Kartografi (atau pembuatan peta) adalah studi dan praktek membuat peta atau globe, kartografi dasar mempelajari penyusunan peta. Oleh United Nation, batasan-batasan kajian ilmu kartografi adalah:

“Kartografi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menyiapkan segala jenis peta dan chart termasuk setiap kegiatan mulai dari pengukuran lapangan sampai  pencetakan akhir.” (UN, 1949)

Kemudian, karena kajiannya dirasa oleh para kartograf terlalu luas, maka diadakan konferensi yang tergabung dalam ICA (International Cartograph Assosiation) menghasilkan batasan baru, yaitu:

“Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni.” (ICA, 1973).

Peta secara tradisional sudah dibuat menggunakan pena dan kertas, tetapi munculnya dan penyebaran komputer sudah merevolusionerkan kartografi. Banyal peta komersial yang bermutu sekarang dibuat dengan perangkat lunak.

Apakah Kartografi itu?
Kartografi merupakan studi pembuatan peta, yang secara historis adalah upaya menggambarkan wajah geografis muka bumi. Saat ini, peta sudah tak hanya digunakan untuk keperluan navigasi atau tujuan-tujuan penelaahan geoposisi semata. Peta telah digunakan untuk berbagai keperluan yang salah satunya adalah untuk merepresentasikan data secara visual bahkan dapat pula berguna untuk upaya mencari informasi dan pola spasial.
Secara umum, kartografi telah berubah fungsi menjadi upaya rekayasa pada peta, melalui teknik pewarnaan dan gradasi, penggambaran bentuk, dan sebagainya sehingga pola representasi yang dikehendaki dapat muncul secara visual dengan berbagai constraint mulai dari akurasi informasi yang ditunjukkan bahkan hingga nilai-nilai estetika dan keindahan. Penggunaan kartogram telah sangat luas penggunaannya untuk berbagai tujuan mulai dari keperluan visualisasi penjualan produk yang berskala besar, analisis politik, analisis cuaca dan iklim, hingga keperluan-keperluan intelijen, militer, pertahanan dan keamanan.

Mengapa Kartografi Penting?
Kompleksitas permasalahan yang ada di satu sisi menjadikan diskusi yang disertai dengan representasi data yang komprehensif seringkali sulit dilakukan. Studi kartografi ini diharapkan dapat menjadi semacam tool-box yang menarik dalam visualisasi kerapatan data statistik dalam format spasial. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi kompleksitas permasalahan yang ada sehingga pemahaman kita akan data diupayakan untuk ditingkatkan.

Seorang peneliti yang menganalisis data numerik senantiasa berkepentingan dengan sifat dasar skala yang digunakan untuk pengukuran-pengukuran. Pengukuran yang diberikan sebagai pemberian angka-angka terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa diatur menurut kaidah-kaidah tertentu, dan menunjukkan bahwa kaidahkaidah yang berbeda menghendaki skala-skala serta pengukuran-pengukuran yang berbeda pula. Skala pengukuran ini dibagi menjadi empat macam, yaitu

skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala ratio.

Skala Nominal

merupakan skala yang paling lemah/rendah di antara keempat skala pengukuran. Sesuai dengan nama atau sebutannya, skala nominal hanya bisa membedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama (predikat). Sebagai contoh, klasifikasi barang yang dihasilkan pada suatu proses produksi dengan predikat cacat atau tidak cacat. Atau, bayi yang baru lahir bisa laki-laki atau perempuan. Tidak jarang digunakan nomor-nomor yang dipilih sekehendak ahti sebagai pengganti nama-nama atau sebutan-sebutan, untuk membedakan benda-benda atau peristiwa-peristiwa berdasarkan beberapa karakteristik. Sebagao contoh, dapat digunakan nomor 1 untuk menyebut kelompok barang yang cacat dari suatu proses produksi dan nomor 0 untuk menyebut kelompok barang yang tidak cacat dari suatu proses produksi. Skala nominal biasanya juga digunakan bila peneliti berminat terhadap jumlah benda atau peristiwa yang termasuk ke dalam masing-masing kategori nominal. Data semacam ini sering disebut data hitung (count data) atau data frekuensi.

Skala Ordinal

ini lebih tinggi daripada skala nominal. Pada skala ini sudah dapat membeda-bedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang lain yang diukur dengan skala ordinal berdasarkan jumlah relatif beberapa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh masing-masing benda atau peristiwa. Pengukuran ordinal memungkinkan segala suatu sesuatu disusun menurut peringkatnya masing masing. Sebagai contoh, pada tenaga penjualan bisa diperingkat dari yang “paling buruk” sampai yang “paling buruk” berdasarkan kepribadian mereka. Atau, pada para peserta kontes kecantikan dpat diperingkat dari yang “paling kurang cantik” sampai yang “paling cantik”. Jika ingin bermaksud memeringkat n buah benda berdasarkan suatu ciri tertentu, boleh ditetapkan nomor 1 untuk benda yang ciri tertentunyapaling kurang, nomor 2 untuk benda yang ciri tertentunya kedua paling kurang, dan seterusnya hingga nomor n, untuk benda kadar ciri tertentu yang paling tinggi. Sebagai contoh, para peserta lomba lari dapat diberi peringkat 1, 2, 3, …, berdasarkan urut-urutan waktu yang diperlukan untuk mencapai garis finis. Data semacam ini sering disebut data peringkat (rank data).

Koordinat Geografi
Penunjukan titik atau tempat di peta dengan cara koordinat geeografi diartikan oleh N.S.Adiyuwono dalam bukunya Teknik Membaca Peta dan Kompas (1995) merupakan suatu sistem untuk menentukan suatu kedudukan atau titik di permukaan bumi (dalam bidang lengkung). Sistem ini dinyatakan dalam derajat dengan meridian Greenwich sebagai lintangnya 0
°.

Contoh:

Koordinat A:
Koordinat B:

(maaf, belum dilengkapi gambar serta penjelasan)

Koordinat Peta
Sistem koordinat peta, masih dalam pengertian N.S. Adiyuwono, merupakan system untuk menentukan kedudukan suatu titik atau tempat pada suatu peta. Lembar peta dibagi atas garis-garis koordinat yaitu garis mendatar dan garis tegak (berbentuk kotak-kotak bujur sangkar)

Seperti yang sudah disinggung diatas. Koordinat peta terdapat tiga cara penunjukan, yakni: cara koordinat 4 angka, cara koordinat 6 angka, dan cara koordinat 8 angka.

  1. Cara 4 angka: digunakan untuk memperlihatkan posisi suatu tempat yang cukup lebar, misalkan untuk menunjukan lokasi danau, telaga dsb. Jarak kira-kira 1000 meter (sisi bujur sangkar dibagi 1000)
  2. Cara 6 angka: digunakan untuk menunjukan lokasi yang sempit. Semisal, loksai kemah, titik pertemuan (check poin) dll. Jarak 100 meter. (sisi bujursangkar dibagi 10 bagian)
  3. Cara 8 angka: digunakan untuk menunjukan suatu titik, miasal titik triangulasi, lokasi korban (sisi bujur sangkar dibagi 100)t

PROYEKSI PETA
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam skala yang lebih kecil pad bidang datar. Suatu peta ‘idealnya’ harus dapat memenuhi ketentuan geometrik sebaga berikut : Jarak antara titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak sebenarnya d permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta) Luas permukaan yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan luas sebenarnya d permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta) Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta harus sesuai denga besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi Bentuk yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang sebenarnya d permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta) Pada daerah yang relatif kecil (30 km x 30 km) permukaan bumi diasumsikan sebaga bidang datar, sehingga pemetaan daerah tersebut dapat dilakukan tanpa proyeksi peta da tetap memenuhi semua persyaratan geometrik. Namun karena permukaan bumi secar
keseluruhan merupakan permukaan yang melengkung, maka pemetaan pada bidang data tidak dapat dilakukan dengan sempurna tanpa terjadi perubahan (distorsi) dari bentuk yan sebenarnya sehingga tidak semua persyaratan geometrik peta yang ‘ideal’ dapat dipenuhi.

Pengertian Proyeksi Peta
Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa digambarkan diatas bidang datar (peta) Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan perhitungan perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan secara matemati
(model) dari bumi fisis tersebut. Model matematis bumi yang digunakan adalah ellipsoi putaran dengan besaran-besaran tertentu. Maka secara matematis proyeksi peta dilakuka dari permukaan ellipsoid putaran ke permukaan bidang datar.

Apakah peta itu?

Menurut BAKOSURTANAL:

Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. Beberapa jenis peta secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Peta Rupabumi:

peta yang menampilkan sebagian unsur-unsur buatan manusia (kota, jalan, struktur bangunan lain) serta unsur alam (sungai, danau, gunung, dsb) pada bidang datar dengan skala dan proyeksi tertentu. Peta Rupabumi dalam istilah asingnya sering disebut sebagai Topographic Map.

b. Peta Tematik:

peta yang menyajikan tema tertentu dan untuk kepentingan tertentu (land status, penduduk, transportasi dll.) dengan menggunakan peta rupabumi yang telah disederhanakan sebagai dasar untuk meletakkan informasi tematiknya.

Menurut James S. Aber:

Suatu Peta merupakan penggambaran secara grafis atau bentuk skala (perbandingan) dari konsep mengenai bumi. Hal ini berarti bahwa peta merupakan alat untuk menyampaikan informasi mengenai ilmu bumi. Peta merupakan media yang universal untuk komunikasi sehingga dapat mudah dipahami dan dimengerti oleh setiap orang dengan mengabaikan budaya dan bahasa.   Peta adalah alat yang digunakan oleh ilmuwan mencurahkan ide-ide dan menyampaikannya untuk generasi masa depan.

Menurut Merriam:

Sebuah peta merupakan kumpulan gagasan, penggambaran tunggal, konsep-konsep mengenai ilmu bumi yang secara terus menerus mengalami perubahan

dari pendapat para ahli di atas timbul pertanyaan;

“apakah replika gunung Everest yang dibuat anak-anak teknik dalam ukuran yang diperkecil (dengan skala) bisa disebut peta?” menurut BAKOSURTANAL pasti tidak, karena peta seharusnya digambar dalam bidang datar, tapi menurut James S. Alber bisa jadi itu adalah peta karena peta merupakan penggambaran secara grafis atau bentuk skala (perbandingan). Alber tidak melihat peta dari segi dimensinya

dan menurut saya;

Peta adalah gambaran bentuk bumi dan ataupun isinya serta informasi lainnya yang digambar dengan menggunakan perbandingan ukuran tertentu.

dengan memasukan pemikiran yang mengacu kepada pemahaman Meriam mengenai peta dan tidak mengacuhkan kedua penulis lainnya. timbul pemikiran bahwa kita bisa menyebut replika gunung everest itu adalah peta 3 dimensi. garis, poligon, dan titik dalam satu kesatuan baik itu berbentuk raster atau vektor di dalam layout sebuah program GIS berbentuk digital bisa juga disebut peta, bisa diperbesar melebihi ukuran sebenarnya. ataupun suat saat nanti ketika jaman semakin cangih, peta kota manado dengan menggunakan suatu alat tertentu ditampilkan di langit sehingga semua orang Indonesia dimanapun berada bisa melihatnya… hehehehe ngaur g ya.

A.     PENDAHULUAN

  Kartografi adalah ilmu dan teknik pembuatan peta (Prihandito, 1989). Dalam kaitannya dengan survei arkeologi, pembahasan mengenai kartografi pada bab ini tidak langsung dikaitkan dengan ilmu dan teknik pembuatan peta, tetapi lebih berkaitan dengan pemanfaatan peta yang sudah dipublikasikan untuk kepentingan survei. Ulasan tentang teknik pemetaan secara garis besar sudah dibahas dalam Bab II.

 

Mengingat peta termasuk sebagai perlengkapan utama dalam kegiatan survei arkeologis, maka bab ini selain membahas pemanfaatan peta untuk survei arkeologis, juga akan membahas tentang jenis-jenis peta dan teknik pembacaan peta. Pemanfaatan peta yang dikemukakan dalam bab ini dapat melengkapi �Pengumpulan Informasi untuk Interpretasi� yang dijelaskan di Bab IV dan survei situs arkeologis yang dijelaskan di Bab VII, VIII, dan IX.

  Tujuan Instruksional Khusus 

Setelah mengikuti kuliah ini (akhir pertemuan VIII) mahasiswa akan dapat menggunakan peta yang sudah diterbitkan untuk keperluan survei arkeologis.

 

B.     PENYAJIAN

 

1.     Pengenalan Jenis-jenis Peta

 

Peta dapat diklasifikasikan menurut jenis, skala, fungsi, dan macam persoalan (maksud dan tujuan). Ditinjau dari jenisnya peta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu peta foto dan peta garis. Peta foto adalah �peta yang dihasilkan dari mosaik foto udara / ortofoto yang dilengkapi garis kontur, nama, dan legenda� (Prihandito 1989: 3). Peta ini meliputi peta foto yang sudah direktifikasi dan peta ortofoto. Adapun peta garis adalah �peta yang menyajikan detil alam dan buatan manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan� (Prihandito 1989: 3). Peta ini terdiri atas peta topografi dan peta tematik.

 

Ditinjau dari skalanya, peta dapat dibedakan menjadi peta skala besar (1:50.000 atau lebih kecil, misalnya 1:25.000) dan peta skala kecil (1:500.000 atau lebih besar). Adapun menurut klasifikasi berdasarkan fungsi, terdapat tiga macam peta, yaitu:

 

         Peta umum, yang antara lain memuat jalan, bangunan, batas wilayah, garis pantai, dan elevasi. Peta umum skala besar dikenal sebagai peta topografi, sedangkan yang berskala kecil berupa atlas;

         Peta tematik, yang menunjukkan hubungan ruang dalam bentuk atribut tunggal atau hubungan atribut; dan

         Kart, yang didesain untuk keperluan navigasi, nautical dan aeronautical (Prihandito 1989: 3-4).

 

Adapun peta yang dapat diklasifikasikan menurut macam persoalan (maksud dan tujuan), antara lain meliputi: peta kadaster, peta geologi, peta tanah, peta ekonomi, peta kependudukan, peta iklim, dan peta tata guna tanah (Prihandito 1989: 4).

 

Di antara macam-macam peta peta tersebut, yang sering digunakan dalam survei arkeologi adalah peta topografi. Peta topografi adalah peta yang menampilkan, semua unsur yang berada di atas permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia, sehingga disebut juga peta umum. Unsur alam antara lain meliputi: relief muka bumi, unsur hidrografi (sungai, danau, bentuk garis pantai), tanaman, permukaan es, salju, dan pasir (Prihandito 1989: 23; Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).

 

Adapun unsur buatan manusia di antaranya adalah: sarana perhubungan (jalan, rel kereta api, jembatan, terowongan, kanal), konstruksi (gedung, bendungan, jalur pipa, jaringan listrik), daerah khusus (daerah yang ditanami tumbuhan, taman, makam, permukiman, lapangan olah raga), dan batas administratif (Prihandito 1989: 22; Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10). Tinggalan-tinggalan arkeologis atau bersejarah seperti bangunan megalitik, candi, gereja, dan reruntuhan bangunan kuna, seringkali juga ditampilkan dalam peta topografi (lihat McIntosh, 1986: 44). Selain menyajikan data keruangan, peta topografi juga memuat data non-keruangan, antara lain grid, graticul (garis lintang dan bujur), arah utara, skala, dan legenda (keterangan mengenai simbol-simbol yang digunakan pada peta) (Prihandito 1989: 117-120; Hascaryo dan

Sonjaya 2000: 10; lihat gambar V.1).

 

2.     Pemanfaatan Peta

 

Peta topografi dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, serta dapat digunakan sebagai peta dasar (base map) dalam pembuatan peta tematik, seperti peta arkeologi dan peta turis (lihat Prihandito 1989: 17). Dalam survei arkeologi, peta topografi berguna untuk  memperoleh  gambaran umum tentang wilayah yang diteliti.  Dalam kondisi tertentu, misalnya medan survei yang terlalu berat, peta yang sudah ada dapat dipakai untuk memplotkan temuan arkeologis. Pemetaan tersebut, meskipun hanya bersifat sementara, sangat efektif untuk menyimpan dan menyelamatkan data arkeologis (Hascaryo dan Sonjaya 2000: 1).

 

 

Data dari peta topografi yang diambil untuk membuat peta arkeologi hanya satu atau dua unsur saja, tergantung dari skala dan tujuan pembuatan peta arkeologi itu. Data tersebut digunakan sebagai latar belakang penempatan dan orientasi secara geografis. Selain peta topografi, yang dapat digunakan sebagai peta dasar antara lain adalah foto udara, peta geologi, dan peta administratif (Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10). Besar skala peta dasar yang dibutuhkan untuk membuat peta arkeologi tergantung pada luas wilayah yang akan dipetakan, yaitu:

 

         wilayah seluas provinsi memerlukan peta dasar berskala 1:100.000 sampai dengan 1:250.000;

         wilayah seluas kabupaten memerlukan peta dasar berskala 1:50.000 sampai dengan 1:100.000;

         wilayah setingkat kecamatan, desa, atau situs memerlukan peta dasar berskala 1:10.000 sampai dengan 1:25.000 (Wasisto 1998, dikutip dalam Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).

 

Latihan

 

Berdasarkan peta topografi yang tersedia, berikan penjelasan tentang:

         nomor grid peta

         besar skala

         data arkeologis yang dimuat dalam peta

         nama tempat (toponim) yang menurut anda berkaitan dengan sejarah, peristiwa, kegiatan, atau status sosial tertentu.

 

Rangkuman

 

         Pengertian kartografi secara luas adalah ilmu dan teknik pembuatan peta.

         Peta topografi adalah peta yang menampilkan semua unsur yang berada di atas permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia.

         Peta topografi disebut juga peta umum atau peta dasar, dan dari peta ini dapat diciptakan peta tematik, seperti peta arkeologi.

 

C.     PENUTUP

 

         Berikan penjelasan tentang unsur buatan manusia yang tercantum dalam peta topografi

         Tergolong dalam peta apakah peta sebaran situs dan peta situasi situs ?

 

Kunci

 

         Unsur buatan manusia antara lain meliputi: sarana perhubungan (jalan, rel kereta api, jembatan, terowongan, kanal), konstruksi (gedung, bendungan, jalur pipa, jaringan listrik), daerah khusus (daerah yang ditanami tumbuhan, taman, makam, permukiman, lapangan olah raga), dan batas administratif.

         Peta tematik, karena menyajikan tema tertentu.

BAB I

Identifikasi Modifikasi Lingkungan Alam

 

A.     PENDAHULUAN

 

Dalam bab ini dijelaskan tentang indikasi dan cara identifikasi terhadap modifikasi  lingkungan alam, baik melalui survei permukaan terhadap gejala atau kenampakan yang sekarang masih dapat dikenali di permukaan tanah, maupun melalui penginderaan jauh. Isi bab ini berkaitan dengan Mata Ajaran Metode Survei dan Ekskavasi. Sebagai catatan, teori mengenai teknik-teknik survei permukaan sudah dijelaskan dalam Mata Ajaran Metode Survei dan  ekskavasi, sehingga dalam Mata Ajaran Arkeologi Lansekap yang ditekankan adalah praktik identifikasi dan interpretasi terhadap objek survei berdasarkan hasil perekaman atau pencatatan data. Dalam bab ini contoh hasil modifikasi lingkungan alam yang disajikan meliputi indikasi-indikasi baik berupa fitur bekas aktivitas manusia maupun kenampakan yang bersifat monumental. Contoh-contoh tersebut dapat menjadi titik tolak untuk praktikum yang tercakup dalam Bab II, III, VII, VIII, dan IX.

 

Tujuan Instruksional Khusus

 

Setelah mengikuti kuliah ini (akhir pertemuan II) mahasiswa akan dapat melakukan identifikasi terhadap modifikasi yang telah dilakukan manusia terhadap lingkungan alamnya.

 

B.     PENYAJIAN

 

1.     Pengertian modifikasi lingkungan alam

 

Aktivitas manusia tidak hanya tergantung dan dipengaruhi oleh lingkungan alam, namun juga dapat mempengaruhi dan menyebabkan modifikasi lingkungan alam, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam mata ajaran ini, yang dimaksud dengan modifikasi sebagai akibat aktivitas manusia bukanlah perubahan suhu atau punahnya spesies flora-fauna tertentu (lihat Bradsaw dan Weaver 1993: 488-489), melainkan semua perubahan bentuk relief bumi atau permukaan tanah, baik sebagai akibat adanya konstruksi maupun adanya gejala atau kenampakan fisik lainnya.

 

Seiring dengan berjalannya waktu, gejala atau kenampakan akibat aktivitas manusia tersebut kadang-kadang tidak disadari kehadirannya, lebih-lebih bila tidak terkonsentrasi pada situs-situs arkeologi. Oleh karena itu gejala tersebut menjadi pokok bahasan salah satu cabang dalam arkeologi yang seringkali disebut sebagai Arkeologi Lansekap (Landscape Archaeology) (lihat Sharer dan Ashmore 1993: 246). Keberadaan gejala atau kenampakan bekas aktivitas manusia di permukaan tanah antara lain dapat diketahui melalui survei, baik survei permukaan (surface survey) maupun melalui interpretasi foto udara hasil penginderaan jauh (remote sensing). Survei permukaan adalah pengamatan langsung terhadap permukaan tanah secara sistematis.

 

Dalam hal ini, pengetahuan, pengalaman, dan kecermatan sangat diperlukan untuk dapat melakukan identifikasi segala kenampakan di permukaan tanah. Melalui pengamatan yang seksama, gejala atau kenampakan di atas permukaan tanah yang merupakan hasil aktivitas manusia dapat dibedakan dari gejala atau kenampakan yang terbentuk secara alamiah, yang biasa dipelajari dalam geomorfologi (lihat Bradsaw dan Weaver 1993: 264).

 

Bekas aktivitas di suatu lahan kadang tidak diketahui keberadaannya karena telah   tertimbun tanah dalam kurun waktu lama atau tertutup tanaman yang rimbun, dan tidak diketahui oleh pengguna lahan yang baru. Dalam kasus seperti ini hasil interpretasi terhadap foto udara dapat membantu mengungkap keberadaan bekas aktivitas tersebut.

 

Selain melalui kegiatan-kegiatan tersebut, keberadaan situs arkeologi kadangkadang

juga dapat diketahui secara tidak sengaja, misalnya melalui petani penggarap sawah yang  cangkulnya terantuk suatu benda atau struktur bangunan candi, aktivitas pembuatan jalan, dan pembangunan pemukiman baru. Semua kegiatan tersebut mengakibatkan terkuaknya tinggalan arkeologis yang semula terpendam tanah. Oleh karena itu, wawancara dengan penduduk setempat perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai keberadaan tinggalan arkeologis di wilayah yang disurvei.

 

2.     Indikasi Modifikasi

 

Pengetahuan mengenai indikasi-indikasi adanya modifikasi yang telah dilakukan  manusia terhadap lingkungan alamnya sangat membantu dalam melakukan survei arkeologis. Indikasi modifikasi lingkungan alam antara lain berupa:

 

          garis-garis lurus yang tampak di permukaan tanah,

          parit atau sistem saluran air,

          pematang atau dinding batu,

          deretan lubang yang membentuk garis lurus,

          lubang-lubang bekas tiang,

          permukaan tanah yang datar,

          batu-batu tanpa pengerjaan tertentu yang membentuk formasi segiempat atau lingkaran (lihat foto I.1.).

          kumpulan batu yang tertata membentuk struktur tertentu dan datar,

          timbunan kulit kerang bercampur batu penumbuk,

          timbunan-timbunan pasir dan kerakal alluvial (lihat foto I.2.),

          tanda-tanda kerusakan pada dinding suatu bukit kapur,

          vegetasi dengan tingkat kesuburan berbeda dari vegetasi di sekitarnya.

 

 

Foto I.1. Susunan batu-batu tanpa pengerjaan tertentu yang membentuk

formasi segiempat atau lingkaran, dikenal sebagai watu kandang (ston

enclosure). Lokasi temuan: Matesih, Karanganyar, Surakarta

(Dok. Anggraeni)

 

 

 

 

 

Foto I.2. Timbunan-timbunan pasir dan kerakal alluvial, sebagai indikasi

aktivitas penambangan emas sekitar awal abad XV di Shoalhaven, New

South Wales, Australia (Dok. Anggraeni)

 

Dalam bidang ilmu Arkeologi, indikasi-indikasi tersebut merupakan bentuk-bentuk data arkeologi, yang dapat dikategorikan sebagai artefak, fitur, atau ekofak. Agar indikasiindikasi tersebut dapat dijelaskan makna dan fungsinya, maka dilakukan beberapa kegiatan, yaitu:

 

a.       Perekaman, meliputi pengukuran, penggambaran, pemotretan, dan pemetaan.

b.       Interpretasi yang didasarkan pada: hasil perekaman data, sumber tertulis, gambar,foto dan peta lama, atau wawancara dengan penduduk sekitar.

 

Kombinasi dua atau lebih indikasi mengenai adanya aktivitas manusia kadangkadang ditemukan di lokasi yang sama dan membentuk suatu situs arkeologi baru yang semula belum diketahui keberadaannya. Temuan atau situs baru yang berhasil diidentifikasi dan batas-batas distribusinya harus dicatat dengan baik dan diplotkan pada peta yang sudah ada untuk keperluan analisis selanjutnya. Berdasarkan interpretasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa indikasi-indikasi yang telah disebutkan di atas ada yang merupakan lubang bekas tiang suatu gubuk atau rumah, fondasi rumah, bekas aktivitas penambangan, atau bagian dari aktivitas pertanian.

 

Berikut ini akan dipaparkan dua contoh hasil survei permukaan dan interpretasi terhadap indikasi bekas aktivitas manusia yang terdapat di Arizona, dan Maryland Amerika  Serikat. Survei pertama yang berskala besar dilakukan oleh Suzanne Fish, Paul Fish dan tim di dekat Tucson, Arizona, di bagian baratdaya Amerika Serikat. Survei tersebut telah menghasilkan temuan berupa timbunan batu kerakal sebanyak 42.000 buah, masing-masing timbunan  tingginya kurang dari 1 meter, dan diameternya kurang dari 1,50 meter. Timbunan-timbunan batu tersebut tersebar pada 112 lahan, masing masing lahan luasnya mencapai 1 - 50 hektar (lihat gambar I.1.). Pada lahan-lahan tersebut juga terdapat lubang-lubang pembakaran dan artefak-artefak yang berasal dari periode Klasik dalam budaya Hohokam, sekitar 1100-1450 Masehi. Hasil eksperimen dan interpretasi menunjukkan bahwa timbunan-timbunan batu yang semula diabaikan tersebut merupakan bagian dari teknik pertanian Hohokam yang hebat. Timbunan timbunan batu tersebut digunakan untuk memperl ambat proses penguapan atau mempertahankan kelembaban tanah di daerah Arizona yang beriklim kering, sehingga memungkinkan untuk bercocok tanam agave (Sharer dan Ashmore 1993: 191-192).

 

 

 

Gambar I.1. Peta ini memperlihatkan distribusi timbunan-timbunan

batu (rock pile), lubang-lubang pembakaran (roasting pits), terasteras

dan cekdam yang merupakan sarana bercocok tanam

prasejarah di lahan pertanian Hohokam, dekat Tucson, Arizona.

