Energi-penggerak Dasar
Untuk “menghidupkan” ciptaannya, Tuhan memberikan kepada semua ciptaannya suatu “kondisi” yang membuat semuanya dapat bergerak secara otomatis. Semua itu dimulai dari partikel-partikel subatomik. Partikel-partikel subatomik menyusun apa yang kita kenal sebagai tiga komponen atom, yaitu: proton, neutron dan elektron. Selanjutnya, atom-atom menyusun apa yang disebut sebagai unsur. Kita mengenal 92 unsur alamiah (lihat Tabel Periodik).
Unsur-unsur alamiah kemudian membentuk mineral-mineral, dan mineral-mineral berkombinasi membentuk berbagai jenis batuan.
Tuhan memberikan kekuatan kepada partikel-partikel subatomik, dan demikian pula kepada ketiga komponen atom. Dengan kekuatan-kekuatan tersebut semuanya bergerak, alam semesta, termasuk menggerakkan kehidupan di Bumi.
Proses alam berlangsung sesuai dengan ketetapan penciptanya. Partikel-partikel subatomik terus berinteraksi tanpa bisa diganggu oleh manusia. Demikian pula dengan elektron yang selalu bergerak mengelilingi inti atom. Reaksi fission (“fission”, the splitting of a nucleus into two “daughter” nuclei), fusion(“fusion” of two “parent” nuclei into one daughter nucleus), penangkapan neutron (“neutron capture”, used to create radioactive isotopes), dan peluruhan(various “decay modes”, in which nuclei “spontaneously” eject one or more particles and lose energy to become nuclei of lighter atoms), semua terus berlangsung di alam semesta, termasuk di Bumi yang kita diami ini. Kelanjutannya adalah semua proses alam terus berlangsung, baik disukai maupun tidak oleh manusia, mengikuti ketentuan penciptanya.
Pada tahapan yang lebih jauh, Bumi, dihidupkan dengan gerakan lempeng-lempeng kerak bumi, volkanisme, tiupan angin, hujan, sinar matahari, fotosintesis, metabolisme sel. Disukai atau tidak disukai oleh manusia, semua proses itu terus berjalan sesuai dengan ketetapan Tuhannya. Semua itu tidak terlepas dari proses-proses dasar yang berlangsung pada tingkat atomik.
Akal untuk memahami Proses Alam
Manusia diberi pikiran dan akal oleh Tuhan untuk dapat memahami alam, termasuk proses-prosesnya. Pemahaman manusia akan alam dan kemampauan memanfaatkannya dengan bijaksana menentukan tingkat kesejahteraan manusia itu sendiri. Sebaliknya, kegagalan manusia dalam memahami alam akan menyebabkan manusia mengalami hal yang sebaliknya. Manusia akan sengsara. Contoh yang sederhana adalah api. Pembakaran api yang terkendali telah terbukti memberikan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan manusia. Mulai dari memasak di dapur, sampai meluncurkan pesawat ke ruang angkasa. Sebaliknya, pembakaran yang tidak dikendalikan juga telah terbukti menimbulka kerugian, seperti kebakaran rumah atau bangunan, kebakaran atau pembakaran hutan.
Ketika proses-proses alam itu berlangsung dan mengenai manusia, manusia mengatakan itu sebagai bencana, seakan-akan proses itu memang ditujukan untuk membuat manusia menderita, sengsara atau mengalami kerugian. Tulisan ini memberikan gambaran tentang berbagai proses alam tersebut berkaitan dengan berlangsungnya kehidupan di Bumi ini.
Indonesia Rawan Gempa Akibat Pertemuan Lempeng Tektonik
Zona gempa di Indonesia (Foto: Ist)
- Sejumlah wilayah di Indonesia berualang kali dilanda gempa bumi. Dalam retang waktu yang terbilang singkat gempa mengguncang Tasikmalaya, Yogyakarta, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Akibat gempa tidak hanya merusakan bangunan, namun banyak menelan korban jiwa. Lalu seperti apa antisipasi dalam menghadapi ancaman gempa di Tanah Air?
