Atmosfer
Atmosfer adalah lapisan gas yang
melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari
permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di bumi, atmosfer
terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai
dengan sekitar 560 km dari atas permukaan bumi. Atmosfer tersusun atas
beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan
tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung
bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan
masalah cuaca, fenomena pembiasan sinar matahari
saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan
peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut
fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen
(78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon
(0.9%), karbondioksida (variabel,
tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.
Atmosfer melindungi kehidupan di bumi dengan
menyerap radiasi
sinar ultraviolet dari matahari
dan mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75%
dari atmosfer ada dalam 11 km dari permukaan planet.
Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat
laun dengan menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer
dan angkasa luar.
Troposfer
Lapisan ini berada pada level yang terrendah, campuran gasnya paling
ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Dalam lapisan ini kehidupan
terlindung dari sengatan radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda
langit lain. Dibandingkan dengan lapisan atmosfer yang lain, lapisan ini
adalah yang paling tipis (kurang lebih 15 kilometer dari permukaan
tanah). Dalam lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang
mendadak, angin tekanan dan kelembaban yang kita rasakan sehari-hari
berlangsung.
Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari
troposfer, karena permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari
dan menyalurkan panasnya ke udara. Biasanya, jika ketinggian bertambah,
suhu udara akan berkurang secara tunak (steady), dari sekitar 17℃
sampai -52℃. Pada permukaan bumi yang tertentu, seperti daerah
pegunungan dan dataran tinggi dapat menyebabkan anomali terhadap gradien
suhu tersebut.
Diantara stratosfer dan troposfer terdapat lapisan yang disebut
lapisan Tropopouse
Stratosfer
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari
ketinggian sekitar 11 km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah
relatif stabil dan sangat dingin yaitu - 70oF
atau sekitar - 57oC.
Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola aliran
yang tertentu.Disini juga tempat terbangnya pesawat. Awan tinggi
jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan paling bawah, namun
tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi pada lapisan ini.
Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah menjadi
semakin bertambah semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan
konsentrasi ozon
yang bertambah. Lapisan ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu.
Suhu pada lapisan ini bisa mencapai sekitar 18oC
pada ketinggian sekitar 40 km. Lapisan stratopause memisahkan
stratosfer dengan lapisan berikutnya.
Mesosfer
Kurang lebih 25 mil atau 40km diatas permukaan bumi terdapat lapisan
transisi menuju lapisan mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun
ketika ketinggian bertambah, sampai menjadi sekitar - 143oC di dekat bagian
atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81 km diatas permukaan bumi.
Suhu serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent, yang
terbentuk dari kristal es.
Termosfer
Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar
81 km. Dinamai termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup
tinggi pada lapisan ini yaitu sekitar 1982oC.
Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi
ini menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan
listrik yang dikenal dengan nama ionosfer,
yang dapat memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya era satelit,
lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak
jauh.
Fenomena aurora
yang dikenal juga dengan cahaya utara atau cahaya selatan terjadi
disini.
Eksosfer
Adanya refleksi cahaya matahari
yang dipantulkan oleh partikel debu meteoritik. Cahaya matahari
yang dipantulkan tersebut juga disebut sebagai cahaya Zodiakal
Komposisi
dari atmosfer bumi
Gas-gas penyusun atmosfer
Atmosfer tersusun oleh:
- Nitrogen ()
- Oksigen ()
- Argon ()
- Air ()
- Ozon ()
- Karbondioksida ()
Lapisan Atmosfir / Atmosfer Bumi - Pengertian dan Penjelasan -
Fisika
Atmosfir bumi adalah lapisan udara yang mengelilingi atau
menyelubungi bumi yang bersama-sama dengan bumi melakukan rotasi dan
berevolusi mengelilingi matahari. Udara yang terkandung dalam atmosfir
merupakan campuran dan kombinasi dari gas, debu dan uap air. Atmosfir
berguna untuk melindungi makhluk hidup yang yang ada di muka bumi karena
membantu menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam, menyerap
radiasi dan sinar ultraviolet yang sangat berbahaya bagi manusia dan
makhluk bumi lainnya.
Kandungan dalam lapisan atmosfir bumi
- Nitrogen 78,17%
- Oksigen 20,97%
- Argon 0,98%
- Karbon dioksida 0,04%
- Sisanya adalah zat lain seperti kripton, neon, xenon, helium, higrom
dan ozon.
Lapisan-lapisan atmosfer bumi terdiri dari :
1. Troposfer / Troposfir
Ketinggian troposfer : 0 - 15 km
Suhu lapisan troposfir : 17 - -52 derajat celcius
Kurang lebih 80% gas atmosfer berada pada bagian ini
2. Stratosfer / Stratosfir
Ketinggian stratosfer : 15 - 40 km
Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
Lapisan ozon yang memblokir atau menahan sinar ultraviolet berada pada
lapisan ini.
3. Mesosfer / Mesosfir
Ketebalan Mesosfer : 45 - 75 km
Suhu lapisan stratosfer : -140 derajat celcius
Suhu yang sangat rendah dan dingin dapat menyebabkan awan noctilucent
yang terdiri atas kristal-kristal es
4. Thermosfer / Thermosfir
Ketebalan themosfer : 75 - 100 km
Suhu lapisan stratosfer : 80 derajat celcius
5. Ionosfer / Ionosfir
Ketebalan ionosfer : 50 - 100 km
Adalah lapisan yang bersifat memantulkan gelombang radio. Karena ada
penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul
lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi
6. Eksosfer / Eksosfir
Ketebalan eksosfer : 500 - 700 km
Suhu lapisan stratosfer : -57 derajat celcius
Tidak memiliki tekanan udara yaitu sebesar 0 cmHg
Jenis dan Macam Hujan yang Ada di Wilayah Indonesia - Hujan Frontal,
Orografis dan Zenit - Belajar Online Ilmu IPS Geografi Umum
Thu, 03/08/2006 - 9:46pm — godam64
Di area daerah Republik Indonesia dapat kita jumpai tiga macam
hujan / ujan yang turun, yaitu antara lain :
1. Hujan Frontal
Hujan frontal adalah hujan yang disebabkan oleh bertemunya angin
musim panas yang membawa uap air yang lembab dengan udara dingin bersuhu
rendah sehingga menyebabkan pengembunan di udara yang pada akhirnya
menurunkan hujan.
2. Hujan Orografis
Hujan orografis adalah hujan yang diakibatkan oleh adanya uap air
yang terbawa atau tertiup angin hingga naik ke atas pegunungan dan
membentuk awan. Ketika awan telah mencapai titik jenuh maka akan turun
hujan.
3. Hujan Zenit
Hujan zenit adalah hujan yang penyebabnya adalah suhu yang panas pada
garis khatulistiwa sehingga memicu penguapan air ke atas langit bertemu
dengan udara yang dingin menjadi hujan. Hujan zenit terjadi di sekitar
daerah garis khatulistiwa saja.
A. KOMPOSISI UDARA
Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling
panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Jadi
Anda tentu bisa menyimpulkan sendiri betapa pentingnya udara bagi kehidupan
di bumi. Karena tanpa udara, maka manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan tidak
dapat hidup. Udara untuk kehidupan sehari-hari terdapat di atmosfer.
Atmosfer juga berfungsi sebagai payung atau pelindung kehidupan di bumi dari
radiasi matahari yang kuat pada siang hari dan mencegah hilangnya panas ke
ruang angkasa pada malam hari.
Atmosfer juga merupakan penghambat bagi benda-benda angkasa yang bergerak
melaluinya sehingga sebagian meteor yang melalui atmosfer akan menjadi panas
dan hancur sebelum mencapai permukaan bumi.
Lapisan atmosfer merupakan campuran dari gas yang tidak tampak dan tidak
berwarna. Empat gas utama dalam udara kering meliputi (lihat tabel 1.1).
Tabel 1.1. Gas Utama dalam Udara Kering.
Kegiatan Belajar 1
Macam gas Volume % Massa %
Nitrogen (N2) 78,088 75,527
Oksigen (O2) 20,049 23,143
Argon (Ar) 0,930 1,282
Karbon dioksida (CO2) 0,030 0,045
Total keseluruhan 99,097 99,097
Kondisi dan manfaat gas dalam atmosfer antara lain:
1. Nitrogen (N2) jumlahnya paling banyak, meliputi 78 bagian. Nitrogen tidak
langsung bergabung dengan unsur lain, tapi merupakan bagian dari senyawa
organik.
2. Oksigen (O2) sangat penting bagi kehidupan, yaitu untuk mengubah zat
makanan menjadi energi hidup.
3. Karbon dioksida (CO2) menyebabkan efek rumah kaca (greenhouse)
transparan terhadap radiasi gelombang pendek dan menyerap radiasi
gelombang panjang. Dengan demikian kenaikan kosentrasi CO2 di dalam
atmosfer akan menyebabkan kenaikan suhu di bumi.
4. Ozon (O3) adalah gas yang sangat aktif dan merupakan bentuk lain dari
oksigen. Gas ini terdapat pada ketinggian antara 20 hingga 30 km. Ozon
dapat menyerap radiasi ultra violet yang mempunyai energi besar dan
berbahaya bagi tubuh manusia.
Salah satu unsur yang penting dalam atmosfer adalah uap air.
Uap air (H2O) sangat penting dalam proses cuaca atau iklim, karena dapat
merubah fase (wujud) menjadi fase cair, atau fase padat melalui kondensasi
dan deposisi. Perubahan fase air, dapat dilukiskan pada gambar 1.
Gambar 1. Perubahan Fase Air.
Uap air merupakan senyawa kimia udara dalam jumlah besar yang tersusun
dari dua bagian hidrogen dan satu bagian oksigen. Uap air yang terdapat di
atmosfer merupakan hasil penguapan dari laut, danau, kolam, sungai dan
transpirasi tanaman.
Atmosfer selalu dikotori oleh debu. Debu adalah istilah yang dipakai untuk benda
yang sangat kecil sehingga tidak tampak kecuali dengan mikroskop. Jumlah
debu berubah-ubah tergantung pada tempat. Sumber debu beraneka ragam,
yaitu asap, abu vulkanik, pembakaran bahan bakar, kebakaran hutan, smog
dan lainnya. Smog singkatan dari smoke and fog adalah kabut tebal yang sering
dijumpai di daerah industri yang lembab. Debu dapat menyerap, memantulkan,
dan menghamburkan radiasi matahari. Debu atmosferik dapat disapu turun ke
permukaan bumi oleh curah hujan, tetapi kemudian atmosfer dapat terisi partikel
debu kembali. Debu atmosfer adalah kotoran yang terdapat di atmosfer
B. Struktur Vertikal Atmosfer
Dengan memakai suhu sebagai dasar pembagian atmosfer, maka atmosfer terdiri
dari lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer dan thermosfer. Lihat gambar 2.
Gambar 2. Pembagian lapisan atmosfer berdasarkan suhu.
1. Lapisan Troposfer
Gejala cuaca (awan, petir, topan, badai dan hujan) terjadi di lapisan troposfer.
Pada lapisan ini terdapat penurunan suhu yang terjadi karena sangat
sedikitnya troposfer menyerap radiasi gelombang pendek dari matahari,
sebaliknya permukaan tanah memberikan panas pada lapisan troposfer yang
terletak di atasnya; melalui konduksi, konveksi, kondensasi dan sublimasi
yang dilepaskan oleh uap air atmosfer.
Konduksi adalah proses pemanasan secara merambat.
Konveksi adalah proses pemanasan secara mengalir.
Kondensasi adalah proses pendinginan yang mengubah wujud uap air menjadi
air.
Sublimasi adalah proses perubahan wujud es menjadi uap air.
Pertukaran panas banyak terjadi pada troposfer bawah, karena itu suhu turun
dengan bertambahnya ketinggian pada situasi meteorologi (ilmu tentang
cuaca). Nilainya berkisar antara 0,5 dan 1o C tiap 100 meter dengan nilai rata
rata 0,65o C tiap 100 meter.
Udara troposfer atas sangat dingin dengan demikian lebih berat dibandingkan
dengan udara diatas tropopause sehingga udara troposfer tidak dapat
menembus tropopause. Ketinggian tropopause lebih besar di ekuator daripada
di daerah kutub. Di ekuator, tropopause terletak pada ketinggian 18 km dengan
suhu - 80o C, sedangkan di kutub tropopause hanya mencapai ketinggian 6
km dengan suhu - 40o C. Tropopause adalah lapisan udara yang terdapat di
antara troposfer dengan stratosfer.