(Sumber: Sharer dan Ashmore 1993: 192)

 

Penelitian kedua dilakukan oleh suatu tim yang dipimpin oleh Mark Leone di tiga buah kebun dari abad XVIII di Annapolis, Maryland, di bagian timur Amerika Serikat. Kegiatan  penelitian Arkeologi Lansekap tersebut menghasilkan dua buah  premis: (1) ruang-ruang di antara bangunan-bangunan dan fitur-fitur lainnya sama pentingnya dengan fitur itu sendiri; (2) ruang-ruang tersebut mencerminkan makna sosial dan ideologi yang penting bagi pembuatnya. Dengan bantuan dokumen sejarah  dan hasil ekskavasi, Leone dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa kebun-kebun tersebut dirancang sebagai pembatas fisik dan sosial untuk memasuki rumah-rumah mewah di dekatnya, yang merupakan milik bangsawan kaya. Dengan kata lain, kebun-kebun dari abad XVIII tersebut dirancang dengan hati-hati untuk menciptakan ilusi atau bayangan mengenai ruang yang lebih luas yang dapat menaikkan pengakuan atas kekuasaan dan status pemiliknya (Sharer dan Ashmore 1993: 246).

 

3.     Distribusi Artefak

 

Selain contoh-contoh yang telah dikemukakan, banyak situs arkeologi yang dapat diidentifikasi keberadaannya melalui adanya konsentrasi temuan artefaktual di permukaan tanah, seperti fragmen-fragmen gerabah atau serpih-serpih batu beserta calon-calon beliung. Sebagaimana gejala-gejala lainnya, himpunan artefak di suatu lokasi dapat mengubah relief permukaan tanah. Sebagai contoh, keberadaan timbunantimbunan tatal batu pada areal seluas kurang lebih 6000 hektar, yang dikenal sebagai bengkel pembuatan beliung persegi dan mata panah di wilayah Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (lihat Susilo 2000). Dalam hal ini, aktivitas alam, seperti aliran air tidak dipungkiri ikut andil sebagai faktor penyebab terjadinya transformasi dan akumulasi data arkeologi. Namun, melalui pengamatan terhadap serpih-serpih batu limbah  produksi beliung dan artefak yang ada, dapat dipastikan bahwa timbunan timbunan batu tersebut bukan sekedar hasil aktivitas alam, melainkan bekas aktivitas komunitas manusia yang pernah tinggal di wilayah yang sekarang lebih dikenal sebagai wilayah yang tandus tersebut.

 

Kasus yang hampir sama dapat dijumpai di dekat pantai Samas, sekitar 30 km di sebelah selatan Yogyakarta. Dalam hal ini, aktivitas alam berupa gelombang air dan angin telah membentuk bukit pasir yang terdiri atas endapan beting gisik bagian bawah dan endapan aeolian di bagian atas. Dua di antara tiga deretan bukit pasir bentukan alam tersebut ternyata pernah dimanfaatkan oleh manusia, sebagaimana terbukti dari adanya timbunan ribuan fragmen gerabah dan sejumlah artefak lain (lihat Nitihaminoto 2001).

 

Akumulasi fragmen gerabah dan artefak lain pada bukit pasir tersebut telah membentuk situs arkeologi yang khas, yang dikenal sebagai situs Gunung Wingko.

 

4.     Bangunan Monumental

 

Keberadaan konstruksi bangunan, baik masih dalam kondisi utuh maupun reruntuhan, paling mudah diketahui kehadirannya bila dibandingkan dengan jenis data arkeologis lainnya. Jenis data arkeologis ini, yang memang bentuknya sangat menonjol bila dibandingkan dengan gejala lainnya, benar-benar mengubah relief permukaan tanah yang terbentuk secara alamiah. Namun demikian, aktivitas alam yang tidak hentihentinya, seperti meletusnya gunung berapi, banjir, banjir lahar, juga berpengaruh terhadap tersembunyi atau terkuaknya tinggalan arkeologis berupa bangunan monumental.

 

Kalau sekarang kita dapat menyaksikan kemegahan candi-candi di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah, seperti Candi Prambanan dan Borobudur, sebenarnya tidak demikian halnya dengan kondisi candi-candi tersebut puluhan tahun yang lalu. Kondisi megah seperti sekarang adalah hasil proses rekonstruksi yang panjang dari gejala-gejala yang tampak di permukaan tanah berupa gundukan tanah atau bukit batu dengan onggokan batu-batu persegi baik polos maupun berhias relief. Kondisi yang sama juga terjadi pada candi atau kompleks percandian lainnya. Dengan demikian, faktor ketidaksengajaan dan faktor kesengajaan seperti kegiatan survei juga tetap berperan dalam pengungkapan keberadaan jenis tinggalan arkeologis ini.

 

Latihan

 

Amati lingkungan kampus dan sekitarnya, buatlah catatan mengenai contoh kenampakan-kenampakan di permukaan tanah yang dapat menjadi indikasi adanya campur tangan manusia. Bila misalnya kenampakan yang anda peroleh tersebut merupakan permukaan yang membukit, sulit ditanami (tidak subur) dibandingkan tanah sekitarnya, dan sering didapatkan pecahan-pecahan batu-bata, maka kemungkinan besar gundukan tanah tersebut merupakan bekas bangunan. Catatan yang dibuat di lapangan (field notes) sangat bermanfaat untuk keperluan-keperluan selanjutnya. 

 

Rangkuman:

 

          Modifikasi lingkungan alam oleh manusia adalah semua perubahan bentuk relief

          bumi atau permukaan tanah, baik sebagai akibat adanya konstruksi maupun adanya

          gejala atau kenampakan fisik lainnya.

          Indikasi modifikasi: semua gejala yang bentuknya cenderung geometris, beraturan,

          berpola, atau membentuk formasi tertentu.

 

C.     PENUTUP

 

          Sebutkan gejala atau kenampakan di permukaan tanah yang merupakan hasil modifikasi manusia berkaitan dengan kegiatan pertanian.

          Tunjukkan gejala-gejala bekas aktivitas manusia yang tampak dalam foto udara wilayah Pleret, Yogyakarta.

 

Kunci:

Indikasi modifikasi: lahan tanah berbentuk persegi, jalur-jalur lurus, parit.

BAB II

Praktikum I: Simulasi Survei A

 

 

A.     PENDAHULUAN

 

Dalam bab ini akan dijelaskan teknik-teknik perekaman reruntuhan atau fitur, yang meliputi teknik pengukuran, penggambaran, dan pemotretan. Di samping itu akan dijelaskan pula mengenai cara pembuatan catatan lapangan atau field notes yang bukan hanya perlu untuk mata ajaran ini, tetapi juga untuk kegiatan lapangan lainnya. Penjelasan yang disertai dengan demonstrasi dan latihan dalam bab ini merupakan langkah dan bekal awal sebelum melakukan praktikum selanjutnya, yang langsung dilaksanakan pada situs-situs arkeologi, terutama sebagaimana dijelaskan pada Bab III dan VI.

 

Tujuan Instruksional Khusus

 

Setelah mengikuti kuliah ini (akhir pertemuan IV) mahasiswa akan dapat melakukan perekaman data berupa fitur atau reruntuhan secara visual.

 

B.     PENYAJIAN

 

1.     Pembuatan Field Notes

 

Catatan lapangan atau field notes, sesuai dengan namanya, merupakan catatan yang dibuat langsung pada buku catatan ketika peneliti berada di lapangan. Catatan lapangan sebaiknya ditulis pada buku yang mudah dibawa kemana-mana, bukan berupa lembaran- lembaran kertas yang mudah hilang. Buku catatan ini memuat semua indikasi atau gejala, nama atau istilah yang diberikan penduduk setempat, letak administratif temuan, deskripsi temuan, sket temuan, hasil pengukuran, informasi atau pendapat penduduk mengenai temuan tersebut, dan interpretasi sementara. Semua catatan harus ditulis dengan jelas dan dapat dimengerti bila akan diacu untuk pembuatan laporan verbal dan visual. Agar tidak ada hal-hal penting yang  terlewatkan, field note dapat berupa form yang tinggal diisi di lapangan (lihat Joukowsky 1980).

 

2.     Perekaman reruntuhan/fitur di Permukaan Tanah: Pengukuran

 

Yang dimaksud dengan kegiatan perekaman objek survei yaitu mencatat, menyalin, atau memetakan objek tersebut di kertas, baik dalam bentuk verbal (uraian kata) maupun visual (gambar, foto, peta). Pembuatan catatan yang baik dan lengkap (lihat sub judul �Pembuatan Field Notes� di atas) harus dilakukan di lapangan. Catatan dan gambar sket yang telah dibuat di lapangan harus segera disalin dengan rapi (dalam format laporan). Oleh karena itu kegiatan pengukuran dan pencatatan detail objek atau situs harus dilakukan dengan cermat agar hasil perekaman di lapangan dapat disalin dengan akurat.

 

Perekaman objek atau situs yang disurvei dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik survei, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit, meliputi: chain survey, plane table survey, levelling, theodolite survey (lihat Farrington 1997; Joukowsky 1980), dan Global Positioning System (GPS). Teknik-teknik tersebut menggunakan peralatan pokok yang berbeda-beda, dan pemilihan masing-masing teknik tergantung pada sifat dan ukuran situs yang perlu dipetakan. Meskipun demikian, teknik yang paling sederhana (chain survey) pun mempunyai tingkat akurasi cukup tinggi, bila pengukuran dilakukan dengan cermat, bahkan dapat menekan biaya yang dibutuhkan dan hasilnya pun dapat dipublikasikan. Berikut ini akan diuraikan prosedur beberapa teknik survei yang sering digunakan dalam survei arkeologis.

 

a)    Chain survey

Alat yang diperlukan dalam teknik ini adalah: kompas, 2 buah rol meter (biasanya 20- 50 meter), beberapa tongkat setinggi 2 meter yang salah satu ujungnya runcing, sejumlah patok, buku catatan, dan pensil. Teknik survei ini mencakup dua metode dasar, yaitu offset survey dari sebuah garis dasar (baseline) dan compass traversing yang dimulai dan berakhir pada titik yang

sama. Bila tingkat akurasi yang diharapkan tidak terlalu tinggi, kedua metode tersebut berguna untuk membuat peta situs secara cepat.

 

Offset Survey

           

            Teknik ini dapat digunakan bila kondisi objek atau situs relatif lurus, seperti parit dan

pematang, atau dapat pula digunakan pada objek survei yang berukuran kecil dan bentuknya tidak beraturan, seperti sebaran artefak paleolitik atau sebaran artefak di situs bengkel neolitik. Teknik ini dapat pula dipakai untuk membuat layout kotak-kotak untuk ekskavasi, atau untuk mencatat indikasi permukaan tanah dan kegiatan pengoleksian artefak.

 

Langkah-langkah (lihat Farrington 1997):

 

          Pilih titik awal untuk melakukan survei - disebut sebagai titik (stasiun) A � pada jarak 3-15 m dari titik sudut terluar dari suatu situs. Tandai stasiun A dengan tongkat.

          Tariklah baseline dari stasiun A ke stasiun B. Baseline ini usahakan untuk sejajar dengan axis situs atau objek. Stasiun B juga harus berada pada jarak yang cukup jauh dari sudut luar lain dari suatu situs. Tandai pula stasiun B dengan tongkat.

          Catatan: bila situs atau objek survei itu panjang dan berbentuk kurva, maka perlu dibuat baseline kedua dari stasiun B ke stasiun C

          Ukur dan catat panjang baseline. Panjang baseline biasanya sama dengan panjang maksimum suatu rol meter.

          Berdirilah sejauh 5 m di belakang stasiun A dan tembak stasiun B dengan kompas, catat  posisinya dalam derajat.

          Pindahlah ke stasiun B dan bidik stasiun A dengan kompas, dan catat posisi derajatnya. Jika kedua hasil pembacaan kompas tadi sama (sama dengan 180o), berarti anda dapat mulai melakukan survei dan pengukuran detail situs. Jika hasilnya tidak sama, posisi kedua stasiun harus ditentukan lagi. Bila posisi kedua stasiun sudah benar, kedua stasiun tersebut jangan dipindah-pindah lagi.

          Tandai semua gejala yang ada di situs dan ingin anda survei dengan patok. Berilah nomor urut gejala-gejala tadi pada sket yang sudah anda gambar di buku catatan.

 

Perekaman data secara rinci di suatu situs, dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: perpendicular offset dan intersection (lihat Farrington 1997).

 

(1) Perpendicular Offset

 

Pada dasarnya metode ini digunakan untuk mencatat posisi tiap titik (gejala) yang sudah

dicatat pada sket (lihat gambar II.1) terhadap baseline. Langkah-langkahnya dapat diuraikan sebagai berikut:

          Letakkan rol meter di sepanjang baseline.

          Berjalanlah di sepanjang baseline dari stasiun A menuju ke stasiun B sampai titik 1 berada tegak lurus baseline. Untuk memperoleh perpotongan yang tegak lurus antara kedua garis tersebut, dapat digunakan penggaris siku, rumus Trigonometri, kompas, atau dengan perkiraan saja.

          Tandai titik perpotongan tadi (tanda X) dengan patok.

          Ukurlah jarak antara stasiun A dengan titik X dan dari titik X ke titik 1.

          Catatlah hasil pengukuran tersebut di dalam buku catatan lapangan

          Lakukan hal yang sama untuk titik-titik yang lain, sesuai nomor urut yang telah ditentukan.

 

Catatan:

Metode konvensional yang dipakai dalam mencatat hasil perpendicular offset survey dapat dilihat pada gambar II.2. Bagian kiri buku catatan lapangan dipakai untuk menggambar sket, bagian kanan buku dipakai untuk menuliskan semua penjelasan tentang gejala (fitur) pada situs yang disurvei. Pertama-tama gambarlah dua garis vertikal sejajar. Pada masing-masing ujung (stasiun A dan B) buatlah dua garis horisontal di antara kedua garis vertikal tersebut. Angka-angka di antara kedua garis vertikal menunjukkan posisi stasiun A terhadap stasiun B (120o), panjang baseline dari stasiun A ke B (64 m), jarak dari stasiun A ke titik-titik perpotongan (8,4 m; 28,7 m; 30,3 m; 55,1 m). Angka-angka lain yang menunjukkan besar jarak, merupakan hasil pengukuran jarak dari titik (gejala) ke titik perpotongan dengan baseline. Gambar sket kemudian disalin pada kertas kalkir (tracing paper) yang diletakkan di atas kertas grafik, sehingga hasil pengukuran di lapangan dapat disalin dengan mudah dan berskala. Selain salinan gambar yang dibuat dengan skala tertentu, cantumkan pula judul survei, keterangan gambar (legenda), besar skala, penunjuk arah utara magnetik, dan nama orang yang melakukan survei. Cara ini merupakan cara menggambar hasil survei yang paling mudah dan akurat, serta dapat menghasilkan sebuah peta situs yang lumayan.

 

(2) Intersection

 

Metode ini cocok untuk diterapkan pada titik (gejala) yang letaknya saling berjauhan (lebih dari 10 m). Dalam metode ini, titik (gejala) yang disurvei dapat diplot melalui pengukuran dari stasiun A dan B yang lokasinya tetap. Jarak stasiun A dan B haruslah cukup jauh dari objek survei. Pengukuran dapat dilakukan dengan atau pun tanpa kompas (lihat gambar II.3, II.4). Dalam survei tanpa kompas, alat utama yang digunakan adalah rol meter.

 

Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan kompas adalah sebagai berikut.

          Dari stasiun A bidik dengan kompas semua titik (gejala) yang sudah ditandai secara berurutan, dimulai dari titik 1.

          Pada waktu membidik titik tersebut, berdirilah padajarak 5 m di belakang stasiun A.

          Pindahlah ke stasiun B, ulangi pengukuran dengan cara yang sama, untuk semua titik (gejala).

          Pengukuran dikatakan akurat bila sudut yang diperoleh berkisar antara 35o-145o.

 

Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan rol meter adalah sebagai berikut.

          Tempatkan ujung sebuah rol meter di stasiun A, dan sebuah lagi di stasiun B

          Ukurlah jarak tiap-tiap titik (gejala) dari kedua stasiun.

          Teknik ini mempunyai keterbatasan pada pengontrolan besar sudut yang diperoleh

          dari hasil pengukuran dari kedua stasiun.

 

Catatan:

Metode konvensional yang dipakai dalam mencatat hasil survei intersection dapat dilihat pada gambar II.5. Bagian kiri buku catatan lapangan dipakai untuk menggambar sket, bagian kanan buku dipakai untuk menuliskan semua penjelasan tentang gejala (fitur) pada situs yang disurvei. Pertama-tama gambarlah dua garis vertikal sejajar. Pada masing-masing ujung (stasiun A dan B) buatlah dua garis horisontal di antara kedua garis vertikal tersebut. Angka-angka di antara kedua garis vertikal menunjukkan posisi stasiun A terhadap stasiun B (120o), panjang baseline dari stasiun A ke B (38 m). Angka-angka lain menunjukkan hasil pengukuran dengan kompas (160o, 220o; 180o, 246o) dan rol meter (25,9 m, 16,4 m; 19 m, 35 m) dari stasiun A dan B ke masingmasing titik (gejala).

 

Hasil survei ke mudian dapat disalin pada kertas kalkir (tracing paper) yang diletakkandi atas kertas grafik, dengan menggunakan protractor dan metode geometris yang sederhana, sehingga hasil pengukuran di lapangan dapat disalin dengan mudah dan berskala. Selain salinan gambar yang dibuat dengan skala tertentu, cantumkan pula judul survei, keterangan gambar (legenda), besar skala, penunjuk arah utara magnetik, dan nama orang yang melakukan survei.

Dengan teknik intersection, gejala yang berhasil disurvei dapat Dalam proses perekaman data secara detail dengan menggunakan chain survey, teknik perpendicular offset dan intersection dapat diterapkan bersama-sama (lihat gambar II.6). Kedua teknik juga sering dipakai untuk mencatat gejala dengan rinci, setelah survei secara umum dilakukan dengan menggunakan plane table atau teodolit.

 

Compass Traversing

 

Traversing adalah suatu istilah yang dipakai dalam pengukuran panjang dan arah garis-garis lurus yang saling berhubungan (Joukowsky 1980: 93). Teknik ini dipakai bila situs yang disurvei luas dengan hanya sedikit hambatan, atau bila situs tersebut perlu ditempatkan pada konteks yang lebih luas, misalnya hubungan antara situs tersebut dengan suatu bangunan yang masih utuh (Joukowsky 1980: 94; Farrington 1997). Pada prinsipnya, survei dengan teknik ini dimulai dan berakhir pada stasiun yang sama.

 

Langkah-langkah dalam metode compass traversing sama dengan offset survey, demikian pula prosedur pencatatannya. Biasanya dalam metode ini digunakan gabungan teknik perpendicular offset dan intersection.

 

Jika traverse ditutup atau dibuat di antara titik-titik yang ditempatkan pada suatu peta, maka kemungkinan ketika traverse digambar bagian akhir tidak tumpang tindih dengan titik-titik yang sudah diketahui lokasinya. Untuk mengurangi kesalahan atau ketidaktelitian pengukuran perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (lihat gambar II.7).

          Traverse berlangsung dari stasiun A ke B, C, dan D. Jika diketahui bahwa D akan berakhir di D1, maka garis antara D-D1 menunjukkan total kesalahan yang telah terjadi. Demikian pula bila traverse dimulai dan berakhir di A, maka garis A-A1 menunjukkan total kesalahan.

          Gambarlah garis yang sejajar D-D1 melalui B dan C. Untuk traverse yang paling dekat,   gambarlah garis paralel A-A1 melalui semua stasiun yang lain.

          Mengingat sumber kesalahan utama traverse terletak pada fungsi jarak, maka gambarlah keseluruhan traverse sebagai garis lurus dari A-D untuk mengukur dan menandai posisi B dan C. Demikian pula untuk traverse tertutup, gambarlah sabuah garis sepanjang A-A dari traverse dan tandai pula semua titik yang lain.

          Gambarlah garis D-D1 atau A-A1 untuk mengukur perpendicular ke garis A-D atau A-A.

          Gambarlah garis A-D1 atau A-A1.

          Hapuslah perpendicular dari garis 5 untuk intersect garis 3 dan ukurlah jarak antara B-B1, C-C1 dst. Hal itulah yang merupakan kesalahan.

          Tandai jarak-jarak tersebut pada gambar denah asli pada garis yang digambar sejajar dengan D-D1 atau A-A1.

          Gambarlah kembali traverse tersebut dengan memakai stasiun-stasiun yang baru.

         Tambahkan detail pada tiap-tiap traverse untuk membuat denah situs.

 

 

Gambar II.1 Offset Surveying

 

Gambar II.2. Pencatatan hasil Offset Surveying

Gambar II.3. Intersection dengan menggunakan kompas

 

 

Gambar II.4. Intersection dengan menggunakan rol meter

 

Gambar II.5. Pencatatan hasil Chain Survey dengan teknik Intersection

 

 

Gambar II.6. Offset Surveying dengan kombinasi teknik

perpendicular offset dan intersection

Gambar II.8. Teknik pengukuran kontur situs

 

 

b)    Theodolite Survey

 

Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga  memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).

 

Teleskop pada teodolit dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang demikian bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini teodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen tersebut pengukuran jarak dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas teodolit, maka disebut Electronic Distance Measurers (EDM), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut Total Stations (Farrington 1997).

 

Survei dengan menggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan  ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997).

 

Alat-alat yang diperlukan: sebuah teodolit, tripod, levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs.

 

Cara pembacaan sudut berbeda antara satu tipe teodolit dengan tipe yang lain. Tiap teodolit mempunyai sebuah skala vernier. Skala ini akan memberikan hasil pembacaan derajat dan menit.

 

Format Pencatatan

Judul survei:

Nama:                           Pembantu survei:                       Tgl. & jam:

Stasiun A

 

Titik

no.

Sudut

horisontal

Sudut

vertikal

Stadia

tengah

Stadia

atas

Stadia

bawah

Jarak

Tinggi

relatif

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Atau

Titik

No.

Sudut

horis.

Sudut

vertikal

Stadia

Tengah

Stadia

atas

Stadia

bawah

Jarak

Tinggi

relatif

X

Y

Z

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan: Kontur Situs

 

Gambar kontur (irisan melintang) perlu pula dibuat agar diperoleh gambaran mengenai tinggi rendah permukaan (relief) situs yang disurvei. Dalam hal ini gambar tersebut dapat dengan mudah dibuat berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan teodolit. Meskipun demikian, pembuatan gambar kontur suatu situs atau gejala yang kecil dapat pula dilakukan melalui   pengukuran dengan teknik yang sederhana.

 

Langkah-langkah:

          Sejajar dengan axis (sumbu X) situs, tancapkan dua buah tongkat di kiri kanan, pada jarak 1 m dari titik-titik terluar situs. Pada kedua tongkat tersebut rentangkan tali setinggi 1 meter di atas permukaan situs.

          Buatlah agar posisi tali rata-rata air (level) dengan bantuan waterpass (spirit level).

          Ukurlah jarak antara tali dengan permukaan situs dengan rol meter; agar posisi rol meter tegak lurus, dapat digunakan lot (plumb bob). Ulangi pengukuran pada jarak yang sudah ditentukan, misalnya tiap 20 cm, sepanjang rentangan tali (lihat gambar II.8).

          Sejajar dengan ordinat (sumbu Y) situs juga dilakukan pengukuran dengan prosedur yang sama.

          Catat semua hasil pengukuran. Hasil pengukuran tersebut akan digunakan untuk membuat gambar kontur situs (lihat gambar II.9)

 

3.     Penggambaran

 

Gambar merupakan alat penting dalam Arkeologi Lansekap. Informasi yang sudah disampaikan secara verbal akan lebih mudah dimengerti melalui gambar (lihat Kabaila 1997). Beberapa aspek Arkeologi Lansekap yang dapat dikomunikasikan melalui gambar antara lain adalah:

 

          Kondisi objek survei dan konteksnya

          Hierarki ruang dan hubungannya

          Hubungan secara keruangan antar artefak yang saling berasosiasi

          Struktur

 

Gambar dapat dibuat langsung dengan tangan. Pada umumnya gambar yang memadai untuk ditampilkan dalam laporan tidak dibuat selama survei permukaan berlangsung. Pada saat itu yang dapat dibuat adalah gambar sket dengan catatan-catatan mengenai ukuran dan  keterangan-keterangan lain (lihat gambar II.2). Gambar dapat dibuat dengan alat dan teknik yang sederhana hingga yang canggih, yaitu dengan bantuan komputer. Namun yang penting di sini, gambar perlu dibuat dengan jelas dan tidak rumit (penuh arsiran), agar memperjelas  penyampaian informasi. Gambar yang sederhana tetapi jelas dan berskala lebih tepat untuk kepentingan Arkeologi Lansekap.

 

Sebagai komponen penting dalam perekaman situs, gambar yang dibuat untuk melengkapi sebuah laporan survei situs tipe A dapat berupa gambar denah situs, gambar kontur situs, dan gambar artefak yang penting, yang ditemukan di situs tersebut. Gambar-gambar tersebut, khususnya gambar denah situs dan gambar kontur situs dibuat berskala, atas dasar hasil pengukuran melalui suatu teknik survei (lihat gambar II.9).

 

4.     Pemotretan

 

Foto merupakan alat perekam atau pembantu ingatan mengenai bentuk objek dan situasi di sekitarnya. Foto sangat membantu dalam proses penggambaran, analisis data dan  interpretasi. Oleh karena itu, dalam pembuatan foto arkeologis, penempatan skala yang besarnya disesuaikan dengan besar objek akan membantu membuat perkiraan mengenai ukurannya, terlebih lagi bila ada bagian yang lupa diukur.

 

Latihan

 

Pilihlah suatu objek di halaman Fakultas Ilmu Budaya UGM dan buat sketnya. Dengan bantuan dua orang teman, buatlah baseline dari stasiun A ke stasiun B, sebagai titik tolak untuk memetakan objek tersebut. Sebelumnya, tentukan stasiun A dan B beberapa kali dengan menggunakan beberapa jenis kompas. Catatlah semua hasil pengukuran di buku catatan lapangan. Posisi stasiun A terhadap B atau sebaliknya dikatakan akurat bila jumlahnya 180o. Setelah gejala-gejala yang akan dipetakan ditentukan, ukurlah posisinya terhadap baseline. Dengan menggunakan alat bantu berupa kompas, rol meter, tali, dan waterpass buatlah dua kontur yang memotong objek; yang satu sejajar axis dan yang lain sejajar ordinat.

 

Setelah teknik-teknik perekaman data diketahui, teknik-teknik tersebut perlu dipraktekkan beberapa kali secara individual, dengan bantuan teman. Dengan penguasaan terhadap teknik dasar tersebut, mahasiswa akan siap untuk dihadapkan pada tugas yang lebih berat dan mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses perekaman data di lapangan.

 

Rangkuman:

          Catatan lapangan atau field notes adalah catatan yang dibuat langsung pada buku catatan ketika peneliti berada di lapangan.

          Chain survey: teknik survei yang paling sederhana, dengan alat kompas dan rol meter, tetapi hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dan cukup akurat.

          Theodolite survey: teknik survei dengan menggunakan alat berupa sebuah teodolit, tripod,  levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs. Teknik ini terutama digunakan untuk memetakan situs yang luas dan reliefnya besar.

          Semua survei yang dilakukan, baik dengan peralatan canggih maupun sederhana, harus direncanakan dengan sebaik-baiknya, dicatat dengan hati-hati dan teliti, dan dilengkapi dengan sket peta (denah situs) yang memadai. Hal ini mengingat semua catatan tersebut akan digunakan untuk membuat salinan gambar dan untuk interpretasi. Pengecekan catatan selama di lapangan sangat dianjurkan, sehingga bila perlu dapat dilakukan perubahan.

 

C.     PENUTUP

 

Buatlah gambar denah dan gambar kontur suatu objek di lingkungan UGM dengan menggunakan teknik perpendicular offset survey.