Menurut Kepala Badan Geologi Departemen ESDM R Sukhyar, selama ada dinamika di lapisan bumi, maka akan tetap terjadi potensi gempa. "Setiap hari kita mencat ada gempa, cuma skalanya beragam. Lempeng-lempeng yang bergerak menjadikan potensi gempa," paparnya saat berbincang dengan okezone, Rabu (9/9/2009).
Potensi gempa di Indonesia memang terbilang besar, sebab berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar yang aktif bergerak. Daerah rawan gempa tersebut membentang di sepanjang batas lempeng tektonik Australia dengan Asia, lempeng Asia dengan Pasifik dari timur hingga barat Sumatera sampai selatan Jawa, Nusa Tenggara, serta Banda.
Kemudian interaksi lempeng India-Australia, Eurasia dan Pasifik yang bertemu di Banda serta pertemuan lempeng Pasifik-Asia di Sulawesi dan Halmahera. Kata Sukhyar, terjadinya gempa juga berkaitan dengan sesar aktif. Di antaranya sesar Sumatera, sesar Palu, atau sesar di yang berada di Papua. Ada juga sesar yang lebih kecil di Jawa seperti sesar Cimandiri, Jawa Barat.
Berhubung sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi baik waktu, tempat dan intensitas gempa di Indonesia, maka zona-zona yang masuk rawan gempa harus mendapat perhatian. Sukhyar menjelaskan, ada dua pendekatan untuk mengantisipasi terjadinya gempa agar tidak menimbulkan dampak yang besar.
Pertama, pendekatan struktural yakni mengikuti kaidah-kaidah konstruksi yang benar dan memasukan parameter kegempaan dalam mendirikan bangunan. "Ya bisa dikatakan rumah tahan gempalah," imbuhnya yang menilai rumah jenis ini tidak identik mahal namun dibangun sederhana tapi memerhatikan parameter kegempaan.
Kedua, pendekatan nonstruktural dengan membuat peta rawan bencana gempa. Informasi potensi gempa ini dimasukan dalam perencanaan wilayah. Ketiga, intensif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap pemahaman dan pelatihan penyelamatan dampak gempa. "Baik secara langsung mapun jalur pendidikan," terang Sukhyar.
Bencana dan Berkah Lempeng Tektonik Bagi Indonesia
Gempa yang menguncang Jawa, Sumatra, Bali yang terjadi tanggal 2 September lalu, semakin menegaskan bahwa Indonesia adalah wilayah rawan bencana. Secara geologi Indonesia berada di jalur "cincin api" (ring of fire), yang merupakan jalur patahan dan gunung api yang melingkar di sepanjang Samudra Pasifik, membentang 40.000 km mulai dari Peru dan Cile (Amerika Selatan), Amerika Tengah, Kepulauan Aleutian, Kepulauan Kuril, Jepang, Filipina, Indonesia, Tonga, hingga Selandia Baru. Tercatat 81 persen gempa bumi terbesar terjadi di jalur ini. Berdasarkan Survei Geologi Amerika Serikat, rata-rata terjadi 19,4 gempa bumi berkekuatan di atas 7 skala Richter setiap tahunnya.
Gambar. Kondisi Tektonik Lempeng Indonesia
Pada dasarnya, seluruh wilayah Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi, kecuali Kalimantan. Gempa-gempa tektonik banyak dijumpai di jalur subduksi Sunda (Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara), subduksi Banda (wilayah Laut Banda), Zone Tumbukan Maluku dan Papua.Tektonik lempeng di Pulau Jawa sendiri didominasi dengan subduksi dari lempeng Australia sebelah utara-timur dibawah lempeng Sunda dengan kecepatan pergerakan 59 mm/tahun. Wilayah sekitar lempeng antar alempengAustralia dan lempeng Sunda secara seismic sangat aktif, yang sering menimbulkan gempa di wilayah ini.