Lapisan-Lapisan Atmosfer
Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah
satunya adalah keberadaan atmosfir, yang
berfungsi sebagai lapisan
pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini
telah diterima bahwa
atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan
berbeda yang tersusun secara berlapis, satu di atas
yang lain. Persis
sebagaimana dipaparkan dalam
Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu
keajaiban Al
Qur’an.
Satu fakta tentang alam semesta
sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa
langit
terdiri atas tujuh lapis.
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
menuju langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al
Qur''an, 2:29)
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu
masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya
tujuh langit dalam dua
masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." (Al
Qur''an,
41:11-12)
Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat
dalam Al Qur’an, digunakan untuk
mengacu pada "langit" bumi dan juga
keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti
ini, terlihat
bahwa langit bumi atau atmosfer
terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa
atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda
yang saling
bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur’an,
atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah,
hal tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Para ilmuwan menemukan
bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan
tersebut
berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya.
Lapisan atmosfer yang
terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia
membentuk sekitar 90% dari keseluruhan
massa atmosfer. Lapisan di
atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah
bagian dari
stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas
stratosfer
disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer.
Gas-gas terionisasi membentuk
suatu lapisan dalam termosfer yang
disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi
membentang dari
sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn
Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and
Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319322)
Keajaiban AlQuran
Sains Atmosfer adalah ilmu yang mempelajari proses-proses fisis,
dinamis, dan kimiawi yang terjadi di dalam atmosfer dari permukaan
sampai rumbai–rumbai (fringe) Bumi, serta kaitannya dengan proses-proses
yang terjadi di bagian lain dari Bumi yang tak tepisahkan mencakup
litosfer (bumi padat), hidrosfer (lautan), kriosfer (lapisan es), dan
biosfer (aktifitas kehidupan)
Platform Kelompok Keahlian Sains Atmosfer adalah proses-proses fisis dan
dinamis atmosfer di atas Benua Maritim Indonesia (BMI). Sains Atmosfer
memiliki akar-akar ilmu Fisika, dan Matematika serta ditunjang oleh
IPTEK terkait dalam bidang Geosains, Astronomi, Kimia, Elektronika,
Komputasi, dan Manajemen.
Lapisan-Lapisan
Atmosfer
Bumi memiliki seluruh
sifat yang diperlukan bagi kehidupan.
Salah satunya adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai
lapisan pelindung yang melindungi makhluk
hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima bahwa atmosfir terdiri
dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun
secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana dipaparkan
dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh
lapisan. Ini pastilah salah satu keajaiban Al Qur’an.
|
Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan
dalam Al Qur’an
adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu."
(Al Qur'an, 2:29)
"Kemudian Dia menuju langit, dan
langit itu masih merupakan asap.
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya."
(Al Qur'an, 41:11-12)
Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat
dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada "langit"
bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini,
terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer
terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi
terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan.
Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer
terdiri atas tujuh lapisan.
Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri
beberapa lapisan.
Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan
dan jenis gasnya.
Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER.
Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer.
Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER.
LAPISAN OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan
sinar ultraviolet.
Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas
mesosfer.
Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang
disebut IONOSFER.
Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960
km.
Bagian ini dinamakan EKSOSFER.
.
(Carolyn Sheets,
Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and
Bacon
Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam
sumber ilmiah tersebut, kita ketahui
bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam
ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam
surat Fushshilat ayat ke-12, "…
Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." Dengan kata lain,
Allah dalam ayat
ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau
fungsinya masing-masing.
Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki
fungsi penting yang bermanfaat
bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi.
Setiap lapisan memiliki fungsi
khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi
sinar-sinar berbahaya; dari
pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor
yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah
sumber ilmiah sebagaimana berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah
dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin
hanya terjadi pada troposfir.
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang
tak mungkin ditemukan tanpa teknologi
canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun
yang lalu.
Angin
yang Mengawinkan
Gambar di atas
memperlihatkan
tahap-tahap pembentukan gelombang air.
Gelombang air
terbentuk ketika angin meniup permukaan air.
Akibat
pengaruh angin ini, pertikel-partikel air
mulai bergerak
melingkar. Pergerakan ini kemudian mendorong
terbentuknya
gelombang air yang silih berganti, dan
butiran-butiran
air kemudian terbentuk oleh gelombang ini yang
kemudian
tersebar dan beterbangan di udara. |
Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin
yang mengawinkan
dan terbentuknya hujan karenanya.
"Dan Kami telah meniupkan angin untuk
mengawinkan
dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri
minum kamu
dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang
menyimpannya."
(Al Qur'an, 15:22)
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam
pembentukan
hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20,
satu-satunya hubungan
antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa
angin yang
menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi
modern telah
menunjukkan peran "mengawinkan" dari angin dalam
pembentukan
hujan.
Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana
berikut:
Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara
yang tak
terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih.
Pada
saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel
kecil dengan
diameter seperseratus milimeter, terlempar ke udara.
Partikel-partikel
ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan
debu daratan
yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke
lapisan atas
atmosfer. . Partikel-partikel ini dibawa naik lebih
tinggi ke
atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana.
Uap air
mengembun di sekitar partikel-partikel ini dan berubah
menjadi
butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-mula
berkumpul
dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam
bentuk hujan.
Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air
yang melayang
di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari
laut
dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan.
Apabila angin tidak memiliki sifat ini,
butiran-butiran air
di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk
dan hujanpun
tidak akan pernah terjadi.
Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari
angin
dalam pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad
yang lalu
dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya
mengetahui
sedikit saja tentang fenomena alam…
Pembentukan
Hujan
Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar
bagi orang-orang
dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa
didapatkan
tahap-tahap pembentukan hujan..
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama,
"bahan baku" hujan
naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an
berabad-abad yang lalu,
yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu
angin itu menggerakkan
awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya,
dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar
dari
celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya
yang
dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira"
(Al Qur'an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan
butiran-butiran air yang lepas ke udara.
Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu,
butiran-butiran air dalam awan yang baru
saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi
jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh
tahapan ini disebutkan dalam Al Qur'an.
|
Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam
ayat ini.
TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang
mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung
yang dibentuk dengan
pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan
partikel-partikel
air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan
garam,
lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir.
Partikel-partikel ini,
yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di
sekelilingnya,
yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme
yang disebut "perangkap air".
TAHAP KE-2: “...lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di
sekeliling butir-butir
garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal
ini sangat
kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu
bergantungan di
udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat
air hujan
keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir
garam dan partikel
-partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan
ini,
yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai
jatuh
ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam
ayat-ayat Al-Qur’an.
Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar.
Sebagaimana fenomena-fenomena
alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan
yang paling benar mengenai
fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada
orang-orang pada ribuan tahun
sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan
hujan dijelaskan:
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak
awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar
dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es
dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya
(butiran-butiran) es itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan."
(Al Qur'an, 24:43)
Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan
mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan
dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang
mengambil bentuk tertentu,
terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap
pembentukan kumulonimbus, sejenis awan
hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan
dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar:
Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus)
yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih
besar.
TAHAP - 3, Pembentukan awan yang
bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu
dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal
ke atas terjadi di dalamnya meningkat.
Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di
bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan
gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan
awan saling bertindih-tindih. Membesarnya
awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut
mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu
lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan
tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es
ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan
angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan
jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb.
(Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B.
Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269;
Millers,
Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology,
s.
141-142)
Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya
baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan
hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan
menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat
terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah
memberitahu kita suatu informasi yang tak
mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
Kadar
Hujan
Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan
adalah bahwa hujan diturunkan ke
bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf
sebagai berikut;
"Dan Yang menurunkan air dari langit menurut
kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan
dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan
(dari dalam kubur)."
(Al Qur'an, 43:11)
Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan
melalui penelitian modern.
Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari
bumi.
Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun. Angka ini
ternyata sama dengan jumlah hujan yang
jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar
dalam suatu siklus yang seimbang
menurut "ukuran atau kadar" tertentu.
Kehidupan di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun
manusia menggunakan semua teknologi
yang ada di dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus seperti
ini.
Per tahunnya, air hujan
yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk
hujan berjumlah "tetap": yakni 513 triliun ton. Jumlah yang tetap ini
dinyatakan dalam Al Qur'an dengan
menggunakan istilah "menurunkan air dari langit menurut kadar".
Tetapnya jumlah ini sangatlah penting bagi
keberlangsungan keseimbangan ekologi dan, tentu saja, kelangsungan
kehidupan ini,..
|
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan
segera mengakibatkan ketidakseimbangan
ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan di bumi.
Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun setiap
tahun dalam jumlah yang benar-benar
sama seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.
I. ATMOSFER
Atmosfer bumi memiliki ketebalan 10.000 Km yag terbagi 4 Lapisan
utama:
- Lap. Troposfer : 12 Km (Dipengaruhi cuaca)
- Lap. Stratosfer : 80Km (Relatif Stabil)
- Lap. Ionosfer : 1000 Km
- Lap. Eksosfer : (‘Outer’ Atmosfer)
Idealnya penerbangan dilakukan pada koridor STRATOSFER
dikarenakan pada ketinggian ini relatif stabil terhadap perubahan
cuaca. Dalam penerbangan, unsur-unsur yang mempengaruhi cuaca seperti temperatur,
kelembaban, tekanan, angin, awan, dan hujan sangat
penting diperhatikan karena akan mempengaruhi keselamatan penumpang.
FYI: Sebelum Perang dunia II, kecelakaan pesawat 90%
terjadi akibat tubuh yang tidak mampu beradaptasi dengan tekanan
atmosfer yang semakin kecil. Hal ini karena pada saat itu belum
ditemukan tekologi kabin pesawat bertekanan.
Geologi - mempelajari bumi terutama yg ada di kerak
bumi. Mereka (termasuk aku juga) objek yg diteliti hanyalah kerak yang
tebalnya hanya 5 Km
65 Km untuk kerak benua dan hingga 65 Km 5 Km pada kerak samodra (rata-rata 35 Km).
Bandingkan dengan jarijari bumi yang 13 000 Km 6 .375 Km Bayangin aja kalau membelah
semangka merah yg luarnya hijau, maka yg dipelajari geologi itu cuman
kulit luarnya doang .. tipiiss !!! Jadi kalau melihat gambar penampang
itu seringkali sudah diubah skalanya. Sakbenernya yang disebut kerak
bumi itu hanya “kulit ijo”nya semangka merah tadi !
Nah kerak tipis itulah yg dibilangin bergerak-gerak. Jadi yg dipelajari
geologi itu “batu”-nya. Kayaknya emang orang geologi ini kepala batu ya …
didalam kepalanya cuman ada batu …
Geofisika bumi – mempelajari seluruh bumi, seluruh
parameter fisikanya, sifat-sifat fisikanya, termasuk didalamnya
getaran-getaran gempa-gempa yg menjalar dari satu titik ke titik belahan
lainnya. Juga didalamnya termasuk belajar sifat-sifat elektromagnetis,
gravitasi, resistifitas bumi, pokoke semua yg berbau fisika lah. Tapi
juga didalamnya ada ilmu gunung api (vulcanologi) dimana
ilmunya menyangkut geologi dan juga geofisika.
Geofisika meteorologi – Nah mereka yg
belajar ilmu ini tentunya melihat sifat-sifat meteorologis dari atmosfer
yang dimulai dari permukaan hingga ketinggian 400 Km. Nah itulah
sebabnya mengapa saya sebut aurora kemarin karena Aurora bisa mencapai
ketinggian 400 Km sehingga bisa teramati dari jauh. Nah inget lagi
tulisan di mitos awan gempa, bahwa secara “geometri” pengamatan ini
harus bener dulu
Astrophysics – Astronomi Lah ini yg dipelajari oleh
Lapan tentang fisika-fisika diantara bumi dan planet-planet lain. Disitu
gejala-gejala ionosfer dipelajari. Coba lihat berapa ketinggian yg
diamatinya.
Oleh:
Dr. Armi Susandi, MT
Atmosfer berasal dari bahasa Yunani atmos yang
berarti uap dan sphaira yang berarti bulatan. Jadi, atmosfer
adalah lapisan gas yang menyelimuti bulatan Bumi. Karena lapisan ini
menyelimuti Bumi, maka atmosfer jauh lebih luas daripada lautan yang
meliputi ¾ permukaan Bumi.