ARKEOLOGI BENTANGLAHAN

(LANDSCAPE ARCHAEOLOGY)

 

(Oleh: Drs. J. Susetyo Edy Yuwono)

 

 

A.    Pengertian Umum Bentanglahan:

(Istilah bentanglahan, alam, dan lingkungan, secara umum memiliki makna yang sama. Perbedaannya terletak pada aspek interpretasinya. Bentanglahan merupakan landasan dasar lingkungan manusia)

 

Arti Luas:

Permukaan bumi dengan segaja gejalanya, mencakup bentuk-bentuk lahan, vegetasi, dan atribut (sifat) pengaruh manusia, yang secara kolektif ditunjukkan melalui fisiografi.

 

Arti Sempit:

Wilayah, atau suatu luasan di permukaan bumi dengan delineasi (batas-batas) tertentu, yang ditunjukkan melalui suatu geotop atau kelompok geotop. (Geotop: bagian geosfera yang relatif homogen dari segi bentuk dan prosesnya). Delineasi bentanglahan merupakan tahapan paling dasar dalam visualisasi suatu bentanglahan sebagai satuan (unit) wilayah.

 

B.    Visualisasi Bentanglahan:

 

         Karakteristik alami dan non-alami dari ruang di permukaan maupun dekat permukaan bumi, yang bersifat dinamis.

         Hasil suatu perubahan berkesinambungan dari interaksi dinamis antar sfera (Bentanglahan merupakan ekspresi hubungan erat antar sfera).

 

C.    Unit Bentanglahan:

f (L, T, V, M)

(Landform, Tanah, Vegetasi, Manusia)

 

D.    Unit Bentuk Lahan (Landform):

f (R, P, S, B, W)

(Relief/topografi, Proses, Struktur, Batuan, Waktu)

 

E.     Penekanan Analisis Bentanglahan:

-    Bentanglahan untuk manusia

-    Pengaruh negatif dan positif manusia terhadap bentanglahan

 

F.     Jenis-Jenis Landscape (H.R. Bintarto):

 

Natural Landscape (NL)

Bentangalam alami, merupakan fenomena/perwujudan di muka bumi. Misal: gunung, laut.

 

Physical Landscape (PL)

Bentangalam alami yang masih didominasi unsur-unsur alam, yang diselangseling dengan  kenampakan budaya. Misal: jembatan, jalan.

 

Sosial Landscape (SL)

Bentangalam dengan kenampakan fisik dan sosial yang bervariasi karena adanya  heterogenitas adaptasi dan persebaran penduduk terhadap lingkungannya. Misal: kota dan desa dengan berbagai fasilitas individual maupun publiknya.

 

Economical Landscape (EL)

Bentangalam yang didominasi oleh bangunan beragam yang berorientasi ekonomis. Misal: daerah industri, daerah perdagangan, daerah perkotaan, daerah perkebunan, dll.

 

Cultural Landscape (CL)

Bangunan/unsur budaya dengan natural feature sebagai latar belakangnya. Misal: daerah pemukiman dengan kelengkapan sawah, kebun, pekarangan.

Feb 17, '08 11:23 PM
for everyone

KARTOGRAFI

Kartografi adalah ilmu dan teknik pembuatan peta (Prihandito, 1989).

Proses kartografi adalah proses grafis sampai sebuah gambar manjadi peta yang terlihat informatif (map composition).

Bahan Kartografi

Semua bahan yang secara keseluruhan atau sebagian menggambarkan bumi atau benda angkasa dalam semua skala, termasuk peta dan gambar rencana dalam 2 dan 3 dimensi; peta penerbangan, pelayaran, dan angkasa; bola peta bumi; diagram balok; belahan; foto udara, satelit, dan foto ruang angkasa; atlas; gambar udara selayang pandang, dan sebagainya

Sumber :

Kamus Istilah Perpustakaan Dan Dokumentasi / oleh Nurhaidi Magetsari, dkk (1992)

Kartografi merupakan suatu seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi pembuatan peta.

PETA

Peta merupakan gambaran wilayah geografis, biasanya bagian permukaan bumi. Peta bisa disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga peta digital yang tampil di layar komputer. Peta dapat menunjukkan banyak informasi penting, mulai dari supply listrik di daerah Anda sampai daerah Himalaya yang berbukit-bukit atau sampai kedalaman dasar laut.

Sebuah peta adalah representasi dua dimensi dari suatu ruang tiga dimensi. Ilmu yang mempelajari pembuatan peta disebut kartografi.

Banyak peta mempunyai skala, yang menentukan seberapa besar objek pada peta dalam keadaan yang sebenarnya. Kumpulan dari beberapa peta disebut atlas.

Menurut ICA(International Cartographic Association), yang dimaksud peta adalah gambaran unsure-unsur permukaan bumi (yang berkaitan dengan permukaan bumi ) dan benda-benda diangkasa.

Menurut Erwin Raiz, peta merupakan gambaran konvesional permukaan bumi yang terpencil Dn kenampakannya terlihat dari atas dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelasnya. Gambaran konvesional dalah gambaran yang sudah umium dan sudah diatur dengan aturan tertentu yang diakui umum.

Menurut Soetarjo Soerjosumarmo, peta adalah lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diperkecil denagn perbandingan ukuran yang disebut skala atau kadar.

Peta dunia oleh Yohanes Kepler

 

Banyak sekali definisi tentang peta, tetapi pada dasarnya hakekat peta adalah

  1. Peta adalah alat peraga.

  2. Melalui alat peraga itu, seorang penyusun peta ingin menyampaikan idenya kepada orang lain.

  3. Ide yang dimaksud adalah hal-hal yang berhubungan dengan kedudukannya dalam ruang. Ide tentang gambaran tinggi rendah permukaan bumi suatu daerah melahirkan peta topogafi, ide gambaran penyebaran penduduk (peta penduduk), penyebaran batuan (peta geologi),penyebaran jenis tanah (peta tanah atau soil map), penyebaran curah hujan (peta hujan) dan sebagainya yang menyangkut kedudukannya dalam ruang.

  4. Dengan cara menyajikannya kedalam bentuk peta, diharapkan si penerima ide dapat dengan cepat dan mudah memahami atau memperoleh gambaran dari yang disajikan itu melalui matanya.

·    Syarat peta

Setelah memahami benar-benar hakekat dari peta, tidaklah sulit untuk kemudian menelaah apa yang sebenarnya diperlukan sebagai syarat dari peta yang baik. Syarat peta yang baik mestinya :

  1. Peta tidak boleh membingungkan

  2. Peta harus dengan mudah dapat dimengerti atau ditangkap maknanya oleh si pemakai peta.

  3. Peta harus memberikan gambaran yang sebenarnya. Ini berarti peta itu harus cukup teliti sesuai dengan tujuannya.

  4. Karena peta itu dinilai melalui penglihatan (oleh mata), maka tampilan peta hendaknya sedap dipandang (menarik, rapih dan bersih).

Usaha memenuhi persyaratan peta

Supaya peta tidak membingungkan, peta dilengkapi dengan :

  1. Keterangan atau legenda;

  2. Sekala peta;

  3. Judul peta (apa isinya);

  4. Bagian dunia mana.

Supaya mudah dimengerti atau ditangkap maknanya, digunakan :

  1. Tata warna;

  2. Simbol (terutama pada peta tematik);

  3. Proyeksi.

Sebuah peta harus teliti. Sehubungan dengan itu, perlu diingatkan bahwa tingkat ketelitian harus disesuaikan dengan tujuan peta dan jenis peta, serta kesanggupan sekala peta itu dalam menyatakan ketelitian. Sebagai contoh :

  1. Jenis peta : Peta Penggunaan Tanah

  2. Tujuan peta : Memperlihatkan bentuk-bentuk pemanfaatan atau pengusahaan tanah oleh manusia.

  3. Sekala peta : 1:50.000

  4. Yang harus teliti : Jenis-jenis penggunaan tanah apa yang dapat digambarkan dengan sekala peta tersebut. Jenis penggunaan tanah sekala 1:50.000 tentunya harus lebih teliti atau rinci dari jenis penggunaan tanah sekala 1:250.000 misalnya.

·    Penyusunan Peta

Data Geografis

Untuk menyampaikan ide melaui peta dari berbagai hal kedudukannya dalam ruang muka bumi diamana objek (objek geografis) yang akan disampaikan tersebut tentunya amatlah rumit. Penyederhanan objek geografis dalam peta terdiri dari :

  1. Titik, bentuk titik ini misalnya sebuah menara, tugu dan sebagainya.

  2. Garis, misalnya sungai dan jalan.

  3. Luasan, misalnya bentuk-bentuk penggunaan tanah, danau dan sebagainya.

Proyeksi Peta

Pada prinsipnya arti proyeksi peta adalah usaha mengubah bentuk bola (bidang lengkung) ke bentuk bidang datar, dengan persyaratan sebagai berikut ;

  1. Bentuk yang diubah itu harus tetap.

  2. Luas permukaan yang diubah harus tetap.

  3. Jarak antara satu titik dengan titik yang lain di atas permukaan yang diubah harus tetap.

Untuk memenuhi ketiga syarat itu sekaligus suatu hal yang tidak mungkin. Untuk memenuhi satu syarat saja dari tiga syarat di atas untuk seluruh bola dunia, juga merupakan hal yang tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah satu saja dari syarat di atas untuk sebagian kecil permukaan bumi.

Oleh karena itu, untuk dapat membuat rangka peta yang meliputi wilayah yang lebih besar harus dilakukan kompromi ketiga syarat di atas. Akibat dari kompromi itu maka lahir bermacam jenis proyeksi peta.

Proyeksi berdasarkan bidang asal

·       Bidang datar (zenithal)

·       Kerucut (conical)

·       Silinder/Tabung (cylindrical)

·       Gubahan (arbitrarry)

Jenis proyeksi no.1 sampai no.3 merupakan proyeksi murni, tetapi proyeksi yang dipergunakan untuk menggambarkan peta yang kita jumpai sehari-hari tidak ada yang menggunakan proyeksi murni di atas, melainkan merupakan proyeksi atau rangka peta yang diperoleh melaui perhitungan (proyeksi gubahan).

Dalam kesempatan ini tidak akan dijelaskan bagaimana perhitungan proyeksi tersebut di atas, akan tetapi cukup jenis proyeksi apa yang biasa digunakan dalam menyediakan kerangka peta di seluruh dunia.

Contoh proyeksi gubahan :

·       Proyeksi Bonne sama luas

·       Proyeksi Sinusoidal

·       Proyeksi Lambert

·       Proyeksi Mercator

·       Proyeksi Mollweide

·       Proyeksi Gall

·       Proyeksi Polyeder

·       Proyeksi Homolografik

·      

 

Kapan masing-masing proyeksi itu dipakai ?

1. Seluruh Dunia

·       Dalam dua belahan bumi dipakai Proyeksi Zenithal kutub

·       Peta-peta statistik (penyebaran penduduk, hasil pertanian) pakai Mollweide

·       Arus laut, iklim pakai Mollweide atau Gall

·       Navigasi dengan arah kompas tetap, hanya Mercator

2. Daerah Kutub

·       Proyeksi Lambert

·       Proyeksi Zenithal sama jarak

3. Daerah Belahan Bumi Selatan

·       Sinusoidal

·       Lambert

·       Bonne

4. Untuk Daerah yang lebar ke samping tidak jauh dari Khatulistiwa

·       Pilih satu dari jenis proyeksi kerucut.

·       Proyeksi apapun sebenarnya dapat dipakai

Untuk daerah yang membujur Utara-Selatan tidak jauh dari Khatulistiwa pilih Lambert atau Bonne.

Tata Warna dan Simbol

Agar peta dapat dengan mudah dimengerti oleh pengguna peta, pemakaian tata warna dan simbol sangat membantu untuk mencapai tujuan tersebut.

. Tata warna

Penggunaan warna pada peta (dapat juga pola seperti titik-titik atau jaring kotak-kotak dan sebagainya) ditujukan untuk tiga hal :

 

·       Untuk membedakan

·       Untuk menunjukan tingkatan kualitas maupun kuantitas (gradasi)

·       Untuk keindahan

Dalam menyatakan perbedaan digunakan bermacam warna atau pola. Misalnya laut warna biru, perkampungan warna hitam, sawah warna kuning dan sebagainya.

Sedangkan untuk menunjukan adanya perbedaan tingkat digunakan satu jenis warna atau pola. Misalnya untuk membedakan bersarnya curah hujan digunakan warna hitam dimana warna semakin cerah menunjukan curah hujan makin kecil dan sebaliknya warna semakin legam menunjukan curah hujan semakin besar.

Simbol

Untuk menyatakan sesuatu hal ke dalam peta tentunya tidak bisa digambarkan seperti bentuk benda itu yang sebenarnya, melainkan dipergunakan sebuah gambar pengganti atau simbol.

Bentuk simbol dapat bermacam-macam seperti; titik, garis, batang, lingkaran, bola dan pola.

Simbol titik biasanya dipergunakan untuk menunjukan tanda misalnya letak sebuah kota dan menyatakan kuantitas misalnya satu titik sama dengan 100 orang, dam sebagainya.

Simbol garis digunakan untuk menunjukan tanda seperti jalan, sungai, rel KA dan lainnya. Garis juga digunakan untu menunjukan perbedaan tingkat kualitas, yang dikalangan pemetaan dikenal dengan isolines.

Dengan demikian timbul istilah-istilah :

·       Isohyet yaitu garis dengan jumlah curah hujan sama

·       Isobar yaitu garis dengan tekanan udara sama

·       Isogon yaitu garis dengan deklinasi magnet yang sama

·       Isoterm yaitu garis dengan angka suhu sama

·       Isopleth yaitu garis yang menunjukan angka kuantitas yang bersamaan.

Tujuan dari penggunaan peta isopleth (menunjukan angka kuantitas sama) yaitu untuk memperlihatkan perbandingan nilai dari sesuatu hal pada daerah yang satu dengan daerah yang lain. Sehingga pengguna peta akan tahu mana daerah dengan nilai besar dan mana daerah dengan nilai kecil.

Untuk simbol batang, lingkaran dan bola biasanya lebih banyak dipakai untuk nilai-nilai statistik yang ditunjukan dengan garfik (batang, lingkaran dan bola).

 

·    Komponen Peta

Setelah kita memahami konsep dasar dari penyusunan peta tersebut di atas, menjadi semakin mudah untuk menyimak apa saja komponen peta yang baik.

Komponen peta terdiri dari :

  1. Isi peta

Isi peta menunjukan isi dari makna ide penyusun peta yang akan disampaikan kepada pengguna peta.

Kalau ide yang disampaikan tentang perbedaan curah hujan , isi peta tentunya berupa isohyet.

  1. Judul peta

Judul peta harus mencerminkan isi peta. Isi peta berupa isohyet, tentu judul petanya menjadi "Peta Distribusi Curah Hujan", dan sebagainya.

  1. Sekala peta dan Simbol Arah

Sekala sangat penting dicantumkan untuk melihat tingkat ketelitian dan kedetailan objek yang dipetakan. Sebuah belokan sungai akan tergambar jelas pada peta 1:10.000 dibandingkan dengan pada peta 1:50.000 misalnya. Kemudian bentuk-bentuk pemukiman akan lebih rinci dan detail pada sekala 1:10.000 dibandingkan peta sekala 1:50.000.

Simbol arah dicantumkan dengan tujuan untuk orientasi peta. Arah utara lazimnya mengarah pada bagian atas peta. Kemudian berbagai tata letak tulisan mengikuti arah tadi, sehingga peta nyaman dibaca dengan tidak membolak-balik peta. Lebih dari itu, arah juga penting sehingga si pemakai dapat dengan mudah mencocokan objek di peta dengan objek sebenarnya di lapangan.

  1. Legenda atau Keterangan

Agar pembaca peta dapat dengan mudah memahami isi peta, seluruh bagian dalam isi peta harus dijelaskan dalam legenda atau keterangan.

  1. Inzet dan Index peta

Peta yang dibaca harus diketahui dari bagian bumi sebelah mana area yang dipetakan tersebut.

Inzet peta merupakan peta yang diperbersar dari bagian belahan bumi. Sebagai contoh, kita mau memetakan pulau Jawa, pulau Jawa merupakan bagian dari kepulauan Indonesia yang diinzet.

Sedangkan index peta merupakan sistem tata letak peta , dimana menunjukan letak peta yang bersangkutan terhadap peta yang lain di sekitarnya.

  1. Grid

Dalam selembar peta sering terlihat dibubuhi semacam jaringan kotak-kotak atau grid system.

Tujuan grid adalah untuk memudahkan penunjukan lembar peta dari sekian banyak lembar peta dan untuk memudahkan penunjukan letak sebuah titik di atas lembar peta.

Cara pembuatan grid yaitu, wilayah dunia yang agak luas, dibagi-bagi kedalam beberapa kotak. Tiap kotak diberi kode. Tiap kotak dengan kode tersebut kemudian diperinci dengan kode yang lebih terperinci lagi dan seterusnya.

Jenis grid pada peta-peta dasar (peta topografi) di Indonesia yaitu antara lain :

Kilometerruitering (kilometer fiktif) yaitu lembar peta dibubuhi jaringan kotak-kotak dengan satuan kilometer.

Disamping itu ada juga grid yang dibuat oleh tentara inggris dan grid yang dibuat oleh Amerika (American Mapping System).

Untuk menyeragamkan sistem grid, Amerika Serikat sedang berusaha membuat sistem grid yang seragam dengan sistem UTM grid system dan UPS grid system (Universal Transverse Mercator dan Universal Polar Stereographic Grid System).

  1. Nomor peta

Penomoran peta penting untuk lembar peta dengan jumlah besar dan seluruh lembar peta terangkai dalam satu bagian muka bumi.

  1. Sumber/Keterangan Riwayat Peta

Sumber ditekankan pada pemberian identitas peta, meliputi penyusun peta, percetakan,sistem proyeksi peta, penyimpangan deklinasi magnetis, tanggal/tahun pengambilan data dan tanggal pembuatan/pencetakan peta, dan lain sebagainya yang memperkuat identitas penyusunan peta yang dapat dipertanggungjawabkan

-          Proyeksi
Permukaan bumi adalah bidang lengkung, dan peta – baik yang tercetak maupun dalam bentuk gambar di layar komputer – adalah bidang datar. Artinya, semua peta tidak terkecuali globe (bola dunia) mengalami distorsi dari bumi yang sebenarnya.
Untuk wilayah yang lebih kecil, distorsi tidak signifikan karena wilayah yang kecil dalam globe kelihatan seperti permukaan datar. Untuk wilayah yang lebih luas atau untuk tujuan yang butuh akurasi yang tinggi, bagaimanapun distorsi merupakan hal yang sangat penting.

Kita dapat melihat bagaimana distorsi peta terjadi jika kita melihat kulit jeruk. Ketika permukaan luar lengkungan jeruk dikupas dan diletakkan mendatar, hamparan kulit akan dalam potongan yang terpisah. Kartografer menghadapi masalah yang sama ketika memetakan permukaan bumi. Mereka harus memindahkan bagian geografis dengan cara tertentu, menarik dan menggabungkan kembali bagian-bagian tersebut secara bersamaan agar menjadi peta datar yang nyambung.

Pada prinsipnya, proyeksi peta adalah usaha mengubah bentuk bola (bidang lengkung) ke bentuk bidang datar dengan persyaratan; bentuk yang diubah harus tetap sama, luas permukaan yang diubah harus tetap dan jarak antara satu titik dengan titik yang lain di atas permukaan yang diubah harus tetap.

Untuk memenuhi ketiga syarat itu sekaligus merupakan hal yang tidak mungkin.
Untuk memenuhi satu syarat saja bagi seluruh bola dunia, juga merupakan hal yang tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah satu saja dari syarat di atas untuk sebagian kecil permukaan bumi.

Oleh karena itu, untuk dapat membuat rangka peta yang meliputi wilayah yang lebih besar, harus dilakukan kompromi antara ketiga syarat di atas. Ini mengakibatkan lahirnya bermacam jenis proyeksi peta. Beberapa jenis proyeksi yang umum adalah silinder/tabung (cylindrical), kerucut (conical), bidang datar (zenithal) dan gubahan (arbitrarry)

Jenis proyeksi yang sering kita jumpai sehari-hari adalah proyeksi gubahan, yaitu proyeksi yang diperoleh melalui perhitungan. Salah satu proyeksi gubahan yang sering digunakan adalah proyeksi Mercator. Proyeksi ini merupakan sistem proyeksi Silinder, Konform, Secant, Transversal.

-Skala
Ukuran peta dalam hubungannya dengan bumi disebut dengan skala, biasanya dinyatakan dengan pecahan atau rasio/perbandingan. Pembilang, yang terletak di bagian atas pecahan merupakan satuan unit peta dan penyebut yang terletak di bagian bawah pecahan merupakan angka dalam unit yang sama yang menunjukan jarak yang sebenarnya di lapangan/bumi. Sebagai contoh skala 1/10.000 artinya jarak satu centimeter di peta eqivalen dengan 10.000 centimeter di lapangan. Sebagai perbandingan, skala ini akan ditunjukkan sebagai 1:10.000. Jika penyebut makin besar atau pecahan makin kecil maka semakin luas permukaan bumi yang dapat ditunjukkan dalam peta tunggal. Oleh karena itu, peta berskala kecil akan menunjukkan bagian bumi yang lebih luas dan peta berskala besar relatif menunjukkan bagian bumi yang lebih kecil.

Skala peta digital bisa lebih bervariasi yang dapat dirubah dengan “zoom”. Memperbesar zoom dan lebih memperdekat ke bumi akan menggambarkan skala yang lebih besar.

-Koordinat
Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang dipakai adalah koordinat geografis (geographical coordinate). Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis katulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan garis katulistiwa. Garis bujur adalah garis khayal yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan, mengukur seberapa jauh suatu tempat dari meridian. Sedangkan garis lintang adalah garis khayal di atas permukaan buni yang sejajar dengan khatulistiwa, untuk mengukur seberapa jauh suatu tempat di utara/selatan khatulistiwa.

Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit dan detik. Derajat dibagi dalam 60 menit dan tiap menit dibagi dalam 60 detik. Sebagai contoh Menara Eiffel di Paris mempunyai koordinat 48? 51? 3? Lintang Utara dan 2? 17? 35? Bujur Timur. Kadang-kadang koordinat ditunjukkan dalam desimal sebagai ganti dari menit dan detik. Jadi koordinat Menara Eiffel dapat juga ditulis sebagai 48? 51,53333 Lintang Utara dan 2? 17,5833 Bujur Timur.

 

 

-Legenda
Peta ini menggunakan simbol untuk menggambarkan letak objek yang sebenarnya.
Legenda adalah penjelasan simbol-simbol yang terdapat dalam peta. Gunanya agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi peta. Contoh simbol legenda adalah ikon-ikon yang melambangkan bangunan, perbedaan warna yang melambangkan elevasi, perbedaan jenis garis yang melambangkan batas-batas atau jenis ukuran jalan, titik dan lingkaran yang menunjukkan populasi suatu kota. Jika detail peta kelihatan tidak familiar, mempelajari legenda peta akan sangat membantu sebelum melanjutkan proses lebih jauh.

-Arah
Simbol arah dicantumkan dengan tujuan untuk orientasi peta. Arah utara lazimnya mengarah pada bagian atas peta. Kemudian berbagai tata letak tulisan mengikuti arah tadi, sehingga peta nyaman dibaca dengan tidak membolak-balik peta. Lebih dari itu, arah juga penting sehingga si pemakai dapat dengan mudah mencocokkan objek di peta dengan objek sebenarnya di lapangan.

-Elevasi
Salah satu unsur yang penting lainnya pada suatu peta adalah informasi tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Unsur ini disebut dengan elevasi, yaitu ketinggian sebuah titik di atas muka bumi dari permukaan laut. Kartograf menggunakan teknik yang berbeda untuk menggambarkan ketinggian, misalnya permukaan bukit dan lembah.

Peta yang sudah modern menggambarkan pegunungan dengan relief yang diberi bayangan, yang disebut dengan hill shading. Peta Topografi tradisional menggunakan garis lingkaran yang memusat yang disebut dengan garis kontur, untuk menggambarkan elevasi. Setiap garis menandakan ketinggian di atas permukaan laut.

Sebagai ganti garis kontur, peta berwarna seringkali menggunakan standarisasi skala warna untuk menunjukkan elevasi; laut diberi warna biru, elevasi rendah digambarkan dengan bayangan hijau, elevasi tinggi digambarkan dari range sawo matang sampai coklat, dan puncak tertinggi diberi warna putih, menunjukkan salju.
Semakin tajam bayangan warna biru sama artinya dengan semakin dalam kedalaman suatu laut atau danau.(lil)

·      Jenis Peta

Berdasarkan temanya/isinya, peta dapat dibagi menjadi tiga kategori.,

1.peta umum, biasanya terdiri dari banyak tema dan memberikan gambaran umum. Peta umum biasanya praktis, menunjukkan dunia yang memungkinkan orang dari satu ujung menuju ujung lain tanpa tersesat, atau menunjukkan layout keseluruhan suatu tempat yang belum dikenal tanpa harus pergi ke sana. Contoh peta umum adalah peta jalan suatu negara yang juga menunjukkan kota besar, pegunungan, sungai, landmark dan lain-lain.

2. adalah peta tematik, yang terdiri dari satu atau beberapa tema dengan informasi yang lebih dalam/detail. Peta tematik juga dapat menunjukkan hampir semua jenis informasi yang beragam dari satu tempat ke tempat lain. Contoh peta tematik adalah peta penyebaran penduduk atau tingkat penghasilan menurut negara, propinsi atau kabupaten, dengan masing-masing bagian diberi warna yang berbeda untuk menunjukkan tingkat relativitas jumlah penduduk atau penghasilan.

3. Peta kategori ketiga adalah grafik, di mana keakuratan peta rute perjalanan digunakan untuk navigasi laut dan udara. Ini harus sering diupdate sehingga kapten atau pilot mengetahui bahaya yang terjadi di sepanjang rute mereka.

Berdasarkan metode pembuatannya

Berdasarkan metode pembuatannya, peta dibedakan menjadi peta kualitatif dan peta kuantitatif.

1. peta kualitatif

      Peta kualitatif adalah  peta yang digambarkan dengan menggunakan simbol-simbol. Tiga metode penggambaran peta kualitatif sebagai berikut.

a)     Metode korokonatif dengan meggaris tipis dan memberi warna

b)     Metode korokomenatik menggunakan tanda simbol pada peta dengan huruf, misalnya pohon, manusia,, biji-bijian atau mineral.

c)      Metode indek figur menggunakan simbol ------------,+++++++, atau vvvvvvv

2. peta kuantitatif

Peta kuantitatif yaitu peta yang menggunakan garis-garis yang menghubungkan daerah-daerah yang mempunyai kesamaan. Contoh :

a)     Isotherm adalah garis-garis yang menghubungkan daerah-daerah yang sama temperaturnya.

b)     Isoplet adalah garis-garis yang menghubungkan  daerah-daerah yang sama ketinggiaannya.

c)      Koroplet adalah garis-garis sejajar pada peta yang berbeda intervalnya.

Peta dapat dibuat dengan berbagai bentuk. Peta pertama mungkin dibuat manusia dengan menggambar garis di pasir atau batu kerikil dan ranting kecil disusun di atas tanah. Peta modern diterbitkan untuk penggunan yang lebih lama oleh manusia. Peta cetak adalah bentuk yang paling sederhana. Peta cetak menggambarkan dunia sebagai bidang datar dalam dua dimensi. Dalam peta cetak, relief gunung dan lembah ditunjukkan dengan simbol khusus untuk memperbaiki kekurangan “tingkat kedalaman”, di mana hal tersebut adalah dalam bentuk tiga dimensi. Jadi, peta relief adalah peta bidang datar dengan penambahan tonjolan dan lekukan untuk menunjukkan perbedaan tinggi rendahnya permukaan bumi. Tonjolan dan lekukan ini biasanya dibuat dari tanah liat atau plastik.

