IWANGEODRS ALUMNI GEOGRAFI IKIP BANDUNG ANGKATAN 1981

NILAI DAN NORMA SOSIAL

Menangis,persahabatan,adalah kata-kata yang mencerminkan bahwa ada interaksi sosial yang terjadi di dalamnya.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,interaksi sosial memiliki arti hubungan sosial yang dinamis antara orang peroseorangan dan kelompok.Setiap tindakan kita dibatasi oleh aturan,nilai maupun nomra sosial sehingga kita tidak senekanya.Apa yang terjadi jika aturan,nilai,dan norma itu tidak ada?.
Nilai dan norma sosial memiliki peranan penting dalam setiap masyarakat beradab.Hal ini penting karena nilai dan norma tersebut berfungsi untuk mengatur tata kehidupan setiap anggota masyarakat sebagai makhluk sosial.

  • Pengertian Nilai Sosial

Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal mengenai baik,buruk,benar,salah,patut-tidak patutu,mulia-hina,penting-tidak penting.Menurut C.Kluckhohn semua nilai kebudayaan alam pada dasarnya ada lima:

a)nilai hakikat hidup manusia

b)nilai mengenai hakikat karya manusia

c)nilai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu

d)nilai dari hubungan manusia dengan alam sekitar

e)nilai dari hubungan manusia dengan sesamanya

Bila sikap dan perasaan tentang nilai sosial itu diikat bersama,maka disebut nilai sosial.Ini melahirkan adanya nilai individual dan definisi yang dikemukakakn oleh para ahli misalnya:

a)Kimbali Young .nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benad dan apa yang penting

b)A.W.Green.nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.

c)Woods.nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan.

Nilai sosial dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1)Nilai material (berguna untuk jasmani manusia)

2)Nilai vital (berguna untuk aktivitas manusia)

3)Nilai kerohanian (berguna untuk sumber akal,perasaan dan keagamaan)

  • Norma Sosial

Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat untuk mengukur apakah tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima atau tindakan yang menyimpang.Norma dibangun atas nilai sosial dan norma sosial diciptakan untuk mempertahankan nilai sosial.

Jenis-Jenis Norma Sosial

Norma Sosial Dilihat Dari Sanksinya

1)Tata Cara .merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya.Misal:aturan memegang garpu dan sendok saat makan dan penyimpangannya:bersendawa saat makan/

2)Kebiasaan.merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakan dan dilakukan berulang-ulang,mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari tata cara,misal:membuang sampah pada tempatnya dan penyimpangannya:membuang sembarangan dan mendapat teguran bahkan digunjingkan masyarakat.

3)Tata Kelakuan.merupakan norma yang bersumber kepada filsafat,ajaran agama dan ideolagi yang dianut masyarakat.Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan sehingga secara langsung ia merupakan alat pengendalian sosial agar anggota masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakan itu.

4)Adat.merupakan norma yang tidak tertulis namu kuat mengika sehingga anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan,dikeluarkan dari masyarakat,atau harus memenuhi persyaratan tertentu.

5)Hukum.merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis.Sanksinya tegas dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat yang beirsi ketentuan,perintah,kewajiban dan larangan agar tercipta ketertiban dan keadilan.

Norma Sosial Dilihat dari Sumbernya

1)Norma agama,yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran agama(wahyu dan revelasi)

2)Norma kesopanan,ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial masyarakat

3)Norma kesusilaan,ketentuan yang bersumber pada hati nurani,moral,atau filsafat hidup.

4)Norma hukum,ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang suatu negara

Fungsi Norma Sosial

a)Sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat

b)Merupakan wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat

c)Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat

 

Pengertian Nilai Sosial

Satu bagian penting dari kebudayaan atau suatu masyarakat adalah nilai sosial. Suatu tindakan dianggap sah, dalam arti secara moral diterima, kalau tindakan tersebut harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat di mana tindakan tersebut dilakukan.  Dalam sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi kasalehan beribadah, maka apabila ada orang yang malas beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan, cercaan, celaan, cemoohan, atau bahkan makian.  Sebaliknya, kepada orang-orang yang rajin beribadah, dermawan, dan seterusnya, akan dinilai sebagai orang yang pantas, layak, atau bahkan harus dihormati dan diteladani.

Apakah yang dimaksud dengan nilai sosial?

Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal, apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, penting atau tidak penting, mulia ataukah hina. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan seterusnya.

Macam-macam Nilai Sosial

Prof. Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu: (1) Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, (2) Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas, dan (3) Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta), nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan.

Nilai individual – nilai sosial

Seorang individu mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda, bahkan bertentangan dengan individu-individu lain dalam masyarakatnya. Nilai yang dianut oleh seorang individu dan berbeda dengan nilai yang dianut oleh sebagaian besar anggota masyarakat dapat disebut sebagai nilai individual. Sedangkan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut nilai sosial.

Ciri-ciri nilai sosial:

  • Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
  • Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
  • Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya,
  • Nilai sosial bersifat relative,
  • Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
  • Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
  • Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
  • Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
  • Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.