Surah Al-Baqarah ayat 29 mengisyaratkan adanya
lapisan-lapisan pada langit:
”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di Bumi
untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Jika “langit” diartikan sebagai atmosfer, maka berarti surat
tersebut menyebutkan bahwa atmosfer memiliki 7 lapisan. Namun, dalam
ilmu meteorologi hanya dikenal 5 lapisan atmosfer.
Kelima lapisan tersebut, seperti yang terlihat pada gambar di
bawah, ialah:
1.) Troposfer (0-10 km). Lapisan terendah, tempat terjadinya fenomena
cuaca (awan, hujan, dan badai guruh).
2.) Stratosfer (10-50 km). Lapisan di atas troposfer dimana fenomena cuaca
sudah tidak terjadi lagi. Tetapi, badai guruh yang besar dapat mencapai
lapisan terbawah stratosfer. Pada lapisan inilah terdapat lapisan ozon.
3.) Mesosfer (50-85 km). Lapisan dimana gerakan udara vertikal tidak
terlalu terhambat.
4.) Thermosfer (di atas 85 km). Lapisan yang panas dengan temperatur antara
400°–2000° C.
Diantara lapisan-lapisan tersebut, terdapat suatu batas yang
memisahkan tiap-tiap lapisan yakni tropopause, stratopause,
dan mesopause.
Dalam uraian di atas, terdapat 4 lapisan atmosfer. Jika
lapisan ozon dihitung sebagai lapisan tersendiri, maka terdapat 5
lapisan. Namun, ternyata dalam ilmu astronomi dikenal lapisan lain di
atas lapisan thermosfer, yaitu ionosfer dan eksosfer.
Jika keseluruhan lapisan tersebut dijumlahkan, jumlahnya memang menjadi
7 lapisan. Lalu, apakah “tujuh langit” dalam Surat Al-Baqarah ayat 29
memang menunjuk kepada atmosfer? Hal ini tentunya perlu dikaji lebih
lanjut.
Gas pembentuk atmosfer terdiri dari gas yang jumlahnya tetap
dan gas yang jumlahnya berubah. Gas yang jumlahnya tetap terdiri dari
nitrogen, oksigen, hidrogen, helium, dan gas-gas berkadar rendah
lainnya. Sedangkan gas yang jumlahnya berubah terdiri dari uap air,
karbon dioksida, dan ozon. Komposisi udara tersebut berada di atmosfer
bagian bawah (0-25 km). Persentasenya dapat dilihat pada diagram
lingkaran di bawah ini.
Atmosfer bersifat kompresibel, artinya densitas (massa jenis)
maksimum berada di permukaan tanah. Karena densitas merupakan fungsi
dari volume, maka gas-gas tersebut akan semakin tipis jika menjauhi
permukaan, hingga tidak dapat dibedakan dari gas/debu luar angkasa.
Tebal atmosfer berkisar antara 100-110 km, namun tebalnya berbeda-beda
di tiap tempat. Di daerah kutub dan subtropis, tebalnya hanya sekitar 8
km, sedangkan di daerah tropis mencapai 16 km.
Pada lapisan troposfer di atmosfer, berlangsung berbagai
proses cuaca yang berperan dalam menjaga kelangsungan hidup di Bumi.
Pergantian musim/cuaca berperan dalam pergerakan arah angin. Selain
membantu penyerbukan tumbuhan, angin yang bergerak dari temperatur
rendah ke tinggi juga menyebarkan awan. Hujan dari awan tersebut membuat
tanah yang tandus menjadi hidup kembali.
Dengan lapisan ozonnya, atmosfer juga melindungi Bumi dari
radiasi sinar ultraviolet, yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup di
Bumi. Selain itu, atmosfer juga melindungi Bumi dari masuknya
benda-benda asing. Benda-benda asing yang masuk ke Bumi akan bergesekan
dengan lapisan atmosfer mulai dari ketinggian 100 km ke bawah. Semakin
dekat ke Bumi, konsentrasi udara makin pekat dan densitasnya pun makin
tinggi, sehingga gaya geseknya makin besar. Akibatnya, ketika mencapai
permukaan Bumi, ukuran benda tersebut telah jauh berkurang atau bahkan
habis terbakar.
Pada siang hari, atmosfer memantulkan 6% dan menyerap 16%
energi panas dari matahari. Kemudian energi panas matahari yang
diteruskan ke permukaan, sekitar 24% jumlahnya dipantulkan kembali oleh
awan dan permukaan Bumi, 3% diserap oleh awan. Sisanya (51%) diserap
oleh tanah dan laut. Dengan demikian, suhu permukaan Bumi di siang hari
tidak melonjak tinggi.
Sebaliknya, di malam hari atmosfer menahan sebagian energi
panas sehingga suhu tidak merosot drastis. Atmosfer menyerap sekitar 15%
energi panas yang akan dipancarkan kembali ke luar angkasa. Kemampuan
atmosfer menyerap panas disebabkan kandungan gas CO2-nya,
mirip dengan rumah kaca (herbarium) yang menjaga suhu tetap hangat bagi
tetumbuhan di dalamnya. Karena itu, gas CO2 disebut
juga gas rumah kaca. Akan tetapi, jumlah gas ini di atmosfer terus
meningkat, sehingga menimbulkan pemanasan global (global warming).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tanpa atmosfer
dengan komposisi dan ketebalan seperti yang dimiliki Bumi, tidak akan
ada kehidupan. Inilah yang membuat planet lain—meskipun memiliki
atmosfer—tidak memiliki kehidupan. Atmosfer planet-planet lain tidak
cukup tebal untuk menahan serangan benda-benda asing. Selain itu,
komposisinya tidak memungkinkan terjadinya proses cuaca dan penahanan
panas. Wallahu a’lam bisshowab.
Oleh: Fadhullah Muh. Said, S.Ag
”Tidakkah mereka memperhatikan
burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang
menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
beriman.”(Q.S. An Nahl: 79)
Surat An-Nahl ayat 79 di atas merupakan ayat yang
paling terkait dengan atmosfer. Dalam ayat tersebut, terdapat kata jawwis
samaa’i dimana jawwi berarti melindungi dan samaa’i
berarti langit. Jadi, kata jawwis samaa’i berarti langit yang
melindungi, yang dalam ayat tersebut diartikan sebagai angkasa bebas.
Kata ”burung” yang digunakan dalam ayat di atas,
menunjukkan bahwa angkasa tersebut adalah batas tertinggi adanya
kehidupan. Sebab burung tidak dapat terbang lebih tinggi dari jawwis
samaa’i. Kata jawwis samaa’i ini juga diartikan sebagai ghilaful
ardhil hawa’i atau penutup bumi yang masih terdapat hawa
(udara yang digunakan untuk bernafas, oksigen).
Jika dihubungkan dengan ilmu meteorologi, maka jawwis
samaa’i dapat diartikan sebagai troposfer. Sebab troposfer
merupakan lapisan atmosfer terendah yang masih mengandung oksigen dalam
jumlah melimpah. Karena posisinya yang paling dekat dengan permukaan,
maka densitas udara pada lapisan ini pun paling tinggi dibandingkan
lapisan atmosfer lainnya.
Lapisan troposfer atau jawwis samaa’i ini,
juga merupakan tempat terjadinya fenomena cuaca seperti hujan dan angin.
Dalam Al-Qur’an, fenomena cuaca dijelaskan dengan istilah yang
berbeda-beda. Untuk angin kencang yang menyenangkan digunakan kata rih.
Lalu kata jawwi untuk udara, dan hawa untuk udara
yang bergerak. Khusus untuk hujan, proses terbentuknya diuraikan secara
detail dalam surat An-Nuur ayat 43. Hal ini adalah salah satu isyarat
ilmiah dari Al-Qur’an karena di Jazirah Arab hujan hanya turun 3 kali
dalam setahun.
Isyarat ilmiah lain yang berkaitan dengan cuaca, dapat
ditemukan dalam surat Ath-Thariq ayat 11. Dalam ayat tersebut digunakan
kata raj’i yang berarti kembali, untuk menyebut kata ”hujan”.
Ilmu meteorologi telah menjelaskan bahwa hujan berasal dari uap air yang
naik dari Bumi ke udara, kemudian kembali turun ke Bumi, naik lagi ke
atas dan kembali lagi ke Bumi, begitulah seterusnya.
Informasi mengenai lapisan atmosfer dan fenomena cuaca
ternyata telah diberikan Al-Qur’an sejak 14 abad silam. Informasi ini
baru dapat kita pahami setelah munculnya ilmu meteorologi
modern. Namun, di luar isyarat-isyarat ilmiah ini, ada satu hal yang
perlu kita perhatikan. Setiap kali sebuah ayat Al-Qur’an membahas
ciptaan Allah, ia selalu disertai dengan pertanyaan tentang Allah.
Artinya, semua yang diciptakan-Nya telah diatur sedemikian rupa, dan
tidak ada kekuatan lain yang mampu mengubahnya selain Allah SWT. Wallahu
a’lam bisshowab.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan
segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit,
lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (Al Qur’an, 2:29)
“Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka
Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya.” (Al Qur’an, 41:11-12)
Kata “langit”, yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an,
digunakan untuk mengacu pada “langit” bumi dan juga keseluruhan alam
semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau
atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas
lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu,
persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas
tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan.
Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan
dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut
TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer.
Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian
dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan
di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas
mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer
yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari
sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn
and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah
tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis,
seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat
Fushshilat ayat ke-12, “… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya.” Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia
memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing.
Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki
fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh
makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari
pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar
berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap
dampak meteor yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber
ilmiah sebagaimana berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan
troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir.
El Nino dan La Nina serta dampaknya di Indonesia
Seperti
yang sudah bnyak diceritakan sebelumnya dan mungkin sudah banyak yang
tau klo Indonesia ini terletak di antara dua benua dan dua samudera.
Kondisi yang menyebabkan indonesia menjadi sangat unik lokasinya. Lokai
yang unik ini juga menyebabkan fluktuasi iklim, khususnya curah hujan yg
juga unik. Misalnya indonesia ini merupakan lokasi terjadinya
konvergensi dua buah sirkulasi utama di dunia yaitu sirkulasi walker dan
sirkulasi hadley. Karena terletak di antara dua benua, maka aktifitas
hangat dan dingin dikedua benua akibat dari pergerakan matahari yang
berpindah dari 23.5o LU ke 23.5o LS setiap tahun
menyebabkan negeri kita ini juga di lewati oleh angin monsoon. Trus
indonesia juga di penuhi oleh gunung2, hutan, ladang yang juga unik
bentuknya. Semua itu mempengaruhi hujan di indonesia. Apa hubungannya
dengan El Nino dan La Nina? Akibat dari interaksi semuanya itu
menyebabkan pengaruh El Nino dan La Nina semua tempat di Indonesia
berbeda2…
Contohnya saja di Bali. Pengaruh
fluktuasi nilai indeks osilasi selatan yang menggambarkan kejadian El
Nino/La Nina antara bagian selatan dan utaranya. Karena di tengah2 pulau
Bali ada gunung yang membentang dari timur ke barat (As-syakur, 2007).
Aldrian and Susanto (2003) juga menyimpulkan bahwa pengaruh El Nino/La
Nina juga berbeda pada setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda,
dimana di daerah dengan polah hujan monson pengaruh fenomena iklim ini
kuat, pada daerah berpola hujan equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan
pada daerah berpola hujan lokal tidak jelas. Hasil yang sama juga di
ungkapkan oleh Hamada et al. (2002), walaupun Hamada et al.
membagi pola hujan di Indonesia dengan 4 pola yang berbeda, tapi
intinya dia jua mengungkapkan bahwa setiap daerah dengan pola hujan yang
berbeda, responnya terhadap El Nino/La Nina juga berbeda-beda. gambar
di bawah adalah pola spasial efek El Nino 1997/1998 terhadap curah hujan
di dunia (Bell et al., 1999) (klik untuk memperbesar). bila
di lihat dari gambar tersebut terlihat penurunan hujan di indonesia
sangat drastis saat El Nino 97/98
Artikel yang menarik untuk melihat
distribusi efek El Nino ini secara lengkap khususnya kejadian El Nino
1997 adalah publikasinya Gutman et al. (2000) yang berjudul Using NOAA/AVHRR Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on Indonesia in 1997–98 dan diterbitkan di Bulletin of the American Meteorological Society No. 81.
