Para pendidik muslim (murobbiy) adalah
orang yang paling mulia di sisi Allah. Ucapan yang keluar dari mulutnya
adalah ucapan terbaik yang sangat bernilai tinggi. Firman Allah, "Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk,
orang-orang yang berserah diri". (QS. 41 : 33).
Rasulullah SAW menjanjikan kepada para
pembimbing kebajikan, dengan janji-janji indah dan membanggakan. Dari
Abu Mas’ud, Uqbah ibn Amr al Anzhany RA. Rasulullah bersabda, "Barang
siapa yang menuntun kepada kebajikan maka ia memperoleh pahala sebesar
pahala yang melakukannya". (HR Muslim)
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda, “Barang
siapa yang menyeru kepada kebenaran maka ia mendapatkan pahala seperti
pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang itu
sedikitpun. Dan barang siapa mengajak kepada kesesatan maka ia
mendapatkan dosa seperti dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi
dosa orang itu sedikitpun". (HR. Muslim)
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda kepada
Ali bin Abi Thalib "Jika kamu berhasil menunjuki satu orang ke jalan
kebajikan, maka itu lebih baik bagimu daripada onta merah".
Para pendidik muslim,
penerus risalah Nabi, adalah orang yang rizkinya ditanggung.oleh Allah,
karena ia sedang melaksanakan tugas dari Allah. Ia tidak mengharapkan
balasan jerih payahnya kecuali hanya berharap kepada anugerah dan
karunia Allah semata. Beginilah yang pernah dicontohkan Nabi Nuh AS. “Jika
kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak menerima upah sedikitpun
dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri”
(QS. 10 : 72)
Begitu juga dilakukan oleh Habib an Najjar yang
dikenal pula shahibu Yaasin, ketika ia membela Rasul yang sedang
dianiaya kaumnya. "Ikutilah orang yang tiada meminta balasan
kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk".
(QS. 36:21).
Pendidikan di sekitar kita, sarat dengan kegamangan. Standardisasi
Nasional Pendidikan (SNP), walaupun sudah ditetapkan dalam sebuah
Peraturan Pemerintah (PP 19/2005) tetap saja masih dipandang sebagai
sebuah "kemulukan dalam idealisme". Adapun penerapannya di lapangan
(sebut: daerah), masih sarat dengan rekayasa. Yang penting : "ADA!".
Sejauh mana kualitas dan kelayakannya, itu urusan nanti. Standardisasi
status sekolah ke dalam SSN (Sekolah Standar Nasional) atau SNBI
(Sekolah Nasional Bertaraf Internasional) dibayangi oleh inkonsistensi
kebijakan pemerintah daerah. Terkesan, masih "Project Oriented" dan
bukan "Quality Oriented". Belum termasuk merebaknya humor rakyat kecil,
"Ganti Menteri, Ganti Kurikulum". (ika benar, alamat gawat ini, karena
Mendiknas kita kan baru diganti...)
Fenomena kedua, eksistensi LPMP
(Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan). Di beberapa daerah, justru mutu dari
"si Penjamin Mutu" ini malah diragukan kalangan praktisi pendidikan itu
sendiri. Tengok saja tatkala ia menerjemahkan PP No 74/2009, penafsiran
dari tiap personal di LPMP ini kurang "senada". Terlalu berhati hati?
Tidak juga! Malahan banyak kekeliruan yang dilakukan, akibat dari
kekurangfahamannya terhadap substansi kurikulum (KTSP) yang saat ini
tengah diberlakukan di negeri ini. Ironis, kesalahan elementer masih
sering terjadi, padahal ini berhubungan dengan "policy" yang menentukan
seseorang menerima atau tidak "penghargaan" atas profesionalitasnya
sebagai guru. Beberapa kesalahan elementer itu diantaranya: salah ketik,
salah lihat berkas, dan perbedaan menafsirkan istilah. Yang semua ini
semestinya sudah ada "garansi" agar tidak ada kekeliruan.
Fenomena
ketiga, tunjangan profesi guru. Adanya program sertifikasi bagi kalangan
pendidik (guru dan dosen), di satu sisi telah menunjukkan sebuah
apresiasi dan penghargaan terhadap para pendidik yang dianggap
profesional. Akan tetapi pada sisi lainnya telah mengakibatkan
bergesernya visi, misi, dan motivasi kalangan sebagian guru. Tunjangan
profesi (yang setara dengan gaji pokok itu) telah dianggap sebagai
sesuatu yang wajib diterima oleh siapapun, asalkan lulus uji. Tidak
lulus uji portofolio, tidak apa-apa, karena ada Diklat Profesi Guru. Toh
pada akhirnyajika diklat itu diikuti dengan "baik" masih akan lulus
juga. Guru yang merasa sudah profesional, akhirnya menjadi "mudah
marah", jika haknya ada yang menghambat. Siapapun yang dianggap
penghambat itu, entah itu rekanan team teaching, kepala sekolah, atau
bahkan pejabat di instansi vertikal di atasnya. Tunjangan profesi,
akhirnya bukan lagi sebagai sebuah penghargaan, melainkan sebagai "hak"
yang tidak boleh direbut orang lain, atau sekurang-kurangnya tidak boleh
dihambat oleh orang lain.
Guru harus profesional, itu memang
tuntutan mutlak. Sebab untuk sebuah eningkatan mutu, profesionalisme
guru adalah yang pertama dan utama harus dibangun dalam sistem
pendidikan. Guru harus bersertifikat! Sangat benar, dan itu tidak hanya
karena adanya sertifikasi guru, melainkan jauh sebelum seseorang menjadi
guru yang sebenarnya di lapangan, yakni ketika setiap ia menempuh
pendidikan menjadi calon guru. (Bukankah setiap calon guru harus
memiliki Akta Mengajar?)
Guru (Saya dan mungkin Anda), tetaplah
prajurit terdepan dalam pertempuran melawan kebodohan di negeri ini.
Apapun yang ada di sekeliling kita, pergantian komandan (baca: menteri),
perubahan strategi tempur (baca: perangkat perundangundangan dan
standardisasi pendidikan), atau kenaikan pangkat keprajuritan (baca:
tunjangan profesi) seyogyanya tidak mempengarusi heroisme dalam
menegakkan "kemerdekaan" fikiran anak-anak bangsa di negeri ini. Karena
perang tetaplah perang. Pertaruhannya adalah K I T A, prajurit sejati
dalam pertempuran menumpas keterbelakangan pemikiran generasi muda kita,
anak cucu kita kelak.
Mari, untuk tetap berkomitmen positif
terhadap pendidikan, karena ia bagian paling penting dalam tanggung
jawab profesionalisme kita.
BAB V
PENGEMBANGAN KINERJA GURU
· Deskripsi umum materi
Bab ini akan membahas tentang pengembangan kinerja Guru
dengan didahului oleh penjelasan konsep Kinerja secara umum, faktor
pembentuk kinerja, model-model kinerja dan penilaian kinerja serta
fungsinya. Disamping itu dibahas juga kinerja guru berkaitan dengan
proses pembelajaran serta kinerja dalam pengembangan profesi, dan guna
memahami makna dari pengembangan profesi juga diungkapkan tentang makna
profesi serta pengembangan profesi guru sebagai tenaga pendidik.
· Tujuan Pembelajaran
Dengan mempelajari dan mendiskusikan Bab ini, Mahasiswa
pembelajar akan dapat lebih memahami tentang konsep pengembangan
kinerja serta konsep-konsep yang terkait dengannya dan aplikasinya dalam
konteks peran guru sebagai tenaga pendidik. Oleh karena itu setelah
mengkaji bahasan dalam bab ini, Mahasiswa pembelajar diharapkan dapat :
o Menjelaskan makna Kinerja
o Menjelaskan faktor-faktor
pembentuk kinerja
o Menjelaskan
teori-teori/model-model kinerja
o Menjelaskan makna manajemen
kinerja
o Menjelaskan makna pengembangan
Kinerja dan prosesnya
o Menjelaskan makna pengembangan
kinerja guru
o Menjelaskan tugas guru dalam
pembelajaran
o Menjelaskan tugas guru dalam
pengembangan profesi
o Menjelaskan implikasi pengembangan
kinerja bagi peningkatan mutu pendidikan
A. Pendahuluan
Dalam tataran mikro teknis, Guru
sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan, dia amat
menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran kepemimpinan
tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan
tugasnya, ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat
menentukan bagi mutu pembelajaran/pendidikan yang akan berimplikasi pada
kualitas output pendidikan setelah menyelasaikan sekolah.
Kinerja Guru pada
dasarnya merupakan kinerja atau unjuk kerja yang dilakukan oleh guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan
sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan
fihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses
pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan Sekolah. Dan untuk
memahami apa dan bagaimana kinerja guru itu, terlebih
dahulu akan dikemukakan tentang makna Kinerja serta bagaimana mengelola
kinerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien
B. Konsep Kinerja
Kinerja
merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance),
secara etimologis performance berasal dari kata to perform
yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance
berarti “The act of performing; execution”( Webster Super
New School and Office Dictionary), menurut Henry Bosley Woolf
performance berarti “The execution of an action” (Webster
New Collegiate Dictionary)
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau
performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu
kegiatan, oleh karena itu performance sering juga
diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memberikan pemahaman
akan maknanya
Tabel 5.1. Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja
No
|
Pengertian kinerja
|
Pendapat
|
1.
|
Performance diartikan sebagai hasil
pekerjaan, atau pelaksanaan tugas pekerjaan
|
(Pariata Westra et al. 1977:246).
|
2.
|
kinerja adalah proses kerja dari seorang individu untuk
mencapai hasil-hasil tertentu,
|
Bateman (1992:32)
|
3.
|
Prestasi Kerja atau penampilan kerja (performance)
diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang disasari oleh
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan
sesuatu,
|
Nanang Fattah (1999:19)
|
4.
|
Performance
is defined as the record of outcomes produced on a specified job
function or activity during a specific time period
|
Bernardin dan Russel dalam
Ahmad S Ruky (2001:15)
|
5.
|
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
|
A. Anwar
Prabu Mangkunegara (2001:67)
|
6.
|
basically,
it (performance) means an outcome – a result. It is the end point of
people, resources and certain environment being brought together, with
intention of producing certain things, whether tangible product or less
tangible service. To the extent that this interaction results in an
outcome of the desired level and quality, at agreed cost levels,
performance will be judged as satisfaktory, good, or excellent. To the
extent that the outcome is disappointing, for whatever reason, performance
will be judged as poor or deficient
|
Murray Ainsworth et.el (2002:3)
|
Dari
beberapa pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang
diperlihatkan oleh seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang
optimal. Dengan demikian istilah kinerja mempunyai pengertian akan
adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang
dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja seseorang akan nampak
pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya
menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut A. Dale Timpe dalam bukunya Performance
sebagaimana dikutip oleh Ch. Suprapto
(1999:14) dikemukakan bahwa Kinerja adalah akumulasi dari tiga
elemen yang saling berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat
keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke tempat
pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan, kecakapan
interpersonal dan kecakapan
teknis.