Fungsi nilai sosial.

Nilai Sosial dapat berfungsi:

  • Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan,
  • Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
  • Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.

Kerangka Nilai Sosial

Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa Indonesia:  “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa:  “desa mawa cara, negara mawa tata”. Pepatah-pepatah ini menunjukkan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya.

Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat.

Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:

  • Tanggapan mengenai hakekat hidup (MH), variasinya: ada individu, kelompok atau masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”,
  • Tanggapan mengenai hakikat karya (MK), variasinya: ada orang yang menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi,
  • Tanggapan mengenai hakikat waktu(MW), variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke masa lalu, sekarang atau masa depan,
  • Tanggapan mengenai hakikat alam (MA), Variainya:  masyarakat Industri memiliki pandangan bahwa manusia itu berada di atas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam.  Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam,
  • Tanggapan mengenai hakikat manusia (MM),            variasi: masyarakat tradisional  atau feodal  memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat perbedaan  harga diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata.  Sedangkan masyarakat industrial memandang  manusia  yang satu dengan yang lain secara horizontal (sejajar).

Pengertian Norma sosial

Kalau nilai merupakan pandangan tentang baik-buruknya sesuatu, maka norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat  apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat.

Apa hubungannya antara nilai dengan norma? Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.

Berbagai macam norma dalam masyarakat

Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat:

  1. Tata cara atau usage. Tata cara (usage); merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringat terhadap pelanggarnya, misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas ketika minum. Pelanggaran atas norma ini hanya dinyatakan tidak sopan.
  2. Kebiasaan (folkways). Kebiasaan (folkways); merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang. Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, dst.
  3. Tata kelakuan (mores). Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideology yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat. Contoh: larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan napza, mencuri, dst.
  4. Adat (customs). Adat merupakan  norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat, apabila adat  menjadi tertulis ia menjadi hukum adat.
  5. Hukum (law). Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis, ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang melanggar dirumuskan secara tegas. Berbeda dengan norma-norma yang lain, pelaksanaan norma hukum didukung oleh adanya aparat, sehingga memungkinkan pelaksanaan yang tegas.

Mode atau fashion.

Di samping lima macam norma yang telah disebutkan itu, dalam masyarakat masih terdapat satu jenis lagi yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang berkaitan dengan estetika atau keindahan, seperti pakaian, musik, arsitektur rumah, interior mobil, dan sebagainya. Norma jenis ini disebut mode atau fashion.  Fashion dapat berada pada tingkat usage, folkways, mores, custom, bahkan law.

Hubungan antara nilai dengan norma sosial

Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Di wilayah perdesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan telivisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang acapkali memperlihatkan artis-artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat menjadi semakin longgar. Berbagai kalangan semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan.  Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Tingkatan norma sosial

1.Cara (usage)

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.

Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.

2.Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.

Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.

3.Tata kelakuan (Mores) Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan.

Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.

4.Adat istiadat (Custom)

Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

Macam norma sosial

Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut.

 Norma agama

Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa

Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.

Norma kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).

Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang

 Norma kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, tidak kencing di sembarang tempat.

 Norma kebiasaan

Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.

Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.

Kode etik

Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.

Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran.

Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.


Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.

NILAI DAN NORMA DLAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

 

     Dalam kehidupan sehari-hari manusia dalam berinteraksi dipandu oleh nilai-nilai dan dibatasi oleh norma-norma dalam social. Norma dan nilai pada awalnya lahir tidak disengaja , karena kebutuhan manusia sebagai makluk social dan harus berinteraksi dengan yang lain menuntut adanya suatu pedoman, pedoman itu lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar.

 

     Rumusan tentang norma dan nilai menurut para tokoh pada dasarnya sama. Penulis pada kesempatan ini akan memrumuskan pengertian norma dan nilai social sebagai berikut :

Nilai sosial adalah suatu perbuatan atau tindakan yang oleh masyarakat dianggap baik. Nilai social dalam setiap masyarakat tidak selalu sama, karena nilai dimasyarakat tertentu dianggap baik tapi dapat dianggap tidak baik dimasyarakat lain.

Nilai dapat dibagai menjadi tiga bagian yaitu :

  1. Nilai material artinya segala sesuatu  yang berguna bagi manusia.
  2. Nilai vital artinya segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas atau kegiatan.
  3. Nilai kerohanian artinya  segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia

Nilai kerohanian ini dibagi menjadi empat macam yaitu :

    1. nilai kebenaran/keyakinan  yaitu nilai yang bersumber dari akal manusia
    2. nilai keindahan yaitu nilai yang bersumber dari  unsur rasa manusia (perasaan atau estetika)
    3. nilai moral/kebaikan yaitu nilai yang bersumber dari unsur kehendak /kemauan(karsa,etika)
    4. nilai relegius yaitu nilai yang bersumber dari kekyakinan atau kepercayaan manusia, yang merupakan nilai kebutuhan kerohanian yang tinggi dan mutlak

Fungsi dari nilai social

Secara umum nilai social mempunyai fungsi sebagai berikut :

  1. Nilai berfungsi sebagai petunjuk arah
  2. Nilai berfungsi sebagai pemersatu yang dapat mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelaompook tertentu atau masyarakat.
  3. Nilai social berfungsi sebagai pengawasa dengan daya tekan dan pengikat tertentu
  4. Nilai berfungsi senbagai benteng perlindungan
  5. Nilai berfungsi sebagai alat pendorong atau motivator

 

Norma social adalah suatu petunjuk hidup yang berisi larangan maupun perintah.