Beliau merangkum banyak hal disitu mulai dari kondisi sebaran SST saat
itu dan efeknya terhadap sebaran hujan (Gambar di atas, klik untuk
memperbesar), bagaimana sebaran kekeringan, sebaran kebakaran hutan,
sebaran suhu permukaan daratan serta tutupan vegetasi. Secara umum
kesimpulan beliau adalah pada saat El Nino suhu permukaan laut
meningkat, periode kekeringan yang berkepanjangan, dengan keadaan jumlah
awan, curah hujan serta uap air yang rendah. Akibatnya fluktuasi
penyerapan gelombang pendek dan kehilangan gelombang panjang adalah
meningkat secara signifikan.
Karena saat awal kejadian El Nino
biasanya bertepatan dengan masa pembakaran lahan pertanian di
daerah-daerah yang melakukan sistem perladangan berpindah, maka kondisi
tersebut menyebabkan timbulnya kebakaran serta banyak menghasilkan asap
yang sebarannya sangat luas serta dengan konsentrasi yang tinggi dan
waktu tinggal asap tersebut di udara yang cukup lama. Hal ini
menyebabkan turunnya tingkat kesehatan disekitar. Selain itu juga
menyebabkan bentuk dan jumlah butiran2 air di awan juga berubah. Pada
bidang pertanian kejadian El Nino menyababkan penurunan rata-rata
kehilangan peluang produksi pangan selama tahun 1968-2000 sekitar 1.79
juta ton atau sekitar 3.06 % dari seluruh peluang produksi pangan
(Irawan, 2006).
pengaruh umum El Nino di perairan laut
Indonesia adalah mendinginnya suhu permukaan laut di sekitar perairan
indonesia akibat dari tertariknya seluruh masa air hangat ke bagian
tengah samudra pasifik. akibat buruk dari kondisi ini adalah
berkurangnya produksi awan di wilayah indonesia yang sudah pasti efek
sampingnya adalah menurunnya curah hujan, tapi segi positifnya adalah
meningkatnya kandungan klorofil-a di perairan laut indonesia. sudah
menjadi rahasia umum bahwa semakin rendah suhu permukaan laut, maka
kandungan klorofil-a semakin tinggi serta akibat lainnya adalah
kemungkian terjadinya proses upwelling semakin besar di sekitar perairan
indonesia. keadaan ini menyebabkan meningkatnya pasokan makanan ikan,
jumlah ikan di sekitar perairan lebih banyak dari biasanya dan yang
ujung-ujungnya mampu meningkatkan pendapatan para nelayan.
Sangat sedikit sekali bahan yang menjelaskan dampak La Nina di indonesia. Cuman dapat di Bell et al.
(1999 dan 2000) yang mengatakan bahwa La Nina menyebabkan curah hujan
di indonesia meningkat pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya
awal musim hujan. karena cenderung meningkatkan curah hujan pada musim
kemarau serta majunya awal musim hujan tersebut, menjadikan efek La Nina
bisa bersifat positif seperti naiknya rata-rata produksi pangan sebesar
521 ribu ton atau 1.08 % dari total rata-rata produksi (Irawan, 2006).
kondisi wilayah laut indonesia juga terjadi sebaliknya dari kondisi La
Nina. laut menjadi lebih hngat dari biasanya, pasokan klorofil-a menurun
sehingga nelayan pun ikut merasakan dampaknya yaitu berkurangnya hasil
tangkapan ikan.
Menurut Aldrian (2003) pengaruh ENSO (El
Nino/La Nina) di Indonesia di mulai pada bulan april dan akan mencapai
puncak pada bulan agustus dan september serta terus menurun sampai bulan
desember. Akan tetapi setiap para peneliti di dunia menarik kesimpulan
yang sama bahwa efek ENSO pada setiap kejadian tidak akan pernah sama
karena kompleksnya interaksi antara atmosfer dan laut, berbeda-bedanya
pengaruh dominan dari faktor-faktor penyebab ENSO, serta adanya pengaruh
lokal yang berbeda-beda pada setiap kejadian ENSO.
Referensi
Aldrian, E. 2003. Simulations of
Indonesian Rainfall with a Hierarchy of Climate Models. Dissertation.
Max-Planck-Institute for Meteorology. Hamburg University.
Hamburg-Germany
Aldrian, E., and R.D. Susanto. 2003.
Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and
Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23.
1435–1452.
As-syakur, A.R., 2007. Identifikasi
Hubungan Fluktuasi Nilai SOI Terhadap Curah Hujan Bulanan Di Kawasan
Batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 7(2), pp. 123-129.
Bell, G.D., M.S. Halpert, C.F.
Ropelewski, V.E. Kousky, A.V. Douglas, R.C. Schnell, and M.E. Gelman.
1999. Climate Assessment for 1998. Bulletin of the American
Meteorological Society, 80(5). S1-S48
Bell, G.D., M.S. Halpert, R.C. Schnell,
R.W. Higgins, J. Lawrimore, V.E. Kousky, R. Tinker, W. Thiaw, M.
Chelliah, and A. Artusa. 2000. Climate Assessment for 1999. Bulletin of
the American Meteorological Society, 81(6). S1-S50
Gutman, G., I. Csiszar, and P. Romanov.
2000. Using NOAA/AVHRR Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on
Indonesia in 1997–98. Bulletin of the American Meteorological Society,
81. 1189-1205
Hamada, J., M.D. Yamanaka, J. Matsumoto,
S. Fukao, P.A. Winarso, and T. Sribimawati. 2002. Spatial and temporal
variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. J.
Meteor. Soc. Japan, 80. 285-310
Irawan, B. 2006. Fenomena Anomali Iklim
El Nino dan La Nina – Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya
terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 24(1). 28-45.
Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of sciences) mengalami
pasang-surut peranannya untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan. Apabila geografi tetap
ingin berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam kebijakan
pembangunan, geografi harus mempunyai konsep inti, metodologi dan
aplikasi yang mantap. Makalah ini bertujuan untuk menelusuri konsep inti
geografi yang sesuai untuk dikembangkan di Indonesia untuk mendasari
kompentensinya, khususnya dalam bidang geografi fisik. Pemisahan
geografi fisik dan geografi manusia yang tinggi kurang mencirikan jati
diri geografi, dan jika kecenderungan pemisahan tersebut semakin
berlanjut jati diri geografi akan pudar dan akan larut dalam disiplin
ilmu lainnya, dan bahkan kita akan kehilangan sebagian dari kompetensi
keilmuan geografi. Geografi terpadu atau geografi yang satu (unifying geography)
menjadi satu pilihan sebagai dasar pembelajaran geografi yang sesuai
untuk Indonesia, yang diikuti dengan pendalaman keilmuan pada
masing-masing obyek material kajian geografi tanpa melupakan obyek
formalnya. Komponen inti dari geografi terpadu adalah ruang,
tempat/lokasi, lingkungan dan peta, yang berdimensi waktu, proses,
keterbukaan dan skala. Komponen inti geografi terpadu tersebut dijadikan
dasar untuk menentukan kompetensi geografi. Kompetensi geografi fisik,
yang obyek materialnya fenomena lingkungan fisik (abiotik) pada lapisan
hidup manusia, sangat luas antara lain: penataan ruang, pengeolaan
sumberdaya alam, konservasi sumberdaya alam, penilaian degradasi
lingkungan, pengelolaan daaerah aliran sungai, penilaian tingkat bahaya
dan bencana, penilaian risiko bencana. Kompetensi geografi fisik
tersebut selalu dikaitkan dengan kepentingan umat manusia, dengan konsep
bahwa lingkungan fisikal sebagai lingkungan hidup manusia.
1. PENGANTAR
Perbincangan
tentang jati diri Geografi telah beberapa kali dilakukan di Indonesia,
baik melalui lokakarya, seminar maupun melalui sarasehan yang dilakukan
oleh Fakultas/Jurusan/Departemen Geografi, organisasi profesi (IGI) dan
ikatan alumni (IGEGAMA). Jati diri suatu disiplin ilmu dapat ditelaah dari definisinya. Dalam Seminar
Peningkatan
Relevansi Metode Penelitian Geografi tanggal 24 Oktober 1981 Prof.
Bintarto dalam papernya berjudul Suatu Tinjauan Filsafat Geografi
mengemukakan definisi Geografi sebagai berikut: Geografi
mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun
yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui
pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program,
proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto,
1984). Seminar dan lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi,
FKIP, IKIP Semarang kerjasama dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan
rumusan definisi: Geografi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer
dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.
Rumusan
dua definisi Geografi tersebut sedikit berbeda namun memberikan
ketegasan dan kejelasan tentang obyek kajian dalam Geografi baik obyek
material maupun formalnya. Obyek materialnya adalah gejala, fenomena,
peristiwa di muka bumi (di geosfer), sedang obyek formalnya adalah sudut
pandang atau pendekatan:keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah.
Ketegasan obyek formal kajian Geografi penting untuk membedakan kajian
dengan disiplin ilmu lain yang obyek materialnya juga fenomena geosfer.
Geosfer terdiri atas atmosfer, litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer
dan biosfer (termasuk antroposfer); sfera bumi tersebut membentuk satu
sistem alami yang masing-masing sfera saling berinteraksi, saling
pengaruh mempengaruhi. Konsep sfera bumi membentuk satu sistem alami
merupakan konsep penting dalam geografi, karena dapat dijadikan dasar
untuk memahami dinamika fenomena dari muka bumi.
Definisi
Geografi versi Semlok Semarang tersebut masih banyak digunakan dalam
proses pembelajaran geografi di sekolah dan perguruan tinggi, dan bukan
satusatunya yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena masih
banyak definisi lain yang perlu disampaikan untuk memperkaya dan
memperluas wawasan tentang jati diri geografi. Definisi geografi itu
sangat banyak, berikut ini disampaikan lima definisi untuk memberikan
diversitas cakupan, dan jati diri Geografi.
1)
Geography is concerned to provide an accurate, orderly, and rational
description and interpretation of the variable character of the Earth’s
surface (Hartshorne, 1959).
2)
Geography is the scientific study of changing spatial relationships of
terrestrial phenomena viewed as world of man (Bird, 1989).
3)
The core of Geography is an abiding concern for human and physical
attribute of places and regions and with spatial interaction that alter
them (Abler et al, 1992). 4) Geography is the study of the surface of
the Earth. It involves the phenomena and processes of the Earth’s
natural and human environments and landscapes at local to global scales
(Herbert and Matthews (2001).
5)
Geography is a discipline concerned with understanding the spatial
dimensions of environmental and social processes (White, 2002)
Variasi
definisi tersebut di atas juga memberikan ketegasan kepada kita bahwa
obyek kajian Geografi adalah fenomena geosfer dan sudut pandangnya
adalah keruangan, kelingkungan dan kewilayahan meskipun dengan rumusan
yang berbeda. Rumusan yang berbeda dari definisi Geografi dapat dipahami
dengan munculnya pandangan Geografi yang menyatakan bahwa geografi adalah apa yang dikerjakan oleh geograf. Dua definisi terakhir dari lima
definisi tersebut di atas aspek lingkungan mendapat tekanan yang lebih.
Hal tersebut sangat mungkin diinspirasi oleh permasalahan lingkungan
yang semakin meningkat dan mengglobal di muka bumi ini, seperti
perubahan iklim global, penurunan kualitas lingkungan, bencana banjir,
kekeringan, longsor, kemiskinan, penurunan dan kerusakan sumberdaya
alam. Permasalahan lingkungan dan bencana yang banyak terjadi tersebut
timbul sebagai akibat ketidak imbangan interaksi antara lingkungan
dengan aktifitas manusia. Interaksi lingkungan-manusia merupakan
sebagian dari kajian geografi yang menggunakan pendekatan
kelingkungan..Oleh sebab itu permasalahan lingkungan menjadi perhatian
geograf, dan selain itu geografi sebagai ilmu yang berorientasi pada
pemecahan masalah (problems solving).
Permasalahan lingkungan yang terjadi saat sekarang dan masa depan
bersifat kompleks, multi dimensi, saling kait mengkait, sehingga
pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu.
Dalam
merespon permasalahan lingkungan yang multidimensi dan berskala lokal
hingga global, Geografi dihadapkan pada dua permasalahan yang terkait
disiplin ilmu geografi itu sendiri dan permasalahan kompetensi geograf
sebagai pemangku ilmu geografi.
1)
Geografi yang bagaimanakah yang mampu memberikan kontribusi nyata untuk
pengambilan kebijakan dalam memecahkan permasalahan lingkungan yang
berdimensi lokal hingga global secara berkelanjutan?
2) Kompetensi apakah yang diperlukan bagi geograf di masa mendatang?