Program mitigasi yang terpadu pada dasarnya dikembangkan oleh Badan Geologi bekerjasama dengan institusi lainnya, meliputi pengembangan sistem pemantauan, pengembangan sistem peringatan dini (early warning system), pembuatan peta-peta informasi bencana, sosialisasi, dll.
Teori Pergerakan Lempeng
Menurut teori kerak bumi (litosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relative dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua jenis kerak bumi yaitu kerak samudera yang tersusun oleh batuan yang bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai pada samudera yang sangat dalam, dan kerak benua yang tersusun dari batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera.
Kerak bumi yang menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan kerak bumi ini pecah menjadi bebrapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerak bumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konveksi tersebut merupakan kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.Pergerakan lempeng kerak bumi ada tiga macam, yaitu pergerakan yang saling mendekat, saling menjauh, dan saling berpapasan.
Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menujam ke bawah. Daerah penujaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasa merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang alur penujaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatic dan gunung api serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara kedua lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan jalur penujaman di selatan pulau Jawa dan jalur gunung api Sumatera, Jawa dan Nusa tenggara, dan berbagai cekungan seperti Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan cekungan Jawa Utara. Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerak bumi dan akibatnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatic atau gunung api. Contoh pembentukan gunung api di pematang tengah samudera di laut Pasifik dan benua Afrika.
Pergerakan saling berpapasan dicirikan ileh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya sesar besar San Andreas di Amerika.Pergerakan lempeng kerak bumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona subduksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertical, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunung api/magmatic, persesaran batuan dan jalur gempa bumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busur muka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang.
Berkah dari Lempeng Tektonik Indonesia
Tidak seluruhnya dari hal ini kita anggap bencana. Jalur gunung api yang terjadi akibat subduksi antar lempeng dari erupsi gunungapi yang terjadi berupa abu gunungapi membawa unsur hara yang menyuburkan tanah.Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi.
Di wilayah jalur gunung api/magmatic biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penujaman akan ditemukan mineral kromit.Setiap wilayah tektonik memiliki cirri atau indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi, struktur maupun kegempaan. Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Magmatic arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara kaya disseminated (poryphyry) copper dalam tubuh-tubuh intrusifnya, vein depositnya kaya akan timbal, emas, perak, molybdenum, seng, timah, dan tungsten. Ofiolit di bekas-bekas jalur subduksi atau obduksi seperti di Sulawesi dan Halmahera kaya akan nikel dan kromium. Emas, polymetallic suphide, platinum, perak benar-benar tersebar mengikuti tepi lempeng. Lempeng tektonik juga yang penyebab kekayaan minyak dan gasbumi, serta batubara di cekungan-cekungan sedimen di Indonesia Barat maupun Indonesia Timur. Kalau tak ada pergerakan lempeng di timur Sulawesi, niscaya wilayah ini tak mempunyai minyak dan gas.
Lempeng Tektonik Indonesia | |
|
Lempeng Australia bergerak mendekati Jawa sudah terjadi sejak 50juta tahun yang lalu. Ya 50 juta tahun yang lalu !! Kecepatan reratanya memang 6-7cm/tahun. Jadi kejadian pergerakan lempeng itu bukan baru-baru ini saja. Nah kalau disebutkan sedang bergerak ya jelas aja wong sudah lama juga begitu kok. Nah dibawah ini saya cantumkan urutan peta jadul (jaman dulu), tapi bukan jaman kakek nenek, ini peta hasil rekonstruksi geologi yg dibuat Oleh Robert Hall dari Royal Halloway - University of London. Nah peta-peta jadul diatas sudah meyakinkan semua ahli kebumian bahwa pergerakan plate (kerak-kerak bumi) ini sudah terjadi sejak dahulu. Jadi bukan hanya baru-baru ini saja, apalagi bergerak akibat gempa kemaren, ya jelas bukan lah yaw. Itulah sebabnya muncul gunung api dan juga terbentuknya patahan-patahan di muka bumi terutama di Pulau Jawa bagian selatan dan juga bagian barat Pulau Sumatra, ini semua akibat gerakan lempeng-lempeng atau kerak-kerak ini.