Yang membedakan nilai dan norma adalah nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan, dicita-citakan dan dipentingkan oleh masyarakat . Sedangkan norma adalah kaidah atau pedoman , aturan berperilaku untuk mewujudkan keinginan dan cita-cita tersebut , atau boleh dikatakan nilai adalah pola yang diinginkan sedangkan norma adalah pedomana atau cara-cara untuk mencapai nilai tersebut.

 

Menurut kekuatan yang mengikatnya, norma dibedakan menjadi empat yaitu

  1. Cara (usage) ; cara ini menunjuk pada bentuk perbuatan . cara ini  lebih tamapak menonjol dalam hubungan antar individudalam masyrakat. Pelanggaran atau penyimpangan terhadap usage tidak menimbulkan sanksi hukum yang berat tapi hanya sekedar celaan, cemohoon, sindiran, ejekan dsb.
  2. Kebiasaan (folkways) yaitu perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama  dan merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut.
  3. Tata kelakuan (mors) yaitu  kebiasaan yang diterima sebagai norma pengatur, atau pengawas secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya.
  4. adapt-istiadat (custum)  yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggaradat-istiadat akan mendapat sanksi keras yang terkadang secara tidak langsung  diperlukan.

 

Fungsi norma social dalam masyarakat.

Fungsi norma social dalam masyarakat secara umum sebagai berikut :

  1. Norma merupakan factor perilaku dalam kelompok tertentu yang memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan akan dinilai orang lain.
  2. Norma merupakan aturan , pedoman, atau petunjuak hidup dengan sanksi-sanksi untuk mendorong seseorang, kelompok , dan masyarakat mencapai dan mewujudkan nilai-nilai social
  3. Norma-norma merupaakan aturan-aturan yang tumbuh dan dan hidup dalam masyarakat sebagai unsur pengikat dan pengendali manusia dalam hidup masyarakat..

Nilai sosial

Nilai sosial adalah prinsip-prinsip yang berlaku di suatu masyarakat tentang apa yang baik, benar dan berharga yang seharusnya dimiliki dan dicapai oleh warga masyarakat.

Nilai meliputi nilai vital, material, estetika, spiritual dan nilai dominan

Nilai vital adalah segala sesuatu yang dianggap mempunyai atau menguasai hajat kehidupan. Contoh air dan udara

Nilai material adalah segala benda yang memiliki nilai kegunaan. Contoh HP, rumah, mobil dll

Nilai estetika yaitu nilai keindahan. Contoh seni

Nilai spiritual yaitu nilai yang berkaitan dengan nilai keagamaan. Contoh beribadah.

Nilai dominan adalah nilai yang melebihi secara fungsional dan mendominasi dalam kehidupan masyarakat. HP yang semula memiliki nilai material, menjadi nilai dominan karena tidak dilihat dari fungsi dan kegunaannya, melainkan berubah menjadi gaya hidup yang mendominasi semua kalangan.


Norma Sosial

Norma sosial adalah bentuk nyata (konkret) nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang merupakan pedoman berperilaku dalam masyarakat. Contoh norma kebiasaan, kesopanan, kesusilaan dan hukum

Norma kebiasaan dilihat dari sanksinya, tidak memiliki sanksi yang jelas, tetapi perilaku tersebut dianggap tidak pantas karena tidak sesuai dengan kebiasaan. Tidak mendapat sanksi yang jelas, paling dicemooh atau dirasani. Contoh melayat tidak memakai pakaian yang berwarna hitam, tidak mengikuti tahlilan di masyarakat tertentu biasanya akan dirasani

Norma kesopanan. Norma ini belum memiliki sanksi yang mengikat tetapi mungkin di tegur atau dinasehati karena dianggap tidak sopan. Contoh memberi sesuatu dengan tangan kiri

Norma kesusilaan. Norma ini memiliki sanksi moral karena melanggar kesusilaan, biasanya diusir dari masyarakatnya. Contoh tertangkap melakukan tindakan asusila (mesum) disuatu tempat sehingga diusir oleh masyarakat.

Norma hukum. Norma hukum memiliki sanksi yang jelas dan tegas (sanksi tertulis dalam aturan hukum). Contoh melanggar lalulintas disanksi, tidak membayar pajak, korupsi merupakan contoh-contoh yang melanggar hukum.