Pertanyaan pertama dimunculkan, karena ada tiga alasan penting yang terkait dengan geografi:
1)
Geografi menghadapi tantangan untuk memberikan masukan dalam
memecahkahn masalah yang multi dimensi dan kompleks yang memerlukan
pendekatan antar bidang, apabila geografi tidak terpadu maka kontribusi
geografisnya kurang lengkap, bahkan berisiko sebagian disiplin geografi
menjadi bagian disiplin ilmu lain;
2) Pembelajaran
geografi harus utuh tidak terkotak-kotak secara tegas antara geografi
fisik dan geografi manusia, karena masalah di sekeliling lingkungan kita
semakin meningkat dan geograf harus mampu memberikan kontribusi yang
nyata kepada masyarakat, oleh karena itu geograf harus berbekal
teori/konsep yang matang;
3)
Riset fundamental dalam elemen inti geografi belum banyak dilakukan
untuk menghasilkan teori dasar geografi yang dapat digunakan sebagai
masukan dalam kebijakan pemerintah, jika geografi tidak mengembangkan
geografi terpadu akan kehilangan kesempatan/kedudukan sebagai pemberi
masukan sesuai bidang keilmuan geografi. Label dari geografi adalah
ruang, tempat, lingkungan dan peta, yang tidak dimiliki oleh disiplin
ilmu lain (Mathews et al, 2004).
Dalam
mengupas permasalahan pertama tersebut perlu didasari pemahaman tentang
ruang lingkup Geografi, komponen inti kajian geografi. Pembahasan
permasalahan kedua tentang kompetensi khususnya dalam bidang kajian
geografi fisik, perlu didasari dengan metode penelitian geografi dan
identifikasi dari permasalahan lingkungan yang terkait dengan obyek
kajian Geografi
2. RUANG LINGKUP KAJIAN GEOGRAFI
Sebutan
geografi sebagai ilmu pengetahuan cukup banyak, antara lain: i).
Geografi sebagai ilmu holistik yang mempelajari fenomena di permukaan
bumi secara utuh menyeluruh, ii) geografi adalah ilmu analitis dan
sintesis, yang memadukan unsur lingkungan fisikal dengan unsur manusia
dan iii). geografi adalah ilmu wilayah yang mempelajari sumberdaya
wilayah secara komprehensif. Tiga sebutan geografi tersebut yang menjadi
landasan untuk membahas kajian geografi yang mampu merespon
permalasalahan lingkungan yang berdimensi lokal hingga global.
Pertanyaan pemandu untuk mengetahui ruang lingkup kajian Geografi pada
umumnya adalah:
1) Apa (what),
2) Dimana (where),
3) Berapa (how long/how much),
4) Mengapa (why),
5) Bagaimana (how),
6) Kapan (when),
7) Siapa (who) (Widoyo Alfandi, 2001).
Pertanyaan pemandu yang mencerminkan bahwa geografi itu adalah holistik, sintesis dan kewilayahan adalah sebagai berikut:
1) Apa, dimana dan kapan (what, where and when),
pertanyaan ini menuntun kita untuk mengetahui fenomena geografis dan
distribusi spasialnya pada suatu wilayah, serta kapan terjadinya;
2) Bagaimana dan mengapa ( how and why),
pertanyaan ini bersifat analitis untuk mengetahui sistem, proses,
perilaku, ketergantungan, organisasi spasial dan interaksi antar
komponen pembentuk geosfer;
3) Apakah dampaknya (what is the impact),
pertanyaan bersifat analistis, sintesis untuk mengevaluasi fenomena
geografi yang mengalami perubahan baik oleh proses alam maupun oleh
hasil interaksi antara manusia dengan lingkungan alamnya;
4) Bagaimana seharusnya (how ought to ),
pertanyaan ini menjurus ke sintesis dan evaluasi untuk pemecahan
permasalahan lingkungan suatu wilayah dan memberikan keputusan dalam
pengelolaan sumberdaya dan lingkungan.
Pertanyaan
pemandu pertama dalam geografi yang umum tersebut dapat digunakan untuk
proses pembelajaran pada tingkat manapun dengan memperhatikan tingkat
kedalaman atau kedetilannya. Pertanyaan pemandu yang kedua dapat
ditujukan untuk jenjang pendidikan pada perguruan tinggi, dengan asumsi
bahwa wawasan dan penalaran mahasiswa lebih mantap.
3. KONSEP GEOGRAFI
Berikut ini disampaikan beberapa konsep geografi yang dapat dijadikan pegangan untuk menentukan kompetensi geograf.
1). Geografi
menduduki tempat yang jelas dalam dunia pendidikan, geografi menawarkan
kajian terpadu dari hubungan timbal balik antara masyarakat manusia
dengan komponen fisikal dari bumi.
2).
Disiplin geografi dicirikan oleh subyek material yang luas, yang secara
tradisional terdiri dari dari geografi manusia dan geografi fisik.
3).
Komponen pengetahuan alam dan sosial dalam geografi tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain, dan tidak ada disiplin ilmu lain yang
memadukannya seperti yang dilakukan oleh geograf.
4).
Geografi mempelajari interelasi dan interdependensi dari dunia nyata
dari fenomena dan proses yang memberikan ciri khas pada suatu wilayah.
5).
Obyek kajian geografi adalah geosfer yang terdiri dari atmosfer,
litosfer, pedosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer; masing-masing
sfera tersebut saling terkait membentuk sistem alami.
6).
Obyek kajian geografi tersebut juga menjadi kajian bidang ilmu lainnya,
yang menjadi pembeda adalah pendekatan yang digunakan; pendekatan yang
dimaksud adlah pendekatan spasial (keruangan), ekologikal dan kompleks
wilayah.
7).
Geografi mempelajari wilayah secara utuh menyeluruh tentang sumberdaya
alam dan sumberdaya manusia, sehingga mempunyai peran penting dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka otonomi daerah.
8).
Geografi mempelajari proses perubahan lingkungan alam maupun lingkungan
sosial ekonomi, sehingga pelajaran geografi memberi bekal untuk tanggap
terhadap isu-isu dan perubahan lokal, regional dan global.
9). Peta merupakan salah alat utama dalam kajian geografi dan juga merupakan salah satu hasil utama dalam kajian geografi.
10).Perkembangan
pesat dari ilmu dan teknik penginderaan jauh dan sistem
informasigeografis sangat membantu dalam proses-belajar geografi dan
penelitianpenelitian geografis.
4. GEOGRAFI SEBAGAI SATU DISIPLIN: GEOGRAFI TERPADU
Setiap
disiplin keilmuan normalnya memiliki satu bidang kajian tertentu, satu
asosiasi kerangka teoritik dan pendekatan yang lazim digunakan untuk
mengkaji dengan teknik yang sesuai, kesemuanya itu tidak hanya untuk
pemahaman tetapi juga untuk penemuan pengetahuan baru dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi geografi bidang kajiannya banyak,
yang mempunyai metode dan teknik yang berbeda, sehingga tidak mudah
untuk mendudukan geografi sebagai satu disiplin. Misalnya geografi fisik
yang obyeknya kajiannya atmosfer, litosfer dan hidrosfer, masing-masing
mempunyai kerangka teoritik dan pendekatan yang berbeda, demikian juga
halnya dengan geografi manusia yang obyeknya: kependudukan, sosial,
ekonomi, budaya dan politik. Bagi geografi dimasukkan ke dalam
cross-disciplinary link, mirip munculnya sain terpadu, seperi Sain
Sistem Bumi ( Earth System Science) dan Sain Keberlanjutan
(Sustainability Science), dan bagi geografi subyek kajiannya adalah
lingkungan fisikal dan manusia, dengan menggunakan teori dan
metodologinya kompleksitas dari unsur muka bumi (Mathews et al,2004).
Kesulitan
untuk mendudukan/memposisikan geografi sebagai satu disiplin ilmu, maka
ada baiknya apabila geografi itu hanya satu, tidak terpisah-pisah
menjadi geografi manusia dan geografi fisik. Geografi yang satu
(unifying geography) mempunyai banyak keunggulan dalam berperan ke masa
depan, dengan asumsi permasalahan di masa depan sifatnya kompleks dan
multi dimensi, yang pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu dan
holistik. Dalam geografi terpadu tidak berarti kekhususan (spesialisasi)
akan hilang, tetapi tetap ada hanya dilandasi oleh konsep geografi yang
satu. Bagi spesialisasi geografi fisik, fokus kajian pada komponen
lingkungan fisik tetapi harus mengkaitkannya dengan aspek sosial;
spesialisasi dalam geografi manusia geografi fisik sebagai latar
belakang, sedang yang spesialisasi dalam geografi yang satu fokusnya
adalah pemecahan masalah dengan pendekatan geografis secara utuh.
Alasan Untuk Menjadi Geografi Terpadu
1) Satuan
(unit) yang lebih besar akan membawa keuntungan yang berarti, akan dan
memberikan arah yang jelas dalam pengetahuan dan pemahaman; fokus yang
besar dan menyatu dalam Geografi akan memerkuat identitas Geografi dan
dapat memberikan masukan dalam kebijakan pembangunan;
2) Satuan
(unit) yang lebih besar memberikan makna yang lebih besar bagi
mahasiswa dalam, disiplin geografi yang terpisah-pisah tidak menyatu
akan membingungkan dalam penyusunan kurikulum. Pada hal geografi
menempati posisi tempat yang menonjol dalam mempelajari dunia, yang
menawarkan kajian terpadu terhadap hubungan timbalbalik antara manusia
dan lingkungan alamnya, sehingga kalau tidak menjadi satu kesatuan maka
tidak akan lengkap kajiannya. Satuan yang lebih besar dapat memberikan
prioritas dalam pengajaran dan penelitian, yang kesemuannya itu untuk
mempromosisikan geografi agar lebih berperan.
3) Satuan
yang lebih besar dapat menunjukkan kepada masyarakat tentang kemampuan
akademiknya untuk memberikan kontribusi nyata dalam menentukan kebijakan
dan memperbaiki pemahaman umum tentang Geografi.
5. KOMPONEN INTI GEOGRAFI
Untuk
menuju geografi terpadu (unifying geography) perlu ditegaskan komponen
inti Geografi. Matthews, et al., (2004) mengusulkan empat komponen inti
Geografi : ruang (space), tempat (place), lingkungan (environment) dan peta (maps).
Ruang
menjadi satu konsep dalam inti geografi, yang dapat dipandang sebagai
pendekatan spasial-korologikal untuk Geografi. Ruang juga mendominasi
Geografi setiap waktu, ketika analisis spatial menjadi satu pendeskripsi
untuk satu bentuk dari pekerjaan geografis. Pola spasial umumnya
menjadi titik awal untuk kajian geografis; yang selanjutnya dapat
dilacak proses perubahan secara spasial dan sistem spasial.
Tempat
merupakan komponen kedua dalam inti geografi. Tempat terkait dengan
kosep teritorial dalam Geografi dan menunjukkan karakteristik,
kemelimpahan dan batas. Tempat merupakan bagian dari dunia nyata tempat
manusia bertem dan dapat dikenali, dinterpretasi dan dikelola. Dalam
ahli geografi manusia tempat merupakan refleksi dari identitas idividu
maupun kelompok; sedang bagi ahli geografi fisik tempat tempat merupakan
refleksi dari perbedaan lingkungan biofisik.
Lingkungan
merupakan komponen inti Geografi ketiga yang mencakup lingkungan alami
(topografi, iklim, air, biota, tanah) dan sebagai komponen inti yang
memadukan dengan komponen geografi lainnya. Lingkungan menjadi interface
antara lingkungan alam dan budaya, lahan dan kehidupan, penduduk dan
lingkungan biofisikalnya.
Peta
sebagai komponen inti Geografi keempat lebih merupakan bentuk
representasi, tehnik dan metodologi dari pada sebagai satu konsep atau
teori. Peta dipandang sebagai pernyerhanaan perpektif spasial dari
fenomena/peristiwa yang dikaji dalam Geografi.
Ruang, tempat, lingkungan dan peta menjadi label dari Geografi. Komponen
tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam kajian Geografi, baik
dalam kajian Geografi Fisik maupun Geografi Manusia. Demikian juga dapat
menjadi dasar konsep untuk disiplin Geografi secara utuh.