Keterampilan
diperlukan dalam kinerja karena keterampilan merupakan aktivitas
yang muncul dari seseorang akibat suatu proses dari pengetahuan,
kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Upaya dapat
digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Tingkat keterampilan berhubungan dengan apa yang “dapat
dilakukan”, sedangkan “ upaya” berhubungan dengan apa yang “akan
dilakukan”. Kondisi eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat
dilingkungannya yang mempengaruhi kinerja. Kondisi eksternal merupakan
fasilitas dan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas/kinerja
karyawan, interaksi antara faktor internal dengan eksternal untuk
menghasilkan sesuatu dengan kualitas tertentu merupakan unsur yang
membentuk kinerja, ini sejalan dengan pendapat
Dalam mencapai tujuan tidak
terlepas dari unsur manusia dan unsur non manusia. Oleh karena itu,
kinerja yang ditunjukan oleh unsur-unsur tersebut akan menunjukan
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Sebagai pegawai akan selalu dituntut tentang sejauh mana
kinerja pegawai tersebut dalam melaksanakan dan menyelesaikan
pekerjaannya, apakah mereka berkinerja tinggi/memuaskan atau berkinerja
rendah/jelek. Dengan demikian, seorang pegawai dalam penilaian kerja
oleh atasannya selalu dihubungkan dengan kinerja.
Dari pendapat di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau
prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seseorang dalam memperoleh hasil
kerja yang optimal. Sejalan dengan itu menurut pendapat Sedarmayanti
(1995:53) pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai
berikut : “Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika
memenuhi indikator-indikator antara lain : Kualitas hasil kerja,
Ketepatan waktu, Inisiatif, Kecakapan, Komunikasi yang baik”.
berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
hasil kerja yang dicapai dan dapat diperlihatkan melalui kualitas hasil
kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan dan komunikasi yang baik.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja
Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seseorang
dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu
termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak faktor yang
mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja,
maka bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis
latar belakang yang mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45)
produktivitas ditentukan oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan
kinerja pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan
motivasi. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :
Gambar 5.1. Faktor-faktor
pembentuk Produktivitas
(Sumber : Sutermeister 1976:45)
Sementara itu Gibson et al (1995: 56),
memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor–faktor
yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a. Variabel Individu, meliputi
kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat
sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul, jenis kelamin).
b. Variabel Organisasi, meliputi
sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan.
c. Variabel Psikologis yang meliputi
persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
pendapat tersebut
menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi
kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya
yang khas serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang
dapat mewujudkan suatu kualitas kinerja yang dilakukan
oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam organisasi.
Sementara
itu Zane K. Quible (2005:214) berkaitan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human
traits affect employees’ job related behaviour and performance. These
human traits include ability, aptitude, perception, values, interest,
emotions, needs and personality”. Ability atau kemampuan akan
menentukan bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaan, bakat akan
berperan dalam membantu melaksanakan pekerjaan jika ada kesesuaian
dengan jenis pekerjaannya, demikian juga halnya dengan persepsi, konsep
diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian. Semua itu
akan berpengaruh terhadap dorongan (motivasi) seseorang
dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja
memerlukan juga pembahasan tentang motivasi sebab prilaku seseorang
dalam melaksanakan pekerjaan tidak terlepas dari dorongan yang
melatarbelakanginya.
Dorongan
untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu dapat bersifat intrinsik dan
ekstrinsik, dorongan intrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam
diri seseorang dan mengarah pada suatu objek tertentu untuk berbuat
atau berprilaku, sementara dorongan ekstrinsik merupakan dorongan akibat
rangsangan-rangsangan dari luar yang dalam hal ini faktor organisasi
dan kepemimpinan dapat dipandang sebagai contoh faktor eksternal yang
akan mempengaruhi pada kinerja seseorang dalam organisasi.
Kedua
dorongan tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri maupun bersamaan,
perwujudan dalam bentuk prilaku pada dasarnya menunjukan tentang
intensitas dorongan tersebut, dimana bila intensitasnya rendah maka
kecenderungan prilakunya pun akan menunjukan kualitas yang rendah
demikian juga sebaliknya, oleh karena itu pemahaman tentang motivasi
dapat memperdalam pemahaman tentang apa dan bagaimana
prilaku seseorang dalam mengerjakan sesuatu baik dalam konteks kehidupan
pribadi maupun dalam kehidupan organisasi. Dorongan merupakan daya
penggerak kinerja, namun demikian tanpa dibarengi dengan kemampuan,
kinerja yang akan terwujud tidak akan optimal sesuai dengan yang
diharapkan
James
M. Higgins (1982:28) dalam bukunya Human Relations, Concept and
Skills mengemukakan suatu model siklis proses motivasi dan kinerja
“A cyclical Model of
the Motivation/Performance Process” dalam
bentuk bagan nampak seperti dalam gambar 2.8. Dari gambar tersebut,
nampak bahwa Kinerja seseorang berkaitan dengan berbagai faktor yang
dapat mempengaruhinya, baik yang bersifat internal yang melekat dalam
individu itu sendiri maupun yang bersifat eksternal dari lingkungan
kerja, juga Dari bagan tersebut di atas dapat deperoleh
beberapa pemahaman tentang kinerja dan motivasi, dengan disatukannya
kedua hal tersebut sebagai unsur yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor menunjukan
bahwa kinerja dan motivasi
merupakan sesuatu yang terus menerus berinteraksi,
kinerja merupakan dimensi perwujudan dari prilaku sedangkan
motivasi merupakan dimensi internal dari prilaku seseorang. Pertama ada faktor
kebutuhan yang perlu
dipuaskan dan perwujudannya ditentukan oleh bagaimana
sikap manajer dan organisasi dalam berupaya memenuhinya, keadaan ini
akan diikuti dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh organisasi dalam
menawarkan pemuas kebutuhan tersebut. Penawaran pemuasan tersebut akan
diperhatikan dan direspon sesuai
dengan pertimbangan perbandingan
antara
|
|
3.organization and
manager offer needs satisfier,
reward
|
|
|
2. are organizational and
manager aware of needs?, willing and able to offer
needs satisfier
|
|
4.employee contemplate or
does not contemplate
consequences
of actions
|
|
MOTIVATION/
PERFORMANCE
CYCLE
|
|
1.needs–unsatisfied
Satisfied
|
5.employee is motivated to
expend effort
|
|
|
10. will employee continue to be
motivated in the same way ?
|
|
6. Does Employee Have sufficient
training and abilities, what are perceived role and objective, are job
design, tools, technology appropriate
|
|
|
9.individual examines
situation or not
|
8. .needs satisfiers reward given
|
7. performance
|
Gambar 5.2. Motivation/Performance
cycle Model
(Sumber : James M. Higgins,
1982)
pemuas dan
tindakan yang disyaratkan atau diminta oleh organisasi, jika penilaian
terhadap pemuas kebutuhan tersebut positif maka seseorang
(pekerja) akan terdorong untuk melakukan atau meningkatkan upaya-upaya
dalam melaksanakan pekerjaan, namun upaya tersebut tidaklah cukup
melainkan perlu dibarengi dengan kemampuan yang berkaitan dengan
pekerjaan yang harus dilakukannya, kombinasi antara upaya yang
termotivasi dengan kemampuan akan melahirkan kinerja, dengan kinerja
yang telah diwujudkan maka akan diperoleh pemuas kebutuhan, kemudian hal
itu akan dinilai oleh pekerja yang kemudian akan memutuskan apakah akan
melanjutkan dengan kinerja yang sama atau tidak.
Kinerja
merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation).
Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1994:484) yang dikutip oleh
A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67) mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1. Faktor Motivasi
Motivasi
terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental
yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja
secara maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia
memiliki motivasi tinggi.
2. Faktor Kemampuan
Secara
psikologis kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill).
Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ
110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih
mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
berdasarkan
pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi
kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun
akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak
sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu
juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri
pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
Sementara itu
Ainsworth, et al. (2002 : 22) mengemukakan model kinerja yang
komprehensif, dimana dikatakan bahwa kinerja (performance =
P) merupakan fungsi dari kejelasan peran (role clarity =
Rc), kompetensi (competence = C), lingkungan (environment =
E), nilai (value = V), kesesuaian preferensi (preferences
fit = Pf), imbalan (reward =Rw) ditambah
umpan balik (feedback = F). Secara matematis model kinerja
tersebut dapat diformulasikan menjadi:
P = Rc
x C x E x V x Pf x Rw + F
Dimana: P (Per/ormance) Didetinisikan
dan diukur dengan cara-cara yang tepat. Apakah P = produktivitas (bisa
dikuantifikasi) atau apakah P = kinerja (pertimbnagan kualitatif) atau
apakah P = mungkin (pertimbangan subjektif yang
tinggi). Rc (role clarity) Apakah
orang-orang sebaiknya bekerja satu demi satu dan kolektif, apa yang
diharapkan dari mereka? , Kompetensi (competence) Apakah orang-orang memiliki pengetahuan
dan ketrampilan untuk mengerjakan apa yang diharapkan dari mereka?,
Kekurangan-kekurangan apa yang mungkin ada? Pengetahuan dan ketrampilan
apa yang dibutuhkan sekarang? Apa yang dibutuhkan di masa yang akan
datang?.
Lingkungan
(environment) adalah elemen-elemen
yang diperlukan untuk mengerjakan seseuatu secara kondusif yang terdiri
dari : (1) lingkungan fisik – alat-alat dan kondisi fisik tempat kerja,
(2) lingkungan manusia faktor-faktor kelompok seperti: kecocokan;
keterpaduan tim; dan faktor penting kepemimpinan, dan (3) lingkungan
organisasi – kejelasan dari struktur, sistem, titik berat dan prioritas
komunikasi, dan budaya di tempat kerja. Nilai (value) Apakah orang-orang secara
umum menerima apa yang mereka minta untuk dikerjakan dan apa yang
dilakukan oleh organisasi tidak keliru?. Kesesuaian preferensi (preference fit) Apakah
orang-orang secara umum mengetahui aktivitas pekerjaan yang mereka
inginkan? Pada tingkat mana preferensi dan permintaan individual dari
pekerjaan memperlihatkan kesesuaian bersama untuk mempengaruhi kepuasan
kerja, manajemen tim di antara kebebasan menentukan waktu dan
tugas-tugas khusus yang bisa, kesiapan untuk bekerja di luar jam normal
(bila relevan), dan retensi bakat. Imbalan (reward) Apakah orang-orang diberikan penghargaan dengan
tepat menurut harapan, kinerja, motivasi individual, dan kebutuhan
mereka untuk umpan balik? Imbalan di sini mungkin mencakup eksplisit
(sesuatu yang manajer atau organisasi tentukan atau katakan) atau
intrinsik terhadap pekerjaan langsung (imbalan yang memotivasi individu
secara).
Sedangkan
Umpan balik (feedback) adalah salah
satu ketrampilan kunci di dalam mengembangkan dan memelihara kinerja
yang baik adalah memberikan umpan bailk. Bila pemberian umpan balik
dilakukan dengan balk maka akan dapat membantu memecahkan masalah,
mengurangi ketidakpastian, membangun hubungan kerja yang positif,
membangun kepercayaan dan kerja tim yang efektif, dan memperbaiki
kualitas kerja. Umpan balik yang diberikan bisa positif dan negatif.