Bagaimana dengan ramalan 11 hari itu ? Lah kalau cuman ada yang bilang bahwa besok ada gempa dibumi ini ya jangan kaget. Wong seluruh bumi ini mengalami gempa kekuatan 5SR setiap hari, hanya saja tempatnya berpindah-pindah. Dan urutannya terlihat acak tak beraturan.Nah yg lebihkrusial angka 11 hari ini .... darimana angkanya ? Tetapi bahwa kita harus tetep waspada itu sudah seharusnya sejak lahir. Karena Indonesia (terutama Sumatra dan Jawa) merupakan "disaster prone area" - daerah yg selalu akan mengalami bencanaa alam gempa dan tsunami utk pantai selatannya. |
Gunung Merapi dan Gempa di Jawa Tengah | |
|
Kalo saya kaitkan dengan data tahun2 letusan Merapi (berdasarkan Suparto S. Siswowidjojo di http://vsi.esdm.go.id ) yang dicatat sejak 1871, ketika gempa 1937 Merapi justru sedang beristirahat (antara 1935 - 1939) dan baru meletus lagi dengan puncaknya pada 23 Desember 1939 serta 24 Januari 1940. Pada gempa 1943, Merapi sedang memasuki tahap akhir meletusnya setelah mencapai puncak letusan pada Juni 1942 (dan disebutkan Merapi istirahat pada masa 1943 - 1948). Dan saat gempa 1981, Merapi memang sedang aktif2nya (dengan letusan antara 1975 - 1985 alias 10 tahun periode terpanjang dalam catatan) dengan puncak letusan pada 15 Juni 1984. Untuk gempa 1867 mohon maaf tidak ada catatan keaktifan Merapi saat itu. Kalo dilihat dari sini hanya gempa 1981 (dan juga gempa 2006 ini) yang terjadi bersamaan dengan meningkatnya aktivitas Merapi. Apakah kemudian bisa dikatakan kalo gempa2 kuat di Yogya seperti gempa 2006 ini berkaitan dengan kegiatan Merapi, seperti pendapat Dr. Surono (PVBMG Dept. ESDM), Dr Benyamin Sapi'ie (Teknik Geologi ITB) dan USGS ? Saya merasa koq tidak begitu ya, jika melihat waktu2 terjadinya gempa kuat Yogya tidak selalu sinkron dengan saat2 aktivitas Merapi. Apalagi Dr. Fauzi (dari BMG) pernah berpendapat aktivitas dapur magma justru membuat patahan didekatnya menjadi ' lunak ' hingga aseismik. Bagaimana menurut anda ?Saya berpendapat bahwa kegiatan Gunung Api sendiri merupakan rangkaian kegiatan tektonik. Sehingga saya yakin ada hubungan diantara keduanya. Yang meyulitkan adalah ketika kita mencoba merangkai apakah Gunung Api memicu kegempaan atau gempa memicu volkanisme. Saya kira bisa dua-duanya. Hanya saja kita perlu hati-hati mengkajinya. Salah satu nya dengan kronologi kejadian tersebut. Saya sendiri yakin hubungan feedback-effect (bolak-balik) keduanya. Nah yg lebih menyulitkan kalau dihubungkan dengan tektonik regional dan global. Gempa Aceh dengan kekuatan 9.2 SR akhir tahun 2004 lalu sangat mungkin sebagai pemicu gempa di Nias, Bengkulu, serta aktifitas Gunung Api di Sumatra dan Jawa barat (Merapi dan Tangkuban Perahu). Jarak antara lokasi-lokasi ini sangat jauh, tetapi urutan kronologisnya memang seperti itu. Hanya saja kita mesti tahu bahwa hubungan kronologis (urutan) belum tentu menunjukkan hubungan kausalis (sebab akibat).