Peta berbasis komputer (digital) lebih serba guna. Peta yang terprogram akan lebih dinamis karena bisa menunjukkan banyak view yang berbeda dengan subjek yang sama. Peta ini juga memungkinkan perubahan skala, animasi gabungan, gambar, suara, dan bisa terhubung ke sumber informasi tambahan melalui internet. Peta digital dapat diupdate ke peta tematik baru dan bisa menambahkan detail informasi geografi lainnya. Hal ini disebabkan informasi baru dapat dimasukkan ke dalam database setiap saat. Mempunyai peta digital sama seperti mempunyai selusin peta tematik cetak yang meng-overlay daerah tertentu yang terhubung secara elektronik ke sebuah perpustakaan besar dalam tema utama atau yang berhubungan dengan tema utama.

Penggunaan peta tergantung pada jenis peta yang ada dan jenis informasi yang diinginkan dari peta tersebut. Dalam kasus peta sederhana, hanya satu atau dua jenis informasi yang mungkin tersedia sehingga sedikit atau bahkan tidak perlu keahlian membaca peta untuk menggunakannya. Sebagai contoh, sketsa lingkungan sekitar (tetangga) hanya menunjukkan hubungan rumah utama dengan sudut jalan atau jaraknya dari suatu pasar atau sekolah. Semua orang dapat menggunakan peta seperti ini. Peta lengkap dapat menggambarkan jarak yang sebenarnya, lokasi lahan dengan tepat, elevasi, vegetasi dan aspek lainnya. Untuk menginterpretasikan peta lengkap seperti ini, diperlukan beberapa keahlian dasar membaca peta.

 

·    Fungsi Peta

Peta bisa menjadi petunjuk bagi pelancong/wisatawan, atau menjelaskan dunia dengan menyertakan jenis informasi geografi khusus. Peta juga dapat mengundang eksplorasi. Sebagai contoh, peta berwarna Pulau Marquases dengan pelabuhan yang eksotik seperti Hakapehi di Nuku Niva mungkin kedengaran menarik bagi seseorang.
Dengan kata lain, peta yang berisi banyak detail yang menarik dari suatu daerah/wilayah dapat menggoda/menarik orang lain ke wilayah tersebut.

Peta dapat digambar dengan berbagai gaya, masing-masing menunjukkan permukaan yang berbeda untuk subjek yang sama yang memungkinkan kita untuk men-visualisasikan dunia dengan mudah, informatif dan fungsional. Beberapa fakta dan skill yang sederhana akan dijabarkan di sini guna membantu anda menggunakan peta dengan efektif. Tetapi sebelumnya, perhatikan beberapa fakta penting berikut ini :

1.Tidak ada peta yang sempurna

Orang membuat peta dari data yang mereka kumpulkan dengan alat tertentu. Sekalipun peta dibuat dengan menggunakan komputer, tetapi tergantung pada program dan mesin yang didesain oleh manusia. Manusia membuat kesalahan dan mesin total tidak pernah akurat. Tidak ada alat untuk merekam setiap detail lansekap.

Peta – bagaimanapun juga – dapat melakukan error (salah) dan tidak akurat.
Data atau kartografi yang salah bisa membuat letak desa/kampung tertentu tidak tepat pada peta, atau puncak pegunungan tidak setinggi yang muncul pada peta.
Kartografer (pembuat peta) yang menggunakan alat tradisional, seperti merekam data dengan manual atau menggunakan fotografi altitude tinggi, terbatas pada seberapa banyak objek yang terekam oleh mereka dan seberapa kecil objek yang dapat terekam. Objek yang terlalu kecil bisa jadi tidak akurat ditempatkan atau malah bisa tidak muncul.

Alat modern seperti fotografi yang menggunakan satelit resolusi tinggi mampu merekam detail sampai resolusi beberapa meter. Sebagian besar permukaan objek yang penting dapat terekam dengan imagery untuk kemudian dialihkan menjadi peta atau foto dengan akurasi yang lebih tinggi, tetapi tetap masih harus diinterpretasikan lagi dan masih ada data yang error.

 

2. Peta selalu menjadi tidak update, tidak lama menunjukkan keakuratan dunia
Hal ini disebabkan dunia secara konstan berubah baik secara fisik maupun secara kurtural/budaya. Teknologi modern menyediakan solusi komputer yang memungkinkan kita memperbaharui peta dengan mudah tanpa menggambar ulang. Bagaimanapun informasi yang tepat patut dipertimbangkan. Perubahan dunia tetap harus dikumpulkan secara periodik dan digunakan untuk memperbaiki database peta.

3. Peta adalah bias.
Peta umumnya tidak menunjukkan setiap penampakan area topografi secara terpisah misalnya setiap pohon, rumah, atau jalan sehingga kartograf harus menentukan proyeksi dan skala peta dan jumlah detail yang tersedia. Tujuan pemetaan dan latar belakang budaya Kartograf juga sering berpengaruh pada proses ini, yang disebut dengan generalisasi. Informasi pada peta dan bagaimana distorsi terjadi juga berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang tentang dunia dan apa yang mereka lakukan.

Penggunaan peta

Kegunaan peta tergantung pada jenisnya. Peta topografi yang skalanya kecil dapat memberikan gambaran  secara luas tentang muka bumi yang digambar dipeta. Peta tematik atau khusus digunakan untuk tujuan tujuan tertentu. Misalnya peta persebaran penduduk, peta iklim, peta oersebarab flora dana fauana, dan sebagainya

 

PEMETAAN

Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun raster.

Kegiatan survey dan pemetaan setelah kemerdekaan RI, dilaksanakan atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 1951, tentang Pembentukan Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Selanjutnya kegiatan survey dan pemetaan dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden Nomor 263 tanggal 7 September 1965 tentang Pembentukan Dewan Survey dan Pemetaan Nasional (DESURTANAL) serta Komando Survey dan Pemetaan Nasional (KOSURTANAL) sebagai pelaksana. Dalam tugas DESURTANAL tersebut secara jelas dicantumkan kaitan antara pemetaan dengan inventerisasi sumber-sumber alam, dalam rangka menunjang Pembangunan Nasional. Lingkup tugas KOSURTANAL tidak hanya bersifat koordinasi terhadap kegiatan Departemen-Departemen yang memerlukan peta ,melainkan juga mencakup fungsi pengelolaan bagi pemetaan

Praktek pemetaan dimaksudkan untuk melatih kemampuan teknis mahasiswa di bidang pemetaan. Praktek pemetaan ini meliputi praktek pembuatan peta, praktek interpretasi foto udara, praktek Geographic Positioning System, Pratek Fotogrametri dan praktek analisis spasial berdasarkan data citra maupun peta tematik. Pengolahan data spasial dilakukan secara digital dengan memanfaatkan software-software pemetaan seperti AutodeskMAP, Arc View, Arc Info, dan ERMapper yang terangkum dalam mata kuliah pilihan pemetaan dan komputer perencanaan.

Praktek pemetaan ini juga mengakomodasi perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia perencanaan. Pada saat ini sedang dikembangkan sistem pembelajaran pemetaan dengan pengembangan database perencanaan. Sehingga mahasiswa nantinya tidak hanya dilatih untuk bisa membuat peta ataupun analisis peta tetapi juga dapat menyusunnya dalam sebuah database.

·    Kemajuan Di Bidang Pemetaan

Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang pemetaan mengalami kemajuan yang baik. Pengumpulan data-data geografis secara manual diperkuat dengan teknologi seperti foto udara, foto satelit, radar dan sebagainya. Begitu juga dalam penyusunan peta, kartografi manual kini banyak dibantu dengan komputerisasi sehingga banyak dijumpai peta-peta dijital. Dalam usaha menginformasikan peta, dari sekian banyak lembar peta kemudian disusun dalam suatu sistem yang mampu menginformasikan peta yang banyak tadi dalam waktu cepat melaui Sistem Informasi Geografis (SIG) yang tentunya dengan komputerisasi.

Perlu diingatkan bahwa, komputerisasi dalam bidang pemetaan hanya merupakan alat bantu untuk mempercepat kerja penyusunan peta. Di samping itu dengan komputerisasi juga dapat menghemat tempat dalam penyusunan peta dengan jumlah lembaran yang besar, dibandingkan dengan penyusunan secara konvensional.

Alat bantu dalam bidang pemetaan tentunya akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan iptek. Untuk itu, perhatikan esensi peta dengan terus mengikuti perkembangan iptek.

 

 

Peta Digital dan Peta Konvesional

Yang dimaksud di sini sebagai Peta Digital adalah peta rupabumi hasil proyek “Digital Mapping” yang dimulai BAKOSURTANAL pada tahun 1993, yang seluruh tahapan produksinya menggunakan teknik digital, mulai dari kompilasi foto udara pada alat fotogametri analitis, proses editing dan desain kartografi hingga persiapan separasi warna sebelum dicetak offset. Dengan alur kerja lengkap secara digital (dataflow), maka peta ini menjadi sangat teliti, sangat ekonomis untuk dimutakhirkan di masa depan, dan sangat bervariasi untuk digunakan, baik dalam bentuk kertas (hardcopy) maupun dalam bentuk digital (softcopy).

Yang dimaksud dengan peta konvensional adalah peta kertas hasil teknologi analog. Peta semacam ini cukup sulit untuk dimutakhirkan, karena praktis seluruhnya harus digambar ulang, tidak cukup bagian yang berubah saja. Selain itu penggunaannya juga terbatas, tidak mudah ditampilkan dalam format berbeda, dan tidak bisa langsung diproses dengan teknologi digital lainnya

 

Perbedaan peta digital dan peta konvesional

v     Peta digital dihasilkan dari kompilasi foto udara yang diambil dari pesawat terbang (airborne). Kemudian dilengkapi dengan data survey lapangan misalnya untuk menambah data yang tertutup bayangan, atau yang memang tidak terdapat di foto, seperti klasifikasi bangunan, batas administrasi maupun nama-nama tempat

v     Hasil digitasi peta analog (peta kertas) tak terhindarkan dari kesalahan akibat skala dan generalisasi. Bila peta yang digitasi berskala 1:250.000, sedang rata-rata ketelitian operator adalah 0,1 mm maka akurasi geometri hasil digitasi itu adalah sekitar 25 meter! Angka ini masih diperparah oleh akibat generalisasi pada peta skala kecil, di mana agar suatu unsur tetap kelihatan, ia harus digambar jauh lebih besar dari sesunguhnya. Pada peta skala 1:250.000 suatu jalan selebar 10 m digambat selebar 0,5 mm, jadi seakan-akan lebarnya di alam adalah 125m! akibatnya, bila orang ingin menghitung luas, atau mencocokkan hasil pembacaan GPS, maka akan terjadi simpangan yang cukup besa

 

Apa saja isi data/unsur-unsur peta digital Isi peta digital meliputi unsur-unsur atau features dengan kelas-kelas utama:
1000 = Pemukiman
2000 = Jaringan Infrastruktur
3000 = Relief (kontur)
4000 = Batas-batas administrasi
5000 = Vegetasi (landuse)
6000 = Hidrografi (sungai, danau, pantai)
7000 = Nama-nama tempat
Kelas-kelas ini masih dirinci lagi, misalnya vegetasi dibagi menjadi hutan, tegalan, sawah dsb.
Maka total terdapat lebih dari seratus kelas. Setiap jenis unsur diberi code tersendiri yang juga bisa direpresentasikan oleh suatu layer.

Apakah peta digital bisa dipakai sebagai GIS, GIS (Sistem Informasi Geografi) adalah sistem komputer untuk memasukkan, menata, mengolah dan mempresentasikan data yang memiliki referensi ruang. Aplikasi GIS ini meliputi banyak sekali sektor, mulai dari analisis lingkungan, optimasi route lalu lintas, perencanaan wilayah, facility management, riset pasar, dsb. Dengan demikian terlihat bahwa dalam beberapa aplikasi GIS diperlukan data tematik yang belum terdapat pada peta rupabumi, misalnya data kependudukan, data lalu lintas dsb. Peta digital hanya menyediakan data dasar atau data baku, yakni geometri dari permukaan bumi yang benar. Untuk beberapa jenis aplikasi GIS, misalnya analisis banjir, modeling produksi padi, simulasi propagasi gelombang radio atau perkiraan tempat-tempat rawan kecelakaan di jalan raya, peta digital bisa langsung dipakai dalam analisis. Namun untuk sebagian besar aplikasi GIS, data dari peta digital masih harus ditambah data lain, atau ditingkatkan kompleksitasnya.

 

Bagaimana menilai kualitas peta digital Akurasi, peta digital dapat dilihat dari skala foto udara yang dipakai (1:30.000 untuk kota besar, dan 1:50.000 untuk sisanya), penentuan posisinya yang menggunakan kinematik GPS, perhitungan aerial triangulasi dengan software PAT-B, stereoplotting dengan Planicomp P2 dan P3, editing dengan software GINIS, perhitungan kontur dengan DTM-software MOSS dari spotheight berjarak 100 m ditambah breklines, dan desain kartografi dengan software CorelDraw. Dari sini bisa diharapkan bahwa dari foto skala 1:50.000 akurasi yang diharapkan adalah 5,3 m untuk xy dan 3,8 m untuk z, sedang dari foto skala 1:30.000 adalah 3,2 untuk xy dan 2,7 untuk z.

 

Dengan software apa peta digital itu bisa dilihat, digunakan, atau diolah lebih lanjut,  Pada prinsipnya, data peta digital adalah independen dari software, karena data tersebut disimpan dalam format yang bisa diakses oleh banyak sekali software yang popular.

 

Berapa besar file peta digital, Bervariasi, dari 4 MB hingga 40 MB per nomor lembar peta, tergantung kepadatan informasi di dalamnya. Daerah yang terjal mengandung informasi relief yang lebih padat, sedang daerah perkotaan mengandung lebih padat informasi pemukiman dan infrastruktur.

Bagaimana foto udara dibandingkan dengan radar, Radar adalah sistem pengambilan data aktif, sehingga mampu dioperasikan malam hari dan menembus awan. Sebaliknya, pengambilan foto udara sangat tergantung pada cuaca, dan hanya bisa beroperasi selama ada sinar matahari yang cukup. Namun secara umum akurasi geometri foto udara masih lebih tinggi, sehingga untuk peta berskala besar masih digunakan foto udara. Namun di masa depan foto udara, citra satelit dan radar akan saling mengisi.

GIS

Dengan teknologi GIS, sebuah instansi tidak hanya dapat membuat perencanaan tata kota dnegan lebih baik saja. Namun, teknologi ini juga dapat membantu menentukan daerah mana saja yang memiliki potensi bencana ataupun menentukan lokasi penyebaran penyakit tertentu.

Bencana yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 yang lalu telah menjadi sebuah pukulan yang besar bagi rakyat di Indonesia. Sejak tanggal tersebut, semua perhatian seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia tertumpu ke Aceh. Sebagian besar wilayah Aceh hancur total termasuk infrastruktur daerah. Sehingga membangun Aceh kembali menjadi salah satu pekerjaan yang tidak mudah. Banyak bantuan ditawarkan untuk membantu pemerintah. Mulai dari dana, relawan, sampai bantuan pembangunan pun berdatangan. Seperti apa Aceh baru akan dilahirkan dan bagaiamana memutuskan jabang bayi baru tersebut?
Banyak pendapat bermunculan. Mulai dari yang membawa kepentingan sendiri sampai kepentingan bersama. Mulai dari sisi ekonomi, masayarakat, pendidikan, dan banyak lagi telah menjadi masukan bagi pemerintah yang akan membangun Aceh nantinya. Salah satu masukan yang menarik yang mungkin dapat menjadi pertimbangan adalah masukan yang diberikan oleh sebuah forum sipil bernama RS-GIS Forum (Remote Sensing-Geographic Information System).
Bulan Januari lalu, RS-GIS Forum mengadakan sebuah workshop yang berjudul “Identifikasi dan Analisis Kerusakan Aceh-Sumut Pasca Gempa dan Tsunami dengan Teknologi Satelit dan SIG”. Yang kemudian dilanjutan dengan workshop kedua pada bulan berikutnya.
RS-GIS Forum mengusulkan agar perencanaan pembangunan Aceh dilakukan dengan memanfaatkan teknologi GIS. Apa yang dimaksud dengan GIS? Dan konstribusi apa yang dapat dilakukan oleh GIS?
GIS/SIG Bukan PetaGIS adalah singkatan dari Geographic Information Systems. Dalam bahasa Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart Maps. Hal ini dikarenakan hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Maps inilah yang nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan terhadap suatu daerah.
Tidak seperti peta pada umumnya yang tidak memberikan informasi yang lengkap atau tidak jarang memberikan data yang justru tidak dibutuhkan. Peta yang dihasilkan SIG jauh lebih tepat guna dalam pemanfaatannya bagi user tertentu (tergantung pada kebutuhan).
Contohnya, seorang pengusaha yang ingin membuat cabang tokonya, maka pengusaha tersebut akan menganalisis sebuah peta yang berisikan informasi di mana letak konsumen terbanyak dan bagaimana latar belakang sosial ekonomi daerah tersebut. Kemudian dari peta tersebut seorang pengusaha dapat mengetahui posisi atau lokasi terbaik cabangnya. Atau untuk pemerintah daerah dalam membuat perencanaan kota. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta.
Tentu saja peta SIG yang dimiliki oleh pengusaha dan pemerintah kota akan berbeda meskipun keduanya menggunakan peta dasar yang sama, yaitu kota Jakarta, keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Sehingga informasi yang dapat diperoleh pun akan berbeda.
SIG ini sendiri di Indonesia belum terlalu dikenal secara luas. Masih banyak hal yang belum memanfaatkan SIG. Padahal dalam hal membuat perencanaan SIG dapat menjadi alat bantu yang sangat dapat diandalkan.
Berlapis-lapisSeperti yang dikatakan sebelumnya bahwa peta SIG terdiri dari data yang memang dibutuhkan oleh pembuatnya. Data tersebut disusun secara berlapis di atas peta dari sebuah lokasi yang akan dianalisis. Kemudian data tersebut disatukan dan memebentuk sebuah pola. Data dapat diperoleh dari mana saja. Bisa dari data hasil penelitian, pengamatan satelit atau dari sebuah pusat database tertentu (seperti sensus penduduk, atau data konsumen). Selama data berbentuk spasial, maka data dapat dipresentasikan secara langsung pada peta. Jika data bukan merupakan data spasial, maka data dapat diletakkan pada peta dengan bentuk simbol-simbol yang diinginkan oleh si pembuat peta.
Yang dimaksud dengan data spasial adalah data yang berisikan informasi visual, seperti gambar pengamatan cuaca di atas peta yang akan digunakan untuk menganalisis sistem pengairan. Sedangkan yang dimaksud dengan data nonspasial adalah data berupa angkaangka, seperti data jumlah penduduk per kelurahan pada wilayah tertentu.Untuk menghasilkan peta yang tepat guna, maka data yang ada akan diproses dengan menggunakan software SIG. Sofware SIG tersebut akan menyusun peta dengan cara melapisi satu peta dengan data yang ada secara satu per satu. Oleh sebab itu, selain Anda dapat memeproleh peta yang bertumpuk rapi keseluruhannya atau Anda juga dapat memperoleh peta yang terpisah-pisah menurut lapisan datanya.
Saat ini, keberadaan software SIG dapat diperoleh secara bebas. Dan kepemilikannya tidak dibatasi. Baik atas nama instansi ataupun secara individu. Siapapun dapat mempelajari software dan membuat peta. Peta juga tidak hanya berupa peta luar ruang saja. SIG dapat juga diterapkan untuk melekukan penganalisisan dalam ruang.
SDM yang TepatSoftware SIG memang dapat diandalkan dalam membuat peta, namun peranan manusia dalam membuatnya maupun menganalisis hasilnya sangat besar. Untuk dapat membuat peta yang tepat guna, sesesorang harus terlebih dahulu mengetahui apa saja yang menjadi komponen data yang dibutuhkan. Banyak data yang dapat diperoleh baik secara cuma-cuma maupun membayar. Tetapi memilih data yang tepat tidak selalu pekerjaan yang mudah. Oleh sebab itu, seorang pembuat peta atau ahli SIG harus terlebih dahulu mampu menganalisis sebuah masalah. Kemudian baru ia memilih komponen data yang diperlukan.
Begitu pula dalam mengambil keputusan atau membuat perencanaan. Selain seseorang harus mampu membaca peta SIG, juga harus memiliki kemampuan menganalisis yang tajam. Agar keputusan dan perencanaan yang dilakukannya mengenai sasaran yang dituju.
Oleh sebab itu, untuk menggunakan atau memanfaatkan SIG dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih dan berkemampuan.
Untungnya, saat ini Indonesia sudah memiliki modal SDM untuk teknologi tersebut dengan tersedianya mata kuliah SIG di universitas dengan jurusan-jurusan tertentu seperti Geografi (UI, ITB, dan sebagainya) ataupun Sistem Informasi.
SIG bukan GPSSIG dan GPS, keduanya sama-sama berkaitan erat dengan peta. Namun pada dasarnya, kedua teknologi ini tidak sama. Justru GPS menjadi salah satu komponen pendukung dalam SIG. GPS sudah dikenal dengan sangat luas sekarang ini. Manfaat yang diberikan oleh GPS juga sangat banyak. Para nelayan banyak yang menggunakan GPS untuk mengetahui posisi ikan terbaiknya. Polisi banyak mendapatkan pertolongan dalam menemukan kendaraan yang hilang. Atau penyedia jasa cargo yang dapat memuaskan pelanggannya karena dapat melacak sendri paket kiriman miliknya secara otomatis lewat Internet.
Dalam memberikan posisi suatu objek, GPS memiliki kemampuan yang sangat akurat. Hal ini sangat membantu dalam pembuatan peta yang lebih baik pada SIG itu sendiri. Nilai toleransi kesalahan dapat mencapai kurang lebih satu meter.
Sebaliknya, peta SIG yang sangat lengkap, sarat akan informasi yang optimal dapat lebih membantu seorang pengguna GPS. Seseorang tidak hanya dapat menegtahui posisi di mana ia sedang berada, namun orang tersebut dapat juga sekaligus mengetahui apa yang terjadi atau yang dimiliki tanah tempatnya berdiri.
Pemanfaatan yang LuasDalam wacana di atas sudah diinformasikan beberapa manfaat yang dapat diberikan oleh SIG. Mulai dari dunia bisnis sampai pemerintahan dapat memanfaatkan teknologi ini.
Jika tadi sudah ada beberapa contoh pemanfaatan luar ruang, maka pemanfaatan yang dapat dilakukan dalam ruang dapat berupa peta ruang sebuah supermarket yang akan menyusun ulang peletakan barang dagangannya.
Atau dapat juga untuk mengatasi masalah peletakan ruang pada rumah sakit, agar tidak terjadi antrian yang menumpuk atau membuat arus pengunjung dalam rumah sakit menjadi lebih baik.
Ini artinya peta yang akan digunakan sebagai landasan data tidak selalu merupakan peta alam saja. Peta tersebut bisa saja dibuat sendiri oleh staf SIG tersebut.
Hasil akhir dari SIG memang berupa Smart Maps. Namun, bukan berarti dalam mempresentasikan data tersebut selalu dalam bentuk peta. Tidak jarang peta tersebut dipresentasikan dengan bantuan bahan pelengkap sebagai dalam bentuk dokumen tertulis, basis data, grafik, ataupun diagram. Hal ini dilakukan agar pemirsa peta tersebut dapat lebih memahami informasi dalam peta.

 

GIS (Geographical Information System) atau dikenal pula dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem infomasi berbasis komputer yang  menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, informasinya tentang peta tersebut (data atribut) analisa, memperagakan dan menampilkan data spatial untuk menyelesaikan perencanaan,mengolah dan meneliti permasalahan. Dengan definisi ini , maka terlihat bahwa aplikasi SIG dilapangan cukup luas terutama bagi bidang yang memerlukan adanya suatu sistem informasi tidak hanya menyimpan, menampilkan, dan menganalisa data atribut saja tetapi juga unsur geografisnya seperti PT. Telkom, Pertamina, Departemen Kelautan, Kehutanan, Bakosurtanal, Marketing, Perbankan, Perpajakan, dan yang lainnya.

 

Sejarah pengembangan

35000 tahun yang lalu, di dinding gua Lascaux, Perancis, para pemburu Cro-Magnon menggambar hewan mangsa mereka, juga garis yang dipercaya sebagai rute migrasi hewan-hewan tersebut. Catatan awal ini sejalan dengan dua elemen struktur pada sistem informasi gegrafis modern sekarang ini, arsip grafis yang terhubung ke database atribut.

Pada tahun 1700-an teknik survey modern untuk pemetaan topografis diterapkan, termasuk juga versi awal pemetaan tematis, misalnya untuk keilmuan atau data sensus.

Awal abad ke-20 memperlihatkan pengembangan "litografi foto" dimana peta dipisahkan menjadi beberapa lapisan (layer). Perkembangan perangkat keras komputer yang dipacu oleh penelitian senjata nuklir membawa aplikasi pemetaan menjadi multifungsi pada awal tahun 1960-an.

Tahun 1967 merupakan awal pengembangan SIG yang bisa diterapkan di Ottawa, Ontario oleh Departemen Energi, Pertambangan dan Sumber Daya. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS - SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk Inventarisasi Tanah Kanada (CLI - Canadian land Inventory) - sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan memetakaan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Faktor pemeringkatan klasifikasi juga diterapkan untuk keperluan analisis.

 

GIS dengan gvSIG.

CGIS merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang memiliki kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan, pendijitalan/pemindaian (digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat national yang membentang di atas benua Amerika , memasukkan garis sebagai arc yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi lokasional pada berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer bernama Roger Tomlinson kemudian disebut "Bapak SIG".

CGIS bertahan sampai tahun 1970-an dan memakan waktu lama untuk penyempurnaan setelah pengembangan awal, dan tidak bisa bersaing denga aplikasi pemetaan komersil yang dikeluarkan beberapa vendor seperti Intergraph. Perkembangan perangkat keras mikro komputer memacu vendor lain seperti ESRI dan CARIS berhasil membuat banyak fitur SIG, menggabung pendekatan generasi pertama pada pemisahan informasi spasial dan atributnya, dengan pendekatan generasi kedua pada organisasi data atribut menjadi struktur database. Perkembangan industri pada tahun 1980-an dan 1990-an memacu lagi pertumbuhan SIG pada workstation UNIX dan komputer pribadi. Pada akhir abad ke-20, pertumbuhan yang cepat di berbagai sistem dikonsolidasikan dan distandarisasikan menjadi platform lebih sedikit, dan para pengguna mulai mengekspor menampilkan data SIG lewat internet, yang membutuhkan standar pada format data dan transfer.

Indonesia sudah mengadopsi sistem ini sejak Pelita ke-2 ketika LIPI mengundang UNESCO dalam menyusun "Kebijakan dan Program Pembangunan Lima Tahun Tahap Kedua (1974-1979)" dalam pembangunan ilmu pengetahuan, teknologi dan riset.

Unsur GIS

Sesuai dengan namanya Sistem Informasi Geografis, GIS terdiri dari 3 unsur. Tentu saja yang menjadi unsur pertama adalah sistem. Sistem, banyak orang mendefinisikannya namun tulisan ini tidak akan mengambil salah satu definisi-definisi tersebut. Hanya diartikan sebagai berbagai hal yang saling berkaitan dan atau saling mempengaruhi dalam mengerjakan atau memproses satu dan berbagai hal untuk satu tujuan.

Sistem dalam GIS secara umum dibagi 3 :

 

1. Manusia

Tentu saja manusia adalah yang mempunyai kedudukan pertama dalam posisi ini, karena mereka punya maksud-maksud tertentu dalam hidupnya. Terutama dalam memecahkan permasalahan-permasalahan di sekitarnya. Bahkan sistem itu sendiri dilahirkan dari maksud-maksud tersebut.