Sementara itu Dale Furtwengler (2000:90-92) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kinerja adalah : Keterampilan
innterpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk perubahan,
kreativitas, keterampilan berkomunikasi, dan inisiatif
Dari
beberapa pendapat Pakar sebagaimana dikemukakan terdahulu, bila
digabungkan nampak bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi Kinerja
yaitu : Kemampuan (ability), Motivasi, Bakat (aptitude), Persepsi
(perception), Kreativitas, inisiatif, Nilai-nilai
(values), imbalan (reward =Rw), Minat (interest),
Emosi (emotions), Kebutuhan (needs), Kepribadian
(personality), Kejelasan peran
(role clarity = Rc),
Kompetensi (competence = C),
Lingkungan (environment = E), Nilai (value = V), Kesesuaian preferensi (preferences fit = Pf), Umpan balik (feedback = F), Keterampilan
innterpersonal, Mental untuk sukses, Terbuka untuk perubahan,
Keterampilan berkomunikasi
Berdasarkan
beberapa pendapat ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja,
penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja pegawai akan efektif apabila
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, dan ini berarti
bahwa upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai kearah yang diinginkan
oleh organisasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tuntutan
perubahan, jelas menuntut pencermatan akan faktor-fakor tersebut, baik
itu faktor dari dalam (intern) individu itu sendiri maupun faktor
ekstern. Hal inipun berlaku dalam kaitannya dengan kinerja inovatif,
dimana jika kinerja inovatif ingin ditumbuh kembangkan dalam suatu
organisasi, maka kondisi-kondisi/faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya perlu mendapat perhatian, sehingga kebijakan pimpinan
dalam organisasi dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi
terwujudnya hal tersebut.
D. Manajemen Kinerja
Secara umum, Sumberdaya
manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready,
willing, and able to contribute to organizational goals (Wherther
and Davis, 1993:635), Sumberdaya manusia dalam organisasi akan berperan
dalam kegiatan organisasi melalui kinerjanya dalam menjalankan tugas dan
peran yang diembannya dalam organisasi. Oleh karena itu kontribusi
Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan
memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam melaksanakan
tugas dan perannya agar dapat memberikan kontribusi optimal dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi, sehingga mereka dapat memberi sumbangan
yang makin meningkat bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya
kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja
organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan
kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan
terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen
Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan
perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and
Jackson, 1997:32). Aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi
penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi
terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa mereka, mengembangkan
keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi,
dan menjamin mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi
merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi
(De Cenzo&Robbin, 1999:8). Sementara itu, menurut Barney
(Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia dapat mendukung
keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan
kompetensi SDM dalam organisasi.
Manajemen Sumber
Daya Manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang mengatur
proses pemanfaatan Sumber Daya Manusia secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu
pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang
cukup potensial dan sangat menentukan dalam suatu organisasi, dan perlu
terus dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal
bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
Dalam era yang
penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh manajemen Sumber
Daya Manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan cepat dan
meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan
sumber-sumber lain Mathis (2001:4) menyimpulkan bahwa tantangan yang
dihadapi oleh manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut (a)
perekonomian dan perkembangan teknologi; (b) ketersediaan dan kualitas
tenaga kerja; (c) kependudukan dengan masalah-masalahnya; (d)
restrukturisasi organisasi. Oleh karena itu mengelola Sumberdaya manusia
menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu
organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak pada kesulitan
organisasi menghadapi berbagai tantangan dalam pencapaian tujuannya.
Manajemen
Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang akan menentukan pada kinerja
individu yang berperan dalam organisasi, yang pada gilirannya akan
berdampak pada pada kinerja organisasi, ketepatan memanfaatkan dan
mengembangkan Kinerja Sumber Daya Manusia serta mengintegrasikannya
dalam suatu kesatuan gerak dan arah organisasi akan menjadi hal penting
bagi peningkatan kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menurut Lunenburg dan Ornstein
(2004:53), dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusia, terdapat enam
program yaitu :
1. Human resource planning
2. Recruitment
3. Selection
4. Professional develepment
5. Performance appraisal
6. Compensation
Human resource planning merupakan perencanaan Sumberdaya
Manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan akan personel pada saat ini
dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu melakukan analisis
tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan personil. Recruitment
adalah paya pemenuhan personil melalui pencarian personil yang sesuai
dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana Sumber Daya Manusia yang
telah ditentukan. Kemudian dari pendaptar yang diperoleh dalam
rekrutmen, dilakukanlah selection untuk menentukan persenonil
yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.
Apabila Personil yang
dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya Manusia
yang amat diperlukan adalah Professional development atau
pengembangan profesional yang merupakan upaya untuk memperbaiki,
mengembangkan dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi. Dalam hubungan
ini maka diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance
appraisal) sebagai upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja
personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam menentukan
kebijakan kompensasi (compensation) serta pengembangan kinerja
dan karir personil.
Manajemen Sumberdaya manusia
dalam suatu organisasi pada dasarnya hanyalah suatu cara atau metode
dalam mengelola Sumber Daya Manusia agar dapat mendukung dalam
pencapaian tujuan organisasi, melalui upaya-upaya yang dapat
mengembangkan kompetensi dan kinerja Sumber Daya Manusia dalam
menjalankan peran dan tugasnya dalam suatu organisasi, oleh karena itu
tujuan dari Manajemen Sumber Daya Manusia adalah memanfaatkan dan
mengembangkan sumberdaya manusia dalam organisasi untuk bekerja dengan
baik dalam mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Wherther dan Davis (1993:10) ”the purpose of human
resources management is to improve the productive contribution of people
to the organization in an ethical and sosially responsible way”. Sementara itu secara rinci Wherther
dan Davis (1993:11) menyatakan bahwa tujuan dari pada
manajemen sumberdaya manusia adalah :
a. ”Societal objective. To be ethically and
sosially responsible to the needs and challange of society while
minimizing the negative impact of such demand upon thr organization
b. Organizational
objective. To recognize that human resource management
exists to contribute to organizational effectiveness. Human resource
management is not an end in itself; it is only a means to assist the
organization with its primary objectives. Simply stated, the departement
exists to serve the rest of the organization
c. Functional objective. To maintain the
department’s contribution at a level appropriate to the organization’s
needs. Resourcesare wasted when human resource management is more or
less sophisticated than the organization demand. The department’s level
of service must be tailored to the organization it serve
d. Personal objective. To assisst employees
in achieving their personal goal, at least insofar as these goals
enhance the individual’s contribution to the organization. Personal
objective of employees must be met if workers are to be maintained,
retained, and motivated. Otherwise, employee performance and
satisfaction may decline, and employees may leave the organization”
Manajemen Sumberdaya manusia mempunyai tujuan
yang luas dari mulai tujuan kemasyarakatan sampai tujuan personal, dalam
hubungan ini upaya mengelola Kinerja pegawai pada dasarnya merupakan
upaya untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuannya dalam konteks
peningkatan kontribusi kinerjanya bagi organisasi. Oleh
karenanya, Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai salah satu bagian dari
Manajemen Organinisasi
secara
keseluruhan jelas akan berpengaruh pada bidang-bidang manajemen lainnya,
karena pada dasarnya semua organisasi itu bergerak dan berjalan karena
adanya aktivitas dan kinerja Sumber Daya Manusia yang bekerja dalam
organisasi. Dengan demikian nampak bahwa manajemen sumberdaya manusia
sangat penting peranannya dalam suatu organisasi termasuk dalam lembaga
pendidikan seperti sekolah yang juga memerlukan pengelolaan Sumberdaya
manusia yang efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi
melalui pengembangan kinerja individu yang bekerja di dalamnya.
Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada
dasarnya berimplikasi pada perlunya sekolah mempunyai Sumber Daya
Manusia pendidikan baik Pendidik maupun Sumber Daya Manusia lainnya
untuk berkinerja secara optimal, dan hal ini jelas berakibat pada
perlunya melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan
tuntutan legal formal seperti kualifikasi dan kompetensi,
maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di era
globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas Sumber Daya Manusia yang
makin meningkat yang mempunyai sikap kreatif dan kinerja yang inovatif
serta siap dan mampu dalam menghadapi ketatnya persaingan.
Pengembangan Sumber Daya Manusia pendidik/Guru menjadi faktor
yang akan sangat menentukan dalam mendorong kinerja Guru agar semakin
meningkat. Peningkatan tersebut tidak hanya berimplikasi kuantitas namun
juga kualitas mengenai bagaimana kinerja mereka dilaksanakan, dan dalam
kontek perubahan dewasa ini kinerja inovatif menjadi suatu tuntutan
yang makin mendesak untuk dapat dilaksanakan oleh guru dalam
melaksanakan peran dan tugasnya sebagai pendidik sehingga dapat
melahirkan lulusan yang kreatif dan inovatif yang dapat bersaing di era
global dewasa ini. Dengan demikian upaya untuk terus mengembangkan
kinerja guru menjadi suatu yang berperan penting dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan, dan hal ini memerlukan manajemen kinerja yang
tepat sesuai dengan konteks organisasi sekolah.
a. Konsep
manajemen Kinerja
Meningkatnya kualitas Sumberdaya manusia akan
termanifestasikan dalam Kinerja SDM dalam melaksanakan tugas dan peran
yang diembannya sesuai dengan tuntutan Organisasi, oleh karena itu upaya
mengelola dan mengembangkan Kinerja individu dalam organisasi menjadi
hal yang sangat penting dalam membangun dan mengembangkan kemampuan
organisasi untuk dapat berperan optimal dalam masyarakat. Dalam hubungan
ini, maka Manajemen Kinerja menjadi faktor yang sangat strategis dalam
upaya untuk terus meningkatkan dan mengembangkan Kinerja Individu sesuai
dengan tuntutan perubahan, baik tuntutan internal organisasi, maupun
tuntutan akibat dari factor eksternal, untuk itu berikut ini akan
dikemukakan beberapa pengertian tentang Manajemen Kinerja untuk memberi
pemahaman lebih jauh tentang Manajemen Kinerja.
Tabel 5.2.
Pendapat para Pakar tentang Manajemen Kinerja
No
|
Pengertian
Manajemen kinerja
|
Pendapat
|
1.
|
Performance Management… the
process of identifying, evaluating, and developing the work performance
of employees in the organization
|
Russel
Landsbury dalam Stone (1991:92).
|
2.
|
Performance management is a means of getting
better results from the organization, teams, and individuals by
understanding and managing performance withing an agreed framework of
planned goal, standards and attribute/competence requirement
|
(Armstrong,
1995:23)
|
3.
|
Manajemen kinerja adalah komunikasi
yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan,
antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya
|
Bacal
(2001:3)
|
4.
|
Manajemen kinerja berkaitan dengan
usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh
pimpinan organisasi untuk “merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan
prestasi karyawan
|
Ruky
(2001:6)
|
5.
|
Performance management.. means through which
managers ensure that employees’ activities and output congruent with the
organization’s goals
|
(Noe,
et al., 2006:71)
|
6.
|
Performance management. A broad process that
requires managers to define, facilitate, and encourage performance by
providing timely feedback and constantly focusing everyone’s attention
on the ultimate objective
|
(Cascio,
2006:683)
|
7.
|
Manajemen kinerja merupakan gaya
manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pad akinerja
yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan
menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai
kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi
|
Wibowo
(2007:9)
|
8.
|
Performance management.. is the process by
which executives, managers, supervisors work to align employee
performance with the firm’s goals
|
(Ivancevich,
2007:251)
|
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa manajemen
kinerja merupakan suatu proses yang dapat mendorong pada pengembangan
kinerja baik kinerja individu, team, maupun organisasi kearah yang lebih
baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan antara
pimpinan dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh
organisasi. Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk
menjadikan kinerja sebagai pusat perhatian dalam meningkatkan dan
mengembangkan kinerja individu dan tim agar dapat memberi kontribusi
yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi.