Kembali ke gempa 2006 ini, kalo soal daerah2 yang rusak parah - moderat akibat gempa ini, sepertinya sudah ada petanya berdasarkan foto satelit. Dapat saya tambahkan disini, berdasarkan koran lokal, di Piyungan - Patuk jalan beraspalnya retak2 dan beberapa terbelah (kalo menurut data EMSC, daerah ini adalah episentrumnya). Di Prambanan Stasiun KA-nya hancur, tinggal dinding2nya saja, sementara stasiun2 KA lain tidak separah itu. Rel KA pada ruas Prambanan - Srowot ada yang bengkok, bahkan patah. Di sekitar Klaten pula ada penduduk yang menyaksikan muncratnya air berlumpur setinggi +/- 2 m di pekarangan rumahnya ketiga gempa meletup (mungkin sand volcano, atau akibat liquiefaction ?). Mata air besar di Jl. Kaliurang km 10 sekarang mengeluarkan air berlumpur (liquiefaction juga ?). Di kota Bantul ada jalan yang aspalnya juga terbelah. Kalo untuk Parangtritis, terus terang saya belum punya gambaran, kemarin tidak bisa sampai ke sana. Demikian pula dengan posisi jembatan Kretek - di atas Sungai Opak dan persis juga di atas patahan - belum ada informasinya apakah retak / bergeser apa tidak. Yang jelas tidak diragukan lagi kalo gempa ini terkait dengan aktivitas patahan Opak, seperti yang diduga Peta kerusakan yang di peroleh dari UNOSAT menunjukkan daerah Piyungan Patuk sangat parah. Daerah ini paling dekat dengan aftershock. Dan inilah yang saya kira benar-benar menunjukkan bahwa aftershock lebih membahayakan ketimbang mainshock, karena kondisi bangunan yg sudah rapuh dihantam mainshock. Tempat-tempat yg mengalami kerusakan terutama disebelah barat dari lokasi gempa ini. Mengapa ? Selain daerah kerusakan ini lebih padat penduduk dibandingkan sebelah timur yg berupa pegunungan selatan, daerah ini dibawahnya terususun oleh batuan lunak yg akan meredam energi gempa artinya terjadi percepatan gelombang dilokasi ini. Bayangkan kalau energi diserap disini artinya banyak energinya yg dilepaskan dalam menggetarkan daerah ini. Bagian timur dari daerah ini berupa perbukitan terdiri atas batuan keras. Dengan demikian energi gelombang akan melewatinya dan percepatan gelombangnya relatif lebih kecil dan daya rusaknya juga lebih kecil. Namun gelombang gempa ini menjalar jauh kearah timur. Bahkan menurut laporan USGS getaran ini dirasakan hingga di daerah Bali.
Memang luar biasa kalo gempa dengan magnitude Mb = 5,9 SR ini (Mw = 6,3) ternyata bisa mematahkan rel KA, satu hal yang - menurut saya - tidak mungkin kecuali jika ada patahan di bawah rel KA itu yang bergeser. Dan kalo saya (iseng) menghitung, dengan panjang patahan 100 km (menurut BMG) dan lebar (anggap saja) 20 km (terkaan sangat kasar dari distribusi episentrum aftershock-nya), patahan ini telah bergeser 7,5 cm (jika merunut pada nilai momen seismik versi USGS).
Saya sendiri kurang paham apakah gempa 1867, 1937, 1943 dan 1981 juga berkait dengan patahan ini, bagaimana menurut anda ?
Pengetahuan gempa yg disebabkan oleh aktifitas tektonik sendiri baru diketahui beberapa dekade belakangan ini. Teori plate tektonikpun juga baru setengah abad yang lalu diketahui. Artinya menghubungkan keduanya harus dilakukan ulang dengan menggunakan teori baru. Kita harus mencoba memisahkan gejala gempa yg dipicu volkanis dan sebaliknya. Lokasi-lokasi episenter jaman dulupun belum tentu memiliki ketepatan yg diharapkan membantu analisa ini. Data kegempaan yg saya miliki hanya setelah tahun 1960 (dari USGS). Sehingga hanya satu gempa besar (1981) yg masuk dalam database.