Komponen
inti Geografi tersebut bersifat dinamik, dalam arti dapat terjadi
perubahan, yang tergantung karakteristik lingkungan, proses yang
berlangsung dan waktu. Oleh sebab itu perlu ada dimensi kualifikasi dari
komponen inti geografi tersebut. Dimensi yang dimaksud adalah waktu,
proses, keterbukaan dan skala. Sebagai contoh tempat yang terletak di
pegunungan yang semula subur menjadi lahan kritis dalam waktu 10 tahun,
karena proses erosi dan longsor karena daerahnya terbuka akibat
pembalakan hutan di atasnya, yang luasnya melebihi 70%. Komponen inti
geografi dan dimensi kualifikasinya tercantum pada Tabel 1.
6. SPESIALISASI DALAM GEOGRAFI TERPADU
Setelah
dibahas alasan untuk menjadi geografi terpadu dan komponen esensial
inti geografi, kemudian timbul masalah yang terkait dengan spesialisasi
dalam geografi terpadu. Spesialisasi dalam geografi tetap dapat eksis ,
baik spesialisasi dalam intinya maupun periperinya, sedangkan yang
berada di luar periperi merupakan disiplin antar bidang yang relatif
sedikit berbasis pada inti geografinya (Gambar 1).
Gambar
1. Geografi terpadu, geografi fisik dan geografi manusia, dan
spesialisasi geografi dalam hubungannya dengan bidang Geografi periperi
dan antar bidang. Sumber Mattews et al., 2004.
Gambar
1 tersebut menunjukkan bahwa spesialisasi dalam Geografi dapat
dibedakan menjadi : spesialisasi geografi secara utuh, dalam geografi
fisik dan geografi manusia dengan kadar inti geografi relatif lebih
sedikit dan spesialisasi antar bidang dengan basis inti geografi lebih
kecil lagi.
7. KOMPETENSI DALAM BIDANG GEOGRAFI FISIK
Seseorang
yang belajar geografi kompetensi yang dimiliki akan sejalan dengan
jenjang pendidikan yang diikuti. Kompetensi ideal bagi orang yang
mempelajari geografi tercapai apabila yang bersangkutan belajar hingga
perguruan tinggi atau telah menjadi geograf. Berikut ini disampaikan
kompetensi ideal bagi orang yang mempelajari geografi hingga perguruan
tinggi, namun demikian sebagian dari kompetensi tersebut dapat juga
dimiliki oleh orang yang hanya mempelajari geografi dalam jenjang
pendidikan tertentu saja (Sutikno, 2002).
Kompetensi Dalam Pengertian dan Pemahaman
Setelah mempelajari geografi seseorang diharapkan memperoleh pengertian dan pemahaman sebagai berikut:
1). Hubungan timbal balik antara aspek fisik dan manusia dari lingkungan dan bentanglahan;
2). Konsep variasi spasial;
3). Perbedaan
utama dari wilayah /daerah tertentu yang selalu mengalami perubahan
akibat proses: fisik, lingkungan, biotik, sosial, ekonomi dan budaya;
4). Konsepsualisasi terhadap pola, proses, interaksi dan perubahan lingkungan, sebagai suatu sistem dengan skala yang bervariasi;
5). Kekritisan terhadap aspek spasial dan temporal dari proses-proses fisikal, manusia dan interaksinya;
6). Perubahan yang terus terjadi pada komponen lingkungan fisik dan manusia, termasuk interaksi dan interdependensinya;
7). Perbedaan menurut ruang, tempat dan waktu dalam masyarakat manusia;
8). Sifat dari disiplin ilmu itu dinamik, prural dan bersaing;
9). Cara representasi data geografi: aspek fisik maupun aspek manusianya;
10).Strategi dalam analisis dan interpretasi informasi geografis;
11).Metode
penelitan geografis: observasi, survai, pengukuran lapangan, analisis
laboratorium, analisis kuantitatif dan kualitatif;
12).Aplikasi
konsep dan teknik geografi untuk pemecahan masalah, kesejahteraan
manusia, perbaikan lingkungan hidup, perencanaan perkotaan, kebencanaan
alam, keberlanjutan dan konservasi.
Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Praktis
Pendidikan geografi dapat memberikan keahlian praktis dalam bidang/hal berikut:
1). Mampu melakukan perencanaan, perancangan dan pelaksanaan riset, termasuk penyusunan laporan akhir;
2). Mampu melaksanakan kerja lapangan yang efektif, dalam konteks keamanan dan keselamatan;
3). Mampu melakukan kerja laboratoris dengan aman dengan memperhatikan prosedur baku;
4). Mampu melaksanakan survai dan metode penelitian untuk pengumpulan, analisis dan pemahaman informasi aspek manusia;
5). Mampu
melakasanakan variasi teknik dan metode analisis laboratorium untuk
pengumpulan dan analisis data spasial dan informasi lingkungan;
6). Mampu mengkombinasikan dan menginterpretasikan kejadian geografis yang berbeda tipenya;
7). Mampu mengenali isu-isu moral dan etika yang diperdebatkan.
Kompetensi Dalam Keahlian/Ketrampilan Kunci ( Key Skills)
Siswa /mahasiswa geografi harus mengembangkan kemampuan sebagai berikut:
1). Belajar dan mengkaji,
2). Komunikasi tertulis,
3). Presentasi data geografis,
4). Penilaian dan perhitungan,
5). Kesadaran spasial dan observasi,
6). Keja lapangan dan laboratoris,
7). Tehnologi informasi,
8). Penanganan dan penyimpanan data/informasi,
9). Situasi personal, kerja sama
Uraian
tersebut menujukkan bahwa pembelajaran geografi penuh dengan kandungan
kompetensi khususnya dalam aspek spasial, lingkungan dan kewilayahan
dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya binaan.
Kompetensi yang disebutkan di atas kurang spesifik dalam artian praktis
atau terapannya, berikut ini disampaikan kompetensi Geografi Fisik yang
lebih aplikatif antara lain:
1). Survey komponen lingkungan fisikal: cuaca, iklim, geomorfologi, tanah, hidrologi dan biogeografi;
2). Inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya alam;
3). Mitigasi dan evaluasi bahaya dan bencana alam;
4). Evaluasi risiko bahaya/bencana alam;
5). Penataan ruang dari aspek fisikalnya
6). Pengeolaan sumberdaya alam,
7). Konservasi sumberdaya alam,
8). Penilaian degradasi lingkungan,
9). Pengelolaan daaerah aliran sungai.
8. PENUTUP
1). Geografi
terpadu lebih sesuai untuk dikembangkan di Indonesia ke depan,
mengingat kondisi lingkungan alamnya sangat bervariasi dan berpenduduk
padat dengan banyak etnik, sehingga banyak permasalahan lingkungan yang
perlu penanganan secara terpadu.
2). Geografi
sebagai disiplin ilmu perlu label komponen inti Geografi, yang terdiri
dari ruang, tempat, lingkungan dan peta, dengan dimensi kualifikasi
waktu, proses, keterbukaan dan skala.
3). Dalam
geografi terpadu spesialisasi tetap eksis, yang meliputi spesialisasi
inti, periperi dan antar bidang; baik dalam bidang kajian geografi
manusia maupun geografi fisik.
REFERENSI
Bintarto, 1981. Suatu Tijauan Filsafat Geografi. Seminar Peningkatan Relevansi Metode
Penelitian Geografi. Fakultas Geogari UGM. Yogyakarta 24 Oktober 1981.
Matthews J. A; D. T. Herbert. 2004. Unifying Geography. Common heritage, share future.London: Routlege. Taylor&Francis Group.
Widoyo Alfandi. 2001. Epistemologi Geografi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sutikno. 2002. Peran Geografi dalam Pemberdayaan Sumberdaya Wilayah. Makalah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan dan Kongres Ikatan Geograf Indonesia di UPI Bandung tanggal 28-29 Oktober 2002.
Akhir-akhir
ini, Indonesia berbagai bencana bertubi-tubi menimpa Indonesia. Sebelum
tsunami di Aceh, berbagai bencana alam seperti banjir, longsor,
kebakaran hutan, gunung meletus, kekeringan, gempa bumi maupun tsunami
juga pernah menimpa beberapa bagian di Indonesia. Selain bencana alam,
Indonesia juga langganan dengan kejadian luar biasa seperti demam
berdarah, dan akhir-akhir ini, semua orang meributkan tentang polio.
Jika menilik definisi bencana (disaster) menurut WHO, kita akan
menemukan definisi yang menarik. Bencana dapat didefinisikan sebagai
setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya
nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan
kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar
masyarakat atau wilayah yang terkena. Hal ini mengimplikasikan bahwa KLB
pun dapat dikateogrikan sebagai suatu bencana.
Upaya penganggulangan
bencana secara umum meliputi 2 hal yaitu, pre-disaster dan
post-disaster. Seperti kita ketahui, upaya penanggulangan post disaster
akan membutuhkan biaya serta alokasi sumber daya yang sangat besar.
Upaya penanggulangan ini akan semakin besar lagi apabila masyarakat dan
negara tidak memiliki sistem manajemen pre disaster yang baik. Oleh
karena itu saat ini digalakkan penyadaran pentingnya emergency
preparedness sebagai suatu program jangka panjang yang bertujuan untuk
memperkuat kapasitas dan kemampuan bangsa untuk me-manage semua jenis
bencana serta memulihkan keadaan pasca bencana hingga ke kondisi
pengembangan berkelanjuntan.
Peran sistem informasi geografis kesehatan dalam manajemen bencana
Sistem
informasi geografis merupakan penggunaan teknologi informasi untuk
mengumpulkan, mengolah, dan memvisualisasikan data spatial serta data
tabular lain. Penerapan pertama kali sistem informasi geografis
dipelopori oleh John Snow ketika membuat peta pompa air pada saat wabah
kolera pada abad 19. Semenjak era komputer dan Internet, SIG semakin
populer dan terjangkau.
Perangkat lunak sistem informasi
geografis tersedia secara komersial (misalnya, ArcView, MapInfo dll)
maupun gratis (Epimap, dll). Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan
sistem informasi geografis di Indonesia telah menginvestasikan cukup
tinggi untuk pembelian perangkat lunak komersial. Di sisi lain, beberapa
perangkat lunak gratis seperti Epimap tersedia, tetapi jarang dikupas.
Selain itu, banyak yang mengungkapkan bahwa tidak semua praktisi
kesehatan masyarakat harus menggunakan perangkat lunak sistem informasi
geografis yang mahal, karena sebagian besar aplikasi di kesehatan
masyarakat lebih banyak untuk pengembangan peta tematik.
Analisis
sistem informasi geografis yang lebih canggih, seperti disease
clustering, maupun disease modelling memang harus menggunakan perangkat
komersial. Epi Info 3.3.2 merupakan perangkat lunak yang sangat populer
untuk epidemiologi yang dilengkapi dengan modul Epimap untuk SIG. Selain
itu, WHO juga memiliki Healthmap.
Sistem informasi geografis
memiliki peran penting dalam siklus manajemen bencana, mulai dari
pencegahan, mitigasi, tanggap darurat hingga rehabilitasi. Peta
merupakan salah satu cara terbaik untuk memvisualisasikan hasil
penilaian kerawanan (vulnerabilitas). Peta dapat memadukan dimensi
keruangan (spasial), karakteristik dari hazard serta berbagai informasi
lainnya seperti gambaran lingkungan maupuan data masyarakat yang
relevan.
Costa Rica’s Integrated Emergency Information System
merupakan salah satu contoh penerapan system informasi geografis dalam
setiap siklus manajemen bencana. Sistem ini memiliki database yang cukup
penting bagi proses perencanaan yaitu peta tentang bencana alam dan
manusia serta inventory sumber daya strategis untuk kesiapan, tanggap
serta rehabilitasi bencana. Saat ini, Badan Meteorologi dan Geofisika
memiliki peta interaktif yang memuat informasi mengenai bencana yang
cukup update. Peta yang terdapat di Internet tersebut menampilkan titik
lokasi 30 gempa terakhir, skala gempa, waktu kejadian, serta posisinya
(latitude dan longitude).
Pada saat dan setelah bencana terjadi,
berbagai aktivitas kesehatan harus dilakukan untuk mengatasi masalah
kesehatan para korban serta mencegah memburuknya derajat kesehatan
masyarakat yang terkena bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi
yang cukup besar biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban. Kegiatan
lain yang juga sudah harus dimulai segera meliputi kesehatan lingkungan,
surveilans dan pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta
distribusi logistik kesehatan dan bahan makanan. Problem yang seringkali
terjadi kemudian adalah persoalan manajemen dan koordinasi kegiatan
serta sumber daya. Alokasi tenaga kesehatan, obat-obatan dan bahan
makanan memerlukan informasi yang akurat mengenai jumlah populasi dan
lokasi penampungan korban.