Dalam penjelasan yang berbeda, suatu komunitas perlu adanya aturan (nilai dan norma) dengan tingkatan sebagai berikut: cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores) dan adat istiadat (custom)

Berlakunya nilai dan norma sosial itu tergantung waktu dan tempat. Nilai dan norma waktu dulu berbeda dengan nilai dan norma waktu sekarang. Antara tempat yang satu dengan tempat yang lain juga dapat berbeda. Dulu cewek mengatakan cinta dianggap tabu, sekarang banyak cewek yang mengatakan cinta lebih dulu. Di Amerika diperbolehkan hidup gay atau lesbi. Di dunia timur dianggap melanggar.

Nilai dan norma sosial yang diidahkan dapat membawa keteraturan masyarakat (keteraturan sosial), sebaliknya bila nilai dan norma banyak tidak diidahkan, dapat menciptakan konflik sosial.

A. Nilai Sosial
Nilai sosial merupakan landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan.
Nilai sosial merupakan kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.
Beberapa ahli sosiologi memberikan batasan pengertian nilai sosial sebagai berikut:
1. Menurut C. Kluckhon, nilai sosial adalah ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengatasi kemauan pada saat dan situasi tertentu
2. Menurut Woods, nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dalam kehidpan sehari-hari
3. Menurut A.W.Green, nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatifj berlangsung disertai emosi terhadap obyek
4. Menurut Kimball Young, nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa ayng penting

B. Norma Sosial

Norma merupakan hasil cipta manusia sebagai makhluk sosial untuk mengatur hubungan sosial agar dapat berlangsung dengan lancar sehingga menimbulkan suasana yang harmonis. DI dalam kehidupan masyarakat, norma berisi tata tertib, aturan, petunjuk standar mengentai perilaku yang pantas atau wajar. Pelanggaran terhadap norma akan mendatangkan sanksi, dari bentuk cibiran atau cemoohan sampai ke sanksi fisik dan psikis berupa pengasingan atau di usir.
Norma merupakan bentuk nilai yang disertai dengan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Norma merupakan ukuran yang dipergunakan oleh masyarakat apakah perilaku seseorang bernar/ salah, sesuai/ tidak sesuai, wajar/tidak, dan diterima atau tidak.
Norma dibentuk di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Nilai dan norma merupakan hal yang berkaitan.
Norma adalah bentuk konkret dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Misalnya, nilai menghormati dan mematuhi orang tua diperjelas dan dikonkretkan dalam bentuk norma-norma dalam bersikap dan berbicara kepada orang tua. Nilai-nilai sopan santun di sekolah dikonkretkan dalam bentuk tata tertib sekolah.
Jadi, pengertian norma adalah patokan-patokan atau pedoman untuk berperilaku di dalam masyarakat.


