit EROS B1 memiliki kemampuan, antara lain:
1. Orbit
a. Parameter
Satelit EROS B1 akan beroperasi pada orbit circular dengan parameter sebagai berikut:
Ketinggian : 600 km (TBF) ± 10 km
Sudut penyiaman : 97.8o (TBF) ±0.04o
Waktu lokal dari titik: 10:45 a.m. (TBF) ± 15 min
edar selatan utara: -
b. Perekaman ulang (Revisit) setiap satelit
Perekaman ulang dari beberapa titik ketinggian di bumi dengan sudut ± 15o selama ± 7 hari.
Periode perekaman ulang dengan sudut ± 40o garis lintang :
Sudut 30 derajat: 2 sampai 7 hari
Sudut 45 derajat: 2 hari
Sembunyikan
2. Masa Edar Satelit
Asalkan
penyimpangan pada saat peluncuran kurang dari ± 60 km disekitar
ketinggian orbit yang dinginkan dan kurang dari ± 0.1 derajat pada
inklinasi orbit maka jumlah bahan bakar yang tersedia akan cukup bagi
satelit untuk beroperasi setidaknya selama 10 tahun.
3. Akurasi Mesin Satelit
Total
rata-rata akurasi satelit tersebut setidaknya 90 % pertahun selama 4
tahun periode pengoperasian. Kegagalan-kegagalan particial dapat
menyebabkan degradasi secara perlahan pada performen misi.
4. Komunikasi dan Pembagian
Satelit
tersebut mampu mempublikasikan sebuah jaringan komunikasi dengan AAD
atau PAS stasiun penerima yang berlokasi pada radius lebih dari 2000
kms, pada band-X ( memberikan nilai G/T dari antena darat yang sama atau
melebihi 33 Dbi/K) dari ketinggian antena 3o diaatas horison, dibawah
kondisi atmosfer yang sedang.
a. Komunikasi Band-X
Jaringan
komunikasi band-X yaitu antara satelit dan stasiun penerima merupakan
jaringan yang hanya akan mentrasfer citra satelit pada stasiun yang
telah ditentukan.
b. Satuan Tugas Satelit
Permintaan
pencitraan dari AAD atau GRS, termasuk footprint citra tersebut, akan
dikirmkan oleh GRS/AAD kepada DCS berdasarkan basis periodikal untuk
dapat diimplementasikan oleh GCS pada program pecitraan satelit
tersebut.
Selama satelit melewati GRS kesehariaannya, AAD (PAS)
dari stasiun penerima akan menjalankan satelit tersebut dari horison ke
horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh
satelit tersebut.
5. Pencitraan
Performa pencitraan dari kamera pankro-matik adalah sebagai berikut:
6. Karakter Citra-citra yang Diproduksi
Karakter citra-citra yang diproduksi adalah sebagai berikut:
7. Penyelamatan dengan Mode-Mode Pengamanan
Satelit
tersebut memasuki mode pengamanan ketika mendeteksi berbagai
kemungkinan kesalahan fungsi. Satelit tersebut akan mampu mempertahankan
mode ini untuk beberapa hari. Perubahan mode pengamanan pada mode yang
normal untuk beroperasi hanya dapat dilakukan dengan campur tangan
manusia dari GCS.
8. Ground Control Station
Sebuah GCS
bertanggung jawab pada sebuah satelit dalam memonitor dan menjaga
termasuk juga mempertahankan control orbit dan menejemen sistem sumber
daya. GCS bertanggungjawab untuk mengkoordinasi seluruh
aktifitas-aktifitas bersama seluruh GRS.
Satelit EROS A memiliki kemampuan, antara lain:
Satelit
EROS A akan beroperasi pada sebuah edar orbit dengan mengikuti
parameter ketinggian : 480 km (TBF) ± 10 km, sudut penyiaman 97.3o
(TBF) ±0.04o, dan waktu lokal dari titik edar selatan utara 10:30 a.m.