Saya tertarik dengan masa depan dari aktifnya patahan ini. Kalo orang2 berpendapat patahan ini bergerak kembali akibat meningkatnya aktivitas Merapi, menurut saya koq sebaliknya ya. Berkaca dari Gempa Filipina Juni 1990 - yang juga ditimbulkan oleh patahan geser dengan episentrum 100 km dari Gunung Pinatubo - yang diduga kuat membangunkan Gunung Pinatubo (setelah tertidur 600 tahun) dan menimbulkan erupsi ultraplinian di Juni 1991, saya berpendapat justru aktivitas patahan Sungai Opak ini bisa memicu dapur2 magma disekitarnya (Merbabu, Merapi, Lawu). Apalagi Merbabu dan Lawu sudah sangat lama tertidur, sementara Merapi punya sejarah erupsi dahsyat di masa silam (seperti kata van Bemmelen). Saya juga sekarang konsen dengan patahan-patahan selatan Pulau Jawa. Mulai dari Patahan Cimandiri , hingga Patahan Opak (Opak Fault), Grindulu Fault serta patahan-patahan di Tulung agung. Patahan-patahan ini perlu diteliti lebih lanjut tentunya, terutama sisi seismisitasnya. Banyak diantara daerah ini yamng merupakan seismic gap (tidak ada aktifitas seismic dalam beberapa waktu (decade) lalu.
Tentang Merapi, meski sudah lama saya membaca teorinya van Bemmelen tentang erupsi dahsyat 1006 M yang memaksa migrasi Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur, sebelumnya saya merasa ragu. Apalagi pak MT Zen - yang ber kali2 mendaki Merapi - dalam sarasehan menyambut VIG 2006 kemarin menyatakan tidak ada endapan vulkanik sangat asam sebagai bukti terjadinya erupsi eksplosif di Merapi. Namun pasca gempa 2006 ini - dan setelah secara kebetulan membaca erupsi Gunung St Helena 1980 di Wikipedia - saya jadi ada gambaran tentang (kemungkinan) letusan Merapi saat itu. Mungkin saja letusan itu didahului dengan gempa kuat seperti gempa 2006 ini, dengan episentrum persis di bawah lereng barat Merapi, hingga lereng itu ambrol, longsor ke barat daya mengubur candi Borobudur, sekaligus membuka diatrema hingga ke puncaknya. Akibatnya magma pada reservoir di bawah puncak Merapi langsung berhubungan dengan udara luar, hingga langsung keluar menghasilkan erupsi besar tipe plinian. Mekanisme sejenis juga berlangsung menjelang erupsi St Helena dan saat itu magnitud gempanya pun tak besar (5,1 menurut USGS) Tapi sudah cukup membuat lereng utara gunung (dan juga cryptodome di puncaknya) rontok dengan volume ultragigantik (3 milyar meter kubik).
Sepertinya status AWAS Gunung Merapi harus dipertahankan selama beberapa waktu mendatang. Memang banyak indikasi bahwa aktifitas gempa yg memicu aktifitas gunung api sudah banyak dijumpai, walaupun tidak spesifik untuk Gunung Merapi. Secara proses pembentukannya keduanya memang saling berhubungan sejak terciptanya bumi ini. Saat ini hanyalah proses kelanjutan dari proses terciptanya bumi dengan segala aktifitasnya. Dan Patahan Itu Hidup Lagi ? | |