Dengan demikian manajemen kinerja dalam suatu organisasi
menempati posisi penting dalam meningkatkan kinerja organisasi yang akan
sangat menentukan bagi keberlangsungan organisasi dalam menjawab dan
mengantisipasi perubahan yang terjadi akibat globalisasi dengan tingkat
persaingan yang makin tinggi. Darryl D. Enos (2000:4-6) mengemukakan
beberapa faktor kuat yang mendorong pada makin pentingnya manajemen
kinerja yaitu :
· Competition
· An increase in customer
knowledge and demand
· Rapid technology changes
· Human resources needs and
desires
· The human being have a powerful
need to be competent
· Incredible and growing knowledge
availability
Dengan kondisi
yang demikian, maka upaya untuk terus mengembangkan kinerja ke arah
yang lebih sesuai dengan tujuan organisasi serta tuntutan perubahan
menjadi suatu hal yang sangat strategis dalam suatu organisasi, apalagi
bila mengingat bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat sangat cepat
dan memerlukan respon yang adaptif dan proaktif, oleh karena itu
manajemen kinerja dapat menjadi cara yang tepat dan menentukan bagi
upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dari mulai
tingkatan strategis organisasi sampai dengan tingkatan individu dalam
menghadapi semua tuntutan akibat perubahan yang terjadi.
b. Tujuan
Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja mempunyai cakupan yang luas dari mulai
tingkatan organisasi sampai dengan tingkatan individu pegawai, hal ini
sejalan dengan pendapat Murray Ainsworth, Smith dan Millership (2002)
yang menyatakan bahwa manajemen kinerja dapat dilihat dari sudut
Organisasi, dari sudut tim dan individu. Dari sudut organisasi,
manajemen kinerja menunjukan kinerja organisasi yang mencakup konsep
visi, spesifikasi misi, pengembangan strategi serta spesifikasi tujuan,
sementara itu dari sudut tim dan individu manajemen kinerja menunjukan
kinerja individu atau tim yang mencakup perencanaan untuk individu atau
tim, pengukuran kinerja, penilaian kinerja, dan diagnosis serta bantuan
bagi individu atau kelompok untuk mengembangkan kinerjanya
Manajemen kinerja menduduki peran penting baik dilihat dari
segi individu maupun organisasi dalam kegiatan suatu organisasi, hal ini
karena pada dasarnya Manajemen Kinerja dapat membantu upaya organisasi
dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kinerja agar sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh organisasi, Performance Management is a process which is designed
to improve organizational, team and individual performance and which is
owned and driven by line managers (Armstrong, 1995:13). Menurut Bacal (2001:4) manajemen kinerja meliputi upaya
membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
· fungsi kerja esensial yang
diharapkan dari para karyawan
· seberapa besar kontribusi
pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi
· apa arti konkritnya “melakukan
pekerjaan dengan baik”
· bagaimana karyawan dan penyelia
bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan
kinerja karyawan yang sudah ada sekarang
· bagaimana prestasi kerja diukur
· mengenali bagaimana hambatan
kinerja dan bagaimana menyingkirkannya
manajemen
kinerja menduduki posisi strategis dalam suatu organisasi, upaya untuk
terus meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dalam menghadapi
tuntutan dan tantangan yang datang baik dari dalam maupun dari luar akan
sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi mengelola kinerjanya dalam
melaksanakan perannya di masyarakat. Kedudukan penting dari manajemen
kinerja tersebut disebabkan oleh tujuannya yang secara spesifik untuk
meningkatkan/memperbaiki pencapaian tujuan, pengetahuan, keterampilan
dan kompetensi yang menyeluruh serta untuk meningkatkan keefektifan
kinerja sehari-hari (Armstrong, 1995:23), dengan demikian tujuan utama
dari sistem manajemen kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja
organisasi, tim dan individu dalam suatu keterkaitan (Ainsworth, et al,
2002:29).
Selain menciptakan keterkaitan antara tataran organisasi dan
individu, serta penentuan target kinerja, langkah lainnya yang sama
penting dalam konteks manajemen kinerja adalah menentukan :
· when and how the individual
receives feedback and coaching about progress he or she is making
against these targets
· how these targets are reiviewed
· what assistance he or she needs
to meet these targets, and
· what specific training and
development he or she needs, both ini the short and in the longer term
(Ainsworth, et al, 2002:30)
Manajemen
kinerja akan dapat membantu organisasi dalam mengintegrasikan tujuan
organisasi, team dan individu serta guna mencapai suatu perubahan budaya
dan prilaku dalam kinerja melalui upaya pemberdayaan dan pengembangan
personal pegawai sehingga dapat dicapai suatu tingkat kinerja organisasi
yang tinggi secara keseluruhan, sementara itu Carnegie Human Resources
Management (2007:3) menyatakan sebagai berikut
Performance management is a continuous process
of supervisors and employees working together to:
· Set performance expectations linked to
organizational objectives;
· Establish criteria against which individual and
unit performance can be measured;
· Identify areas for competency improvement;
· Provide performance feedback;
· Continually enhance performance.
The goal of performance
management is to help employees improve their performance and their
effectiveness.
Proses
kerjasama yang terus menerus antara pimpinan/supervisor dan pekerja
menjadi hal utama dalam manajemen kinerja dalam menentukan harapan
kinerja yang terkait dengan tujuan organisasi, menentukan kriteria dan
pengukuran kinerja individu, menentukan upaya perbaikan, menyediakan
umpan balik serta peningkatan/pengembangan kinerja yang
berkesinambungan.
Armstrong (1995:25), secara lebih rinci mengemukakan tujuan
dari manajemen kinerja mencakup hal-hal berikut:
· Achieve sustainable improvements
in organizational performance
· act as a lever for change in
developing a more performance orientated culture
· increase the motivation ond
commitment of employees
· enable individuals to develop
their abilities
· develop constructive and open
relationships between individuals and their managers
· provide a framework for the
agreement of objectives as expressed in targets and standards of
performance
· focus attention on the
attributes and competences required to perform effectively and what
should be done to develop them
· provide for accurate and
objective measurement and assessment of performance
· to enable individual with their
managers to agree improvement plans and methods of implementing them
· provide opportunity for
individuals to express their aspiration and concerns about their work
· provide a basis for rewarding
people
· demonstrate to everyone that
organization values them as individuals
· assist in empowering people –
giving people more scope to take responsibility for the exercise control
over their work
· help to retain high quality
people
· support total quality management
initiatives
tujuan
manajemen kinerja sebagaimana dekemukakan di atas, menunjukan suatu
keterkaitan antara tujuan yang bersifat organisasi dan tujuan individu
dalam konteks organisasi, hal penting berkaitan dengan pegawai adalah
tujuan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai dalam
memberikan kontribusi bagi organisasi, ini berimplikasi pada perlunya
organisasi mendorong pada terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap
pegawai mengembangkan kompetensi dan kemampuannya dalam mengembangkan
kinerja mereka dalam organisasi, dan upaya tersebut jelas merupakan
suatu proses yang berkelanjutan dalam kerangka membangun dan
mengembangkan organisasi agar lebih mampu dalam menghadapi berbagai
tantangan perubahan yang terjadi di masyarakat.
c. Proses
manajemen Kinerja
Manajemen kinerja merupakan suatu proses sistematis, terdiri
dari langkah-langkah yang mencakup perencanaan kinerja, riview dan
diskusi kinerja, evaluasi kinerja dan tindakan adaptif dan korektif
untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi gap/kesenjangan kinerja
(Ainsworth, et al, 2002:31). Proses manajemen kinerja melakukan
pendekatan yang bersifat menyeluruh (holistik) untuk mengelola kinerja
yang menjadi kepentingan organisasi, karena manajemen kinerja
bersangkutan dengan masalah pengelolaan semua sumber daya dalam
organisasi yang menjadi masukan, proses pelaksanaan kinerja, hasil
kinerja, dan manfaat serta dampak dari suatu kinerja (Wibowo, 2007:18).
Dengan demikian manajemen kinerja mencakup suatu proses pelaksanaan
kinerja, tentang bagaimana kinerja dijalankan.
Dengan demikian, manajemen kinerja merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, melakukan pengembangan dan perbaikan secara
berkelanjutan atas kinerja, disamping keterkaitannya dengan penciptaan
budaya dimana pembelajaran dan pengembangan organisasi dan
individu. Proses tersebut sudah tentu terdiri dari langkah-langkah yang
menurut Ainsworth, et al., (2002:32) langkah-langkah tersebut merupakan
suatu siklus yang berjalan secara terus menerus, yang bila digambarkan
nampak sebagai berikut :
Corrective and adaptive
action
|
Regular review and
discussion of performance
|
Formal
performance review discussion (include self-assesment annually
|
Identify
performance improvement and development needs and agreed on improvement
and development plan annually
|
Action taken to achieve individual goals and targets
|
Action taken to implement performance improvement and
development plan
|
Establish, agree to and
commit to performance objectives, goals and targets annually
|
Mutually review progress against objectives on an agreed regular
basis quarterly
|
Gambar 5.3. The Performance Management Cycle
(Sumber: Ainsworth, et al., 2002:32)
Perencanaan kinerja merupakan tahapan awal yang dilakukan
dalam Manajemen kinerja. Dalam tahapan ini tujuan dan target kinerja
ditentukan melalui komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan
pegawai/karyawan. Dalam perencanaan kinerja dirancang kegiatan yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, dan untuk melakukan
hal tersebut, menurut Wibowo (2007:35) diperlukan penyediaan sumber daya
yang diperlukan serta waktu untuk melakukannya.
Setelah rencana kinerja tersusun dan disepakati bersama oleh
pimpinan dengan pegawai, tahapan berikutnya yang perlu dilakukan dalam
manajemen kinerja adalah riview kinerja serta mendiskusikannya. Riview
kinerja ini dimaksudkan untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan
pegawai telah sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan.
Tahapan ini dilakukan dengan cara pimpinan dan pegawai mendiskusikannya
dengan mengacu pada rencana kinerja, dan bila ditemukan berbagai masalah
maka upaya pemecahannya dilakukan secara bersama, sehingga perbaikan
yang diperlukan didasarkan pada hasil pemikiran bersama
antara pimpinan dengan pegawai. Riview dan diskusi kinerja sangat
penting dalam rangka mengidentifikasi hambatan yang
dihadapi oleh pegawai dalam mencapai tujuan dan rencana kinerja,
mengidentifikasi bantuan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
rencana kinerja serta mengkaji apakah tujuan kinerja yang ditetapkan
masih relevan atau perlu dilakukan penyesuaian (Ainsworth, et.al,
2002:33).
Penyesuaian dalam manajemen kinerja merupakan hal penting
sebagai upaya untuk terus menerus memperbaiki kualitas kinerja, apalagi
jika mengingat pada perubahan lingkungan organisasi yang amat cepat
berubah baik dalam lingkungan internal maupun eksternal, sehingga
adaptasi terhadapnya jelas memerlukan penyesuaian yang cepat dan tepat,
agar organisasi dan kinerja pegawai dapat selalu memenuhi tuntutan yang
berubah tersebut
Evaluasi kinerja merupakan tahapan penting lainnya dalam
manajemen kinerja. Evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh pegawai itu
sendiri (self-assessment) maupun oleh pimpinan. Pimpinan perlu menggali
data dan informasi yang akurat berkaitan dengan kinerja pegawai, dan
tahapan riview dapat memberi gambaran akan kondisi kinerja pegawai,
sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi penilaian
kinerja.