Setiap bencana memerlukan tindakan
prioritas dan kebutuhan informasi yang relatif berbeda. Prioritas
tindakan dan kebutuhan informasi pada waktu bencana gempa bumi akan
berbeda dengan bencana banjir (lihat gambar 1 dan 2). Namun secara umum,
informasi yang dibutuhkan pada waktu penanganan bencana adalah: (1)
wilayah serta lokasi geografis bencana dan perkiraan populasi, (2)status
jalur transportasi dan sisem komunikasi, (3)ketersediaan air bersih,
bahan makanan, fasilitas sanitasi dan tempat hunian, (4)jumlah korban,
(5)kerusakan, kondisi pelayanan, ketersediaan obat-obatan, peralatan
medis serta tenaga di fasilitas kesehatan, (6)lokasi dan jumlah penduduk
yang menjadi pengungsi dan (7) estimasi jumlah yang mennggal dan
hilang. Pada tahap awal, tindakan kemanusiaan dan pengumpulan informasi
dilakukan secara simultan. Pengumpulan data harus dilakukan secara cepat
untuk menentukan tindakan prioritas yang harus dilakukan oleh manajemen
bencana.
Penggunaan Global Positioning Systems (GPS) berperan
penting dalam menentukan lokasi kamp pengungsi maupun fasilitas
kesehatan. Data tersebut dapat digabungkan dengan data spatial dari
satelit. Pada awal kejadian tsunami di Aceh, gambar satelit dari Quick
Birds sangat bermanfaat untuk mengestimasikan cakupan bencana serta
perkiraan sarana transportasi yang rusak. Data spatial tersebut
selanjutnya digabungkan dengan informasi mengenai jumlah maupun
distribusi pengungsi, ketersediaan air bersih serta bahan makanan akan
memberikan masukan penting bagi koordinasi dan manajemen pada fase
tanggap darurat.
Proses pengumpulan data dan informasi akan
menjadi lebih mudah jika informasi dasar tersedia. Sayangnya, inilah
kelemahan di negara kita. Informasi spasial yang lengkap mengenai suatu
wilayah kadang-kadang sulit diperoleh. Pada waktu tim UGM berangkat ke
Aceh, satu-satunya peta digital yang dimiliki berasal dari BPS tahun
2000 yang waktu hanya mencakup 20 kabupaten (tidak termasuk kabupaten
pemekaran). Akhirnya, peta digital yang lengkap justru diperoleh dari
komunitas RSGISForum (remote sensing and GIS forum) yang menyediakan
peta digital aceh di Internet.
Oleh karena itu, peranan GIS
untuk manajemen bencana akan lebih optimal jika sudah dikembangkan
sebagai bagian dari pre-disaster plan. Hal inilah yang sekarang sedang
dicoba bekerjasama WHO dengan membuat layer dasar fasilitas kesehatan.
UGM saat ini sudah menyelesaikan peta fasilitas kesehatan di Aceh dan
Jogjakarta. Kegiatan yang sekarang sedang berjalan adalah di Jawa Tengah
dan Sumatera Utara. Pengumpulan data fasilitas kesehatan tersebut
relatif lebih mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh tenaga kesehatan.
Langkah selanjutnya adalah menggabungkan informasi spasial tersebut
dengan data yang berasal dari sektor lain seperti, jalur komunikasi dan
topografi, jumlah dan distribusi penduduk, serta daerah dan lokasi rawan
bencana.
Upaya pengembangan ke depan
Sharing
informasi merupakan kata kunci di era netwroking seperti saat ini. Hasil
pemetaan fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh Universitas Gadjah
Mada diletakkan di server Pusdatin (yang dapat diakses di http://map.depkes.go.id) yang saat ini memiliki infrastruktur server Internet yang cukup memadai.
Untuk menjamin sustainabilitas, pengembangan sistem informasi geografis memerlukan dua hal:
Investasi
untuk pengembangan. Investasi ini diperlukan untuk pengadaan perangkat
lunak, perangkat keras, pengumpulan sumber data, serta pelatihan bagi
perancang serta pengguna sistem informasi geografis (SDM)
Updating.
Sistem informasi geografis yang hanya mengumpulkan data sewaktu tidak
akan bermanfaat banyak. Oleh karena itu, langkah yang terpenting adalah
proses updating. Hal ini memerlukan kerjasama lintas sektoral serta
fasilitas networking yang memungkinkan updating secara paralel. Dengan
adanya Internet, mekanisme updating akan menjadi lebih mudah. Hal inilah
yang mendorong populernya perkembangan webmapping (pemetaan di
Internet)
Informasi mengenai fasilitas kesehatan merupakan layer
pertama dalam tampilan webmapping tersebut. Langkah selanjutnya adalah
melengkapi dengan berbagai layer lainnya, seperti indikator kesehatan,
faktor risiko (lingkungan), sumber daya kesehatan. Akan tetapi,
penerapan webmapping tersebut sebenarnya merupakan tingkatan tertinggi
karena berasal dari berbagai data di level di bawahnya, khususnya
kabupaten dan propinsi serta berbagai unit di departemen kesehatan. Oleh
karena itu, pengembangan sistem informasi geografis di tingkat
kabupaten dan propinsi sebaiknya menjadi bagian penting dalam
pengemabangan sistem informasi kesehatan daerah.
Pengalaman
menunjukkan bahwa, meskipun upaya pengembangan sistem informasi
geografis di sektor kesehatan sudah dirintis sejak lama, khususnya untuk
pemberantasan dan pencegahan penyakit menular. Namun, hingga saat ini
dampak dan manfaatnya belum terasa. Semoga dengan semakin meningkatnya
kesadaran kita terhadap bencana, sistem informasi geografis bukan lagi
menjadi sesuatu yang eksklusif dan dimiliki oleh kalangan tertentu saja,
tetapi menajdi bagian dari sistem kesehatan dalam setiap pengambilan
keputusan.
Konsep sistem
adalah suatu cara untuk menguraikan suatu masalah yang besar dan rumit
menjadi masalah-masalah yang lebih kecil dan lebih mudah dipelajari.
Sistem dapat dikatakan sebagai suatu bagian dari alam universal yang
dapat diisolasi dari bagian alam universal yang lain untuk keperluan
observasi dan mengukur perubahan. Dengan mengatakan bahwa sistem adalah
bagian dari alam yang universal, maka berarti dapat didefinisikan sesuai
dengan kehendak si pengamat. Kita dapat memilih batasan-batasan sistem
sesuai dengan kemudahan penelitian kita. Dengan demikian, sistem bisa
kecil dan bisa pula besar, bisa sederhana dan bisa bula kompleks atau
rumit.
Selanjutnya, mengatakan bahwa suatu
sistem terisolasi dari alam universal di sekitarnya berarti bahwa suatu
sistem harus mempunyai batas yang memisahkannya dari sekelilingnya.
Berdasarkan kondisi batasnya, sistem dapat dibedakan menjadi tiga
(Gambar 1):
1) Sistem terisolasi
yaitu sistem dengan batas yang mengisolasi sistem dari lingkungan
sekitarnya sehingga tidak dapat terjadi pertukaran energi atau materi
antara sistem itu dengan lingkungannya. Di dalam dunia nyata sistem
jenis ini tidak ada, karena tidak ada batas yang benar-benar dapat
mengisolasi secara sempurna sehingga energi tidak dapat masuk ataupun
lepas.
2) Sistem tertutup
yaitu sistem dengan batas yang memungkinkan untuk terjadinya pertukaran
energi, tetapi tidak memungkinkan pertukaran materi antara sistem
dengan lingkungannya. Bumi adalah contoh alam dari sistem tertutup ini.
3) Sistem terbuka
yaitu sistem dengan batas yang memungkinkan terjadinya pertukaran
energi dan materi melintasi batas. Sub-sistem Bumi merupakan contoh alam
dari sistem terbuka ini.
Gambar 1. Gambaran macam-macam sistem. Sumber: Skinner dan Porter (2000), Gambar 1.17.
Dengan beberapa pengecualian yang
sangat terbatas, dapat dikatakan bahwa Sistem Bumi adalah sistem
tertutup. Energi dapat masuk dan meninggalkan Bumi. Massa Bumi hampir
konstan. Pengecualian terjadi pada sejumlah kecil meteorit yang sampai
ke Bumi dari ruang angkasa dan sejumlah kecil gas yang lepas dari
atmosfer ke ruang angkasa.
Sebagai suatu sistem, Bumi memiliki
empat reservoir raksasa yang menampung materi, dan setiap reservoir itu
adalah suatu sistem terbuka karena baik materi maupun energi dari setiap
reservoir itu dapat masuk dan keluar. Ke-empat reservoir Bumi itu yang
merupakan sustu sub-sistem Bumi adalah:
1) Atmosfer, yaitu campuran gas yang mengelilingi Bumi. Gas-gas yang dominan adalah nitrogen, oksigen, argon, karbon dioksida, dan uap air.
2) Hidrosfer,
yaitu seluruh air yang ada di Bumi, meliputi samudera, danau, sungai,
air bawah tanah, dan seluruh salju dan es, dengan pengecualian uap air
di dalam atmosfer.
3) Biosfer, yaitu seluruh organisme yang ada di Bumi, termasuk juga berbagai material organik yang belum mengalami dekomposisi.
4) Geosfer,
yaitu bagian Bumi yang padat, dan terutama tersusun oleh batuan dan
regolit (partikel-partikel batuan lepas yang menutupi bagian Bumi yang
padat).
Model dari Sistem Bumi dapat
dilihat pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa Bumi sebagai
suatu benda langit yang merupakan salah satu anggota dari Sistem Tata
Surya merupakan suatu sistem tertutup. Bumi menerima pancaran radiasi
gelombang pendek dari Matahari dan kembali memancarkan radiasi gelombang
panjang ke ruang angkasa. Sementara itu, sub-sistem Bumi merupakan
sistem terbuka yang diantara sesamanya dapat terjadi pertukaran energi
dan materi.
Gambar 2. Model
Sistem Bumi. Bumi sebagai benda angkasa merupakan sistem tertutup,
sedang sub-sistem Bumi yang terdiri dari atmosfer, hidrosfer, biosfer
dan geosfer merupakan sistem terbuka. Sumber: Skinner dan Porter (2000),
Gambar 1.19.
Komponen fisik dari Sistem Bumi
terdiri dari sub-sistem Daratan (Geosfer), Lautan/Air (Hidrosfer), dan
Udara (Atmosfer). Setiap komponen tersebut berinteraksi satu sama lain
sehingga di dalam Sistem Bumi terdapat interaksi Daratan-Lautan,
Daratan-Udara, dan Lautan-Udara. Secara visual, kondisi keberadaan dari
ketiga komponen Sistem Bumi itu dan interaksinya dapat digambarkan
sebagai model seperti Gambar 3. Semuanya terintegrasi dalam Ruang dan
Waktu.
Gambar 3. Model
Sistem Bumi yang memperlihatkan hubungan dan interaksi di antara
sub-sistem fisik. Sumber: Global Change News Letter no. 68, Feb. 2007.
Susahnya Memprediksi Hujan
20 Juni 2007 — La An
Hari ini cuaca di denpasar dingin bangat. Hujan mulai tadi subuh dan berhenti siangnya. Sekarang
bulan Juni, berdasarkan teori pada bulan Juni adalah masa2 musim
kemarau. JJA atau Juni, Juli dan Agustus adalah musim kemarau dengan
curah hujan yg rendah pada daerah2 berpola hujan munsoon apalagi untuk
daerah bali dan nusa tenggara. Bali dan nusa tenggara merupakan daerah
yang curah hujannya sangat di pengaruhi oleh keberadaan benua australia
(Oledman, 1981) dimana pada saat periode JJA pola angin yg terjadi
adalah pola angin munsoon tenggara. Angin munsoon tenggara sangat
sedikit membawa uap air, sehingga wilayah yg dilewatinya mengalami musim
kemarau.
Saat ini
banyak sekali terjadi petani salah memulai awal musim tanam karena
salah memprediksi awal musim hujan dam akhir musim kemarau. Kompas
menceritakan bahwa produksi tanaman tembakau menurun akibat dari
berubahnya polah hujan pada saat musim petik daun pertama.
Menurut
beberapa ahli telah terjadi perubahan iklim yang salah satu indikasinya
adalah perubahan pola hujan, tapi ada beberapa ahli yang menyatakan
belum terjadi perubahan iklim karena, kerana perubahan pola hujan ini
masih dalam taraf perubahan variabilitas saja akibat adanya anomali2
iklim seperti siklon2 tropis dan dan kejadian El Nino dan La Nina.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling bervariasi, terutama di daerah tropis. Boer
(2003) mengatakan bahwa hujan merupakan unsur iklim yang paling penting
di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu
maupun tempat, oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak
diarahkan pada faktor hujan.