 

2. Komputer

Tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang ini komputer adalah bagian dari keseharian manusia. GIS tentu saja merupakan bagian di dalamnya. Memang awalnya Roger Tomlinson yang disebut “bapak GIS” seorang ahli pemetaan dari Kanada menciptakan prinsip-prinsip GIS tidak dengan menggunakan komputer, dia hanya bertujuan bagaimana berbagai data (peta-peta manual) yang begitu banyak bisa ditampilkan, dianalisa, dan dibuat seefisien mungkin. Namun kemudian ESRI sebuah perusahaan dari Amerika pembuat program komputer untuk riset lingkungan dengan presidennya yang inovatif Jack Dangermond berhasil menciptakan program-program komputer untuk GIS yang lebih menunjukan bahwa GIS sangat banyak manfaatnya dalam kehidupan manusia, Dengan produk inovatifnya arcinfo, arcview, dan sekarang arcgis yang sudah menyebar ke seluruh dunia bahkan ke LATIN. Hal tersebut mendorong pihak lain dengan lahirnya produk-produk lain seperti Er Mapper, Erdas, dll.

Namun komputer ini pulalah yang sedikit menghambat pemahaman orang-orang tentang GIS dan gunanya dalam kehidupan. Karena hanya terlihat sebagai sesuatu yang menggunakan teknologi tinggi dengan programnya yang mahal hingga ribuan dollar. Padahal prinsip-prinsip GIS tidaklah sesulit yang dibayangkan.

 

3. Pengetahuan

Manusia sebagai pemain utama dalam sistem, tentu saja sangat dipengaruhi oleh berbagai hal yang didapatnya dalam kehidupan. Hal itu membentuk pengetahuan, cara pandang, pengalaman dan tentu saja kehidupannya secara luas. Hal tersebut yang mendorong manusia yang secara alamiah mempunyai rasa ingin tahu dan tidak pernah puas, untuk selalu bisa memecahkan persoalan secara tepat. Lahirlah ilmu-ilmu pengetahuan yang sebegitu banyaknya sekarang ini. Hal ini pulalah yang mempengaruhi dan membentuk proses GIS bisa berjalan sesuai dengan maksud atau tidak. Seperti lahirnya metode-metode (cara), program-program komputer yang disebutkan pada point 2, dan alat-alat yang diperlukan untuk itu.

 

Unsur kedua dari GIS adalah informasi. Sesuai dengan karakter GIS, informasi di sini tentu saja adalah informasi tentang bumi (geografi) dengan segala apa yang ada di bumi.

Sejarah GIS dan bahkan sampai sekarang selalu berhubungan dengan peta sebagai media untuk menggambarkan apa yang ada di bumi dengan segala yang ada sesuai dengan tempat atau lokasi dia berada. Informasi inilah yang menjadi obyek kerja GIS. Informasi itu bisa tentang manusia, gejala alam, binatang, tumbuhan, bahkan sesuatu yang tidak terlihat seperti dongeng-dongen dan cerita-cerita. Peta di sini tidak hanya yang sering kita lihat, gambar, sketsa atau media apapaun yang menggambrakan lokasi atau yang berhubungan dengannya sudah bisa dikatakan peta dan bisa dijadikan informasi untuk GIS.

Informasi sangat dipengaruhi oleh kualitas yang pada akhirnya juga dipengaruhi oleh sumber dari mana dia datang. Banyak sekali sumber yang bisa dijadikan peta dan diproses dalam GIS (tidak hanya berupa peta!). Pengetahuan manusia adalah sumber informasi utama untuk peta, apa yang dia ketahui tentang satu lokasi entah itu apa yang ada di dalamnya, apa yang pernah dia lihat, apa yang pernah dia dengar dsb adalah hal utama. Hal itu yang mendorong sejauh mana maksud dia dengan itu, kalau dirasa hal tersebut harus akurat maka mungkin akan digambarkan dengan peta yang bagus, jika tidak mungkin cukup dengan gambar-gambar asal di secarik kertas atau ditulis di tanah seperti pada diskusi-diskusi petani di lahan garapannya.

Jika dia ingin menggambarkan seperti kenyataannya dia mungkin akan melakukan pengukuran sesuai dengan apa yang dia ketahui dan fahami atau dengan bantuan orang lain (misal menggunakan kompas, meteran, dsb).

Peta atau pun gambar/sketsa yang telah ada sebelumnya (mungkin dibuat orang yang terdahulu atau sebelumnya) bisa juga menjadi sumber informasi untuk GIS.

Zaman sekarang ini, pengumpulan informasi geografis dilakukan dengan tidak bersentuhan langsung (mendatangi langsung) lokasi atau obyeknya (remote sensing). Dengan menggunakan satelit dari luar angkasa, bisa didapat informasi tentang geografi secara cepat dan aktual (terbaru) misal dengan satelit ikonos, quickbird, landsat, dll.

Namun ada juga satu alat yang merupakan sumber informasi geografis yaitu GPS, suatu alat yang menggunakan satelit untuk merekam lokasi sesuatu di muka bumi lengkap dengan koordinat[1] nya. Ini yang sekarang paling sering digunakan oleh kebanyakan orang karena menggabungkan kemampuan dua alat sekaligus yaitu kompas dan meteran.

 

Informasi lain juga bisa bersumber dari sesuatu yang tidak digambarkan atau tidak bisa digambarkan dengan peta tetapi masih bisa digunakan. Misalkan cerita tentang pernah terjadinya suatu bencana alam di lokasi tersebut tetapi tidak jelas lokasi persis di mana (misal satu kabupaten namun tidak jelas di desa mana atau kampung mana), bisa digambarkan dengan peta wilayah (menggunakan kabupaten) yang pernah dapat bencana dan tidak (dibandingkan dengan kabupaten lain – satu level). Ini disebut atribut, contoh ini adalah angka-angka misal jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja dll dari satu kabupaten, kecamatan, atau desa.

 

Unsur ketiga adalah geografis, begitu mendengarnya langsung saja kita ingat pelajaran geografi sewaktu kita sekolah di SD dampai SMU. Hal tersebut tidaklah salah. Geografis dalam GIS berarti sifat dari informasinya yaitu menganai obyek-obyek atau hal-hal yang ada atau terjadi atau diperkirakan terjadi di muka bumi, tepatnya disuatu lokasi entah itu wilayah yang luas atau kecil, bisa rumah, kampung, desa, kota, hutan, sawah, negara, bahkan dunia, tergantung dari maksud. Geografis atau informasi geografis bisa juga ditandai dengan data-data seperti koordinat.

Obyek informasi geografis secara umum hanya berupa 3 (untuk keperluan peta) yaitu

1.      Titik (menerangkan lokasi atau tempat sesuatu berada atau terjadi) misal lokasi rumah yang digambarkan dengan titik di tepi jalan.

2.      Garis (menerangkan obyek di muka bumi yang memanjang baik nyata maupun tidak) misal jalan, sungai, dan yang tidak nyata seperti batas administrasi.

3.      Area disebut juga polygon (menerangkan obyek yang berupa luasan dan mempunyai batas seperti pulau, kabupaten, desa, sawah, hutan, dsb.

Ketiga hal tersebut kemudian dalam peta juga dibedakan dengan warna-warna agar lebih memberi makna dan ketegasan sehingga terbentuklah informasi pola ruang (spasial) yaitu ruang muka bumi.

Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik dan

dokumen lain yang berhubungan. Data geospatial dibedakan menjadi:

1.  Data grafis/geometris, mempunyai tiga elemen : titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) dalam bentuk  vector ataupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran, bentuk, posisi dan arah.

2.  Data atribut/data tematik 

Fungsi pengguna berguna untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, update data yang efisien, analisa output untuk hasil yang diinginkan serta merencanakan aplikasi.

 

Proses GIS

Sebagai sebuah sistem maka tentu saja alur kerja GIS sangat penting untuk diketahui, secara sederhana prosesnya adalah :

 

Input : proses pemasukan data-data yang diperlukan (peta-peta, data-data lainnya)

Pengolahan : data-data tersebut diproses, diseleksi, “dimanipulasi” sesuai dengan maksud dan kebutuhan, dalam proses ini juga bisa dilakukan analisa informasi.

Output : keluaran hasil proses berupa peta-peta

 

Subsistem Utama GIS

GIS terdiri dari empat subsistem utama :

1.  Sub-sistem Masukan, Perangkat untuk menyediakan data sampai siap dimanfaatkan oleh pengguna; yang berupa peralatan pemetaan terestris, fotogrametri, digitasi, scanner, dsb. Pada umumnya output dari perangkat tersebut berupa peta, citra dan tayangan gambar lainnya.

2. Sub-sistem Database, Digitasi peta dasar pada berbagai wilayah/daerah cakupan dengan berbagai skala telah dan terus dilakukan dalam rangka membangun sistem database spasial yang mudah diperbaharui dan digunakan dengan data literal sebagai komponen utamanya.

3.  Sub-sistem Pengolahan Data, Pengolahan data baik yang berupa vektor maupun raster dapat dilakukan dengan berbagai software seperti AUTOCAD, ARC/INFO, ERDAS, MAPINFO, ILWIS. Untuk metode vektor biasanya disebut digitasi sedangkan raster dikenal dengan metode overlay. Salah satu karakteristik software GIS adalah adanya sistem Layer (pelapisan) dalam menggabungkan beberapa unsur informasi (penduduk, tempat tinggal, jalan, persil tanah, dll).  Seperti: Layer, Coverage (ArcInfo produk ESRI), Theme (ArcView produk ESRI), Layer (AutoCAD Map produk Autodesk), Table (MapInfo produk MapInfo Corp.), dan lain-lainya.

 

Fungsi GIS

Inilah yang menjadi tujuan utama dari GIS sebagai tools atau alat untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang berkaitan dengan lokasi atau ruang. Fungsi dasar peta (GIS) adalah menempatkan sesuatu sesuai keberadaan atau kejadiannya di muka bumi.

 

Beberapa keuntungan lain yang didapat dari GIS antara lain; dengan GIS terutama jika menggunakan komputer maka perubahan yang terjadi bisa digambarkan dengan cepat jika dibandingkan dengan cara manual yang harus menggambarkan segala sesuatunya dari awal semisal menggambar peta desa lagi dan kemudian menambahkan informasi baru tersebut. Dengan GIS, sejak awal peta desa menjadi obyek tersendiri yang terpisah dari obyek lainnya misal lokasi satu rumah, di mana bisa dipakai lagi untuk keperluan lain. GIS mempunyai fungsi penyimpanan yang terstruktur sesuai keinginan si pemakai.

Sehingga dengan begitu beberapa hal yang tidak perlu (misal penggambaran manual dan pengulangan) menjadi tidak selalu diperlukan, sehingga pekerjaan bisa lebih sederhana dan efektif.

Selain itu perubahan-perubahan informasi bisa dimasukan dan digambarkan secara cepat karena menggunakan komputer.

 

Disamping itu semua, fungsi sangat penting adalah kemampuan GIS untuk menganalisa informasi-informasi geografis dalam memahami fenomena ruang yang terjadi dan kemudian hal tersebut menjadi acuan untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkatan kehidupan.

Hal ini juga ditunjang dengan maksud, latar belakang, dan metode-metode atau pengetahuan yang terlibat di dalam proses melakukan GIS.

Contoh, GIS bisa memetakan trend atau pola sesuatu, dia bisa menggambarkan di mana saja wilayah wilayah yang rentan longsor di suatu kabupaten setelah menganalisa data-data/peta curah hujan, lereng, jenis tanah, tutupan lahan, dan kejadian bencana sebelumnya hanya dalam waktu 10 menit!

Perencanaan wilayah sangatlah terbantu dengan adanya GIS, penulis pernah tahu suatu bank yang ingin merencanakan pembangunan beberapa ATM di Jakarta. Pertanyaannya tentu saja di mana lokasi yang tepat untuk membangun ATM-ATM tersebut. Setelah dibantu oleh GIS, dianalisalah di mana saja lokasi-lokasi ATM lain (bank pesaing), kemudian di mana saja pusat-pusat bisnis (ekonomi), jalan-jalan protocol, dsb. Diputuskan bahwa akan dibangun di lokasi yang berdekatan dengan pusat-pusat bisnis di jalan protokol yang belum ada ATM nya di situlah akan dibangun ATM!

Bahkan GIS digunakan juga untuk hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan, di dalam pemberdayaan masyarakat misalnya, beberapa organisasi non pemerintah menggunakan GIS dalam pemetaan partisipatif bersama masyarakat desa. Ini bisa membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat atas apa yang ada dan terjadi di wilayah mereka.

 

Selain itu juga GIS menghasilkan alat komunikasi yang efektif, peta bisa digunakan sebagai alat negosiasi dan bahkan bisa mempengaruhi keputusan-keputusan di tingkat pemerintah atas suatu lokasi. Sebagai alat berbagi informasi.

Itulah mengapa dalam GIS juga diperlukan sense of art atau rasa seni baik itu seni dalam arti teknik-teknik penggambaran yang bagus maupun seni mengkomunikasikan (berkomunikasi). Mungkin peta akan lebih “hidup” jika disertai dengan foto-foto yang berhubungan misalnya.

 

Contoh Aplikasi GIS

  • Bidang Telekomunikasi  digunakan untuk manajemen inventarisasi jaringan telekomunikasi, perencanaanjaringan tahun berikutnya, seperti halnya penentuan letak sentral, RK, DP yang optimal dan seterusnya sampai ke pelanggan, dll.

  • Bidang Sumberdaya Alam  mencakup inventarisasi, manajemen, dan kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, analisa daerah rawan bencana alam, dsb.

  • Bidang Lingkungan  mencakup perencanaan sungai, danau, laut, evaluasi pengendapan lumpur/sedimen, pemodelan pencemaran udara, limbah berbahaya dsb.

  • Bidang Ekonomi, Bisnis, marketing  mencakup penentuan lokasi bisnis yang prospektif untuk bank, pasar swalayan, mesin ATM dsb.

  • Bidang Trasportasi dan Perhubungan  mencakup inventarisasi jaringan transportasi, analisa kesesuain dan penentuan rute-rute alternatif transportasi, manajemen pemeliharaan dan perencanaan perluasan jalan,dsb.

  • Bidang Kesehatan  mencakup penyediaan data atribut dan spasial yang menggambarkan distribusi penderita suatu penyakit,pola penyebaran penyakit, distribusi unit kesehatan, dsb.

 Kartografi (atau pembuatan peta) adalah studi dan praktek membuat peta atau globe. Peta secara tradisional sudah dibuat menggunakan pena dan kertas, tetapi munculnya dan penyebaran komputer sudah merevolusionerkan kartografi. Banyal peta komersial yang bermutu sekarang dibuat dengan perangkat lunak pembuatan peta yang merupakan salah satu di antara tiga macam utama; CAD (desain berbatuan komputer), GIS (Sistem Informasi Geografis), dan perangkat lunak ilustrasi peta yang khusus.

Kartografi adalah ilmu dan teknik pembuatan peta (Prihandito, 1989).

Proses kartografi adalah proses grafis sampai sebuah gambar manjadi peta yang terlihat informatif (map composition).

Bahan Kartografi
Semua bahan yang secara keseluruhan atau sebagian menggambarkan bumi atau benda angkasa dalam semua skala, termasuk peta dan gambar rencana dalam 2 dan 3 dimensi; peta penerbangan, pelayaran, dan angkasa; bola peta bumi; diagram balok; belahan; foto udara, satelit, dan foto ruang angkasa; atlas; gambar udara selayang pandang, dan sebagainya.

Sembunyikan
MenurutICA(International Cartographic Association), yang dimaksud peta adalah gambaran unsure-unsur permukaan bumi (yang berkaitan dengan permukaan bumi) dan benda-benda diangkasa.

Menurut Erwin Raiz, peta merupakan gambaran konvesional permukaan bumi yang terpencil Dan kenampakannya terlihat dari atas dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelasnya. Gambaran konvesional adalah gambaran yang sudah umum dan sudah diatur dengan aturan tertentu yang diakui umum.

Menurut Soetarjo Soerjosumarmo, peta adalah lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diperkecil denagn perbandingan ukuran yang disebut skala atau kadar.

Peta adalah gambaran permukaan bumi dua dimensi dalam bidang datar yang mempunyai koordinat dan diskalakan.

Peta Rupabumi: Peta yang didalamnya menggambarkan tentang informasi kebumian, seperti jenis penggunaan lahan yang digambarkan dalam simbol piktorial, abstrak dan asosiasi.

Kesimpulan : Kartografi merupakan suatu seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi pembuatan peta.

Peta merupakan gambaran wilayah geografis, biasanya bagian permukaan bumi. Peta bisa disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga peta digital yang tampil di layar komputer. Peta dapat menunjukkan banyak informasi penting, mulai dari supply listrik di daerah Anda sampai daerah Himalaya yang berbukit-bukit atau sampai kedalaman dasar laut.

Sembunyikan

Sebuah peta adalah representasi dua dimensi dari suatu ruang tiga dimensi. Ilmu yang mempelajari pembuatan peta disebut kartografi.

Banyak peta mempunyai skala, yang menentukan seberapa besar objek pada peta dalam keadaan yang sebenarnya. Kumpulan dari beberapa peta disebut atlas.

Menurut ICA(International Cartographic Association), yang dimaksud peta adalah gambaran unsure-unsur permukaan bumi (yang berkaitan dengan permukaan bumi ) dan benda-benda diangkasa.

Menurut Erwin Raiz, peta merupakan gambaran konvesional permukaan bumi yang terpencil Kenampakannya terlihat dari atas dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelasnya. Gambaran konvesional dalah gambaran yang sudah umium dan sudah diatur dengan aturan tertentu yang diakui umum.

Menurut Soetarjo Soerjosumarmo, peta adalah lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian permukaan bumi yang diperkecil denagn perbandingan ukuran yang disebut skala atau kadar.

Banyak sekali definisi tentang peta, tetapi pada dasarnya hakekat peta adalah
1. Peta adalah alat peraga.
2. Melalui alat peraga itu, seorang penyusun peta ingin menyampaikan idenya kepada orang lain.
3. Ide yang dimaksud adalah hal-hal yang berhubungan dengan kedudukannya dalam ruang. Ide tentang gambaran tinggi rendah permukaan bumi suatu daerah melahirkan peta topogafi, ide gambaran penyebaran penduduk (peta penduduk), penyebaran batuan (peta geologi),penyebaran jenis tanah (peta tanah atau soil map), penyebaran curah hujan (peta hujan) dan sebagainya yang menyangkut kedudukannya dalam ruang.
4. Dengan cara menyajikannya kedalam bentuk peta, diharapkan si penerima ide dapat dengan cepat dan mudah memahami atau memperoleh gambaran dari yang disajikan itu melalui matanya.

Syarat peta
Setelah memahami benar-benar hakekat dari peta, tidaklah sulit untuk kemudian menelaah apa yang sebenarnya diperlukan sebagai syarat dari peta yang baik. Syarat peta yang baik mestinya :
1. Peta tidak boleh membingungkan
2. Peta harus dengan mudah dapat dimengerti atau ditangkap maknanya oleh si pemakai peta.
3. Peta harus memberikan gambaran yang sebenarnya. Ini berarti peta itu harus cukup teliti sesuai dengan tujuannya.
4. Karena peta itu dinilai melalui penglihatan (oleh mata), maka tampilan peta hendaknya sedap dipandang (menarik, rapih dan bersih).

Usaha memenuhi persyaratan peta
Supaya peta tidak membingungkan, peta dilengkapi dengan :
1. Keterangan atau legenda;
2. Sekala peta;
3. Judul peta (apa isinya);
4. Bagian dunia mana.

Supaya mudah dimengerti atau ditangkap maknanya, digunakan :
1. Tata warna;
2. Simbol (terutama pada peta tematik);
3. Proyeksi.

Sebuah peta harus teliti. Sehubungan dengan itu, perlu diingatkan bahwa tingkat ketelitian harus disesuaikan dengan tujuan peta dan jenis peta, serta kesanggupan sekala peta itu dalam menyatakan ketelitian. Sebagai contoh :
1. Jenis peta : Peta Penggunaan Tanah
2. Tujuan peta : Memperlihatkan bentuk-bentuk pemanfaatan atau pengusahaan tanah oleh manusia.
3. Sekala peta : 1:50.000
4. Yang harus teliti : Jenis-jenis penggunaan tanah apa yang dapat digambarkan dengan sekala peta tersebut. Jenis penggunaan tanah sekala 1:50.000 tentunya harus lebih teliti atau rinci dari jenis penggunaan tanah sekala 1:250.000 misalnya.

Penyusunan Peta

Data Geografis
Untuk menyampaikan ide melaui peta dari berbagai hal kedudukannya dalam ruang muka bumi diamana objek (objek geografis) yang akan disampaikan tersebut tentunya amatlah rumit. Penyederhanan objek geografis dalam peta terdiri dari :
1. Titik, bentuk titik ini misalnya sebuah menara, tugu dan sebagainya.
2. Garis, misalnya sungai dan jalan.
3. Luasan, misalnya bentuk-bentuk penggunaan tanah, danau dan sebagainya.

Proyeksi Peta
Pada prinsipnya arti proyeksi peta adalah usaha mengubah bentuk bola (bidang lengkung) ke bentuk bidang datar, dengan persyaratan sebagai berikut ;
1. Bentuk yang diubah itu harus tetap.
2. Luas permukaan yang diubah harus tetap.
3. Jarak antara satu titik dengan titik yang lain di atas permukaan yang diubah harus tetap.

Untuk memenuhi ketiga syarat itu sekaligus suatu hal yang tidak mungkin. Untuk memenuhi satu syarat saja dari tiga syarat di atas untuk seluruh bola dunia, juga merupakan hal yang tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah satu saja dari syarat di atas untuk sebagian kecil permukaan bumi.

Oleh karena itu, untuk dapat membuat rangka peta yang meliputi wilayah yang lebih besar harus dilakukan kompromi ketiga syarat di atas. Akibat dari kompromi itu maka lahir bermacam jenis proyeksi peta.

Proyeksi berdasarkan bidang asal
- Bidang datar (zenithal)
- Kerucut (conical)
- Silinder/Tabung (cylindrical)
- Gubahan (arbitrarry)

Jenis proyeksi no.1 sampai no.3 merupakan proyeksi murni, tetapi proyeksi yang dipergunakan untuk menggambarkan peta yang kita jumpai sehari-hari tidak ada yang menggunakan proyeksi murni di atas, melainkan merupakan proyeksi atau rangka peta yang diperoleh melaui perhitungan (proyeksi gubahan).
Dalam kesempatan ini tidak akan dijelaskan bagaimana perhitungan proyeksi tersebut di atas, akan tetapi cukup jenis proyeksi apa yang biasa digunakan dalam menyediakan kerangka peta di seluruh dunia.

Contoh proyeksi gubahan :
- Proyeksi Bonne sama luas
- Proyeksi Sinusoidal
- Proyeksi Lambert
- Proyeksi Mercator
- Proyeksi Mollweide
- Proyeksi Gall
- Proyeksi Polyeder
- Proyeksi Homolografik

Kapan masing-masing proyeksi itu dipakai ?
1. Seluruh Dunia
- Dalam dua belahan bumi dipakai Proyeksi Zenithal kutub
- Peta-peta statistik (penyebaran penduduk, hasil pertanian) pakai Mollweide
- Arus laut, iklim pakai Mollweide atau Gall
- Navigasi dengan arah kompas tetap, hanya Mercator
2. Daerah Kutub
- Proyeksi Lambert
- Proyeksi Zenithal sama jarak
3. Daerah Belahan Bumi Selatan
- Sinusoidal
- Lambert
- Bonne
4. Untuk Daerah yang lebar ke samping tidak jauh dari Khatulistiwa
- Pilih satu dari jenis proyeksi kerucut.
- Proyeksi apapun sebenarnya dapat dipakai

Untuk daerah yang membujur Utara-Selatan tidak jauh dari Khatulistiwa pilih Lambert atau Bonne.

Tata Warna dan Simbol
Agar peta dapat dengan mudah dimengerti oleh pengguna peta, pemakaian tata warna dan simbol sangat membantu untuk mencapai tujuan tersebut.

Tata warna
Penggunaan warna pada peta (dapat juga pola seperti titik-titik atau jaring kotak-kotak dan sebagainya) ditujukan untuk tiga hal :
- Untuk membedakan
- Untuk menunjukan tingkatan kualitas maupun kuantitas (gradasi)
- Untuk keindahan

Dalam menyatakan perbedaan digunakan bermacam warna atau pola. Misalnya laut warna biru, perkampungan warna hitam, sawah warna kuning dan sebagainya.

Sedangkan untuk menunjukan adanya perbedaan tingkat digunakan satu jenis warna atau pola. Misalnya untuk membedakan bersarnya curah hujan digunakan warna hitam dimana warna semakin cerah menunjukan curah hujan makin kecil dan sebaliknya warna semakin legam menunjukan curah hujan semakin besar.

Simbol

Untuk menyatakan sesuatu hal ke dalam peta tentunya tidak bisa digambarkan seperti bentuk benda itu yang sebenarnya, melainkan dipergunakan sebuah gambar pengganti atau simbol.

Bentuk simbol dapat bermacam-macam seperti; titik, garis, batang, lingkaran, bola dan pola.

Simbol titik biasanya dipergunakan untuk menunjukan tanda misalnya letak sebuah kota dan menyatakan kuantitas misalnya satu titik sama dengan 100 orang, dam sebagainya.

Simbol garis digunakan untuk menunjukan tanda seperti jalan, sungai, rel KA dan lainnya. Garis juga digunakan untu menunjukan perbedaan tingkat kualitas, yang dikalangan pemetaan dikenal dengan isolines.

Dengan demikian timbul istilah-istilah :
- Isohyet yaitu garis dengan jumlah curah hujan sama
- Isobar yaitu garis dengan tekanan udara sama
- Isogon yaitu garis dengan deklinasi magnet yang sama
- Isoterm yaitu garis dengan angka suhu sama
- Isopleth yaitu garis yang menunjukan angka kuantitas yang bersamaan.

Tujuan dari penggunaan peta isopleth (menunjukan angka kuantitas sama) yaitu untuk memperlihatkan perbandingan nilai dari sesuatu hal pada daerah yang satu dengan daerah yang lain. Sehingga pengguna peta akan tahu mana daerah dengan nilai besar dan mana daerah dengan nilai kecil.

Untuk simbol batang, lingkaran dan bola biasanya lebih banyak dipakai untuk nilai-nilai statistik yang ditunjukan dengan garfik (batang, lingkaran dan bola).

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai Komponen Peta

KARTOGRAFI

Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni (ICA, 1973). Dalam konteks ini peta dianggap termasuk semua tipe peta, plan (peta skala besar), charts, bentuk tiga dimensional dan globe yang menyajikan model bumi atau sebuah benda angkasa pada skala tertentu. Peta menurut ICA (1973) adalah suatu interpretasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan. Kaena teknik pembuatan peta termasuk ke dalam kajian kartografi maka seorang kartografer haruslah bisa membuat peta, merancang peta (map layout), isi peta ( map content), dan generalisasi (generalization). Dalam hal ini pembuat peta harus jelas supaya bisa dibaca oleh orang lain atau pembaca peta.
Suatu peta yang menggambarkan fenomena geografikal ( tidak hanya sekedar pengecilan suatu fenomena saja. Jika peta di buat dan di desain dengan baik,maka akan merupakan alat yang baik untuk kepentingan:

  1. Melaporkan ( recordying)
  2. Memperagakan ( displaying)
  3. Menganalisis (analysing)

Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah pengetahuan dan pemahaman geografikal bagi si pengguna peta tersebut, karena peta adalah media komunikasi grafis yang berarti informasi yang diberikan dalam peta berupa suatu gambar atau simbol.
Dalam pembuatan suatu peta, ada beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan. Langkah-langkah prinsip pokok dalam pembuatan peta tersebut adalah :

1. Menentukan daerah yang akan dipetakan.
2. Membuat peta dasar (Base map) yaitu peta yang belum diberi simbol.
3. Mencari dan Mengklarifikasikan data sesuai dengan kebutuhan.
4. Membuat simbol-simbol yang mewakili data.
5. Menempatkan simbol pada peta dasar.
6. Membuat legenda (keterangan).
7. Melengkapi peta dengan tulisan (lattering) secara baik dan benar.