Namun demikian penyesuaian itu tidak menjadi akhir dari
manajemen kinerja, sebab diperlukan langkah berikutnya yakni evaluasi
terhadap kinerja yang telah disesuaikan. Oleh karena itu tahapan
berikutnya adalah tindakan koreksi dan penyesuaian kembali, dalam
tahapan ini tindakan untuk memperbaiki kinerja dengan acuan rencana
menjadi hal penting, namun demikian upaya untuk melakukan penyesuaian
kembali juga perlu dilakukan, dan hal ini akan berkaitan dengan upaya
lanjutan dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai. Upaya ini
perlu dituangkan dalam suatu rencana pengembangan (development plan)
kinerja sesuai dengan hasil evaluasi dan tuntutan akan peran organisasi
yang terus meningkan dalam era perubahan dewasa ini.
Sementara itu
Lansbury dalam Stone (1991:91) mengemukakan proses manajemen kinerja
sebagai berkut :
Action to improve
performance
· of individual
· of the Organization
|
Appraising and
councelling
· In term of performance
· In regard to needs
|
Riview and
Evaluation
· of Objective
· of Performance
|
Gambar 5.3. The Process of Performance Management
(Sumber
Lansbury dalam Stone (1991:91)
dari bagan tersebut nampak bahwa pada prinsipnya
proses manajemen kinerjas selalu dimulai dengan tahapan perencanaan
kinerja sebagai dasar untuk melihat, meriview dan mengevaluasi kinerja
dan kemudian upaya-upaya penyesuaian, pengembangan dan perbaikan
dilakukan guna mencapai tujuan dan target kinerja sesuai dengan
perencanaan kinerja yang telah ditetapkan serta tuntutan perubahan yang
terjadi baik dalam internal organisasi maupun dari lingkungan eksternal.
Dalam
implementasi Manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target
kinerja individu dan organisasi menjadi prasyarat penting yang akan
menentukan pada efektivitas manajemen kinerja, apabila terjadi ketidak
sinkronan, maka riview dan evaluasi kinerja akan sulit dilakukan. Bila
hal ini tidak dapat dilakukan maka upaya perbaikan, pengembangan kinerja
pegawai tidak dapat dilakukan, sehingga tujuan dari manajemen kinerja
tidak akan tercapai. Oleh karena itu komunikasi antara pimpinan dan
pegawai harus dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat secara dini
mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan kinerja individu yang juga akan
berdampak pada kinerja organisasi, sehingga tujuan organisasi tidak
dapat dicapai
d.
Penilaian Kinerja
Kinerja baik secara individu maupun
organisasi mempunyai peran yang besar dalam keberlangsungan organisasi
menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat, setiap organisasi perlu
memperhatikan bagaimana upaya untuk terus meningkatkan kinerja
karyawannya agar dapat memberi kontribusi optimal bagi meningkatnya
kinerja organisasi. Dengan demikian perhatian pada kinerja harus menjadi
fokus dan semangat organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Peter F
Drucker yang dikutif oleh V.P. Michael (1989:30) “The
focus of the organization must be on performance. The first requirement
of the spirit of organization is high performance standard, for the
group as well as for each individual”
Untuk itu organisasi perlu memahami
bagaimana kondisi kinerja pegawai untuk dapat melakukan pengelolaan dan
pengembangan bagi kepentingan organisasi, untuk itu diperlukan suatu
penilaian kinerja dalam rangka tersebut. Penilaian Kinerja merupakan
tahapan penting dalam manajemen kinerja sustu organisasi, dalam tahapan
ini dapat diperoleh informasi yang dapat dijadikan dasar bagi kebijakan
yang berkaitan dengan pengembangan Sumberdaya Manusia, baik itu
kebijakan penggajian, promosi, demosi dan sebagainya. Penilaian kinerja
merupakan suatu kegiatan guna menilai prilaku pegawai
dalam pekerjaannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berikut
ini akan dikemukakan beberapa pengertian penilaian kinerja yang
dikemukakan para pakar :
Tabel 5.5. Pendapat Para Pakar
tentang Penilaian kinerja
No
|
Pengertian k Penilaian inerja
|
Pendapat
|
1.
|
“Performance
appraisal may be defined as a process of arriving at judgement about an
individual’s past or present performance against the background of
his/her environment and about his/her future potential for an
organization”,
|
Castetter
(1996:270)
|
2.
|
“evaluasi kinerja adalah proses
dimana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk
menjawab pertanyaan, seberapa baikah kinerja seseorang karyawan pada
suatu periode tertentu ?”
|
Robert
Bacal (2001:113)
|
3.
|
Penilaian pelaksanaan pekerjaan
(kinerja) adalah suatu sistem yang dugunakan untuk menilai
dan mengetahui sejauh mana seorang telah melaksanakan pekerjaan
masing-masing secara keseluruhan, lebih lanjut menyatakan bahwa
|
John Suprihanto (2000:1)
|
4.
|
Performance appraisal is a formal management
system that provides for the evaluation of the quality of
individual’a performance in an organizatioan
|
Dick
Grote (2002:1)
|
5.
|
Performance appraisal is the process of
determining how well individuals are meeting the work requirements of
their job
|
Rothwell
(2005:193)
|
Dari beberapa pengertian di atas, nampak
bahwa penilaian kinerja pada dasarnya merupakan langkah yang diperlukan
untuk mengetahuai kondisi kinerja pegawai. Pengetahuan ini akan sangat
membantu dalam mengelola dan memanfaatkan pegawai dan mengembangkannya
untuk pencapaian tujuan organisasi. Dengan penilaian kinerja dapat
diketahui bagaimana prestasi kerja pegawai, kinerja yang terjadi, serta
potensi-potensi yang mungkin dapat dikembangkan bagi kepentingan
organisasi.
Dengan demikian,
penilaian Kinerja atau penilaian prestasi kerja merupakan
langkah penting dalam melihat suatu kondisi organisasi serta orang-orang
yang berada di dalamnya, sehingga dapat diperoleh
informasi penting bagi pengembangan organisasi baik secara individual
maupun kelembagaan. Secara umum perlunya penilaian kinerja
menurut Gary Dessler (1998:2) adalah untuk memberikan informasi tentang
dapat dilakukannya promosi dan penetapan gaji dan memberi peluang untuk
meninjau prilaku yang berhubungan dengan kinerja bawahan/pegawai.
Adapun tujuan dari penilaian kinerja Castetter (1996:277) menyatakan
sebagai berikut :
“most of the purpose of evaluation can be grouped into
the five following categories:
(a) determine
personnel employment status
(b) implement
personnel action
(c) improve
individual performance
(d) achieve
organizational goals, and
(e) translate the
authority system into control that regulate performance
Mengetahui kondisi yang ada dari kinerja pegawai serta
bagaimana meningkatkan kinerja mereka merupakan hal penting dalam upaya
meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
dengan adanya penilaian kinerja, manajemen organisasi dapat mengelola
Sumber Daya manusia secara efektif dan efisien, serta dapat ditentukan
pengembangan SDM yang bagaimna yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas kinerja pegawai.
Sementara itu menurut Ahmad S Ruky (2001:20-21)
penilaian prestasi kerja mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan
prestasi kerja karyawan baik secara individu maupun sebagai kelompok.
2. Mendorong
kinerja Sumber Daya Manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam
kenaikan produktivitas.
3. Merangsang minat
dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan
prestasi kerja.
4. Membantu
perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan
karyawan yang lebih tepat guna.
5. Menyediakan
alat/sarana untuk membandingkan
prestasi kerja pegawai dengan
gajinya atau imbalannya
6. Memberikan
kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan
atau hal-hal yang ada kaitannya
lebih lanjut menurut Wayne F. Cascio (dalam
Sahlan Asnawi,1999:145) sebagaimana
dikutif oleh Sahlan Asnawi penilaian Kinerja bertujuan :
1. sebagai dasar
pemberian reward and punishment
2. sebagai kriteria
dalam riset personil
3. sebagai
prediktor
4. sebagai dasar
untuk membantu merumuskan tujuan program training
5. sebagai feedback
bagi karyawan itu sendiri
6. sebagai bahan
kaji bagi organisasi dan pengembangannya
dengan demikian penilaian kinerja dalam setiap organisasi
mutlak diperlukan, karena akan mendorong peningkatan kualitas
organisasi serta unsur-unsur di dalam organisasi yang bersangkutan.
Evaluasi atau penilaian Kinerja dapat menjadi landasan penting bagi
upaya meningkatkan produktivitas suatu organisasi serta dapat menjadi
umpan balik atas kinerja untuk melihat hubungannya dengan tujuan dan
sasaran sebagaimana dikemukakan oleh para akhli dari LAN bahwa
evaluasi kinerja merupakan suatu proses umpan balik
atas kinerja di masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas
di masa mendatang. Sebagai suatu proses yang berkelanjutan, evaluasi
kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam
hubungannya terhadap tujuan dan sasaran (2001:6)
dengan memahami uraian di atas nampak bahwa masalah kinerja
merupakan hal yang sangat penting untuk mendapat perhatian
sungguh-sungguh dalam setiap organisasi. Untuk itu posisi penilaian
kinerja menjadi sangat penting sebagai upaya untuk memahami kondisi
kinerja aktual dalam perbandingannya dengan kinerja seharusnya yang
diharapkan oleh suatu organisasi, dan untuk melaksanakan penilaian
kinerja dengan baik diperlukan persyaratan tertentu dimana Cascio
(dalam Glueck, 1982:393) mengemukakan delapan persyaratan agar evaluasi
kinerja dapat berhasil dengan baik yaitu :
1. Appraisal
should be based on analysis of job requirements and performance
standards
2. Performance
standards must be behaviourally based
3. They must be
understood by employees
4. Each performance
dimension should contain only homogeneous activities so as to minimize
overlap among dimension
5. Abstract trait
names should be avoided
6. scale anchors
should be brief and logically consistent
7. The system must
be validated
8. A mechanism for
employee appeal must be provided
Suatu hal yang sangat penting dalam penilaian kinerja adalah
obyektivitas, artinya penilaian tidak boleh didasarkan
pada suka tidak suka melainkan harus mengacu pada suatu yang obyektif
dan baku, untuk itu diperlukan penentuan standar atau
ukuran-ukuran kinerja yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi
terhadap kinerja.
Dalam mewujudkan kinerja yang baik
diperlukan evaluasi, baik evaluasi proses ataupun evaluasi hasil akhir,
dan agar penilaian kinerja itu dapat mencapai tujuannya, maka dalam
pencapaian tersebut diperlukan pedoman-pedoman yang merupakan dasar bagi
penilaian agar diperoleh tingkat obyektifitas yang baik. Dengan
demikian untuk mengetahui kualitas kinerja seorang pegawai atau karyawan
diperlukan suatu performance appraisal atau penilaian kinerja,
dan hal ini dapat dilakukan bila ada standar kinerja sebagai dasar agar
dapat diketahui perbandingan antara kinerja aktual dengan kinerja yang
ideal (seharusnya). Standar kinerja dimaksudkan untuk
menjaga agar penilaian kinerja yang dulakukan dapat bersifat objektif.
Lebih jauh agar obyektivitas dalam penilaian
kinerja dapat tercipta, maka perlu dihindari beberapa kesukaran dalam
pelaksanaannya yaitu :
1. kekurangan
standar
2. standar yang
tidak relevan atau subyektif
3. standar yang
tidak realistis
4. ukuran yang
jelek atas kinerja
5. kesalahan
menilai
6. umpan balik yang
jelek terhadap karyawan
7. komunikasi yang
negatif
8. kegagalan untuk
menerapkan data evaluasi (Gary Dessler. 1998:4)
apabila masalah-masalah seperti tersebut di atas dapat
dihindari, maka pelaksanaan penilaian kinerja dapat dipertanggung
jawabkan dalam segi keobyektifannya, serta tujuan dilaksanakannya
penilaian kinerja dapat tercapai secara optimal sehingga dapat diperoleh
manfaat yang besar bagi peningkatan kinerja dan produktivitas
organisasi.