Menurut Ana
Turyanti (2006) Hujan dipandang sebagai salah satu variabel peramalan
cuaca dan iklim yang sangat penting karena mempengaruhi aktivitas
kehidupan manusia di berbagai sektor seperti pertanian, perhubungan,
perdagangan, kesehatan, lingkungan hidup dan sebagainya. Namun
demikian, hujan merupakan salah satu variabel atmosfer yang paling sulit
diprediksi, dan pada saat ini masih merupakan tantangan yang besar bagi
para peneliti meteorologi. Dari sejumlah model yang digunakan di dunia
pada saat ini, belum satupun yang dapat memberi prediksi hujan yang
cukup baik, terutama untuk wilayah katulistiwa. Wilayah ini memang
memiliki tingkat non-liearitas yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer di
wilayah ini lebih sulit diprediksi dibandingkan dengan wilayah di
lintang tinggi.
Kenapa?
Karena faktor penyebab hujan itu sangat banyak. Secara umum keragaman
hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keberadaannya di garis
katulistiwa, aktifitas moonson, bentangan samudera Pasifik dan Hindia
serta bentuk topografi yang sangat beragam. Gangguan siklon tropis
(El-Nino, La-Nina, Madden Julian Oscillation (MJO) dan angin badai) diperkirakan juga ikut berpengaruh terhadap keragaman curah hujan.
Normalnya
daerah indonesia adalah daerah bebas dari kejadian siklon tropis,
dimana menurut tjasyono (2004) 65% kejadian siklon tropis terjadi di
antara 10o dan 20o dari equator. Akan tetapi efek
dari siklon tropis dapat mempengaruhi kondisi cuaca di sekitarnya
meliputi curah hujan yang tinggi, angin kencang dan gelombang badai
(strom surge). Masih dalam buku yg sama Tjasyono mengatakan bahwa
sekitar 2/3 kejadian siklon tropis terjadi di belahan bumi utara.
BMG
(2006) menyatakan bahwa awal musim hujan untuk tahun 2006 ini mundur
akibat anomali atau penyimpangan suhu permukaan air laut di selatan
Pulau Jawa dan Barat sumatera, pada saat itu suhu permukaan air lautnya
masih rendah sehingga penguapan dan produksi awan masih sedikit.
Seringnya
terjadi anomali atau penyimpangan ini mungkin disebabkan oleh efek
pemanasan global, sehingga proses penyeimbangan panas atau suhu bumi
sebagai faktor penggerak cuaca juga mengalami perubahan sehingga
mengakibatkan munculnya siklon2 tropis yang tidak pada waktu dan
tempatnya.
Balitklimat,
pada pertengahan bulan Maret 2007 telah mengeluarkan Peta Pergeseran
Permulaan Musim Kemarau 2007 terhadap Normal dan Peta Permulaan Musim
Kemarau 2007 di sentra produksi padi di pulau Jawa yang didasarkan pada
kondisi curah hujan 30 tahun terakhir. Berikut disajikan kedua peta
tersebut.
Peta Permulaan Musim Kemarau 2007 terhadap normal di sentra produksi padi pulau jawa
Peta permulaan musim kemarau 2007 di sentra produksi padi pulau jawa
Sumber:
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press
Boer, Rizaldi. 2003. Penyimpangan Iklim Di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
www.kompas.com
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id
www.bmg.go.id
Dua gambar fenomena alam yang berupa air terjun
(water fall) ini
adalah karya seorang fotografer muda berbakat. Farid Bakti namanya.
Seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsinya di jurusan
Informatika pada sebuah perguruan tinggi di Kota Malang. Seorang
fotografer yang kreatif dan produktif ini saya kenal melalui situs
jejaring sosial,
Facebook beberapa bulan yang lalu. Obyek bidikannya beraneka ragam. Mulai dari yang berupa model dalam
photo genic, obyek-obyek alam yang berupa bentang alam
(landscape),
bunga, dan kumbang. Bahkan asap obat nyamuk pun menjadi produk foto
yang indah di tangannya. Nama saya ditandainya dalam beberapa foto hasil
berburu
(hunting) yang beberapa di antaranya pula dikirimkan ke alamat
Facebook saya. Saya sempat terkejut juga ketika buka profil
Facebook saya itu. Tahu-tahu ada album foto yang ditambahkan oleh orang lain. Juga yang ditempel di dinding
Facebook saya. Ternyata yang menambahkan adalah teman
Facebook saya, Farid Bakti. Hampir setiap hari dia memamerkan hasil bidikannya di
Facebook. Rupanya dia tidak menyia-nyiakan setiap momen yang dijumpainya untuk diabadikan dengan kameranya. Selain di
Facebook, karya-karya fotografinya ditata apik pada blognya yang bertitel http://www.shuttridz.multiply.com
Di antara karya-karyanya yang baik itu, saya paling senang pada
foto-foto yang berkaitan dengan alam. Lantaran itulah kemudian saya
meminta izin untuk menjadikan beberapa fotonya sebagai bahan dalam
posting-an ini. Dua foto air terjun ini adalah hasil
hunting
(istilah para fotografer dalam mencari obyek yang akan difoto) Farid
Bakti di pegunungan Tengger yang masuk pada kawasan Taman Nasional
Bromo--Tengger--Semeru.
Air terjun adalah aliran air (pada suatu lembah) yang menuruni
lereng curam, terjal, atau bahkan lereng tegak. Lereng tempat keberadaan
air terjun itu sendiri terbentuk lantaran adanya patahan atau lipatan
batuan. Tenaga endogen tersebut telah membajak lembah dan aliran sungai
hingga terbentuk air terjun. Lantaran itu, air terjun banyak dijumpai di
daerah yang morfologinya berupa daerah yang berbukit atau
berpegunungan. Lantaran itu pula air terjun biasanya terdapat pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu. Karena sifat air yang mengalir
tersebut mengikis (mengerosi) batuan, maka air terjun ini juga akan
menghasilkan bentukan-bentukan hasil erosi. Erosi yang dominan di daerah
air terjun adalah erosi vertikal yang menghasilkan lembah dalam
berbentuk seperti huruf v, juga menghasilkan erosi (kikisan) ke arah
belakang atau ke arah hulu sungai. Erosi ke arah belakang/mundur ini
sering pula disebut dengan erosi mudik, hingga lembah sungainya
bertambah panjang di DAS hulunya. Proses yang demikian ini berlangsung
dalam waktu yang relatif sangat lama. Hal ini tergantung sifat batuan,
kekuatan air dalam mengerosi, dan keadaan vegetasi penutupnya.
Selain erosi, tenaga eksogen yang bisa terjadi di daerah air terjun adalah
masswasting. Masswasting adalah
gerakan atau berpindahnya massa batuan lantaran pengaruh gaya beratnya
sendiri (pengaruh gravitasi). Batuan yang dimaksud di sini bisa berupa
batu-batu yang besar (bom), kerakal, kerikil, pasir, tanah, ataupun
lumpur. Perpindahan batuannya bisa terjadi sangat lambat
(slow flowage) melalui rayapan
(creep), perpindahan yang berlangsung cepat
(rapid flowage), maupun dalam bentuk longsoran
(landslide). Percikan
air pada air terjun akan membasahi dinding tebing. Dinding yang basah
akan menambah gaya beratnya. Inilah yang memicu terjadinya
masswasting.
Onggoka massa batuan pada latar depan foto air terjun (lihat foto kedua
di bawah ini) menunjukkan adanya kerjasama antara dua tenaga eksogen,
yakni
masswasting dan erosi. Karena itu pengunjung air terjun diharapkan bisa waspada akan hal tersebut.
Air terjun pada gambar di atas (gambar pertama) oleh masyarakat setempat sering disebut dengan "
coban Pelangi".
Coban merupakan dialek Malangan yang digunakan untuk menyebut air terjun. Sedang disebut dengan
coban Pelangi
karena percikan air pada air terjun tersebut menguraikan spektrum
Matahari hingga membentuk warna-warna pelangi. Sayang pada gambar
pertama tersebut tidak mengesankan adanya pelangi. Maklum, kalau dilihat
debit airnya, gambar
coban Pelangi
itu diambil ketika musim kemarau, hingga jumlah air yang menggelontor
ke bawah tidak cukup untuk menimbulkan efek pelangi yang besar. Apalagi
biasanya pelangi ini terbentuk di bagian agak ke bawah dari air terjun
itu. Langit yang tergambar juga terlihat biru bersih tak berawan yang
menandakan kalau obyek itu diambil ketika musim kemarau.
Coban Pelangi merupakan air
terjun yang terletak di Desa Gubugklakah Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang. Seperti yang saya sebutkan di atas bahwa
coban Pelangi ini berada di kompleks Taman Nasional Bromo--Tengger--Semeru, tepatnya di lereng barat pegunungan Tengger.
Jaraknya
lebih kurang 40km dari pusat Kota Malang. Menurut
http://elkhahlil.wordpress.com bahwa tinggi tebing air terjun ini adalah
30m.
Coban Pelangi ini
merupakan hulu sungai Amprong yang mengalir melewati Kota Malang bagian
timur, sebelum akhirnya bermuara menjadi satu sistem sungai pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) Brantas. Temperatur udara di tempat ini berkisar
antara
19°C--23°C.
Dengan demikian kalau kita ingin mengetahui ketinggian tempatnya,
sedang kita tidak membawa altimeter, maka langka yang ditempuh adalah:
1. Menghitung suhu rata-rata:
Rumus suhu rata-rata = suhu tertinggi + suhu terendah dibagi 2, sehingga diperoleh suhu
rata-ratanya adalah 21 derajat Celcius.
2. Menghitung ketinggian tempat (Coban Pelangi):[if !mso]> [if !mso]>
[if !mso]> [if !mso]> h = [if !mso]> 27°C - To dibagi 0,6 x 100
Keterangan:
h = tinggi tempat yang dicari
27°C = konstanta (temperatur di permukaan laut)
0,6 = konstanta (temperatur turun sebesar 0,6°C setiap naik 100m dari permukaan laut)
100 = konstanta (setiap naik 100m dari permukaan laut, tempetur mengalami penurunan)
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka:
h = 27°C - 21derajat Celcius : 0,6 x 100
= 6 : 0,6 x 100m
= 1.000m
Dengan demikian coban Pelangi terletak pada ketinggian +1.000m (1.000m di atas permu-
kaan laut).
Saya sendiri pernah menyinggahi air terjun ini ketika bersama
beberapa anggota SMAPALA, kelompok Pecinta ALam SMA Negeri 1 Pagak dan
dua kolega menuju ke kawah Bromo melalui Tumpang--Gubugklakah--Ngadas
tahun 1994 lalu dengan berjalan kaki. Ketika itu saya juga sempat
mengambil momen ini dengan kamera SLR jadul merek "Pentax". Namun foto-foto itu kini kalaupun masih ada mungkin sudah rusak kena udara lembab.
Sedangkan
air terjun di samping ini bernama "air terjun Madakaripura". Air terjun
ini masuk wilayah Desa Sapeh Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo. Sama dengan coban Pelangi,
air terjun Madakaripura juga terletak di kompleks Taman Nasional
Bromo--Tengger--Semeru. Bedanya kalau air terjun yang konon sebagai
tempat pertapaan mahapatih Gajahmada sebelum muksa ini terletak di lereng pegunungan Tengger bagian utara.
Kesamaan umum dari air terjun sebagai sumberdaya yang ada di
Indonesia adalah belum dimanfaatkannya potensi tersebut secara maksimal.
Potensi yang sudah dikembangkan adalah sebagai obyek pariwisata. Itupun
baru sebagian kecil saja. Potensi sebagai sumberdaya energi boleh
dibilang belum disentuh sama sekali. Menurut informasi, di Jepang, air
terjun yang sering juga disebut dengan 'batubara putih' ini, energi
potensialnya sudah dimanfaatkan sedemikian rupa untuk pembangkit
listrik.
Sumber:
1. Bakti, Farid. 2009. Kumpulan Foto dalam Facebook.
2. http://elkhalil.wordpress.com
3. Nianto Mulyo, Bambang dan Suhandini, Purwadi. 2004 dan 2007. Kompetensi Dasar
Geografi 1. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
tiada yang sempurna didunia ini, karena kesempurnaan itu hanyalah
milik ALLAH SWT