| BMG menyatakan gempa Yogya 27 Mei 2006 ini memiliki episentrum di dasar samudera Hindia pada koordinat 8,26deg LS 110,31deg BT, dalam jarak 37 km diselatan kota Yogya. Sementara USGS menyatakan posisi episentrum justru adadi kawasan Pantai Samas atau tepatnya di muara Sungai Opak, pada koordinat8,007deg LS 110,286 deg BT sejauh 20 km ke arah selatan dari kota Yogya.Sementara EMSC - dari Eropa - menyatakan pusat gempa justru ada di sebelah timur Yogya, tepatnya di bawah kawasan Piyungan - Patuk pada koordinat7,851deg LS 110,463 deg BT sejauh 12 km dari Yogya. Namun ketiga lembaga itu sama2 menyatakan bahwa gempa tektonik ini berasaldari pure strike-slip alias pergeseran mendatar, bukan gerak naik / turun sebagaimana yang biasa terjadi pada zona subduksi. Lepas dari pihak mana yang paling akurat, posisi2 episentrum ini cukup menarik. Episentrum-nya USGS berada tepat di sebuah patahan yang berarahtimur laut - barat daya dan membentang mulai dari kawasan utara CandiPrambanan hingga ke muara Sungai Opak. Episentrum-nya EMSC berada persis di bawah bukit2 kapur Pegunungan Sewu yang menjadi bagian horst patahan ini. Sementara episentrum-nya BMG, ternyata juga terletak di sekitar garisimajiner perpanjangan patahan ini ke selatan, menerus ke Samudera Hindia. Apa yang bisa diartikan dari sini ? (Hampir pasti) bisa dikatakan gempa kuat di Yogya berkaitan dengan aktivitas patahan Sungai Opak ini. Mungkin hal ini juga yang bisa menjelaskan mengapa daerah dengan kerusakanterparah (dan korban jiwa terbesar) ada di sumbu imajiner Bantul - Klaten, karena memang patahan ini membentang dari Bantul selatan hingga Klaten selatan (kawasan Prambanan). Barangkali hal ini juga yang bisa menjelaskan ambruknya stasiun KA Prambanan (sementara stasiun2 lainnya hanya rusak ringan) serta melengkung dan patahnya rel KA di antara stasiun Srowot -Prambanan, suatu hal yang " luar biasa " bagi sebuah gempa dengan magnitude5,9 - 6,3 skala Richter, yang lebih kecil dibanding misalnya gempa Nias ataupun gempa Kep. Mentawai tahun silam. Tentang patahan ini, bila anda pernah berwisata ke Parangtritis, sebelum memasuki gerbang kawasan wisata itu anda akan melintasi jembatan gantung yang membentang di atas sebuah sungai. Itulah Sungai Opak. Selain melintasi sungai, persis di jembatan ini anda sebenarnya juga sedang melintasi patahanSungai Opak, yang terpendam di bawah endapan vulkanik Gunung Merapi. Panorama di sebelah selatan jembatan tadi berbeda dibanding sebelah utara yang relatif datar. Selain bukit2 kapur, di sini juga terdapat mata airpanas (hot springs) Parangwedang, yang tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanik ataupun post-vulkanik, namun disebabkan oleh patahan. Rupanya ruangdi bawah horst diisi oleh magma, namun bidang patahannya masih cukup kuat untuk menahan tekanan magma - beda dengan patahan sejenis di utara, yang tak sanggup menahan tekanan magma hingga magma bisa muncul ke permukaan Bumilewat bidang patahan dan terbentuklah jajaran gunung-gunung api Merapi, Merbabu dan Ungaran. Meski begitu magma di bawah horst tadi sudah cukup mampu untuk memanaskan air bawah tanah, yang kemudian keluar melewati bidang patahan sebagai air panas.