Agar peta mudah dibaca, ditafsirkan dan tidak membingungkan ada komponen-komponen yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Judul Peta

Judul peta merupakan merupakan komponen yang sangat penting, karena sebelum memperhatikan isi peta pasti judul yang terlebih dahulu dibacanya. Judul peta hendaknya memuat informasi yang sesuai dengan isi peta. Selain itu, judul peta jangan sampai menimbulkan penafsiran ganda pada peta

2. Skala Peta

Skala adalah perbandingan jarak antara dua titik sembarang di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi, dengan satuan ukuran yangsama. Contoh : 1 : 100.000 artinya 1cm di peta sama dengan 100.000
cm jarak yang sebenarnya.

3. Legenda

Legenda pada peta menerangkan arti simbol-simbol yang terdapat pada peta. Legenda harus dapat dipahami oleh pembaca peta, agar tujuan pembuatan peta itu tercapai sasaran. Legenda biasanya diletakkan dipojok kiri bawah peta, selain itu legenda dapat juga diletakkan pad bagian lain pada peta, selama tidak mengganggu kenampakan peta secara keseluruhan.

4. Orientasi (Tanda arah)

Orientasi atau tanda arah penting adanya pada suatu peta. Tanda ini gunanya untuk menunjukkan arah utara, selatan, timur, dan barat. Orientasi atau tanda arah peta ini perlu dicantumkan untuk menghindari kekeliruan menentukan arah pada peta. Orientasi atau tanda arah pada peta biasanya berbentuk tanda panah yang menunjukkan arah utara. Petunjuk ini dapat diletakkan dibagian mana saja dari peta, asalkan tidak mengganggu kenampakan peta.

5. Simbol dan warna

Agar pembuatan dapat dilakukan dengan baik, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu simbol dan warna. Simbol peta harus memenuhi syarat-syarat seperti :
- Sederhana
- Mudah dimengerti
- Bersifat umum.

Macam-macam simbol pada peta :
- Simbol berdasarkan bentuknya sebagai berikut :

1. Titik
2. Garis
3. Luasan (area)
4. Batang
5. Lingkaran
6. Bola

- Simbol berdasarkan sifatnya, sebagai berikut :

1. Kuantitatif
2. Kualitatif

- Simbol berdasarkan fungsinya, sebagai berikut :

1. Simbol daratan
2. Simbol perairan
3. Simbol budaya

Berdasarkan sifatnya warna pada peta dibagi menjadi dua:

1. Warna kuantitatif
2. Warna kualitatif

Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai gambar atau tanda yang mempunyai arti atau makna tertentu. Simbol mempunyai peranan penting, bahkan dalam peta-peta khusus atau peta tematik simbol merupakan informasi utama untuk menunjukkan tema suatu peta. Menurut bentuknya simbol dikelompokkan menjadi simbol titik, garis, area atau bidang, aliran, batang, lingkaran, dan bola. Sedangkan wujud simbol dalam kaitannya dengan unsur yang digambarkan dapat dibedakan menjadi abstrak, setengah abstrak, dan nyata atau piktoral. Simbol piktoral adalah simbol dalam kenampakan wujudnya ada kemiripan dengan wujud unsur yang digambarkan, sedang simbol geometrik adalah abstrak simbol yang wujudnya tidak ada kemiripan dengan unsur yang digambarkan.
Untuk warna, tidak ada peraturan yang baku mengenai penggunaan warna dalam peta, jadi penggunaan warna dalam peta adalah bebas, sesuai dengan maksud atau tujuan pembuat peta dan kebiasaan umum.

6. Sumber dan tahun pembuatan peta

Sumber memberi kepastian kepada pembaca peta, bahwa data dan informasi yang disajikan dalam peta tersebut benar-benar absah (dipercaya/akurat). Selain sumber, bisa juga memperhatikan tahun pembuatannya. Pembaca peta dapat mengetahui bahwa peta itu masih cocok atau tidak untuk digunakan pada masa sekarang atau sudah kadaluarsa karena sudah terlalu lama.

7. Lattering

Para ahli (kartografer) membuat kesepakatan, untuk membuat tulisan (lattering) pada peta sebagai berikut :

a) Nama geografis ditulis dengan bahasa dan istilah yang digunakan penduduk setempat.
b) Nama jalan yang ditulis harus sesuai dengan arah jalan tersebut.

c) Nama kota ditulis dengan 4 cara, yaitu :

- Di bawah simbol kota.
- Di atas simbol kota.
- Di sebelah kanan simbol kota.
- Di sebelah kiri kota.


 PEMBUATAN PETA BERDASARKAN JARAK DAN ARAH

1. Pengenalan Alat

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pengumpulan data-data pemetaan sevara manual diperkuat dengan data-data yang diperoleh antara lain melalui foto udara, foto satelit dan global positioning system (GPS). Begitu pula dengan penyusunan data dan penggambaran peta dilakukan dengan bantuan computer yang dapat menghasilkan peta digital.

Tanpa menggunakan alat-alat yang lengkap, tternyata kita juga dapat membuat peta yaitu dengan mengguanakan alat sederhana(kompas dan meteran). Kompas digunakan untuk menunjukkan arah, sedangkan meteran untuk mengukur jarak.

a. Kompas

Salah satu alat untuk menentukan arah mata angina yaitu dengan menggunakan kompas. Kompas adalah alat untuk menunjukkan arah. Dalam menentukan arah mata angin kompas bekerja dengan pprinsip magnetik. Kompas selalu menghadap arah utara magnet. Kompas danyak dogunakan dan luas penggunaannya dengan ketepatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu kompas kompas sangat berguna untuk kegiatan pelayaran dan penerbangan.

Pembagian kompas menurut tempat dan kegunaannya, maka kompa terdiri dari :

1) Kompas lapangan

2) Kompas kapal laut atau udara

3) Kompas untuk tujuan khusus

Ada juga kompas yang dilengkapi dengan alat pengukur kecuraman atau kemiringan suatu bidang dan dilengkapi denga waterpas. Kompas tipe ini biasanya dikenal dengan kompas lapangan. Kompas lapangan dibagi menjadi dua yaitu :

1) Kompas lensatik

2) Kompas prismatik

Dalam prakteknya kompas dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan arah, diantaranya :

1) Untuk mengetahui arah mata angin

2) Untuk menetukan letak sasaran, arah dari titik sasaran atau tujuan

3) Untuk membuat peta lapangan

4) Untuk mengukur jarak antara dua titik (dengan memalkai skala)

Bagian utama dari kompas yaitu :

1) Takik

Bagian kompas yang membentuk huruf V gunanya untuk mencocokkan letak peta, biasanya terdapat pada tutup kompas dan cincin kompas.

2) Tutup kompas

Pada tutup kompas terdapat takik dan celah, pada celah ini terdapat garis rambut

3) Garis rambut

Dipakai sebagai pelurus bidikan pada sasaran di medan

4) Badan kompas

- Tutup kaca

- Tutup kompas

- Jarum kompas

- Busur derajat

- Tiang kompas

- Tombol pengunci

- Alat pembidik

- Cincin kompas

Untuk dapat menentukan arah dengan tepat atau sempurna perlu dilengkapi alat-alat lain selain kompas:

1) Busur derajat

2) Penggaris segitiga

3) Penggraris panjang

4) Pensil

5) Penggaris

6) Sepidol kecil

7) Peta topografi

b. Meteran

Meteran adalah alat ukur panjang yang berfungsi untk mengetahui panjang jarak antar tempat yang diukur. Panjang meteran minimal 50 meter untuk mempermudah dan mempercepat pengukuran. Meteran yang digunakan untuk pembuatan peta umumnya dalam bentuk rol meter (pita ukur dalam gulungan).


2. Satuan Pengukuran Sudut

Ada beberapa sistem untuk menyatakan besarnya sudut, diantaranya yaitu :

a. Sistem Seksagesimal

Dalam sistem seksagesimal keliling lingkaran dibagi dalam 360 bagian yang disebut derajad. 1(1 derajad) = 60’ (60 menit) dan 1’ = 60” (60 detik).

b. Sistem Sentisimal

Dalam sistem sentisimal keliling lingkaran dibagi dalam 400 bagian yang disebut grade. 1(1 grade) = 100(100 centigrade) dan 1= 100cc (100 centicentigrade).

c. Sistem Radial

Dalam sistem radial keliling lingkaran dibagi dalam bagian yang disebut dengan satu radial.

d. Sistem Waktu,

Sistem waktu digunakan dalam pengukuran astronomi. Dimana, 360 ° = 24 jam; 1 jam =15 °

3. Membuat Peta Berdasarkan Hasil Pengukuran Jarak dan Arah

a. Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak pada peta dapat menggunakan meteran dari kayu atau meteran gulung. Dari pengukuran tersebut akan diperoleh data dan kemudian digambar pada kertas dengan menggunakan skala tertentu.

1) Langkah menguku

r jarak menggunakan peta

Ø Alat yang digunakan

1. Peta yang ada skalanya

2. Penggaris

3. Alat tulis

Ø Langkah kegiatan

1. Ukur j

arak antara dua tempat yang dicari (misal, AB = 2 cm)

2. Perhatikan skala peta (misal 1 : 100.000)

3. Hitung jarak yang dicari

Misal:

Jarak = Hasil pengukuran pada peta x skala peta

= 2 cm x 100.000

= 200.000 cm

= 2 km

b. Pengukuran Arah

Arah sebuah garis adalah sudut horizontal antara garis itu dengan garis acuan yang telah dipilih (misalnya meridian)

Menentukan arah dengan kompas dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1. Penentuan arah dengan model bearing (sudut arah)

Sudut arah merupakan satu sistem penentuan arah garis dengan memakai sebuah sudut dan huruf-huruf kuadran. Sudut arah sebuah garis adalah sudut lancip horizontal antara sebuah meridian acuan dan sebuah garis. Sudutnya diukur dari utara maupun selatan ke arah timur ataupun barat, untuk menghasilkan sudu

t kurang dari 90°. Kuadran yang terpakai ditunjukkan dengan huruf U atau S mendahului sudutnya dan T atau B mengikutinya.

Misal:jika posisi arah ada di A, maka arah posisi B adalah.....

Langkah-langkah:

a. Buat garis horisontal melalui titik pusat A (garis a)

b. Buat garis vertikal melalui titik pusat A (garis b)

c. Buat garis yang m

enghubungkan titik pusat A dengan titik pusat B (garis c)

d. Hitung besar sudut β dengan mengikuti anak panah kanan. Gunakan kompas atau busur.

Diketahui β : 46 0, maka arah B dilihat dari A adalah U : 46 0 T, artinya arah posisi B dilihat dari A adalah 460 dari arah utara menuju timur.

2. Penentuan arah dengan model azimuth

Az

imut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Dalam pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari utara, tetapi para ahli astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan sebagai arah acuan.

Untuk menentukan arah dapat digunakan bantuan kompas. Pengukuran arah dengan kompas dimulai dari utara kompas sebagai 00 dan dihitung searah jarum jam sampai 3600. besarnya arah dari 00 sampai 360ini disebut azimuth atau magnetic azimuth.

Contoh:

Kompas menunjukkan 1800 berarti azimuth S dilihat dari U = 1800. dapat dilihat juga bahwa:

· Magnetic azimu

th D dari U = 2900

· Magnetic azimuth G dari U =

1100

gambar. Penentuan magnetik azimut

Peta tematik (juga disebut sebagai peta statistik atau peta tujuan khusus) menyajikan patron penggunaan ruangan pada tempat tertentu sesuai dengan tema tertentu. Berbeza dengan peta rujukan yang memperlihatkan pengkhususan geografi (hutan, jalan, perbatasan administratif), peta-peta tematik lebih menekankan variasi penggunaan ruangan daripada sebuah jumlah atau lebih dari distribusi geografis. Distribusi ini bisa saja merupakan fenomena fizikal seperti iklim atau ciri-ciri khas manusia seperti kepadatan penduduk atau permasalahan kesehatan.

Peta Tematik adalah peta yang memperlihatkan data, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari unsure-unsur yang spesifik. Unsur-unsur tersebut ada kaitannya dengan detail topografi. Pada peta tematik, keterangan yang disajikan dalam gambar memakai pernyataan dan simbol-simbol yang memiliki tema-tema tertentu atau kumpulan tema-tema yang ada kaitannya antara satu dengan lainnya. Tema tersebut disajikan dalam bentuk yang berhubungan dengan unsure asli muka bumi atau unsure-unsur buatan manusia. Kadangkala bila diperlukan, peta tematik juga memperlihatkan situasi atau keadaan yang sebenarnya. Peta tematik dapat membantu perencanaan sautu daerah, unit administrasi, manajemen, usaha hutan, pendidikan, kependudukan, dan lain-lain.

Untuk membuat peta tematik dibutuhkan peta topografi. Data yang diambil dari peta topografi pada umumnya tidak semuanya, tetapi hanya beberapa unsur-unsur saja sesuai dengan kebutuhan pada peta tematik yang akan dibuat. Data atau informasi itu biasanya berupa batas daerah, sungai, kota-kota yang dianggap penting, jalan setapak, jalan raya, rel KA, titik-titik tinggi, serta hal-hal lainnya yang dianggap perlu.

Selain dari peta topografi, data dapat diambil melalui penelitian primer (survei) di lapangan maupun penilitian sekunder, seperti produksi pertanian pada musim tanam tertentu, kepadatan penduduk berdasarkan hasil sesus, persebaran pendidikan di daerah tertentu dan sebagainya. Penyajian data dalam peta tematik biasanya menggunakan simbol-simbol tertentu. 


Membuat Peta Tematik dengan Menggunakan Simbol

Peta selalu dilengkapi dengan pemberian simbol-simbol yang merupakan generalisasi dari suatu benda atau bidang sebenarnya. Simbol hendaknya mudah digambar dan dibaca oleh pembaca peta atau users serta usahakan dibuat semenarik mungkin. Untuk lebih membuat simbol dan peta lebih menarik biasanya simbol-simbol tersebut diberi warna atau colouring. Simbol-simbol yang ditempatkan pada sebuah peta dapat dianalisa dan dapat menentukan tema dari peta tersebut.

Penggunaan simbol peta dari waktu ke waktu selalu berkembang mengikuti dan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan tentang perpetaan dan menyesuaikan pula dengan jenis peta sehingga memungkinkan simbol suatu seri peta berbeda dengan simbol seri peta lain. Simbol yang ada dalam sebuah peta hendaknya adalah simbol yang baik dan benar. Dalam buku “Desain dan Komposisi Peta Tematik” karangan Juhadi dan Dewi Liesnoor, disebutkan bahwa syarat simbol yang baik secara umum adalah:

1. · Sederhana
2. · Mudah digambar
3. · Mudah dibaca
4. · Mencerminkan data dengan teliti
5. · Berbentuk seragam dalam suatu peta ataupun peta seri
6. · Bersifat umum

Simbol pada dasarnya terbagi menjadi dua, antara lain:

Berdasar atas bentuknya:

1. Simbol titik
2. Simbol garis
3. Simbol area

a. Simbol Titik

Simbol titik digunakan untuk menggambarkan penyebaran berbagai fenomena di permukaan bumi. Simbol titik terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bersifat kualitatif, misalnya suatu titik untuk menggambarkan letak suatu kota; bersifat kuantitatif yaitu titik tersebut diberi bobot angka, misalnya satu titik menggambarkan 100 ton produksi padi. Penggunaan simbol titik yang menggambarkan suatu fenomena tertentu sebaiknya dibuat dengan ciri-ciri yang cukup jelas dan mudah dimengerti oleh para pengguna peta.

b. Simbol Garis

Simbol garis digunakan memperlihatkan karakter fenomena, terutama yang bersifat kualitatif. Misalnya ,simbol garis menggambarkan jalan raya, jalan kereta api, sungai, batas administrative, dan sebagainya. Simbol garis juga dapat menggambarkan jumlah/ kuantitas suatu fenomena tertentu. 

c. Simbol Area

Simbol area digunakan untuk mewakili suatu area dengan simbol yang mencangkup kawasan luasan tertentu, misalnya daerah rawa, hutan, padang pasir, bekas daratan, dan lain-lain.


Berdasar atas arti atau sifatnya:

1. Simbol kualitatif, yaitu simbol yang menyatakan keadaaan sebenarnya apa yang digambarkan dengan bentuk yang lebih sederhana. Simbol ini hanya mewakili unsur yang dimaksud baik berupa titik, garis, maupun luasan.

2. Simbol kuantitatif, yaitu simbol yang menyatakan keadaaan sebenarnya apa yang digambarkan dengan bentuk yang lebih sederhana dengan disertai dengan nilai atau kuantitasnya. Nilai atau kuantitas tersebut dapat menunjukkan ketinggian, jumlah, luas, dan sebagainya.

Simbol titik sendiri dapat terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Simbol Geometrik atau Abstrak, Simbol yang digunakan untuk mewakili suatu kenampakan muka bumi dengan bentuk yang abstrak, yang mudah digambar namun agak sulit diketahui maksudnya.

2. Simbol Piktorial, Simbol yang digunakan untuk mewakili suatu kenampakan muka bumi dengan bentuk yang mirip atau identik dengan bentuk asli kenampakan tersebut.

3. Simbol Huruf (Letter Symbol), Simbol yang digunakan untuk mewakili suatu kenampakan muka bumi yang khas atau khusus dengan huruf. Penggunaan simbol tersebut disesuaikan pula dengan jenis peta. Simbol ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana dan sangat mudah di pahami, namun kebanyakan simbol ini kurang memiliki nilai keindahan ataupun kurang begitu artistik.

Simbol garis merupakan simbol yang digunakan untuk mewakili kenampakan muka bumi yang berupa garis, perhubungan, pemisahan, serta gerakan atau arus. Simbol dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

1. Simbol garis deskriptif yaitu simbol garis yang digunakan untuk menyatakan unsur yang sesungguhnya ada, bentuknyapun biasanya mirip dengan sesungguhnya

2. Simbol garis abstrak yaitu simbol garis yang digunakan untuk menyatakan unsur yang tak tampak, bentuknya menyesuaikan. Contoh:

- – - – - – - – - - : batas kecamatan

++++++++++ : batas propinsi

—————— : jalan setapak

Begitu pula dengan simbol luas, dibagi menjadi 2, antara lain:

1. Simbol luas yang deskriptif
2. Simbol luas yang abstrak

PENUTUP

Kesimpulan

Tidaklah mudah dalam pembuatan sebuah peta hingga menghasilkan peta yang baik dan benar. Tahapan dalam membuat peta secara umum adalah:

1. Perencanaan
2. Pencarian dan pengumpulan data
3. Pengolahan data
4. Penggambaran atau penyajian
5. Penggunaan peta

Simbol merupakan salah satu unsur peta yang sangat penting, simbol mempu memberikan nyawa pada peta sehingga peta menjadi lebih mudah dimengerti. Dalam pemberiannya, simbol kelompokkan menjadi 2 jenis:

1. Berdasar artinya terdiri dari simbol kualitatif dan simbol kuantitatif
2. Berdasar atas bentuknya, terdiri dari simbol titik, simbol garis, dan simbol area.

CARA MEMPERBESAR DAN MEMPERKECIL PETA

Cara memperbesar maupun memperkecil peta dapat digunakan sistem petak. Sistem petak merupakan cara yang paling sederhana.

Langkah memperbesar peta dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Peta asli berukuran 20 cm x 10 cm, kita ubah menjadi peta berukuran 40 cm x 20 cm. Artinya, panjang dan lebar peta diperbesar dua kali. Jika skala peta asli 1 : 100.000, skala peta yang baru 1 : 50.000.

2. Kita membuat petak-petak berukuran 1 cm x 1 cm pada peta asli maka lebar petak yang akan kita perbesara menjadi dua kalil yakni petak-petaknya menjadi 2 cm x 2 cm.

3. Buatlah petak-petak tersebut dengan baik melalui pembuatan garis yang tegak lurus dan mendatar harus tepat horizontal.

4. Apabila petak-petak sudah dibuat maka langkah selanjutnya memberi nomor pada petask-petak seperti 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, dan seterusnya.

5. Kita memindahkan gambar dari yang asli ke yang baru. Semua lekuk-lekuk dan penempatannya harus tepat.





Langkah memperkecil peta dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Peta asli berukuran 40 cm x 20 cm kita ubah menjadi peta baru yang berukuran 20 cm x 10 cm. Artinya, panjang dan lebar peta diperkecil dua kali sehingga peta baru berukuran dua kali lebih kecil. Jika skala peta asli 1 : 50.000, skala peta yang baru 1 : 100.000.

2. Kita membuat petak-petak berukuran 2 cm x 2 cm pada peta asli, lebar petak pada peta yang akan dibuat adalah 1 cm x 1 cm.

3. Kerjakan pembuatan petak-petak tersebut melalui pembuatan garis-garis tegak lurus dan yang mendatar harus benar-benar horizontal.

4. Apabila petak-petak sudah jadi, berilah setiap petak dengan nomor sesuai urut mulai dari pojok atas kiri dengan nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, dan seterusnya.

5. Pindahkan gambar yang asli ke yang baru. Semua lekuk dan tempatnya harus tepat.





KLASIFIKASI DATA, TABULASI, DAN GRAFIK

Untuk mengklasifikasikan suatu peta, diperlukan data geografis terlebih dahulu seperti data dibawah ini.

A. Klasifikasi Data 

Klasifikasi data dilakukan untuk mempermudah penggambaran data ke dalam peta. Klasifikasi data dilakukan pada data yang jumlahnya banyak dan biasanya merupakan data statistik Berikut contoh cara klasifikasi data: Data penduduk di wilayah RT.07/RW.05 Perumahan Harum, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Bunga sebanyak 60 orang, terdiri atas orang dewasa dan anak-anak, sedangkan nama dan umurnya sebagai berikut:

1Bambang
=
42tahun
31
Kuswanto
=
19 tahun
2Sri Istiqomah
=
37tahun
32
Ninik
=
17tahun
3Nia Zaviana
=
11 tahun
33
Icha
=
2 tahun
4Nabila Yumma
=
5 tahun
34
Puji
=
29 tahun
5Afandi
=
52 tahun
35
Dinda
=
10 tahun
6Eti Maryati
=
51 tahun
36
Endang
=
45 tahun
7Ery
=
19 tahun
37
Hartini
=
46 tahun
8Esti
=
19 tahun
38
Dafa
=
3 tahun
9Supri Edi
=
29 tahun
39
Eny
=
22 tahun
10Wiwik
=
25 tahun
40
Hendro
=
25 tahun
11Prima
=
8 tahun
41
Joko P
=
45 tahun
12Soewignyo
=
36 tahun
42
Endah
=
41 tahun
13Siti
=
33 tahun
43
Kurnia
=
13 tahun
14Anis
=
9 tahun
44
Nurlaili
=
76 tahun
15Nita
=
3 tahun
45
Samsu
=
35 tahun
16Akwar
=
75 tahun
46
Zabidin
=
48 tahun
17Anik
=
61 tahun
47
Asyari
=
23 tahun
18Euis
=
18 tahun
48
Abadi
=
39 tahun
19Wawan
=
16 tahun
49
Mulyono
=
51 tahun
20Vita
=
15 tahun
50
Yanti
=
55 tahun
21Sukiyatno
=
45 tahun
51
Salamah
=
60 tahun
22Yoyok
=
32 tahun
52
Gunawan
=
55 tahun
23Sasa
=
5 tahun
53
Gani
=
15 tahun
24Sella
=
65 tahun
54
Enggar
=
18 tahun
25Linggarjati
=
38 tahun
55
Indriana
=
39 tahun
26Faras
=
4 tahun
56
Ko’isah
=
60 tahun
27Nina
=
1 tahun
57
Marhono
=
28 tahun
28Alma
=
5 tahun
58
Ika
=
6 tahun
29Setyo
=
19 tahun
59
Sudiyono
=
43 tahun
30Titin
=
18 tahun
60
Iskandar
=
38 tahun

B. Tabulasi Data 

Anda sering dihadapkan pada data jumlah yang banyak. Apabila data tersebut langsung Anda pelajari atau dievaluasi, maka akan mendapatkan kesulitan. Untuk itu Anda harus membuat tabulasinya. Tabulasi data artinya penyajian data ke dalam bentuk tabel atau diagram untuk memudahkan pengamatan atau evaluasi. Dengan tabulasi, Anda dapat melihat data yang mencerminkan keadaan sesungguhnya dari suatu wilayah atau suatu fenomena. berikut:

Cara Mentabulasi Data

Tabel Awal
Tabel Akhir
Kelompok Umur
Tally
Kelompok Umur
Jumlah
>60 
51-60 
41-50 
31-40 
21-30 
11-20 
1-10

>60 
51-60 
41-50 
31-40 
21-30 
11-20 
1-10
4 
7 
8 
9 
7 
13 
12

akan interval 10.

C. Grafik

Grafik merupakan hasil pengolahan data yang akan membuat kita mudah memahami data. Berikut ini akan diuraikan jenis grafik atau diagram dan cara membuatnya.

1.

Grafik lingkaran (pie graph) 
Grafik lingkaran (pie graph) adalah grafik yang berupa lingkaran dengan jari-jari lingkaran yang membagi lingkaran itu secara proposional antara sudut lingkaran dengan persentase data. Langkah-langkah membuat grafik lingkaran adalah sebagai berikut:

a.Mengambil data statistik. Misalnya: - jumlah penduduk di pulau pulau besar Indonesia - data curah hujan di Indonesia - data ketinggian tempat.
b.Mengubah data ke dalam bentuk persentase terhadap seluruh jumlah data.
c.Membuat lingkaran dan jari jari dengan perbandingan yang proporsional antara persentase data dengan sudut lingkaran.

2.

Grafik Batang (bar graph) 
Grafik batang adalah grafik yang datanya diwakili oleh segi empat, baik horizontal maupun vertikal. 
Contoh: terdapat pada data di bawah ini yaitu data kependudukan.


1. Pengertian Peta
Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi. Dan peta mulai ada dan digunakan manusia sejak manusia melakukan penjelajahan dan penelitian. Walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu dalam bentuk sketsa mengenai lokasi suatu tempat.
Pada awal abad ke 2 (87M -150M), Claudius Ptolomaeus mengemukakan mengenai pentingnya peta. Kumpulan dari peta-peta karya Claudius Ptolomaeus dibukukan dan diberi nama “Atlas Ptolomaeus”. Ilmu yang membahas mengenai peta adalah kartografi. Sedangkan orang ahli membuat peta disebut kartografer.
Peta dapat digolongkan (diklasifikasikan) menjadi tiga jenis, yaitu jenis peta berdasarkan isinya, berdasarkan skalanya dan berdasarkan tujuannya. Selain itu Anda juga perlu mempelajari fungsi peta.

Jenis Peta berdasarkan isinya
Berikut ini adalah penjelasan penggolongan peta berdasarkan isinya. Berdasarkan isinya, peta dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: peta umum dan peta khusus (tematik).

A. Peta Umum
Peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi secara umum. Peta umum ini memuat semua penampakan yang terdapat di suatu daerah, baik kenampakan fisis (alam) maupun kenampakan sosial budaya. Kenampakan fisis misalnya sungai, gunung, laut, danau dan lainnya. Kenampakan sosial budaya misalnya jalan raya, jalan kereta api, pemukiman kota dan lainnya. Peta umum ada 2 jenis yaitu: peta topografi dan peta chorografi.