MASALAH-MASALAH SOSIAL DI INDONESIA
Pemahaman Konsep, Fokus Analisis,
Skema Hubungan antar-variabel
dan Metode Analisis
Doddy Sumbodo Singgih
Dosen Jurusan Sosiologi FISIP dan Pascasarjana Unair, Surabaya
Abstract
Dalam dinamika proses perkembangan sua tu komunitas, tentu akan disertai dengan tumbuih
dan/atau berkembangnya berbagai masalah -masalah sosial. Oleh karena iitu, artikel ini
menjelaskan secara teoritik tentang konsep masalah -masalah sosial, fokus analisis, skema
hubungan antar-variabel dan metode analisisnya.
Kata-kata kunci: masalah sosial, fokus analisis, hubungan antar -variabel dan metode analisis
Ditinjau dari paradigma ilmu-ilmu sosial — sosiologi misalnya — pengertian masalah
sosial hingga saat ini masih lazim digunakan untuk menunjuk s uatu masalah yang tumbuh
dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas, di mana masalah itu dianggap kurang atau
bahkan tidak sesuai dengan nilai -nilai dan/atau norma-norma sosial dalam komunitas tersebut.
Tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial sangat tergantung pada dinamika proses
perkembangan komunitas itu sendiri. Ketika suatu komunitas mengalami proses perkembangan
— baik karena adanya faktor-faktor dari luar komunitas, karena adanya faktor -faktor dari dalam
komunitas itu sendiri, maupun ad anya proses deferensiasi struktural dan kultural — biasanya
komunitas tersebut akan selalu mengalami goncangan, apalagi jika faktor -faktor perubahan itu
datangnya sangat cepat. Dalam situasi seperti ini, tidak semua anggota komunitas siap dalam
menerima perubahan itu. Misalnya, ada anggota komunitas yang sangat siap, cukup siap dan
bahkan sama sekali tidak siap dalam menerima perubahan itu. Adanya perbedaan dalam kesiapan
menerima perubahan itulah, yang biasanya menjadi factor pemicu tumbuh dan/atau
berkembangnya suatu masalah-masalah sosial. Lihatlah, bagaimana timbulnya pro dan kontra
tentang pornografi dan pornoaksi dalam liputan media massa yang merebak akhir -akhir ini!
Dalam konteks ini, tolok-ukur suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau
tidak, akan sangat ditentukan oleh nilai -nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam
komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, pernyataan sesuai atau tidaknya suatu masalah itu dengan
nilai-nilai dan/atau norma-norma sosial harus dikemukakan ol eh sebagian besar (mayoritas) dari
anggota komunitas. Menyongsong tahun 2006 ini, tentu berbagai masalah sosial di Indonesia
akan tetap ada, tumbuh dan/atau berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.
Konsep tentang Masalah Sosial
Secara sederhana, konsep masalah sosial seringkali dikaitkan dengan masalah yang tumbuh
dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas. Apa pun masalah itu — pokoknya jika berada
dalam kehidupan suatu komunitas — akan selalu dikatakan sebagai masalah sosial. Benarka h?
Jika ditinjau dari dimensi sosiologi — sebagai sebuah ilmu sosial yang selama ini sering
menganalisis, mensintesis dan juga memprognosis berbagai masalah sosial — pernyataan itu
salah. Dalam perspektif sosiologi, tidak semua masalah yang tumbuh dan/atau berkembang dalam
kehidupan suatu komunitas adalah masalah sosial. Istilah sosial di sini tidaklah identik dengan
komunitas, namun hanya menunjukkan bahwa masalah itu berkaitan dengan tata interaksi,
interelasi, dan interdependensi antar -anggota komunitas. Dengan kata lain, istilah sosial dalam
masalah sosial menunjukkan bahwa masalah itu berkaitan dengan perilaku masyarakat.
Oleh karena itu, jika ditinjau secara teoritik, ada banyak faktor penyebab terhadap tumbuh
dan/atau berkembangnya suatu masalah sos ial. Secara umum, faktor penyebab itu meliputi faktor
struktural, yaitu pola-pola hubungan antar-individu dalam kehidupan komunitas; dan faktor
kultural, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas. Adanya
perubahan atas kedua faktor itulah, yang selama ini diteorikan sebagai faktor penyebab utama
munculnya suatu masalah sosial. Logika teoritisnya adalah: ketika terjadi perubahan pola -pola
hubungan sosial dan/atau perubahan nilai -nilai sosial, maka sebagian anggota komunitas akan ada
yang sangat siap, cukup siap dan bahkan sama sekali tidak siap dalam menerima perubahan itu.
Kesiapan dan/atau ketidaksiapan itulah yang kemudian menyebabkan perbedaan mereka dalam
melakukan adaptasi dengan lingkungan sosialnya. Jika mereka yang tidak siap menerima perubahan itu
justru sebagian besar (mayoritas) anggota komunitas, maka muncullah masalah sosial itu. Kata kuncinya dalam
konteks ini adalah adaptasi sosial yang dilakukan individu. Berikut ini akan dikemukakan berbagai cara adaptasi
terhadap lingkungan sosial yang bisa dipilih individu, ketika ia menerima perubahan baik secara struktural maupun
kultural, sebagaimana diteorikan secara klasik oleh Robert K. Merton (1961).
Keterangan:
 Tanda + berarti menerima perubahan nilai-nilai dan cara-cara yang dilem-bagakan
 Tanda - berarti menolak perubahan nilai -nilai dan cara-cara yang dilem-bagakan
 Tanda +/- berarti menolak dan menghendaki nilai -nilai dan cara-cara baru yang dilembagakan
Berdasarkan tabel tersebut, maka conformity berarti individu menerima perubahan nilai -