Patahan ini pernah diteliti di akhir 1980-an dan disimpulkan bahwa ia telah mati. Sehingga tidak pernah diperhitungkan sebagai salah satu potensi bahaya bagi Yogyakarta dan sekitarnya. Fokus potensi bahaya di Yogya kemudian lebih ditekankan pada ancaman letusan Merapi serta gerakan tanah. Gempa tektonik - kalaupun ada - dianggap diletupkan oleh zona subduksi yang berada 300 km diselatan Yogya. Jauh hari sebelumnya Yogya dan sekitarnya juga pernah diguncang gempa besarpada Juni 1867, dengan magnitude sekitar 7. Gempa ini menimbulkan kerusakan dan korban yang luar biasa hingga manuskrip Kraton Yogya mencatatnya dengan candrasengkala " obah lapis pitung bumi " alias bergeraknya tujuh lapisan bumi, yang terjemahannya menunjukkan angka tahun 1867 Masehi. Candrasengkala ini menunjukkan betapa hebatnya guncangan tanah saat itu, hingga disebutkan menyebabkan bergeraknya tujuh lapisan bumi. Disini harus diingat bahwa kata " pitu (tujuh) " dalam kesusastraan Jawa merupakan kataserapan dari sastra Arab, dan digunakan untuk menyatakan hal yang jamak. Demikian besarnya guncangan saat itu hingga istana air Tamansari (yang dibangun Hamengku Buwono 1 seabad sebelumnya) rusak berat dan tidak pernah lagi ditempati / diperbaiki sampai saat ini. Tugu golong gilig yang menjadilambang kota Yogya sampai ambruk dan terbelah menjadi tiga bagian. Tanah longsor terjadi di mana-mana, dan dari sini muncullah toponimi " Terban "yang kemudian menjadi nama sebuah daerah di pinggir Sungai Code, di sebelahselatan kampus UGM.
Kini patahan itu (nampaknya) hidup kembali. Dan di sana, di bawah lembah Sungai Opak, gempa2 susulan terus berkejaran. Sekilas pergeseran patahan inimemang tidak besar. Bila gempa megathrust 26 Des 2004 menimbulkan pergeseran(rata-rata) 15 m dan (maksimal) 20 m, di gempa Yogya HANYA 5 - 10 cm. Namun bila kita bandingkan pergeseran ini dengan pergerakan patahan-patahan sejenis, yang banyak eksis di Jawa Barat seperti patahan Lembang - Cimandiri - Baribis, dimana kecepatannya (rata-rata) 0,2 mm / tahun, makanampak pergeserannya cukup besar. Apa yang menyebabkan patahan ini hidup kembali, apakah gempa megathrust 2004 silam ? Atau aktivitas Merapi yang memang sedang memuncak setelah istirahat berkepanjangan 5 tahun terakhir (hal yang memang tidak biasa)? Kita tidak tahu. Demikian juga, bagaimana masa depan patahan ini dan apa pengaruh getaran gempanya bagi dapur2 magma jajaran gunung2 api Merapi, Merbabu dan Lawu? Kita juga tidak tahu, dan (harapannya) semoga tidakmuncul hal lain yang lebih buruk. Sebab rakyat Philipina telah merasakan betapa sebuah gempa besar pada pertengahan Juli 1990 - yang menghancurleburkan kawasan Baguio - dengan pusat berjarak 100 km dari GunungPinatubo ternyata sanggup membangunkan gunung yang telah 600 tahun terlelap (dan tererosi berat) dengan munculnya erupsi freatik pada awal April 1991 yang terus berkembang hingga puncaknya menghasilkan letusan dahsyat ultraplinian pada pertengahan Juni 1991 dengan semburan abu mencapai ketinggian 34 km. Bumi bercinta, manusia menangis, kata van Bemmelen. Dan jujur saja, membayangkan semua kemungkinan2 itu, membuat saya pribadi jadi bergidik ngeri. Apalagi Merbabu dan Lawu memang sudah sangat lama terlelap, dan Merapi 1.000 tahun silam punya sejarah letusan teramat besar, hingga sanggup meruntuhkan dinding barat dayanya dan mengalirkan milyaran ton material vulkanik yang selanjutnya membentur Pegunungan Menoreh, membentuk perbukitan Gendol dan mengubur candi Borobudur.. Tapi itu ratusan tahun silam yang sempat memaksa berpindahnya kerajaan Mataram Kuno |
Sejarah Geologis Gunung Merapi | |
| Gunung Merapi adalah sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang masih sangat aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Sejarah GeologisGunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australiaterus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang. Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.
Status terkiniDi bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan. Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi. 1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini. [1] 4 Juni, aktivitas Gunung Merapi lampaui status awas. Kepala BPPTK DIY Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa dua hari terakhir ini volume lava di kubah Merapi memenuhi seluruh kapasitas kubah merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi. 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awam panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman |
|