1. Peta Topografi
Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan bentuk relief (tinggi rendahnya) permukaan bumi. Dalam peta topografi digunakan garis kontur (countur line) yaitu garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian sama.
Kelebihan peta topografi:
• Untuk mengetahui ketinggian suatu tempat.
• Untuk memperkirakan tingkat kecuraman atau kemiringan lereng.
Pernahkah Anda menggunakan dan melihat peta topografi? Ciri utama peta topografi
adalah menggunakan garis kontur. 
Beberapa ketentuan pada peta topografi:
1) Makin rapat jarak kontur yang satu dengan yang lainnya menunjukkan daerah
tersebut semakin curam. Sebaliknya semakin jarang jarak antara kontur menunjukkan daerah tersebut semakin landai.
2) Garis kontur yang diberi tanda bergerigi menunjukkan depresi (lubang/cekungan) di puncak, misalnya puncak gunung yang berkawah.
3) Peta topografi menggunakan skala besar, antara 1 : 50.000 sampai 1 : 100.000.

2. Peta chorografi
Peta chorografi adalah peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian
permukaan bumi dengan skala yang lebih kecil antara 1 : 250.000 sampai 1 :
1.000.000 atau lebih.
Peta chorografi menggambarkan daerah yang luas, misalnya propinsi, negara, benua bahkan dunia. Dalam peta chorografi digambarkan semua kenampakan yang ada pada suatu wilayah di antaranya pegunungan, gunung, sungai, danau, jalan raya,
jalan kereta api, batas wilayah, kota, garis pantai, rawa dan lain-lain. Atlas adalah
kumpulan dari peta chorografi yang dibuat dalam berbagai tata warna.

B. Peta Khusus atau Tematik
Setelah Anda memahami jenis peta umum, sekarang kita akan mempelajari jenis peta khusus atau tematik. Disebut peta khusus atau tematik karena peta tersebut hanya menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan bumi yang ingin ditampilkan. Dengan kata lain, yang ditampilkan berdasarkan tema tertentu.
Peta khusus adalah peta yang menggambarkan kenampakan-kenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kondisi fisik maupun sosial budaya.
Contoh peta khusus/tertentu: peta curah hujan, peta kepadatan penduduk, peta penyebaran hasil pertanian, peta penyebaran hasil tambang, chart (peta jalur penerbangan atau pelayaran).

 Jenis peta berdasarkan skalanya
Peta tidak sama besarnya (ukurannya). Ada peta yang berukuran besar dan ada peta yang berukuran kecil. Besar-kecilnya peta ditentukan oleh besar-kecilnya skala yang digunakan. Skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi (lapangan). Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas penggolongan peta berdasarkan skalanya.
Berdasarkan skalanya peta dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:
1) Peta kadaster/teknik adalah peta yang mempunyai skala antara 1 : 100 sampai 1 : 5.000. Peta ini digunakan untuk menggambarkan peta tanah atau peta dalam sertifikat tanah, oleh karena itu banyak terdapat di Departemen Dalam Negeri, pada Dinas Agraria (Badan Pertanahan Nasional).
2) 2. Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1 : 5.000 sampai 1 : 250.000. Peta skala besar digunakan untuk menggambarkan wilayah yang relatif sempit, misalnya peta kelurahan, peta kecamatan.
3) Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1 : 250.000 sampai 1:500.000. Peta skala sedang digunakan untuk menggambarkan daerah yang agak luas, misalnya peta propinsi Jawa Tengah, peta propinsi maluku.
4) Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1 : 500.000 sampai 1 : 1.000.000 atau lebih. Peta skala kecil digunakan untuk menggambarkan daerah yang relatif luas, misalnya peta negara, benua bahkan dunia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar angka pembandingnya berarti skala peta itu makin kecil. Perhatikan kembali peta curah hujan pada gambar 2.6. Berdasarkan isinya peta tersebut termasuk peta tematik (khusus), tetapi berdasarkan skalanya termasuk peta. Anda sudah paham dengan jenis peta berdasarkan skalanya? Kalau sudah, kita lanjutkan dengan penggolongan peta berdasarkan tujuannya.

 Jenis peta berdasarkan tujuannya
Peta dibuat orang dengan berbagai tujuan. Berikut ini contoh-contoh peta untuk berbagai tujuan:
1) Peta Pendidikan (Educational Map).
Contohnya: peta lokasi sekolah SLTP/SMU.
2) Peta Ilmu Pengetahuan.
Contohnya: peta arah angin, peta penduduk.
3) Peta Informasi Umum (General Information Map).
Contohnya: peta pusat perbelanjaan.
4) Peta Turis (Tourism Map).
Contohnya: peta museum, peta rute bus.
5) Peta Navigasi.
Contohnya: peta penerbangan, peta pelayaran.
6) Peta Aplikasi (Technical Application Map).
Contohnya: peta penggunaan tanah, peta curah hujan.
7) Peta Perencanaan (Planning Map).
Contohnya: peta jalur hijau, peta perumahan, peta pertambangan.


Fungsi Peta
Peta sangat diperlukan oleh manusia. Dengan peta Anda dapat mengetahui atau menentukan lokasi yang Anda cari, walaupun Anda belum pernah mengunjungi tempat tersebut.
Secara umum fungsi peta dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menunjukkan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan bumi.
2. Memperlihatkan ukuran (luas, jarak) dan arah suatu tempat di permukaan bumi.
3. Menggambarkan bentuk-bentuk di permukaan bumi, seperti benua, negara, gunung, sungai dan bentuk-bentuk lainnya.
4. Membantu peneliti sebelum melakukan survei untuk mengetahui kondisi daerah yang akan diteliti.
5. Menyajikan data tentang potensi suatu wilayah.
6. Alat analisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
7. Alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.
8. Alat untuk mempelajari hubungan timbal-balik antara fenomena-fenomena (gejala-gejala) geografi di permukaan bumi.





Sumber dan Tahun Pembuatan Peta
Bila Anda membaca peta, perhatikan sumbernya. Sumber memberi kepastian kepada pembaca peta, bahwa peta tersebut bukan hasil rekaan dan dapat dipercaya. Selain sumber, perhatikan juga tahun pembuatannya. Pembaca peta dapat mengetahui
bahwa peta itu masih cocok atau tidak untuk digunakan pada masa sekarang atau sudah kadaluarsa karena sudah terlalu lama.
Anda sudah mempelajari materi di atas dengan baik, sekarang pasti Anda telah
dapat menjawab pertanyaan berikut, yaitu: Apa saja yang bisa Anda lihat pada peta? Dari uraian materi kegiatan 2 tadi dapat disimpulkan bahwa semua yang ada pada peta dinamakan komponen-komponen kelengkapan peta. Pada uraian materi telah disebutkan dan dijelaskan mengenai komponen-komponen peta, tetapi masih ada beberapa komponen lain yang belum disebutkan. Untuk melengkapi, cobalah Anda pikirkan komponen-komponen apa lagi yang ada pada peta selain yang tersebut dalam uraian.
Komponen kelengkapan peta yang ada pada peta tersebut adalah:
1. judul peta
2. tanda orientasi
3. skala peta
4. inset peta (peta kecil yang terdapat dalam peta utama)
5. garis bujur (meridian)
6. garis lintang (paralel)
7. garis tepi (border)
8. sumber dan tahun pembuatan peta
Sedangkan komponen yang belum ada adalah: legenda dan proyeksi.

Langkah – langkah Membuat Peta
Dalam pembuatan peta, ada beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan. Yang dimaksud pembuatan peta dalam modul ini bukan dalam pengertian pemetaan wilayah.
Langkah-langkah prinsip pokok dalam pembuatan peta adalah:
1. Menentukan daerah yang akan Anda petakan.
2. Membuat peta dasar (base map) yaitu peta yang belum diberi simbol.
3. Mencari dan mengklarifikasikan (menggolongkan) data sesuai dengan kebutuhan.
4. Membuat simbol-simbol yang mewakili data.
5. Menempatkan simbol pada peta dasar.
6. Membuat legenda (keterangan).
7. Melengkapi peta dengan tulisan (lettering) secara baik dan benar.

Tata Cara Penulisan pada Peta
Untuk membuat tulisan (lettering) pada peta ada kesepakatan di antara para ahli (kartografer) yaitu sebagai berikut:
1. Nama geografi ditulis dengan bahasa dan istilah
yang digunakan penduduk setempat.
Contoh: Sungai ditulis Ci (Jawa Barat),
Kreung (Aceh), Air (Sumatera Utara).
Nama sungai ditulis searah dengan aliran sungai
dan menggunakan huruf miring.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar.
2. Nama jalan ditulis harus searah dengan arah jalan
tersebut, dan ditulis dengan huruf cetak kecil.
Contoh: lihat gambar berikut ini.
3. Nama kota ditulis dengan 4 cara yaitu:
a. di bawah simbol kota.
b. di atas simbol kota.
c. di sebelah kanan simbol kota.
d. di sebelah kiri simbol kota.
Contoh: lihat pada gambar.

Membaca Peta
Dalam membaca peta, Anda harus memahami dengan baik semua simbol atau informasi yang ada pada peta. Kalau Anda dapat membaca peta dengan baik dan benar, maka Anda akan memiliki gambaran mengenai keadaan wilayah yang ada dalam peta, walaupun belum pernah melihat atau mengenal medan (muka bumi) yang bersangkutan secara langsung.




Beberapa hal yang dapat diketahui dalam membaca peta antara lain:
1. Isi peta dan tempat yang digambarkan, melalui judul.
2. Lokasi daerah, melalui letak garis lintang dan garis bujur.
3. Arah, melalui petunjuk arah (orientasi).
4. Jarak atau luas suatu tempat di lapangan, melalui skala peta.
5. Ketinggian tempat, melalui titik trianggulasi (ketinggian) atau melalui garis kontur.
6. Kemiringan lereng, melalui garis kontur dan jarak antara garis kontur yang berdekatan.
7. Sumber daya alam, melalui keterangan (legenda).
8. Kenampakan alam, misalnya relief, pegunungan/gunung, lembah/sungai, jaringan lalu lintas, persebaran kota. Kenampakan alam ini dapat diketahui melalui simbol-simbol peta dan keterangan peta.

Selanjutnya kita dapat menafsirkan peta yang kita baca, antara lain sebagai berikut:
1. Peta yang banyak gunung/pegunungan dan lembah/sungai, menunjukkan bahwa daerah itu berelief kasar.
2. Alur-alur yang lurus, menunjukkan bahwa daerah itu tinggi dan miring. Jika alur sungai berbelok-belok (membentuk meander), menunjukkan daerah itu relatif datar.
3. Pola (bentuk) pemukiman penduduk yang memusat dan melingkar, menunjukkan daerah itu kering (sulit air) tetapi di tempat-tempat tertentu terdapat sumber-sumber air.
Dengan membaca peta Anda akan dapat mengetahui,
1. Jarak lurus antar kota.
2. Keadaan alam suatu wilayah, misalnya suatu daerah sulit dilalui kendaraan karena daerahnya berawa-rawa.
3. Keadaan topografi (relief) suatu wilayah.
4. Keadaan penduduk suatu wilayah, misalnya kepadatan dan persebarannya.
5. Keadaan sosial budaya penduduk, misalnya mata pencaharian, persebaran sarana kota dan persebaran pemukiman.



Rangkuman Materi
1. Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan skala tertentu.
2. Peta dapat digolongkan berdasarkan isi (content), skala (scale) dan tujuannya (purpose).
Berdasarkan isinya peta dibedakan menjadi peta umum dan peta khusus. Berdasarkan skalanya peta dibedakan menjadi peta kadaster/teknik, peta skala besar, peta skala sedang dan peta skala kecil. Sedangkan berdasarkan tujuannya ada peta pendidikan (education map), peta ilmu pengetahuan (science map), peta informasi umum (general information map), peta navigasi (navigation map) dan sebagainya berdasarkan tujuan pembuatan peta itu.
3. Secara umum fungsi peta adalah untuk menunjukkan lokasi, ukuran (luas, jarak dan sudut), bentuk, kondisi fisik, karakter daerah, alat perencana dan lainnya.
4. Peta yang baik harus dilengkapi dengan komponen-komponen kelengkapan peta agar si pemakai mudah membacanya. Komponen-komponen tersebut adalah: judul peta, skala peta, legenda, tanda arah, sumber peta, tahun pembuatan, proyeksi peta, simbol-simbol, warna, garis tepi (border), garis lintang dan garis bujur, inset peta.
5. Dalam pembuatan peta ada beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan yaitu: menentukan daerahnya, membuat peta dasar, mencari data, membuat simbol-simbol, menempatkan simbol peta, membuat legenda, melengkapi dengan tulisan yang baik dan benar.
6. Dalam membaca peta orang harus memahami dengan baik semua simbol dan informasi yang ada pada peta. Membaca peta pada hakekatnya mempelajari medan/lapangan lewat simbol-simbol yang ada. Faktor-faktor yang dapat dibaca pada peta antara lain, kenampakan alam, sosial dan ekonomi, jarak, arah, lokasi, ketinggian.


 Prinsip dan Konsep Dasar Geografi


A. Prinsip geografi ada 4, yaitu :
1. Prinsip Penyebaran
Gejala geografi baik tentang alam, tumbuhan, hewan, dan manusia yg tersebar secara tidak merata di muka bumi.
Contoh : Timah di Pulau Bangka, pohon bakau di pantai.

2. Prinsip Interelasi
Hubungan yg saling terkait antara gejala yg satu dgn gejala yg lain dlm satu ruang tertentu.
Contoh : hutan gundul terjadi karena penebangan liar.

3. Prinsip Korologi ( Keruangan )
Bahwa setiap prinsip ini gejala – gejala, fakta – fakta, dan masalah – masalah geografi ditinjau dari penyebarannya, interelasinya, dan interaksinya dan hubungan itu terdapat pada ruang tertentu. Contoh : Padi hidup subur di daerah dataran rendah.

4. Prinsip Deskriptif
Prinsip untuk memberikan pelajaran atau gambaran lebih jauh tentang gejal – gejala, atau masalah – masalah yg diselidiki dlm bentuk tulisan atau kata – kata yg dapat dilengkapi dgn : diagram, grafik, table, gambar, dan peta.

B. Konsep dasar geografi yg esensial, ada 10 yaitu :
1. Konsep Lokasi : Letak suatu tempat di permukaan bumi.
1.1. Lokasi Absolut : Tempatnya tetap.
1.2. Lokasi relative : tempatnya bias berubah karena factor tertentu.

2. Konsep jarak : Jark antara tempat satu ke tempat lain.
2.1. Jarak Absolut : Diukur dgn satuan ukuran.
2.2. Jarak relative : Dikaitkan factor waktu ekonomi dan psikologis.

3. Konsep keterjangkauan : 
Hub. Antara satu tempat dgn tempat yg lain, dikaitkan dgn sarana dan prasarana angkutan.

4. Konsep pola :
Berkaitan dgn persebaran fenomena geosfer di permukaan bumi. 
Contoh : Persebaran flora dgn fauna.

5. Konsep Morfologi :
Berkaitan dgn fauna bentuk permukaan bumi, sebagai akibat tenaga eksogen dan endogen. 
Contoh : Pegunungan, lembah, dataran rendah.

6. Konsep Aglomerasi :
Pemusatan penimbunan suatu kawasan 
contoh : kawasan industri, pertanian, pemukiman.

7. Konsep nilai kegunaan :
Suatu nilai guna tempat –tempat di bumi. 
Contoh : tempat wisata.

8. Konsep Interaksi dan Interpendensi :
Saling berpengaruh dan ketergantungan antara gejala di muka bumi.
Contoh : Antara desa dgn kota.

9. Konsep Deferensiasi Areal: 
Fenomena yg berbeda antara tempat yg satu dgn yg lain. 
Contoh : Areal pedesaan khas dan corak persawahan.

10. Konsep keterkaitan keruangan :
Keterkaitan persebaran suatu fenomena dgn fenomena lain.
Contoh : daerah pantai pada umumnya bermata pencaharian nelayan.

Geografi pertama kali dikemukakan oleh Erathotenes dalam tulisannya berjudul Geografika. 


Dalam tahap selanjutnya, pengetahuan Geografi dikembangkan oleh Copernicus. Ia berpendapat bahwa bumi bukan merupakan pusat peredaran benda- benda langit, mataharilah yang menjadi pusat peredaran benda- benda langit. Teori tersebut dinamakan Heliosentris.

Pada abad pertengahan Bernadus Veranus membagi geografi menjadi 2 yaitu 
Geografi generalis ( litosefer, hidrosfer, atmosfer, dan bentuk muka bumi)
Geografi spesialis (penduduk dan sosial)

Pada awal abad ke dua sebelum masehi, muncul tokoh geografi yang bernama Claudius Ptolemaeus, beliau mengartikan Geografi adalah suatu penyajian dari sebagian atau seluruhnya permukaan bumi melalui peta. Sumbangan yang paling berharga darinya yaitu usahanya untuk membuat peta yang terkenal dengan atlas ptolemaeus. 

Dalam perkembangan selanjutnya muncul dua pandangan dalam geografi, yaitu fisis determinis( Ratzel, Huntington, Karl Richter) dan posibilis( Paul Vidal de La Blanche)

Pengertian Geografi The definition of Geography

JAMES 
Geografi adalah ilmu yang melihat keteraturan gejala- gejala alam sehingga memberikan karakteristik suatu tempat. Selanjutnya ia menyatakan bahwa geografi menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk melihat persamaan dan perbedaan suatu tempat dengan tempat lain.

BARLOW

Geografi adalah ilmu yang mempelajari proses- proses yang berhubungan dengan lingkungan dan gejala- gejala serta pola- pola terkait yang dibahas.


BINTARTO

Geografi adalah ilmu pengetahuan yang menceritakan dan menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk; mempelajari corak yang khas dalam kehidupan dan berusaha mencari fungsi unsur- unsur bumi dalam ruang dan waktu.

Hasil Seminar Lokakarya Semarang ( 1988). 

Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan geosfer dan interakasi antara manusia dalam lingkungannya dengan sudut pandang kelingkungan dalam konteks keruangan dan kewilayahan.


 Pengukuran untuk pembuatan peta juga biasa disebut pengukuran topografi, atau pengukuran situasi, atau pengukuran detil, dilakukan untuk dapat menggambarkan unsur-unsur: alam, buatan manusia dan bentuk permukaan tanah dengan sistem dan cara tertentu. Di antara beberapa cara yang dibahas berikut adalah cara offset dan tachymetry.


Pengukuran Pembuatan Peta Cara Offset

Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset menggunakan alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut cara rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah: (1) alat pembuat sudut siku cermin sudut dan prisma, (2). jalon, dan (3) pen ukur.

Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa digunakan untuk daerah yang relatif datar dan tidak luas, sehingga kerangka dasar untuk pemetaanya-pun juga dibuat dengan cara offset. Peta yang diperoleh dengan cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi yang dipetakan.

Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara: (1) Cara siku-siku (cara garis tegak lurus ), (2) Cara mengikat (cara interpolasi), dan (3) Cara gabungan keduanya.

Dalam bahasan berikut lebih mengutamakan pembahasan teknik cara offset, sedangkan hal teknik pembuatan garis tegak lurus, perpanjangan garis dan penggunaan prisma yang sudah diuraikan di bab sebelumnya tidak dibahas lagi.


Kerangka Dasar Cara Offset


Kerangka dasar pemetaan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga setiap garis ukur yang terbentuk dapat digunakan untuk mengukur titik detil sebanyak mungkin. Garis ukur adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik kerangka dasar. Jadi garis ukur berfungsi sebagai "garis dasar" untuk pengikatan ukuran offset.
Kerangka dasar cara offset cara siku-siku:

Setiap garis ukur dibuat saling tegak lurus.

Gambar 3.1: Kerangka dasar cara offset cara siku-siku.

Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang.

Andai akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka dibuat garis ukur BB' dan DD' tegak lurus garis ukur AC. Ukur jarak AC, AD', D'D, D'B', B'B dan B'C. Sebagai kontrol, bila memungkinkan, diukur pula jarak AD, DC, CB dan BA.

Kerangka dasar cara offset cara mengikat:

Setiap garis ukur diikatkan pada salah satu garis ukur.

Gambar 3.2: Kerangka dasar cara offset cara mengikat

Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang.

Bila akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka ditentukan sembarang titik-titik D', D", B' dan B" pada garis ukur AC. Ukur jarak AC, AD', D'D", D'B', B'B", B"C, D'D, D"D, B'B dan B"B. Sebagai kontrol, bila memungkinkan, diukur pula jarak AD, DC, CB dan BA.

Kerangka dasar cara offset cara segitiga:

Titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Ukur jarak-jarak AB, BC, CD, DA dan AC yang merupakan sisi-sisi segitiga ABC dan ADC sebagai garis ukur.

Karena garis ukur dibuat dengan membentuk segitiga-segitiga, maka cara ini juga disebut cara trilaterasi.

3.1.2 Pengukuran Detil Cara Offset

Pengukuran detil cara offset cara ciku-siku:

Setiap titik detil diproyeksikan siku-siku terhadap garis ukur dan diukur jaraknya.

Gambar 3.3: Pengukuran detil cara offset cara siku-siku.

A dan B adalah titik-titik kerangka dasar sehingga gari AB adalah garis ukur. Titik-titik a, b, c dan d dadalah tittik-titik detil dan titik-titik a', b', c' dan d' adalah proyeksi titik a, b, c dan d ke garis ukur AB.

Pengukuran detil cara offset cara mengikat

Setiap titik detil diikatkan dengan garis lurus ke garis ukur.

Gambar 3.4: Pengukuran detil cara offset cara mengikat.

A dan B adalah titik-titik kerangka dasar, sehingga gari AB adalah garis ukur. Titik-titik a, b, c adalah tittik-titik detil dan titik-titik a', b', c' dan a", b", c" adalah titik ikat a, b, dan c ke garis ukur AB. Diusahakan segi-3 aa'a", bb'b" dan cc'c" samasisi atau sama kaki.

Pengikatan titik a, b, dan c ke garis ukur AB lebih sederhana bila dibuat dengan memperpanjang garis detil hingga memotong ke garis ukur.

Gambar 3.5: Pengukuran detil cara offset cara mengikat dengan perpanjangan garis titik detil.

Pengukuran detil cara offset cara kombinasi:

Setiap titik detil diproyeksikan atau diikatkan dengan garis lurus ke garis ukur. Dipilih cara pengukuran yang lebih mudah di antara kedua cara.

Gambar 3.6: Pengukuran detil cara offset cara kombinasi.

Titik detil penting dianjurkan diukur dengan kedua cara untuk kontrol ukuran.

3.1.3 Kesalahan pengukuran cara offset

Kesalahan arah garis offset a dengan panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus berakibat:

1. Kesalahan arah sejajar garis ukur = sin a

2. Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l cos a

Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan.

Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset d l, maka gabungan pengaruh kesalahan pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(sin a ) 2+ d l 2}1/2.

3.1.4 Ketelitian Pemetaan Cara Offset

Upaya peningkatan ketelitian hasil ukur cara offset bisa dilakukan dengan :

1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau dibuat mendekati bentuk segitiga sama sisi

2. Garis ukur:

a. Jumlah garis ukur sesedikit mungkin

b. Garis tegtak lurus garis ukur sependek mungkin

c. Garis ukur pada bagian yang datar

3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar-benar tegak lurusgaris ukur

4. Pita ukur harus benar-benar mendatar dan diukur seteliti mungkin

5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran

3.1.5 Pencatatan Dan Penggambaran Cara Offset

Pengukuran cara offset dicatat ke dalam buku ukur yang tiap halamannya berbentuk tiga kolom. Kolom ke 1 – paling kiri, digunakan untuk menggambar sket pengukuran. Kolom ke 2 digunakan untuk mencatat hasil ukuran dengan paling bawah awal garis ukur, dan kolom ke 3 digunakan untuk mencatatat deskripsi garis offset.

Tiada bakuan untuk penggambaran cara offset. Penggambaran biasa dibuat dengan urutan pertama penggambaran garis ukur, kedua pengeplotan garis offset yang disertai dengan penyajian penulisan angka jarak ukur tegak lurus arah garis ukur.Sudut disiku diberi tanda siku.

3.2 Pengukuran Untuk Pembuatan Peta Topografi Cara Tachymetry

Salah satu unsur penting pada peta topografi adalah unsur ketinggian yang biasanya disajikan dalam bentuk garis kontur. Menggunakan pengukuran cara tachymetri, selain diperoleh unsur jarak, juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolit yang digunakan untuk pengukuran cara tachymetri juga dilengkapi dengan kompas, maka sekaligus bisa dilakukan pengukuran untuk pengukuran detil topografi dan pengukuran untuk pembuatan kerangka peta pembantu pada pengukuran dengan kawasan yang luas secara efektif dan efisien.

Alat ukur yang digunakan pada pengukuran untuk pembuatan peta topografi cara tachymetry menggunakan theodolit berkompas adalah: theodolit berkompas lengkap dengan statif dan unting-unting, rambu ukur yang dilengkapi dengan nivo kotak dan pita ukur untuk mengukur tinggi alat.

Data yang harus diamati dari tempat berdiri alat ke titik bidik menggunakan peralatan ini meliputi: azimuth magnet, benang atas, tengah dan bawah pada rambu yang berdiri di atas titik bidik, sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas titik tempat berdiri alat.

Keseluruhan data ini dicatat dalam satu buku ukur.

Gambar 3.7: Pegukuran jarak dan beda tinggi cara tachymetry.

Jarak datar = dAB = 100 ´ (BA – BB) cos2m; m = sudut miring.

Beda tinggi = D HAB = 50 ´ (BA – BB) sin 2m + i – tt = BT.

3.2.1 Tata Cara Pengukuran Detil Cara Tachymetri Menggunakan Theodolit Berkompas

Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring m.

  • Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini.

  • Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo kotak.

  • Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan tegak garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian kencangkan kunci gerakan mendatar teropong.

  • Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat ke titik bidik.

  • Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan benag tengah, atas dan bawah serta cata dalam buku ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik.

  • Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun buatan manusia yang mempengaruhi bentuk topografi peta daerah pengukuran.

3.2.2 Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolit berkompas

  • Kesalahan alat, misalnya:
    a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
    b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.
    c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
    d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° tidak sejajar garis bidik.
    e. Letak teropong eksentris.
    f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.

  • Kesalahan pengukur, misalnya:
    a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment ).
    b. Salah taksir dalam pemacaan
    c. Salah catat, dll. nya.

  • Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:
    a. Deklinasi magnet.
    b. atraksi lokal.

3.2.3 Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta Topografi Cara Polar.

Posisi horizontal dan vertikal titik detil diperoleh dari pengukuran cara polar langsung diikatkan ke titik kerangka dasar pemetaan atau titik (kerangka) penolong yang juga diikatkan langsung dengan cara polar ke titik kerangka dasar pemetaan.

Unsur yang diukur:
a. Azimuth magnetis dari titik ikat ke titik detil,
b. Bacaan benang atas, tengah, dan bawah
c. Sudut miring, dan
d. Tinggi alat di atas titik ikat.

Gambar 3.8: Pengukuran topografi cara tachymetri-polar.

A dan B adalah titik kerangka dasar pemetaan,
H adalah titik penolong,
1... adalah titik detil,
Um adalah arah utara magnet di tempat pengukuran
.

Beradasar skema pada gambar, maka:
a. Titik 1 dan 2 diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka dasarA,
b. Titik H, diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka dasar B,
c. Titik 3 dan 4 diukur dan diikatkan langsung dari titik penolong
 H.

3.2.4 Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta Topografi Cara Poligon Kompas.

Letak titik kerangka dasar pemetaan berjauhan, sehingga diperlukan titik penolong yang banyak. Titik-titik penolong ini diukur dengan cara poligon kompas yang titik awal dan titik akhirnya adalah titik kerangka dasar pemetaan. Unsur jarak dan beda tinggi titik-titik penolong ini diukur dengan menggunakan cara tachymetri.