nilai kultural (cultural goals) dan menerima cara-cara yang dilembagakan ( institutionalized
means). Innovation berarti individu hanya menerima perubahan nilai -nilai kulturalnya saja.
Ritualism berarti individu hanya mene -rima perubahan cara-cara yang dilembagakan saja.
Retreatism berarti individu sama sekali tidak menerima perubahan apa pun. Dan rebellion berarti
individu tidak menerima perubahan, namun sekaligus menginginkan adanya nilai -nilai dan caracara
baru yang dilembagakan.
Fokus Analisis
Fokus analisis terhadap masalah-masalah sosial akan sangat tergantung pada ruang lingkup dari
masalah sosial itu sendiri. Artinya, dalam kenyataannya, ada masalah sosial yang ruang
lingkupnya kecil, lumayan besar atau sangat besar. Oleh karena itu, untuk menentukan apa fokus
analisis terhadap masalah-masalah sosial tersebut, lebih dulu harus dilihat beberapa indikator
berikut ini.
1. Dengan melihat angka rata-rata pertumbuhan dan/atau perkembangan dari masalah tersebut,
terutama dalam kurun waktu tertentu.
2. Dengan mencermati gabungan angka rata -rata itu dalam berbagai kasus.
3. Dengan mencermati terganggunya hubungan -hubungan sosial antar-lapisan, antar-kelompok
maupun antar-golongan dalam suatu komunitas.
4. Dengan mencermati terganggunya partisipasi anggota suatu komunitas dalam suatu kegiatan
sosial.
5. Dengan mencermati adanya keresahan sosial dalam suatu komunitas.
Tentu saja untuk mengetahui apakah kelima indikator tersebut menggejala atau tidak dalam
suatu komunitas, harus didukung oleh data, fakta atau informasi empiris yang benar -benar valid
dan realible. Mengapa? Karena masalah sosial adalah masalah yang benar -benar riil yang
dihadapi oleh komunitas itu sendiri, dan bukan dihadapi oleh orang yang berada di luar
komunitas. Karena itu dalam berbagai kasus, fokus analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi suatu masalah sosial adalah kelompok. Kelompok di sini bisa berupa kelompok kecil
(misalnya, terdiri dari komunitas se-Desa atau se-Kelurahan), kelompok agak besar (misalnya, terdiri dari komunitas
se-Kabupaten atau se-Kota), atau kelompok besar (misalnya, terdiri dari masyarakat se-Bangsa atau se-Negara).
Namun, apa pun kriteria dari besar atau kecilnya kelompok tersebut, semua akan tergantung kepada sejauh mana
ikatan nilai-nilai dan norma-norma sosial masih menjadi acuan dari kelompok tersebut dan apakah nilai -nilai dan
norma-norma sosial tersebut masih digunakan secara efektif oleh kelompok sebagai instrumen pengendali dalam
kehidupan komunitasnya.
Hubungan Antar-Variabel
Untuk menganalisis masalah-masalah sosial yang tumbuh dan/atau berkembang dalam suatu
komunitas, biasanya akan menggunakan pola analisis hubungan antar -variabel. Ini bukan berarti,
bahwa semua analisis tentang masalah -masalah sosial harus dilakukan secara kuantitatif.
Beberapa kasus menunjukkan, pola analisis yang tidak menggunakan pola hubungan antar -
variabelpun justru lebih bisa menjelaskan kasus yang dianalisis. Namun, karena ukuran apakah
sesuatu itu bisa dikatakan sebagai masalah sosial ap a tidak tergantung kepada komunitas itu
sendiri – lebih tepatnya – suara mayoritas anggota komunitas itu sendiri, maka tampaknya pola
analisis hubungan antar-variabel akan terasa lebih bisa menjelaskan kasus. Secara metodologis,
setidak-tidaknya dikenal ada 3 pola hubungan antar -variabel di mana hubungan tersebut terdiri
dari setidak-tidaknya 3 (tiga) variabel.
1. Pola anteseden. Pola ini berarti tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial, karena
dilatarbelakangi oleh adanya variabel -variabel tertentu. Dalam bahasa metodologis sering
disimbolkan dengan (Z). Sehingga polanya menjadi Z – X – Y.
2. Pola multivariat. Pola ini berarti tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial,
karena adanya banyak variabel penyebabnya. Dalam bahasa metodologis se ring disimbolkan
dengan (Xn). Sehingga polanya menjadi X1 .... Xn – Y.
3. Pola bivariat. Pola ini berarti tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial, karena
adanya suatu variabel antaranya. Dalam bahasa metodologis sering disimbolkan dengan (Z).
Sehingga polanya menjadi X – Z – Y.
Metode Analisis
Sebagai suatu realitas sosial yang tumbuh dan/atau berkembang dalam komunitas, maka metode
analisis terhadap masalah-masalah sosial tidak berbeda dengan metode analisis realitas sosial
yang lainnya. Per definisi, metode analisis ini juga akan sangat tergantung pada pola hubungan
antar-variabelnya. Jika pola hubungannya bersifat kuantitatif, maka metode analisisnya juga harus
bersifat kuantitatif. Begitu pula jika pola hubungannya bersifat kualitatif, maka metode
analisisnya juga harus bersifat kualitatif. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana prinsip -prinsip
analisis terhadap masalah-masalah sosial secara kuantitatif.
1. Sebelum melakukan analisis, harus diketahui lebih dulu apa latarbelakang kita melakuk an
analisis. Dalam latarbelakang ini harus diuraikan dan/atau dijelaskan mengapa analisis
tersebut dilakukan dan apa arti pentingnya analisis tersebut dilakukan. Apakah analisis
tersebut untuk kepentingan akademis atau praktis? Untuk memperkuat uraian dan/ atau
penjelasan tentang latarbelakang kita melakukan analisis terhadap masalah sosial tersebut,