E. Pengembangan
Kinerja
Sebagaimana
dikemukakan terdahulu, bahwa manajemen kinerja merupakan suatu upaya
untuk mencapai peningktan yang terus menerus dalam kinerja baik kinerja
individu pegawai maupun kinerja organisasi, maka upaya untuk
mengembangkan dan meningkatkan kinerja menjadi hal yang amat menentukan
dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen kinerja pada akhirnya harus
dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi kesenjangan kinerja
antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan sesuai rencana dan
target kinerja yang telah ditentukan. Disamping itu,
meningkatnya tuntutan masyarakat akan peran organisasi serta perubahan
dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sebagai dampak
dari globalisasi dewasa ini, jelas memerlukan respon organisasi untuk
secara terus menerus melakukan peninjauan akan rencana dan target
kinerjanya, agar respons organisasi terhadap semua itu akan tepat dan
efektif, sehingga peran organisasi akan tetap dirasakan secara lebih
baik dan meningkat oleh masyarakat.
Dengan
demikian, maka diperlukan upaya organisasi untuk terus menerus
mengembangkan kinerja pegawai agar dapat mengantisipasi berbagai
perubahan yang terjadi di masyarakat. Pengembangan kinerja pegawai ini
harus merupakan suatu keterkaitan dengan tujuan dan strategi organisasi.
Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai perlu
dilakukan dalam bingkai organisasi yang dapat mengkondisikan dan
mendorong terjadinya proses pengembangan dan peningkatan kinerja
individu pegawai. Pengembangan kinerja individu pegawai harus merupakan
penjabaran dari rencana strategi organisasi agar arah dan tujuan serta
target kinerja yang ingin dicapai dan dikembangkan menjadi bagian yang
terintegrasi dengan tujuan organisasi.
Pengembangan
Kinerja Sumber daya Manusia dalam organisasi merupakan suatu proses
yang berkelanjutan, Zwell (2000:287) berpendapat bahwa siklus proses
pengembangan kinerja terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap perencanaan
kinerja, tahap eksekusi yang mencakup monitoring perkembangan, coaching,
supervisi dan penyesuaian rencana, dan tahap penilaian atas hasil
kerja, sementara itu menurut Rampersad (2003:144) Pengembangan merupakan
suatu siklus yang terdiri dari Result Planning, Coaching, Appraisal,
dan Job-oriented Competence Development, yang bila digambarkan nampak
sebagai berikut :
Job-oriented
Competence Development
|
Gambar 5.4. Siklus Pengembangan
(Sumber: Rampersad 2003)
Perencanan
hasil berkaitan dengan kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan
kinerja dan pemilihan kompetensi yang mendukung pada kinerja tersbut.
Coaching adalah kerjasama antara pimpinan dan pegawai untu mendiskusikan
kemajuan pegawai, melakukan bimbingan individual, pengujian dan
penyesuaian persetujuan, serta pemberian umpan balik. Penilaian
dimaksudkan untuk melihat apakan seluruh kesepakatan terpenuhi.
Pengembangan kompetensi yang berorientasi pekerjaan adalah tahapan
dimana pengembangan kompetensi pegawai dilakuakkan melalui berbagai
kegiatan seperti kursus-kursus atau pelatihan dalam pekerjaan atau
kegiatan lain yang merupakan program pengembangan pegawai.
Dengan
melihat pada pentingnya pengembangan pegawai bagi peningkatan kinerja
organisasi secara keseluruhan, maka upaya untuk mengembangkan kinerja
pegawai secara individual perlu menjadi bagian dari strategi organisasi,
oleh karena itu aplikasi dari manajemen kinerja dalam organisasi harus
dapat memungkinkan kondusifitas organisasi bagi terjadinya pengembangan
yang berkesinambungan. Menurut Enos (2000:54) titik awal (starting
point) dari upaya pengembangan dan peningkatan kinerja adalah perlunya
menjadikan organisasi sebagai pembelajar (Learning Organization),
pentingnya pembelajaran dalam konteks pengembangan dan peningkatan
kinerja juga dikemukakan oleh Rampersad (2003) dalam bukunya Total
Performance Scorecard (TPS) yang menyatakan bahwa
terdapat tiga komponen penting dalam TPS yaitu Perbaikan, Pengembangan
dan Pembelajaran. Ketiga komponen tersebut amat penting dalam upaya
mendorong pada terwujudnya kinerja organisasi dan kinerja individu yang
tinggi, yang berarti bahwa organisasi perlu mempunyai orientasi pada
pembelajaran yang tinggi, karena baik peningkatan maupun pengembangan
semuanya melibatkan aktivitas belajar.
Dengan
demikian maka pengembangan organisasi menjadi organisasi pembelajar
dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik secara individu maupun
organisasi. Organisasi pembelajar adalah organisasi yang seluruh
anggotanya mempunyai orientasi pada pembelajaran sehingga pembelajaran
terjadi dari mulai tingkatan individu sampai ke tingkatan organisasi.
Dengan terwujudnya organisasi pembelajar, maka upaya pengembangan dan
perbaikan kinerja individu pegawai akan menjadi bagian dari sikap dan
prilaku pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena semua anggota
organisasi menjadikan belajar sebagai bagian tak terpisahkan dari
pelaksanaan peran dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam
organisasi.
Terwujudnya
organisasi pembelajar pada dasarnya merupakan kondisi yang menjadi
prasarat bagi pengembangan dan peningkatan kinerja individu pegawai,
sebab peran individu itu sendiri di dalamnya akan juga menentukan pada
keberhasilannya. Menurut Enos (2000:131) peran individu pegawai dalam
pengembangan kinerjanya amat penting untuk diperhatikan, sebab setiap
program peningkatan kinerja hendaknya mendorong upaya untuk
mengembangkan individu, sehingga individu akan menyadari tentang
perlunya pengembangan kinerjanya dan tentang apa dan bagaimana
mengembangkan dan meningkatkannya. Disamping itu perhatian pada individu
pegawai juga perlu agar dapat menghubungkan antara tujuan individu
pegawai dengan tujuan organisasi, dengan keterhubungan ini, individu
pegawai akan makin terdorong untuk mengembangkan dan meningkatkan
kinerjanya.
Pengembangan
kinerja individu yang efektif memerlukan sistem manajemen kinerja yang
yang tepat, secara umum, Enos (2000:136) mengemukakan Garis-garis besar
sistem manajemen kinerja yang dirancang dengan baik (well-designed
performance management system) yang meliputi : 1) pernyataan yang jelas
akan tujuan organisasi/tim yang memungkinkan kinerja individu terarah
pada tujuan serta sebagai dasar evaluasi kinerja; 2) identifikasi yang
jelas akan kompetensi utama yang diperlukan oleh pekerjaan; 3) manajemen
kinerja hendaknya menggunakan metode kolaborasi dalam mengembangkan
kinerja individu serta menentukan indikator kinerja kunci; 4) melakukan
feedback atau umpan balik secara teratur atas kinerja, dan 5) organisasi
hendaknya menyediakan kesempatan pelatihan dan pengembangan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai yang dapat mendukung
pada tercapainya kinerja tingkat tinggi (high-level performance)
Upaya
untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai pada dasarnya
merupakan suatu kebutuhan organisasi yang tidak pernah berakhir, ini
disebabkan pengembangan dan peningkatan kinerja tidak hanya dilakukan
jika terjadi kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang
diharapkan, tapi juga pengembangan dan peningkatan tersebut harus tetap
dilakukan meskipun tidak terjadi kesenjangan, sebab perubahan lingkungan
eksternal organisasi yang sangat cepat dewasa ini akan mendorong pada
meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi pada organisasi.
Oleh karena itu, diperlukan
Strategi pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai yang
berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan nampaknya perlu mendapat
perhatian dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja, namun hal yang
akan menentukan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan adalah bagaimana
organisasi melihat dan memperlakukan kegiatan pembelajaran dalam
organisasi, oleh karena itu strategi pengembangan
organisasi ke arah organisasi pembelajar (Learning Organization) menjadi
amat penting agar pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai menjadi
suatu bagian yang tak terpisahkan dari organisasi. Kondisi organisasi
yang demikian akan dapat memberikan dorongan untuk terjadinya proses
pengembangan kinerja pegawai yang efektif, karena kondisi tersebut
merupakan salah satu fondasi bagi pengembangan kinerja (Zwell, 2000:287;
Ivancevich, 2007:401).
F. Pengembangan Kinerja Guru
Sebagai suatu
organisasi, dalam Sekolah terdapat kerja sama kelompok orang (kepala
sekolah, guru, Staf dan siswa) yang secara bersama-sama ingin mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen yang ada di
sekolah merupakan bagian yang integral, artinya walaupun dalam
kegiatannya melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing
tetapi secara keseluruhan pekerjaan mereka diarahkan pada pencapaian
tujuan organisasi sekolah. Sebagai salah satu anggota Organisasi
Sekolah, Tenaga pendidik/guru menduduki peran yang amat penting dalam
proses pendidikan dan pembelajaran dalam mempersiapkan peserta didik
untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan
Sebagaimana diketahui, Salah satu bidang penting dalam
Administrasi /Manajemen Pendidikan adalah berkaitan dengan
Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik
itu Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga
Administratif. Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia
dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga
pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan
dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:
”Perhaps
the most critical difference between the school and most other
organization is the human intensity that characterize its work. School
are human organization in the sense that their products are human and
their processes require the sosializing of humans”
ini menunjukan bahwa
masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses
pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya
manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses
pendidikan/pembelajaran di sekolah, dan diantara SDM
tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan
pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja
Pendidik/Guru dalam proses pembelajaran akan memberikan dampak yang
sangat besar bagi kualitas hasil pembelajaran, yang pada akhirnya akan
menentukan pada kualitas lulusannya
Seorang guru mau
menerima sebuah pekerjaan sebagai pendidik, jika ia mempersiapkan diri
dengan kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan yang
dituntut oleh organisasi (sekolah). Dan dalam menjalankan perannya sebagai pendidik,
kualitas kinerja mereka merupakan suatu kontribusi penting yang akan
menentukan bagi keberhasilan proses pendidikan di Sekolah. Oleh karena
itu perhatian pada pengembangan kinerja guru untuk terus meningkat dan
ditingkatkan menjadi hal yang amat mendesak, apalagi apabila
memperhatikan tuntutan masyarakat yang terus meningkat berkaitan dengan
kualitas pendidikan, dan hal ini tentu saja akan berimplikasi pada makin
perlunya peningkatan kualitas kinerja guru.
Pada hakikatnya
kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di
depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja seseorang Guru
akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari.
Kinerja dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan
cara/kualitas dalam melaksanakan kegiatan/tugas tersebut.
Dengan pemahaman
mengenai konsep kinerja sebagaimana dikemukakan di atas, maka akan
nampak jelas apa yang dimaksud dengan kinerja guru. Kinerja guru pada
dasarnya merupakan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagai seorang pengajar dan pendidik di sekolah yang dapat
menggambarkan mengenai prestasi kerjanya dalam melaksanakan semua itu,
dan hal ini jelas bahwa pekerjaan sebagai guru tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang, tanpa memiliki keahlian dan kwalifikasi
tertentu sebagai guru. Kinerja Guru dalam melaksanakan peran dan
tugasnya di sekolah khususnya dalam proses pembelajaran dalam konteks
sekarang ini memerlukan pengembangan dan perubahan kearah yang lebih
inovatif, kinerja inovatif guru menjadi hal yang penting bagi
berhasilnya implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan/pembelajaran.