(TBF) ± 15 min.
Sembunyikan
Perekaman
ulang dari beberapa titik ketinggian di bumi dengan sudut ± 15o selama ±
7 hari.Periode perekaman ulang dengan sudut ± 40o garis lintang :
Sudut 30o 2 sampai 7 hari
Sudut 45o 2 hari
Asalkan
penyimpangan pada saat peluncuran kurang dari ± 60 km disekitar
ketinggian orbit yang dinginkan dan kurang dari ± 0.1o pada inklinasi
orbit maka jumlah bahan bakar yang tersedia akan cukup bagi satelit
untuk beroperasi selama 4 tahun.
Total rata-rata akurasi satelit
tersebut setidak-nya 90 % pertahun selama 4 tahun periode
pengoperasian. Kegagalan-kegagalan particial dapat menyebab-kan
degradasi secara perlahan pada performa misi.
Satelit tersebut
mampu mempublikasikan sebuah jaringan komunikasi dengan AAD atau PAS
stasiun penerima yang berlokasi pada radius lebih dari 2000 kms, pada
band-X ( memberikan nilai G/T dari antena darat yang sama atau melebihi
33 Dbi/K) dari ketinggian antena 3o diaatas horison, dibawah kondisi
atmosfer yang sedang.
Jaringan komunikasi band-X yaitu antara
satelit dan stasiun penerima merupakan jaringan yang hanya akan
mentrasfer citra satelit pada stasiun yang telah ditentukan.
Permintaan
pencitraan dari AAD/GRS, termasuk footprint citra tersebut, akan
dikirimkan oleh GRS/AAD kepada DCS berdasarkan basis periodikal untuk
dapat diimplementasikan oleh GCS pada program pecitraan satelit
tersebut.Selama satelit melewati GRS keseharian-nya, AAD (PAS) dari
stasiun penerima akan men-jalankan satelit tersebut dari horison ke
horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh
satelit tersebut.
Performa pencitraan dari kamera pankro-matik adalah sebagai berikut:
Karakter citra-citra yang diproduksi adalah sebagai berikut:
Satelit
tersebut memasuki mode pengamanan ketika mendeteksi berbagai
kemungkinan kesalahan fungsi. Satelit tersebut akan mampu mempertahankan
mode ini untuk beberapa hari. Perubahan mode pengamanan pada mode yang
normal untuk beroperasi hanya dapat dilakukan dengan campur tangan
manusia dari GCS.
Sebuah GCS bertanggung jawab pada sebuah
satelit dalam memonitor dan menjaga termasuk juga mempertahankan control
orbit dan menejemen sistem sumber daya. GCS bertanggungjawab untuk
mengkoordinasi seluruh aktifitas-aktifitas bersama seluruh GRS.
Kenampakan
bumi disediakan dalam misi satelit berawak dan pada awalnya satelit
meteorology mendorong perkembangan program Satelit teknologi sumber-daya
bumi atau ERTS, Earth Resources Technology Satellites.
Program ini dikembangkan oleh NASA di Amerika, dan secara resmi diubah
menjadi program Landsat pada tahun 1975 untuk membedakannya dari program
satelit kelautan Seasat. Landsat merupakan satelit tak berawak pertama
yang dirancang secara spesifik untuk memperoleh data sumber daya bumi
dalam basis yang sistematik dan berulang. Landsat 7 dikontrol oleh USGS,
yang telah mengambil alih dari EOSAT.
Sembunyikan
"Landsat 7 diluncurkan pada tanggal 15 Desember 1998. Landsat 7 dilengkapi dengan sensor
Enhanced Thematic Mapper Plus.
Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan ketinggian orbit 705 km. Orbit
yang rendah ini dipilih untuk membuat satelit secara potensial dapat
dicari oleh pesawat ruang angkasa dan untuk meningkatkan resolusi tanah
pada sensor. Setiap orbit membutuhkan kira-kira 99 menit dengan lebih
dari 14,5 orbit dilengkapi setiap hari. Orbit ini menghasilkan putaran
berulang selama 16 hari, yang berarti suatu lokasi di permukaan bumi
bisa direkam setiap 16 hari. Landsat 7 tidak memiliki kenampakan
off-nadir sehingga tidak bisa menghasilkan cakupan yang meliputi seluruh
dunia secara harian. Citra Landsat 7 ETM+ tampak sama seperti data
Landsat TM, yang keduanya memiliki resolusi 25 meter. Satu layar penuh
mencakup luasan 185 km2, sehingga sensor dapat mencakup daerah yang
besar di permukaan bumi.
Citra
Landsat TM dan Landsat ETM+ memiliki persamaan, dimana keduanya
memiliki ukuran piksel sebesar 25 meter. Bagaimanapun juga citra Landsat
ETM+ memiliki band pankromatik yang mampu menghasilkan citra
pankromatik dengan resolusi 12,5 meter. Hal ini memungkinkan untuk
menghasilkan citra multispektral pankromatik yang dipertajam (citra
gabungan pankromatik dan multispektral dengan resolusi spectral 7 band
dan resolusi spasial 12,5 meter) tanpa merektifikasi citra yang satu ke
citra lainnya. Hal ini disebabkan citra pankromatik dan multispektral
direkam dengan sensor yang sama sehingga bisa diregister secara
otomatis. Citra Landsat 7 juga memiliki band thermal yang dipertajam.
Sensor ETM+ menggunakan panjang gelombang dari spectrum tampak mata
sampai spectrum infra merah. Secara radiometric, sensor ETM+ memiliki
256 angka digital (8 bit) yang memungkinkan pengamatan terhadap
perubahan kecil pada besaran radiometric dan peka terhadap perubahan
hubungan antar band.
Band-band ETM+ berguna untuk mengkaji air,
pemilihan jenis vegetasi, pengukuran kelembaban tanah dan tanaman,
pembedaan awan, salju, dan es, serta mengidentifikasi jenis batuan. Sama
dengan Landsat tTM, Landsat ETM+ bisa digunakan untuk penerapan daerah
perkotaan, akan tetapi dengan resolusi spektral yang tinggi akan lebih
sesuai jika digunakan untuk membuat karakteristik alami suatu bentang
alam. Spesifikasi Teknis:
ETM+
dirancang untuk mengumpulkan, menyaring, dan mendeteksi radiasi dari
bumi dalam petak seluas 185 km yang melewatinya. Viewing swath
dihasilkan oleh rata-rata
system oscillating mirror
yang menyapu melewati jalur sebagaimana bidang pandang sensor bergerak
maju sepanjang jalur yang disebabkan pergerakan satelit. Data dari ETM+
merupakan output dalam dua channel yang masing-masing pada 75 Mbps.
Setiap channel berisi data dari beberapa detector bersama-sama dengan
data koreksi satelit (
Payload Correction Data/PCD),
time stamp, dan status instrument. Data tiap channel berisi :
Channel 1 = band 1-3 (
visible), band 4 (VNIR), Band 5 (SWIR), Band 6 (LWIR), waktu, PCD, data status.
Channel 2 = band 6 (LWIR), band 7 (SWIR) dan band 8 (pankromatik), waktu, PCD, data status.
Data dari tiap band bisa dipilih untuk menghasilkan output yang lebih tinggi atau lebih rendah,
com-mandable setting
untuk mengatur tegangan referensi mul-tiplexor. Band 6 muncul dikedua
channel, dengan data di channel 1 berada dalam high gain dan data di
channel 2 berada dalam
low gain.
Sensor ETM+ ditambah dengan dua sistem mo-del kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari (
dual mode solar calibrator system) dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi geometric (Hardiyanti, 2001).