penganalisis harus menyertakan data lapangan, hasil -hasil analisis terdahulu yang memiliki
tema yang kurang-lebih sama, atau berbagai data lain (misalnya, data sekunder, foto, slides,
rekaman video) yang akan menunjukkan secara empiris tentang masalah sosial yang akan
dianalisis. Dalam pemaparan latarbelakang analisis tersebut akan tampak, seberapa kuat
dugaan-dugaan yang dikemukakan oleh penganalisis, bahwa masa lah tersebut sebagai
masalah sosial atau tidak.
2. Merumuskan tentang esensi masalah apa yang akan dianalisis. Dalam perumusan esensi apa
yang akan dianalisis ini harus berisi pernyataan dari penganalisis. Biasanya dalam perumusan
esensi masalah yang akan dianalisis ini akan dirumuskan dalam kalimat tanya, misalnya:
apakah masalah sosial tersebut terjadi karena adanya variabel (misalnya, variabel X)? Dalam
praktik analisis masalah sosial, misalnya, untuk mengetahui apakah suatu variabel
menyebabkan tumbuh dan/atau berkembangnya masalah sosial, maka pola hubungan antar -
variabel sebagaimana dalam penelitian sosiologilah yang lazim digunakan. Misalnya,
penganalisis ingin mengetahui seberapa kuatkah hubungan antara variabel X dengan tumbuh
dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial dalam komunitasl? Dalam konteks adanya
hubungan antar-variabel tersebut, setidak-tidaknya dalam analisis masalah sosial akan
menganalisis 2 (dua) variabel.
3. Mengemukakan landasan teoritis yang digunakan untuk menganalisis masalah sosial. Teori
adalah seperangkat pernyataan yang dinyatakan secara sistematis dan juga logis, yang
didasarkan pada data empiris (Ritzer dan Goodman, 2004). Dengan kata lain, teori jelas
berbeda dengan pendapat, pernyataan atau temuan lapangan dalam anali sis masalah sosial.
Fungsi teori dalam analisis masalah sosial adalah sebagai pemandu, agar penganalisis
memiliki bekal untuk melakukan analsis di lapangan.
4. Mengemukakan prosedur lapangan yang digunakan untuk melakukan analisis maslaah sosial,
yang teridiri dari: (1) konsep-konsep operasional apa yang akan digunakan untuk melakukan
analisis masalah sosial; (2) alasan apa yang digunakan oleh penganalisis dalam melakukan
pemilihan lokasi untuk melakukan analisis masalah sosial; (3) menentukan siapa nara s umber
(populasi) dan bagaimana teknik penarikan sampel sebagai sumber data; (4) menentukan
teknik pengumpulan data; dan (5) menentukan teknik penyajian data. Konsep operasional
adalah konsep yang sudah diubah dari variabel menjadi konsep yang lebih realist ik untuk
melakukan analisis masalah sosial.
Untuk penentuan lokasi analisis terhadap masalah sosial memang harus disesuaikan dengan
apa unit analisisnya. Apakah masalah tersebut akan dianalisis pada unit individual, kelompok,
struktur atau kultur. Namun, apa pun unit analisis yang akan digunakan, seyogianya dikemukakan
apa alasan-alasan empirisnya — terutama yang berkaitan dengan masalah sosial yang diteliti —
misalnya, dengan mengemukakan data dan/atau informasi lapangannya. Pada analisis masalah
sosial, biasanya untuk menentuan siapa nara sumber (populasi) -nya akan dikaitkan dengan
karakteristik masalah sosial yang dianalisisnya. Jika nara sumber (populasi) yang akan dimintai
keterangan tentang masalah sosial yang tumbuh dan/atau berkembang dalam komuni tas yang
jumlah anggotanya besar (misalnya, lebih dari 100 nara sumber/responden), maka akan dilakukan
penarikan sampel. Untuk analisis secara kuantitatif, maka sangat diharapkan penarikan sampelnya
dilakukan secara acak (random), agar kesimpulan akhir yang diperoleh dari analisis masalah
sosial nanti benar-benar bisa merefleksikan karakter komunitas yang dianalisisnya.
Sesuai dengan karakteristik, bahwa yang memiliki hak untuk menyatakan sebagai masalah
sosial adalah suara mayoritas komunitas itu sendiri , maka secara metodologis harus dilakukan
teknis penarikan sampling secara benar. Secara metodologis, dikenal beberapa teknik penarikan
sampel. Pertama, teknik penarikan sampel secara acak ( random). Dan kedua, teknik penarikan
sampel secara non-acak (non-random). Untuk teknik penarikan sampel secara acak, biasanya
akan menggunakan teknik: (1) acak secara sederhana ( simple random sampling), di mana untuk
memperoleh jumlah sampel yang diinginkan dilakukan dengan cara — misalnya — undian; (2)
acak secara sistematis (systematic sampling), di mana hanya unsur pertama saja dari sampel yang
diacak; (3) acak yang distratifikasi ( stratified random sampling), di mana populasi lebih dulu
distratifikasikan berdasarkan strata tertentu, kemudian setelah itu baru dilakukan pengacakan; (4)
acak yang distratifikasikan lebih dulu dan kemudian diproporsionalkan ( stratified proportional
random sampling), di mana populasi lebih dulu distratifikasikan berdasarkan strata tertentu,
kemudian diambil secara proporsional berdasarkan be sar-kecilnya strata yang ada dalam populasi
tersebut. Dan (5) acak yang diambil berdasarkan gugusan -gugusan bertahap (multi-stage random
sampling), di mana sampel di ambil berdasarkan gugusan -gugusan populasinya dari atas ke
bawah.
Untuk teknik pengumpulan data dalam analisis masalah sosial, biasanya akan
menggunakan kuesioner yang terstruktur opsi jawabannya, agar data yang diperolehnya nanti