Kinerja inovatif
seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif
dan fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus
dikembangkan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dikaji berbagai
faktor yang mungkin turut mempengaruhi kinerja seorang guru. Menurut
McCall (1994:183-185) hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam
memperbaiki pembelajaran adalah :
· Focus first on the students and are very
attentive to who they are
· Know that bare wall are teachers but walls
covered with interesting and colourful materials are better teachers….
More interested in the quality of learning than in the quantity of
information ingested and regurgitated
· Try to use fresh materials instead of
second-hand commercial stuff
· Engage other teachers in the constant search
for new and fresh material
· Are noted for taking their students seriously
but not themselves
Upaya untuk memperbaiki secara terus
menerus kualitas pembelajaran perlu menjadi suatu sikap profesional
sebagai pendidik, ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan hal-hal
yang inovatif mesti menjadi konsern guru dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan. Dengan demikian, kreativitas dan kinerja inovatif
menjadi amat penting, terlebih lagi dalam konteks globalisasi
dewasa ini yang penunh dengan persaingan dalam berbagai bidang
kehidupan, sehingga Kinerja inovatif termasuk bagi guru perlu terus di
dorong dan dikembangkan, terlebih lagi bila mengingat berbagai tuntutan
perubahan yang makin meningkat.
Dengan mengacu pada uraian
tentang kinerja inovatif sebagaimana dikemukakan terdahulu, maka yang
dimaksud kinerja inovatif (Innovative Performance) guru adalah kinerja
yang dalam melaksanakannya disertai dengan penerapan hal-hal baru dalam
upaya meningkatkan kualitas pendidikan, ciri kinerja atau tugas-tugas
yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature atau kegiatan kinerja
yang harus dilaksanakan oleh guru, sedangkan inovatif merupakan sifat
yang menggambarkan kualitas bagaimana guru melaksanakan tugas dengan
inovatif atau dengan memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru,
baik berupa ide, metode, maupun produk baru dalam melaksanakan pekerjaan
guna meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran
Dengan pemahaman seperti itu,
maka kinerja inovatif guru merupakan kinerja yang menerapkan hal-hal
baru dalam meksanakan peran dan tugas yang diemban oleh guru tersebut,
oleh karena itu, maka pemahaman kinerja inovatif guru perlu dilihat
dalam konteks pelaksanaan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan
guru sebagai pendidik di sekolah
a. Guru dalam proses
Pembelajaran
Tenaga Pendidik
di Perguruan Tinggi disebut Dosen, sementara tenaga Pendidik pada
Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah di sebut Guru.
Meskipun sama-sama sebagai Pendidikan namun peran dan fungsi mereka
sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang
tercantum dalam Undang-undang Guru dan Guru Nomor 14 tahun 2005. dalam
Bab 1 Pasal 1 Undang-undang Guru disebutkan sebagai
berikut :
”Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah”
Dari pengertian di atas nampak bahwa
guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian peran
guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang
berkualitas. Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga
pendidik termasuk Guru nampak menunjukan konsern yang makin meningkat,
sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada tambahan imbalan
jelas akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga
pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Tanpa
mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru
sebagai pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah
satu faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan
pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting
tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya
dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar di kelas. Sementara
itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14 tahun 2005 pasal 20
adalah sebagai berikut:
a. merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran
b. meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
c. bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar
belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran
d. menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama
dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan
dan kesatuan bangsa.
kutipan Undang-undang
tersebut menunjukan bahwa kewajiban guru pada dsarnya merupakan kegiatan
yang harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan tugasnya di
sekolah, dimana aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang harus
dilaksanakan oleh guru, disamping pengembangan profesional sebagai
pendidik guna meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas sebagai
pendidik serta sebagai fihak yang cukup dominan dalam proses
pembelajaran.
Guru
merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan keahlian khusus sebagai
pendidik/pengajar. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang kependidikan. Tugas guru sebagai profesi
meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat
lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi
masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dengan mengingat
tantangan pendidikan yang terus berubah, maka kenerja guru perlu
dilakukan secara inovatif guna beradaptasi dan mengantisipasi perubahan
masyarakat yang cepat serta berbagai kebijakan baru pemerintah dalam
bidang pendidikan.
Meskipun
pendekatan dalam pembelajaran dewasa ini menitik beratkan pada belajar
siswa (student-centered learning), namun hal itu tidak berarti peran
guru dalam proses pembelajaran menjadi tidak penting, bahkan dalam
kenyataannya hal itu justru akan makin menuntut kemampuan guru untuk
mendorong terjadinya belajar siswa melalui berbagai cara baru (inovasi)
agar dalam mengelola pembelajaran dapat menciptakan situasi kondusif
bagi berkembangnya belajar siswa secara optimal.
Dengan
demikian, dalam proses pembelajaran/belajar mengajar, peran Guru amat
penting dalam mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif bagi
pencapaian tujuan pendidikan, secara sederhana dalam suatu kegiatan
pendidikan/pembelajaran seorang Guru mempunyai tugas untuk melaksanakan
perencanaan tentang apa dan bagaimana suatu proses pembelajaran, dengan
rencana tersebut kemudian guru melaksanakan proses pembelajaran di
kelas, dalam proses ini guru menentukan strategi, metoda, serta media
pembelajaran yang digunakan guna menciptakan proses pembelajaran yang
efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana
pembelajaran. Langkah berikutnya adalah evaluasi sebagai cara untuk
mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk
kompetensi-kompetensi siswa yang dicapai setelah mengikuti proses
pembelajaran. Dengan demikian secara sederhana model proses pembelajaran
dimana guru berperan di dalamnya dapat di lihat dalam gambar berikut :
Gambar
5.5. Model Elementer Proses Belajar
Mengajar
(Sumber
Abin Syamsuddin Makmun, 2001:155)
gambar di atas menunjukan bahwa
dalam proses pembelajaran/pendidikan terdapat tiga hal yang dilakukan
oleh guru yaitu : menyusun rencana pembelajaran,
melaksanakan pengajaran/mengajar, dan melakukan evaluasi atas hasil
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Penyusunan rencana pembelajaran merupakan langkah persiapan yang
dilakukan guru sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas.
Perencanaan yang baik merupakan langkah penting yang akan menentukan
terhadap proses pembelajaran yang baik pula. Sementara itu langkah
pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi rencana pembelajaran
dalam konteks interaksi pembelajaran di kelas, dalam langkah ini
disamping ditentukan oleh perencanaan juga dipengaruhi oleh bagaimana
guru mengelola kelas yang kondusif bagi peroses pembelajaran yang
efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana hasil peroses pembelajaran, apakah telah sesuai dengan yang
direncanakan atau tidak. Hasil evaluasi ini merupakan bahan penting
untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
Proses
yang dikemukakan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan umum yang
dalam kenyataannya cukup kompleks dan bersifat interaktif dengan
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas suatu proses
pembelajaran. Sebagai suatu bentuk interaksi edukatif, pembelajaran
tidak hanya ditentukan oleh bagaimana guru melaksanakan tugasnya dalam
suatu siklus proses pembelajaran, namun juga terdapat faktor lain,
berkaitan dengan berbagai input dalam suatu kegiatan pembelajaran
sebagaimana terlihat dalam gambar berikut
ini
Kapasitas
(IQ)
Bakat
Khusus
Motivasi
n-Ach
Minat
Kematangan
Kesiapan
Sikap
Kebisaaan
Dan lain-lain
|
Prilaku
Kognitif
Perilaku
Afektif
Perilaku
Psikomotor
|
Instrumental Input (sarana)
|
Environmental Input
(Lingkungan)
|
Gambar
5.6. Komponen-komponen dalam Pembelajaran
(Sumber Abin
Syamsuddin Makmun, 2001:165)
Dari
gambar di atas menunjukan bahwa Proses Belajar Mengajar/Proses
Pembelajaran melibatkan banyak input yang semuanya akan berpengaruh pada
efektivitas pelaksanaannya. Input Siswa yang terlibat dalam proses
pembelajaran membawa di dalam dirinya berbagai karakteristik individu
yang akan berpengaruh dalam interaksi edukatif dalam proses
pembelajaran, input instrumental dimana guru akan berperan penting di
dalamnya juga akan ditentukan oleh bagaimana program pembelajaran,
penggunaan metoda, media, serta bahan ajar dipergunakan
dalam menciptakan proses pembelajaran. Disamping itu input lingkungan
seperti kondisi fisik, kondisi sosial dan budaya juga tidak dapat
diabaikan karena hal itu juga akan menentukan pada kualitas pembelajaran
yang terjadi di dalam kelas. Faktor-faktor input tersebut pada akhirnya
akan mempengaruhi pada kualitas output yang diharapkan.
Dalam
proses pembelajaran tersebut dengan berbagai faktor yang berpengaruh,
guru sebagai pendidik harus mendesain/merekayasa kegiatan/proses
pembelajaran agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mengelola
pembalajaran memerlukan perubahan yang terus menerus mengingat
faktor-faktor input yang terus mengalami perubahan, sehingga kinerja
guru sebagai pendidik dalam proses pembelajaran perlu terus
mengembangkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan
tersebut.
Prubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat baik melalui input maupun lingkungan
masyarakat secara keseluruhan menuntut pada kemampuan guru yang makin
meningkat dalam melaksanakan tugasnya. Guru perlu mengembangkan berbagai
cara baru yang dapat meningkatkan kualitas belajar peserta didik,
inovasi dalam melaksanakan tugas tersebut manjadi pendorong untuk
melaksanakan tugas pendidikan secara inovatif. Dengan demikian upaya
merekayasa pembelajaran secara terus menerus sesuai perkembangan yang
terjadi menjadi syarat penting guna menciptakan pembelajaran yang
efektif.
5
Tindak
Mengajar
Guru :
Pembelajaran di Kelas
|
6
Tindak
belajar Siswa :
Siswa
mengalami Proses Belajar
|
Perkembangan
Siswa sesuai asas emansipasi menuju keutuhan dan kemandirian
|
Gambar
5.7. Rekayasa Pembelajaran Guru dan Tindak belajar Siswa
(Sumber
Dimyati dan Mudjiono 1999. diadaptasi dari Winkle, 1991Biggs&Telfer,
1987, Monks, Knoers&Siti Rahayu Haditono, 1989)
Dalam
melakukan rekayasa pembelajaran banyak faktor yang perlu dipertimbangkan
agar hal tersebut dapat selalu sejalan dengan prinsip-prinsip
pendidikan dan pembelajaran, tidak hanya sekedar melakukan perubahan
yang tidak mengarah pada pencapaian efektivitas pendidikan dan
pembelajaran. Berikut ini akan digambarkan komponen-komponen dalam
rekayasa pembelajaran :
Seorang guru
hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam proses
belajar secara efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami
peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari
guru tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka memiliki motivasi yang
rendah, terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap kebijakan
dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa
keadaan lingkungan tidak mudah terkontrol, maka seorang
guru harus terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu mendengar, dan
bijaksana. Menyikapi hal tersebut maka guru senantiasa mampu
memodifikasi perilaku terhadap tuntutan yang ada atau timbul, terutama
dalam proses belajar mengajar, ke arah pemberian harapan yang positif
untuk peningkatan motivasi belajar.