Range Spektral Landsat ETM+ adalah sebagai Berikut:
Ciri
khas dari citra Landsat 7 dengan sensor ETM+ adalah jumlah band yang
terdiri dari delapan band. Band-band yang terdapat pada sensor ETM+
mempunyai kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda dalam menangkap
gelombang elektromagnetik dan dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi
seperti pada tabel. Masih banyak kegunaan lainnya dari penggunaan
Landsat 7 seperti pada tabel. Tiap band pada Landsat 7 ETM + memiliki
ukuran tersendiri.
Satelit
EROS A (diluncurkan oleh ImageSat pada tanggal 5 Desember 2000)
merupakan satelit kecil LEO dengan sistem kamera elektro optis tunggal.
EROS A mampu memperoleh data citra pankromatik beresolusi tinggi.
Sembunyikan
Program
EROS terbentuk dari sebuah kumpulan enam EROS B satelit pencitraan
dengan resolusi tinggi, menggunakan sistem dan teknologi angkasa MBT
yang terkait dengan satelit-satelit orbit terendah bumi yang terjamin.
Kinerja dari EROS A1, program EROS pendahulu dan EROS B1, satelit
pertama dari konstelasi yang digambarkan dari dokumen ini. Walaupun
satelit EROS ditempatkan diorbit sun synchronous, oleh pembuat yang
telah ditentukan, design satelit ini juga dapat di operasikan pada orbit
circular dengan ketinggian antara 480 Kms samapi dengan 700 Kms, dengan
sudut antara 40 – 130 derajat. Satelit ini akan menghasilkan pencitraan
digital pada bumi dari udara dan mengirimkannya, secara secara
langsung, sehingga sistem ini perlu untuk memilih stasiun penerima di
bumi.
Setiap satelit akan diaktifkan pada bentuk apapun dari tiga
bentuk operasinya, yang dinamakan SOP (system operating partner), PAS
(priority acquisition services), atau AAD (acqusition archiving and
distribution), seperti yang didefinisikan pada lampiran satu yang telah
ditentukan.
Satelit EROS A dirancang untuk memperbesar fleksibili-tas dalam pembuatan dan penyesuaian rencana akuisisi citra harian.
Konstelasi
satu satelit EROS A dan enam satelit EROS B akan diluncurkan lima tahun
yang akan datang. Seluruh satelit EROS akan menuju ke orbit polar, yang
sun-synchronous, sehingga seluruh citra yang direkam oleh satelit akan
diambil pada waktu lokal yang sama, setiap hari, bulan, dan tahun.
Periode orbital (waktu diambil untuk satu kali revolusi mengelilingi
bumi) untuk tiap satelit adalah 90 menit, dan berevolusi terhadap bumi
sebanyak 16 kali dalam 24 jam,dengan melewati dua atau tiga hari terang
setiap hari melalui stasiun penerima bumi, tergantung posisi lintang
stasiun.
Konstelasi akan menyediakan cakupan global, ditambah
dengan kenampakan khusus pada revisit harian suatu tempat. Kenampakan
revisit harian EROS akan tergantung pada berapa banyak satelit di orbit.
Untuk satu satelit, waktu respon rata-rata adalah 1,8 hari. Dengan 6
satelit, perekaman dapat dilakukan setidaknya sekali dalam sehari untuk
setiap lokasi tertentu dalam daerah cakupan pada stasiun penerima bumi.
Delapan satelit akan memungkinkan merevisit lebih dari dua kali dalam
sehari.
Satelit EROS A dan B1 dilengkapi dengan kamera perekaman
secara pankromatik, sehingga proses perekaman bergantung pada pergerakan
satelit. Satelit memiliki kemampuan perekaman off nadir lebih dari 45
derajat dalam segala arah. Perekaman citra menggunakan teknik pushbroom.
Satelit akan mampu merekam permukaan bumi pada setiap putaran pada saat
sudut matahari yang melewati horison lebih dari 20 derajat.