mudah diolah secara kuantitatif. Untuk pembuatan kuesioner ini, ada prosedur tersendiri yang
tidak boleh dilanggar, misalnya, harus benar-benar jelas variabel-variabel, indikator-indikator,
dan pertanyaan-pertanyaannya. Kemudian lebih jauh daripada itu, harus juga benar -benar jelas
bagaimana skema analisis datanya. Misalnya, variabel -variabel apa saja yang akan dianal isis
melalui tabel-tabel frekuensi (tabel satu variabel) dan/atau tabel -tabel silang (tabel dua variabel
atau lebih). Pembuatan tabel frekuensi ini — antara lain — berguna untuk mengecek apakah
jawaban-jawaban responden tersebut konsisten dengan jawaban -jawabannya yang lain, untuk
memperoleh deskripsi tentang karakteristik dari responden, untuk mempelajari bagaimana
distribusi frekuensi dari variabel -variabel penelitian, dan untuk menentukan variabel -variabel apa
yang akan disilangkan nanti. Sedangkan pembu atan tabel silang — antara lain — berguna untuk
menjelaskan seberapa kuat hubungan antar -variabel yang diteliti. Penyilangan antar -variabel
dalam penelitian kuantitatif menjadi sangat penting artinya, karena pada dasarnya penelitian
kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan berapa besarnya koefisien hubungan antar -variabel yang
diteliti. Dengan menggunakan teknik statistik — baik yang sederhana maupun yang canggih —
besarnya koefisien hubungan antar -variabel tersebut bisa diketahui dengan jelas
Implikasi-implikasi
Jika dicermati secara teoritis dan empiris, berbagai implikasi akan dengan sendirinya muncul
sebagai akibat dari adanya suatu masalah sosial dalam suatu komunitas.
1. Akan terjadi konflik dalam komunitas, baik konflik yang menyangkut struktur mau pun kultur
atau konflik antara das sein dan das sollen.
2. Akan menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam komunitas, baik perubahan yang
menyangkut sistem, struktur maupun kultur itu sendiri.
3. Akan menyebabkan terjadinya polarisasi sosial di mana masing-masing komponen dalam
komunitas saling terpisah satu sama lain.
4. Akan menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial di mana masing -masing komponen dalam
komunitas mengalami disfungsi.
5. Akan menyebabkan munculnya kasus -kasus lain sebagai akibat dari adanya kesenjangan
antara cultural goals dan institutionalized means sebagaimana telah dikemukakan di muka.
Untuk mencari bagaimana solusi terbaiknya dalam mengatasi suatu masalah sosial yang
tumbuh dan/atau berkembang dalam suatu komunitas memang t idaklah mudah, karena apa pun
solusi itu semuanya akan tetap tergantung pada apa akar penyebabnya. Ditinjau secara
metodologis, untuk mencari apa akar penyebab dari suatu masalah sosial biasanya dengan
melakukan penelitian secara empiris, baik dalam skala mikro maupun makro. Penelitian secara
mikro misalnya, dilakukan dengan cara melakukan suatu studi kasus. Sedangkan penelitian secara
makro, dilakukan dengan cara melakukan survai terhadap suatu masalah sosial. Namun, apa pun
skala penelitian yang di -lakukan, semuanya itu akan berupaya untuk menemukan apa akar
penyebab dari suatu masalah sosial. Berbagai kegagalan — atau setidak-tidaknya disebut sebagai
kurang efektifnya dalam mengatasi suatu masalah sosial — biasanya dikarenakan kurangnya
pemahaman secara empiris tentang dinamika perkembangan suatu komunitas.
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal, Penghakiman Massa: Kajian atas Kasus dan Perilaku (Jakarta: Accompli,
2005).
Bachriadi, Dianto, Ketergantungan Petani dan Penetrasi Kapital (Bandung: Akatiga, 1995).
Cernea, Michael M., Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan: Variabel -variabel
Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan (Jakarta: UI-Press, 1988).
Eschborn Norbert, et., all., Indonesia Today: Problems & Perspetive s (Jakarta: Yayasan Konrad
Adenauer, 2004).
Lewang, Patrice, Ayo Ke Tanah Sabrang: Transmigrasi di Indonesia (Jakarta: Gramedia,
2003).
Merton, Robert K., Social Theory and Social Structure , revised and enlarged edition. (USA: The
Free Press, 1961).
Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Prenada
Media, 2004).
Rajaguguk, Erman, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup (Jakarta:
Chandra Pratama, 1995).
Ritzer, George dan Douglas J. Googman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prenada Media,
2004).
Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda (Jakarta: CV Rajawali, 1980).
Sarjono, Yetty, Pergulatan Pedagang Kakilima di Perkotaan: Pendekatan Kualitatif (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2005).
Suwarsono dan Alvin Y. So., Perubahan Sosial dan Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1994).
Sudagung, Hendro Suroyo, Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke
Kalimantan Barat (Jakarta: ISAI dan Ford Foundation, 2001).
Suyanto, Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan
(Jakarta: Prenada Media, 2005).
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989).
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik -
teknik Teorisasi Data (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
Rajaguguk, Erman, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup (Jakarta:
Chandra Pratama, 1995).

 

Make a Free Website with Yola.