Seperti
dijelaskan di atas, tugas guru dalam meningkatkan mutu serta
produktifitas tidak dapat terpisahkan dari keseluruhan tugas dalam
operasionalisasi pendidikan di sekolah. Dengan demikian,
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidaklah hanya menggantungkan
diri pada usaha pemberian program pengajaran semata-mata. Program
tersebut perlu didukung oleh motivasi, system pengelolaan, administrasi
dan supervisi pendidikan. Dan sehubungan dengan hal tersebut,
penyelenggaraan proses pendidikan dapat mencapai hasil yang optimal bila
perhatian pimpinan lebih banyak dipusatkan kepada guru. Guru dalam hal
ini hanya merupakan pelaksana operasionalisasi program pendidikan, namun
demikian dalam berkinerja, guru dapat mengembangkan inovasi dalam
melaksanakan tugasnya, ini berarti kinerja inovatif merupakan hal yang
penting.
Pihak
manapun mengakui bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum, sarana
dan prasarana merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita
abaikan dalam suatu proses pendidikan/pembelajaran. Akan
tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi tinggi
dan berwibawa, semua yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak.
Menurut Bransford et.al (dalam
Hammond&Bransford (ed), 2005:49), dalam melaksanakan tugasnya guru dapat
mengembangkan keahlian rutin (routine experts) dan keahlian adaptif
(adaptive experts), perbedaan kedua hal tersebut adalah :
“Routine experts
develop a core competencies that they apply throughout their lives with
greater and greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to
change their core competencies and continually axpand the breadth and
depth of their expertise”.
keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam
melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru
dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien,
sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan
perubahan serta memperluas dan memperdalam keahliannya dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik/pengajar.
Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen pembelajaran yang menitik
beratkan pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan bisa juga
mengembangkan kemampuan inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Dalam kondisi yang demkian diperlukan pemaduan antara dimensi
efisiensi dengan dimensi inovasi, sehingga dapat dicapai suatu kondisi
yang seimbang dan keahlian adaptif merupakan kondisi yang ideal di mana
guru dapat melaksanakan tugasnya dalam suatu koridor adaptabilitas yang
optimal sebagaimana terlihat dalam gambar berikut:
Optimal
Adaptability Corridor
|
Gambar 5.8.
Dimensi Adaptive expertise
(Sumber, Bransford et.al dalam Hammond&Bransford
(ed), 2005:49)
Kinerja inovatif guru, yakni kinerja dengan
mengembangkan cara baru melalui pengembangan kreatifitas dalam
melaksanakan tugas guru dalam pembelajaran.
Perlunya kinerja
inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan
berbagai kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas
(top-down), namun yang lebih penting adalah tumbuh dan berkembangnya
krativitas guru dan menerapkannya dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu
tuntutan perubahan menjadikan peran guru dituntut kreatif inovatif,
dimana dalam konteks globalisasi dewasa ini diperlukan output pendidikan
yang kreatif-inovatif sebagai kemampuan utama yang penting dalam
menghadapi persaingan yang makin ketat, dan untuk itu diperlukan suatu
pembelajaran/pengajaran yang kreatif-inovatif. Menurut pendapat Wayne
Morris (2006)
“Creative teaching may be defined
in two ways: firstly, teaching creatively and secondly, teaching for
creativity. Teaching creatively might be described as teachers using
imaginative approaches to make learning more interesting, engaging,
exciting and effective. Teaching for creativity might best be described
as using forms of teaching that are intended to develop students own
creative thinking and behaviour. However it would be fair to say that
teaching for creativity must involve creative teaching. Teachers cannot
develop the creative abilities of their students if their own creative
abilities are undiscovered or suppressed”.
Untuk menghasilkan output/lulusan yang kreatif
diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh karena itu kinerja
kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut
menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program
pendidikan/pembelajaran, terlebih lagi dalam situasi perubahan yang
sangat cepat, di samping kepemimpinan Kepala Sekolah juga motivasi dari
guru sendiri dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala
Sekolah mutlak diperlukan dalam memimpin organisasi
bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah dapat mempengaruhi
kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan dan
pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta
terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat
benar-benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses
pendidikan/pembelajaran.
b. Guru dalam
pengembangan profesi
Guru
merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat untuk dikatakan sebagai
suatu profesi. Sebagai suatu profesi pengembangan kemampuan dan
peningkatan kompetensi merupakan hal penting yang dapat
memberikan kontribusi signifikan bagi peninkatan kualitas pendidikan dan
pembelajaran di sekolah. Dalam Undang No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b disebutkan bahwa salah
satu tugas guru adalah meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal ini mengandung arti bahwa kinerja guru
dalam pengembangan profesi menjadi gambaran akan pelaksanaan tugas yang
berorientasi ke depan sebagai dasar yang perlu untuk menghadapi berbagai
tantangan perubahan sebagai akibat dari Globalisasi. Untuk lebih
memahami makna pengembangan profesi, terlebih dahulu akan dikemukakan
tentang konsep prosesi
· Makna Profesi
Secara etimologi, profesi
berasal dari istlah bahasa inggris profession atau bahas latin profecus,
yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengakuan dari siapa?, dari diri sendiri, dari orang lain atau
dari lembaga profesi. Kalau pengakuan itu datang dari penyandang
profesi itu, muncul beberapa pertanyaan. Apakah kemampuan yang
diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah
pengakuan itu tidak lebih dari sebuah kesombongan?. Tidakkah pengakuan
itu tidak lebih dari “riak-riak air yang sesungguhnya mengimplisistkan
kedangkalan derajat profesional penyandang profesi itu? Apakah benar-benar ada bukti formal
dan material yang memperkuat pengakuan itu.
Penyandang
profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan
pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia
benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang dikaim sebagai
keahliannya. Akan tetapi , pengakuan itu idealnya berasal dari
masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari
karya ilmiah atau produk kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang
profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan
konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu (Danim, 2002:21).
Secara
terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
mensyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakuknya yang ditekankan pada
pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual (Danim, 2002:21). Kemampuan
mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan
teoritis akademis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis.
Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut
keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak
digolongkan dalam profesi (sekarang ini).
· Ciri Profesi
Dari sudut
sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan bahwa profesi
menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang
sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai,
tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh,
bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secar utuh. Istilah “ideal” itu hanya ada dalam
kata, tidak dalam realita. Karena sifatnya hanya sebuah abstraksi.
Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena
fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.
Menurut Shulman (1998) dalam
Hammond & Bransford (ed) (2005:12) terdapat six commonplace (enam
ciri yang lazim) yang didukung oleh seluruh profesi yaitu :
· Service to society, implying an ethical and
moral commitment to clients
· A body of scholarly knowledge that forms the
basis of the entitlement to practice
· Engagement to practical action, hence the
needs to enact knowledge in practice
· Uncertainty caused by the different needs of
clients and the non routine nature of problems, hence the need to
develop judgement in applying knowledge
· The importance of experience in developing
practice, hence the need to learn by reflecting on one’s practice and
its outcomes, and
· The development of professional community that
aggregate and share knowledge and develops professional standards
· Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan
professional (professional development) merupakan Pengembangan kemampuan
profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan
kemampuan/kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin
meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut Maggioli, (2004:5) Professional
development can be defined as a career-long process in whch educators
fine-tune their teaching to meet student needs . pengembangan
profesinal guru dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran
makin meningkat karena kemampuan dan kompetensi guru akan terus
berkembang. King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125) berpendapat
bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan
profesional dapat memberikan kontribusinya melalui
hal-hal berikut :
·
improving the
knowledge, skill and disposition of individual staff member
·
organised,
collective enterprise arising from a strong, school-wide professional
community and
·
focused, coherent
and sustained staff and student learning
Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh
guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai pendidik merupakan faktor
yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan
kompetensi pendidik/guru, yang nantinya akan dapat memperbaiki secara
terus menerus proses pembelajaran.
Tuntutan
profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap
profesional, melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu
mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah. Menurut Roland S. Barth (1990:49)
”The crux of teachers’
professional growth, I feel, is the development of a capacity to observe
and analyze the consequences for students of different teaching
behaviour and materials, and to learn to make continous modification of
teaching on the basis of cues student convey”
hal tersebut sejalan dengan tuntutan
terhadap profesi, termasuk Profesi Guru, yang selalu menuntut upaya
peningkatan terus menerus
Pengembangan
profesional pendidik memerlukan peningkatan kompetensi khususnya dalam
menghadapi masalah pembelajaran di kelas, dan inovasi pembelajaran
merupakan hal yang penting dalam kompetensi tersebut. Inovasi
Pembelajaran (Depdiknas,2007:2) apabila dilaksanakan secara
berkesinambungan akan berdampak sebagai berikut :
·
Kemampuan
dalam menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat
·
Penyelesaian
masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan
meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar
peserta didik
·
Peningkatan
kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak pada
peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu
berimprovisasi baik melalui adopsi, adaptasi, atau kreasi dalam
pembelajaran dan bermuara pada peningkatan kualitas lulusan
dengan demikian peran guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan memerlukan sikap inovatif, karena inovasi
pendidikan sangat besar dan menentukan bagi keberhasilan peningkatan
kualitas pendidikan melalui pengembangan inovasi pembelajaran atau
inovasi lainnya yang dapat menunjang pembelajaran, dan dengan semakin
meningkatnya kualitas pembelajaran harapan dan tujuan untuk dapat
menghasilkan lulusan yang makin berkualitas dan siap serta mampu dalam
menghadapi persaingan akan dapat terwujud.
Pengembangan
kinerja guru dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency
Based Performance Management/CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja
(Performance Based Performance Management/PBPM). Pendekatan berbasis
kompetensi melakukan pengembangan kinerja melalui peningkatan kemampuan
pegawai/guru untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan peran dan
tugasnya, sedangkan pendekatan berbasis kinerja melakukan pengembangan
pegawai/guru melalui implementasi praktek-praktek terbaik (best
practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya.
G. Rangkuman
Pengembangan
kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan pada keberhasilan
proses pendidikan dan pembelajaran dalam era perkembangan pengetahuan
yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja pada dasarnya
menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk untuk
terus menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkaitqn
dengan peran dan tugas sebagai pendidik. Kemampuan untuk terus menerus
meningkatkan kualitas kinerja yang dilakukan oleh guru akan memperkuat
kemampuan profesional guru sehingga dengan peningkatan tersebut kualitas
proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran akan makin bermutu
H. Riview
Lakukan analisis
dan penjelasan berdasarkan materi yang sudah dipelajari atas
pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Jelaskan makna Kinerja dan Kinerja
Guru?
2. Jelaskan dan uraikan model-model
Kinerja ?
3. Jelaskan makna menajemen Kinerja?
4. Jelaskan makna dan fungsi penilaian
kinerja ?
5. Jelaskan Peran dasar Guru dalam
proses Pembelajaran ?
6. Jelaskan makna Profesi dan profesi
Guru?
7. Jelaskan apa yang dimaksud drngan
Pengembangan Profesi Guru ?
8. Jelaskan fungsi dari pengembangan
profesi guru ?
9. jelaskan menurut pendapat saudara
mengapa guru dapat dipandang sebagai suatu profesi ?
10. Jelaskan mengapa saudara berkeinginan
menjadi Guru, jika Ya, dan jelaskan pula jika tidak ?