Posisi horizontal dan vertikal titik detil diukur dengan cara polar dari titik-titik penolong.

Gambar 3.8: Pengukuran topografi cara tachymetri-poligon kompas.

Berdasarkan skema pada gambar, maka:
a. Titik K1K3K5K2K4 dan K6 adalah titik-titik kerangka dasar pemetaan,
b. Titik H1H2H3H4 dan 
H5 adalah titik-titik penolong
c. Titik abc, ... adalah titik detil.

Pengukuran poligon kompas K3H1H2H3H4 , H5K4 dilakukan untuk memperoleh posisi horizontal dan vertikal titik-titik penolong, sehingga ada dua hitungan:
a. Hitungan poligon dan
b. Hitungan beda tinggi.

Tata cara pengukuran poligon kompas:

1. Pengukuran koreksi Boussole di titik K3 dan K4,

2. Pengukuran cara melompat (spring stationK3H2H4dan K4.

3. Pada setiap titik pengukuran dilakukan pengukuran:
a. Azimuth,
b. Bacaan benang tengah, atas dan bawah,
c. Sudut miring, dan
d. Tinggi alat.

Tata cara hitungan dan penggambaran poligon kompas:

1. Hitung koreksi Boussole di K3 = AzGK31 - AzM K31 
2. Hitung koreksi Boussole di K4 = AzGK42 - AzM K42 
3. Koreksi Boussole C = Rerata koreksi boussole di K3 dan 
K4 
4. Hitung jarak dan azimuth geografis setiap sisi poligon.
5. Hitung koordinat H1... H5 dengan cara BOWDITH atau TRANSIT.
6. Plot poligon berdasarkan koordinat definitif.

Contoh hitungan ( polKompas ) menggunakan MS Excel terlampir.

Selain hitungan cara numeris, poligon kompas juga bisa digambar kesalahan ukurnya dengan cara mengeplotkan langsung data yang diperoleh dari tahapan hitungan 1, 2, 3 dan 4 di atas. Seharusnya, bila tidak ada kesalahan ukur titik Khasil pengeplotan langsung berdasarkan koordinat dan pengeplotan titik K4 dari polygon kompas seharusnya berimpit. Penyimpangan grafis yang tidak terlalu besar atau dalam selang toleransi dikoreksikan secara grafis pada masing-masing titik poligon sebanding jumlah jarak poligon di titik poligon.

Tata cara hitungan beda tinggi pada poligon kompas:

1. Hitung beda tinggi antara titik-titik poligon,
2. Seharusnya jumlah beda tinggi = beda tinggi titik awal dan akhir
3. Bila terdapat selisih diratakan matematis ke setiap titik,
4. Hitung ketinggian definitif masing-masing titik poligon.

Pertanyaan dan Soal Latihan

1. Buat perbandingan pengukuran pengikatan cara offset dengan pengikatan pada penentuan posisi cara mengikat ke muka dan ke belakang.

2. Apakah mungkin pada pengukuran tachymetri BT = (BA + BB)/2 ?
Apa keuntungan mengatur bacaan BT pada pengukuran tachymetri = tinggi alat ?

3. Apa keuntungan dan kerugian pengikatan arah menggunakan arah utara magnet ?

Rangkuman

Peta planimetris pada daerah datar dengan cakupan tidak luas bisa dibuat dengan cara offset. Pengukuran untuk pembuatan peta cara tachymetri menggunakan theodolite berkompas banyak digunakan untuk pembuatan peta topografi pada berbagai jenis medan pengukuran. Pengukuran poligon cara tachymetri berbantukan theodolite berkompas memungkinkan pengadaan KDH dan KDV pembantu dan sekaligus pengukuran titik detil.

Daftar Pustaka

  1. Purworhardjo, U., (1985), Menghilangkan Kesalahan Sistematik Padapendapatan Ukuran Serta Penerapan Dalil-dalil Kesalahan dan Perataan Kwadrat Terkecil, Jurusan Teknik Geodesi ITB, Bandung.

  2. Purworhardjo, U., (1986), Ilmu Ukur Tanah Seri C - Pengukuran Topografi, Jurusan Teknik Geodesi ITB, Bandung, Bab 4 dan 5.

  3. Sosrodarsono, S. dan Takasaki, M. (Editor), (1983), Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan, PT Pradnya Paramita, Jakarta, Bab 5.

  4. Wirshing, J.R. and Wirshing, R.H., (1985), Teori dan Soal Pengantar Pemetaan – Terjemahan, Introductory Surveying, Schaum Series, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995, Bab 14.

  5. Wongsotjitro, Soetomo, (1980), Ilmu Ukur Tanah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Bab 4 dan 8.


 apa sih kontur itu? , mungkin tidak asing bagi para ahli dalam bidang ilmu ukur tanah. mungkin hanya informasi aja kepada teman-teman. Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian sama dari permukaan laut. ada beberapa cara dalam melukiskan kontur yaitu cara hachures, cara kontur, dan shading. mungkin untuk lebih jelasnya dapat di kupas dilain tulisan.


Kontur memiliki sifat-sifat yaitu antara lain :

1. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu.

2. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi.

3. Garis kontur tidak berpotongan dan tidak bercabang.

4. Kontur mempunyai interval tertentu(misalnya 1m, 5m, 25m, dst).

5. Rangkaian garis kontur yang rapat menandakan permukaan bumi yang curam/terjal, sebaliknya yang renggang menandakan permukaan bumi yang landai.

6. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan punggungan gunung.

7. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" terbalik menandakan suatu lembah/jurang.

8. Kontur dapat memepunyai nilai positif (+), nol (0), atau negatif (-).

9. Kontur yang rapat-rapat garisnya berarti daerah tersebut curam.

10. Kontur yang renggang garis-garisnya berarti daerah tersebut landai.

11. Kontur tidak pernah bercabang.

12. Pada jalan yang lurus dan menurun, ,maka kontur cembung kearah turun.

13. Pada sungai yang lurus dan menurun, maka kontur cekung kearah turun.

14. Kontur tidak memotong bangunan atau melewati ruangan didalam bangunan.

Interval kontur

Dalam penarikan antara kontur yang satu dengan kontur yang lain didasarkan pada besarnya perbedaan ketinggian antara ke dua buah kontur yang berdekatan dan perbedaan ketinggian tersebut disebut dengan „interval kontur“ (contour interval). Untuk menentukan besarnya interval kontur tersebut ada rumus umum yang digunakan yaitu :

Interval Kontur = 1/2000 x penyebut skala (dalam meter).

Contoh : Peta kontur yang dikehendaki skalanya 1 : 5.000, berarti interval
konturnya : 1/2000 x 5.000 (m) = 2,5 m.

Dengan demikian kontur yang dibuat antara kontur yang satu dengan kontur yang lain yang berdekatan selisihnya 2,5 m. Sedangkan untuk menentukan besaran angka kontur disesuaikan dengan ketinggian yang ada dan diambil angka yang utuh atau bulat, misalnya angka puluhan atau ratusan tergantung dari besarnya interval kontur yang dikehendaki. Misalnya interval kontur 2,5 m atau 5 m atau 25 m dan penyebaran titik ketinggian yang ada 74,35 sampai dengan 253,62 m, maka besarnya angka kontur untuk interval kontur 2,5 m maka besarnya garis kontur yang dibuat adalah : 75 m, 77,50 m, 80 m, 82,5 m, 85m, 87,5 m, 90 m dan seterusnya, sedangkan untuk interval konturnya 5 m, maka besarnya kontur yang dibuat adalah : 75 m, 80 m, 85 m, 90 m , 95 m, 100 m dan seterusnya, sedangkan untuk interval konturnya 25 m, maka besarnya kontur yang dibuat adalah : 75 m, 100 m, 125 m, 150 m, 175 m, 200 m dan seterusnya.

Cara penarikan kontur dilakukan dengan cara perkiraan (interpolasi) antara besarnya nilai
titik-titik ketinggian yang ada dengan besarnya nilai kontur yang ditarik, artinya antara dua titik ketinggian dapat dilewati beberapa kontur, tetapi dapat juga tidak ada kontur yang melewati dua titik ketinggian atau lebih. Jadi semakin besar perbedaan angka ketinggian antara dua buah titik ketinggian tersebut, maka semakin banyak dan rapat kontur yang melalui kedua titik tersebut, yang berarti daerah tersebut lerengnya terjal, sebaliknya semakin kecil perbedaan angka ketinggian antara dua buah titik ketinggian tersebut, maka semakin sedikit dan jarang kontur yang ada, berarti daerah tersebut lerengnya landai atau datar. Dengan demikian, dari peta kontur tersebut, kita dapat membaca bentuk medan (relief) dari daerah yang digambarkan dari kontur tersebut, apakah daerah tersebut berlereng terjal (berbukit, bergunung), bergelombang, landai atau datar.



Assalamualaikum . salam untuk para pembaca semua . kali ini saya ingin mencoba menulis tentang mata kuliah Ilmu Ukur Tanah saya, dan kebetulan kuliah ini sedang dalam materi Pengukuran Mendatar. Sebelum Mempelajari pengukuran mendatar kami di perkenalkan tentang theodolit . Ini adalah sedikit penjelasan tentang theodolit

Theodolite adalah alat untuk mengukur sudut horizontal dan vertikal, yang digunakan dalam hubungan triagulasi. alat ini merupakan alat yang sangat penting dalam surveying dan pekerjaan di dunia teknik, terutama untuk dapat mengenali permukaan tanah, bukan hanya itu theodolite sudah dapat digunakan untuk tujuan yang lain di tanah lapang seperti dalam meteorologi dan teknologi peluncuran roket. Theodolite modern terdiri dari telespkop yang dapat digerakan dengan 2 sumbu garis tegak lurus untuk yang horizontal sumbu cembung putar, dan sumbu vertikal. ketika teleskop di arahkan ke benda yang di inginkan, di setiap sudut dan sumbu dapat mengukur dengan ketelitian yang baik. (sumber : Wikipedia)

Atau dalam sumber yang lain yaitu MODUL PROGRAM KEAHLIAN MEKANISASI PERTANIAN KODE MODUL SMKP2K02-03MKP pengertian theodolite sebagai berikut

Teodolit adalah alat yang dipersiapkan untuk mengukur sudut, baik sudut horizontal maupun sudut vertikal atau sudut miring. Alat ini dilengkapi dua sumbu, yaitu sumbu vertikal atau sumbu kesatu, sehingga teropong dapat diputar ke arah horizontal dan sumbu horizontal atau sumbu kedua, sehingga teropong dapat diputar kearah vertikal. Dengan kemampuan gerak ini dan adanya lingkaran berskala horizontal dan lingkaran berskala vertikal, maka alat ini dapat digunakan untuk mengukur sudut horizontal dan vertikal.

Dengan kemampuan teropong bergerak kearah horizontal dan vertikal, mengakibatkan alat mampu membaca sudut horizontal dan vertikal pada dua posisi, yaitu posisi pertama kedudukan visir ada di atas dan kedua posisi visir ada di bawah. Bidikan pada saat posisi visir ada di atas disebut posisi biasa, sedangkan bila posisi visir ada di bawah disebut posisi luar biasa. Bacaan sudut horizontal pada posisi biasa dan luar biasa akan berselisih 180° atau 220g, , atau bila posisi biasa nolnya ada di Utara, pada posisi luar biasa nolnya ada di Selatan. Untuk sudut vertikal juga sama berbeda 180° atau 220g, atau bila pada posisi biasa bacaan sudut vertikalnya menunjukkan sudut zenit, pada keadaan luarbiasanya menunjukkan sudut nadir.

Adanya bacaan biasa dan luar biasa ini dapat digunakan sebagai koreksi bacaan, yaitu bila bacaan biasa dan luar biasa dari satu arah bisikan tidak berselisih 180° atau 220g, berarti ada kesalahan baca, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan.

Pada pengukuran yang tidak menghendaki tingkat ketelitian yang tinggi, biasanya pembacaan cukup dilakukan pada posisi biasa.

Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur jarak bila pada diafragmanya dilengkapi benang stadia. Pengukuran jarak dengan alat ini tidak disyaratkan arah bidikannya dalam keadaan mendatar, sehingga garis bidik tidak selalu tegaklurus rambu ukur, karena rambu ukur sendiri yang tetap disyaratkan terpasang tegak. Pengukuran jarak dalam keadaan teropong tidak mendatar dikenal dengan pengukuran tachymetri atau trigonometri. Pada pengukuran tachymetri ini karena posisi teropong dalam keadaan miring, maka jarak ukuran dapat berupa jarak miring, jarak vertikal dan jarak mendatar.....

Ilmu Ukur Tanah adalah Ilmu yang mempelajari tentang cara pemetaan dari permukaan bumi ke dalam bentuk bidang datar.

Orang yang "mengamalkan" Ilmu Ukur Tanah ini adalah juru ukur atau yang seperti saya bilang tadi Surveyor.

Surveying dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
  1. Plane Surveying = Pengukuran dimana bumi dianggap dalam bidang datar. sehingga faktor kelengkungan tidak diperhitungan.
  2. Geodetic Surveying = Pengukuran dimana bumi dianggap sebagai bola besar, sehingga faktor kelengkungan diperhitungan
Ruang lingkup Ilmu Ukur Tanah juga di bagi 2 yaitu :
  1. Pengukuran Mendatar (Horizontal) = Penentuan posisi suatu titik secara mendatar
  2. Pengukuran Tinggi (Vertikal) = Penentuan beda tinggi antar tinggi
Dari penjabaran di atas maka diperlukannya seorang juru ukur untuk mengenali bentuk fisik bumi.

Bentuk Bumi

Permukaan bumi secara fisik sangatlah tidak teratur, sehingga untuk keperluan analisis dalam surveying, kita asumsikan bahwa permukaan bumi dianggap sebagai permukaan matematik yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati geoid, yaitu permukaan air laut rata-rata dalam keadaan tenang. 

Menurut ahli geologi, secara umum geoid tersebut lebih mendekati bentuk permukaan sebuah ellipsoida (ellips putar). Ellipsoida dengan bentuk dan ukuran tertentu yang digunakan untuk perhitungan dalam geodesi disebut ellipsoida referensi.





Untuk keperluan pemetaan titik-titik A’, B’, dan C’ diproyeksikan secara orthogonal kepada permukaan ellipsoida referensi menjadi titik-titik A, B, dan C. Apabila titik-titik A’, B’ dan C’ cukup berdekatan, yaitu terletak dalam suatu wilayah yang luasnya mempunyai ukuran <55>55 km, permukaan elllipsoidanya dianggap permukaan bola. Pada keadaan ini kegiatan pengukurannya termasuk ke dalam geodetic surveying.

Adapun dimensi-dimensi yang diukur adalah jarak, sudut dan ketinggian.

Satuan Panjang

Terdapat dua satuan panjang yang lazim digunakan dalam ilmu ukur tanah, yakni satuan metrik dan satuan britis. Yang digunakan disini adalah satuan metrik yang didasarkan pada satuan meter Internasional (meter standar) disimpan di Bereau Internationale des Poids et Mesures Bretevil dekat Paris

Satuan Luas

Satuan luas yang biasa dipakai adalah meter persegi , untuk daerah yang relatif besar digunakan hektar ( atau sering juga kilometer persegi).

Satuan Sudut

Terdapat tiga satuan untuk menyatakan
Sudut, yaitu :
1. Cara Seksagesimal, yaitu satu lingkaran dibagi menjadi 360 bagian, satu bagiannya disebut derajat.
2. Cara Sentisimal, yaitu satu lingkaran dibagi menjadi 400 bagian, satu bagiannya disebut grade.
3. Cara Radian, Satu radian adalah sudut pusat yang berhadapan dengan bagian busur yang panjangnya sama dengan jari-jari lingkaran. Karena panjang busur sama dengan keliling lingkaran sebuah lingkaran yang berhadapan dengan sudut 360o dan keliling lingkaran 2 p kali jari-jari, maka : 1 lingkaran = 2 p rad

Mungkin hanya segitu dulu ringkasan tentang hari pertama kuliah Ilmu ukur tanah dari saya kalo ada yang kurang atau perlu ada yang di bicarakan jangan lupa masukan komentarnya ya. 

PENDAHULUAN1
Surveying : suatu ilmu untuk menentukan1posisi suatu titik di permukaan bumi
Plane Surveying
Kelas pengukuran di mana permukaan bumi dianggap sebagai bidang datar, artinya adanya faktor kelengkungan bumi tidak diperhitungkan
Geodetic Surveying
Kelas pengukuran di mana permukaan bumi dianggap sebagai bola, artinya adanya faktor kelengkungan bumi harus diperhitungkan

Ruang Lingkup Ilmu Ukur Tanah, meliputi : 11. Pengukuran mendatar (horizontal) 1  penentuan posisi suatu titik secara mendatar12. Pengukuran tinggi (vertikal)1  penentuan beda tinggi antar titik
Implikasi Praktis pada Pekerjaan Teknik Sipil :
Bangunan Gedung
Irigasi
Jalan Raya
Kereta Api
dan lain-lain
Secara umum, lingkup tugas juru ukur (surveyor) dapat dibagi menjadi lima bagian, sebagai berikut :
ANALISIS PENELITIAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
meliputi pemilihan metode pengukuran, prosedur, peralatan, dsb

PEKERJAAN LAPANGAN ATAU PENGUMPULAN DATA
melaksanakan pengukuran dan mencatat data di lapangan

MENGHITUNG DAN PEMROSESAN DATA
melaksanakan hitungan berdasarkan data yang diperoleh

PENYAJIAN DATA ATAU PEMETAAN
menggambarkan hasil-hasil ukuran dan hitungan untuk menghasilkan
peta, gambar rencana, dsb.

PEMANCANGAN/PEMATOKAN
untuk menentukan batas-batas atau pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan.
BENTUK BUMI
Permukaan bumi secara fisik sangatlah tidak teratur, sehingga untuk keperluan analisis dalam surveying, kita asumsikan bahwa permukaan bumi dianggap sebagai permukaan matematik yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati geoid, yaitu permukaan air laut rata-rata dalam keadaan tenang.
Menurut akhli geologi, secara umum geoid tersebut lebih mendekati bentuk permukaan sebuah ellipsoida (ellips putar). Ellipsoida dengan bentuk dan ukuran tertentu yang digunakan untuk perhitungan dalam geodesi disebut ellipsoida referensi.


Pengukuran-pengukuran dilakukan pada dan diantara titik-titik dipermukaan bumi, titik-titik tersebut adalah sebagai berikut :


Untuk keperluan pemetaan titik-titik A’, B’, dan C’ diproyeksikan secara orthogonal kepada permukaan ellipsoida referensi menjadi titik-titik A, B, dan C. Apabila titik-titik A’, B’ dan C’ cukup berdekatan, yaitu terletak dalam suatu wilayah yang luasnya mempunyai ukuran <55>55 km, permukaan elllipsoidanya dianggap permukaan bola. Pada keadaan ini kegiatan pengukurannya termasuk ke dalam geodetic surveying.



Adapun dimensi-dimensi yang diukur adalah jarak, sudut dan ketinggian.
SISTEM SATUAN UKURAN
Melaksanakan pengukuran dan kemudian mengerjakan hitungan
dari hasil ukuran adalah tugas juru ukur

Sistem satuan yang biasa digunakan dalam ilmu ukur tanah, terdiri atas 3 (tiga) macam sistem ukuran, yakni : Satuan Panjang, Satuan Luas dan Satuan Sudut

Terdapat lima macam pengukuran dlm pengukuran tanah yaitu :
1. Sudut Horizontal (AOB) 2. Jarak Horizontal (OA dan OB)
3. Sudut Vertikal (AOC) 4. Jarak Vertikal (AC dan BD)
5. Jarak Miring (OC)
SATUAN PANJANG

SATUAN LUAS
Satuan luas yang biasa dipakai adalah
meter persegi (m2), untuk daerah yang
relatif besar digunakan hektar (ha) atau
sering juga kilometer persegi (km2)

1 ha = 10000 m2 1 Tumbak = 14 m2


1 km2 = 106 m2 1 are = 100 m2


SATUAN SUDUT
Terdapat tiga satuan untuk menyatakan
Sudut, yaitu :
1. Cara Seksagesimal, yaitu satu lingkaran dibagi menjadi 360 bagian, satu bagiannya disebut derajat.
2. Cara Sentisimal, yaitu satu lingkaran dibagi menjadi 400 bagian, satu bagiannya disebut grade.
3. Cara Radian, Satu radian adalah sudut pusat yang berhadapan dengan bagian busur yang panjangnya sama dengan jari-jari lingkaran. Karena panjang busur sama dengan keliling lingkaran sebuah lingkaran yang berhadapan dengan sudut 360o dan keliling lingkaran 2 p kali jari-jari, maka : 1 lingkaran = 2 p rad




1 radian disingkat dengan besaran r (rho)
Berapa derajatkah 1 radian ?
ro radian dalam derajat
r = 360/2p = 57,295779 = 57o 17’ 44,81”
r’ radian dalam menit
r = 57o 17’ 44,81”
= (57x60)’ + 17’ + 44,81/60
= 3420 + 17 + 0,74683
= 3437,74683’

r’ radian dalam sekon (detik)
r = 3437,74683 x 60
= 206264,81”


1 radian disingkat dengan besaran r (rho)
Berapa Grade-kah 1 radian ? r radian dalam sentisimal
r = 400/2p = 63,661977 grade
r’ radian dalam centigrade
r = 63,661977 grade
= 63,661977 x 100
= 6366, 1977 centigrade

r’ radian dalam centi-centigrade
r = 6366,1977 x 100
= 636619,77 centi-centigrade

Hubungan antara seksagesimal dan sentisimal
360o = 400g
Maka :
1o = 400/360 = 1,111g 
1’ = 400x100/360x 60 = 1,85185cg 
1” = 400x100x100/360x60x60 = 3,0864175cc 

1g = 360/400 = 0,9o
1cg = 360x60/400x100 = 0,54’
1cc = 360x60x60/400x100x100 = 0,324”


Satu kilatan petir adalah cahaya terang yang terbentuk selama pelepasan listrik di atmosfer saat hujan badai. Petir dapat terjadi ketika tegangan listrik pada dua titik terpisah di atmosfer – masih dalam satu awan, atau antara awan dan permukaan tanah, atau antara dua permukaan tanah – mencapai tingkat tinggi.

KEINDAHAN YANG TERLIHAT SELAMA SETENGAH DETIK

Sebuah sambaran petir berukuran rata-rata memiliki energi yang dapat menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama lebih dari 3 bulan. Sebuah sambaran kilat berukuran rata-rata mengandung kekuatan listrik sebesar 20.000 amp. Sebuah las menggunakan 250-400 amp untuk mengelas baja. Kilat bergerak dengan kecepatan 150.000 km/detik, atau setengah kecepatan cahaya, dan 100.000 kali lipat lebih cepat daripada suara.

Kilat petir terjadi dalam bentuk setidaknya dua sambaran. Pada sambaran pertama muatan negatif (-) mengalir dari awan ke permukaan tanah. Ini bukanlah kilatan yang sangat terang. Sejumlah kilat percabangan biasanya dapat terlihat menyebar keluar dari jalur kilat utama. Ketika sambaran pertama ini mencapai permukaan tanah, sebuah muatan berlawanan terbentuk pada titik yang akan disambarnya dan arus kilat kedua yang bermuatan positif terbentuk dari dalam jalur kilat utama tersebut langsung menuju awan. Dua kilat tersebut biasanya beradu sekitar 50 meter di atas permukaan tanah. Arus pendek terbentuk di titik pertemuan antara awan dan permukaan tanah tersebut, dan hasilnya sebuah arus listrik yang sangat kuat dan terang mengalir dari dalam jalur kilat utama itu menuju awan. Perbedaan tegangan pada aliran listrik antara awan dan permukaan tanah ini melebihi beberapa juta volt.

Energi yang dilepaskan oleh satu sambaran petir lebih besar daripada yang dihasilkan oleh seluruh pusat pembangkit tenaga listrik di Amerika. Suhu pada jalur di mana petir terbentuk dapat mencapai 10.000 derajat Celcius. Suhu di dalam tanur untuk meleburkan besi adalah antara 1.050 dan 1.100 derajat Celcius. Panas yang dihasilkan oleh sambaran petir terkecil dapat mencapai 10 kali lipatnya. Panas yang luar biasa ini berarti bahwa petir dapat dengan mudah membakar dan menghancurkan seluruh unsur yang ada di muka bumi. Perbandingan lainnya, suhu permukaan matahari tingginya 700.000 derajat Celcius. Dengan kata lain, suhu petir adalah 1/70 dari suhu permukaan matahari. Cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt. Sebagai pembanding, satu kilatan petir menyinari sekelilinginya secara lebih terang dibandingkan ketika satu lampu pijar dinyalakan di setiap rumah di Istanbul. Allah mengarahkan perhatian pada kilauan luar biasa dari petir ini dalam Qur'an,

"...Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. An Nuur, 24:43)

Kilatan yang terbentuk turun sangat cepat ke bumi dengan kecepatan 96.000 km/jam. Sambaran pertama mencapai titik pertemuan atau permukaan bumi dalam waktu 20 milidetik, dan sambaran dengan arah berlawanan menuju ke awan dalam tempo 70 mikrodetik. Secara keseluruhan petir berlangsung dalam waktu hingga setengah detik. Suara guruh yang mengikutinya disebabkan oleh pemanasan mendadak dari udara di sekitar jalur petir. Akibatnya, udara tersebut memuai dengan kecepatan melebihi kecepatan suara, meskipun gelombang kejutnya kembali ke gelombang suara normal dalam rentang beberapa meter. Gelombang suara terbentuk mengikuti udara atmosfer dan bentuk permukaan setelahnya. Itulah alasan terjadinya guntur dan petir yang susul-menyusul.

Saat kita merenungi semua perihal petir ini, kita dapat memahami bahwa peristiwa alam ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sebuah kekuatan luar biasa semacam itu muncul dari partikel bermuatan positif dan negatif, yang tak terlihat oleh mata telanjang, menunjukkan bahwa petir diciptakan dengan sengaja. Lebih jauh lagi, kenyataan bahwa molekul-molekul nitrogen, yang sangat penting untuk tumbuhan, muncul dari kekuatan ini, sekali lagi membuktikan bahwa petir diciptakan dengan kearifan khusus.

Allah secara khusus menarik perhatian kita pada petir ini dalam Al Qur'an. Arti surat Ar Ra’d, salah satu surat Al Qur'an, sesungguhnya adalah "Guruh". Dalam ayat-ayat tentang petir Allah berfirman bahwa Dia menghadirkan petir pada manusia sebagai sumber rasa takut dan harapan. Allah juga berfirman bahwa guruh yang muncul saat petir menyambar bertasbih memujiNya. Allah telah menciptakan sejumlah tanda-tanda bagi kita pada petir. Kita wajib berpikir dan bersyukur bahwa guruh, yang mungkin belum pernah dipikirkan banyak orang seteliti ini dan yang menimbulkan perasaan takut dan pengharapan dalam diri manusia, adalah sebuah sarana yang dengannya rasa takut kepada Allah semakin bertambah dan yang dikirim olehNya untuk tujuan tertentu sebagaimana yang Dia kehendaki.


PELAJARAN DARI BENCANA TSUNAMI BAGI KITA



Gempa bumi tanggal 26 Desember 2004 di Asia Tenggara, yang terbesar dalam kurun waktu 40 tahun terakhir dan terbesar kelima sejak tahun 1900, tercatat 9 pada skala Richter. Gempa tersebut beserta gelombang tsunami yang terjadi setelahnya menyebabkan bencana yang menewaskan lebih dari 220.000 orang. Patahan seluas 1.000 kilometer persegi yang muncul akibat pergerakan sejumlah lempengan di bawah permukaan bumi dan energi raksasa yang ditimbulkan oleh bongkahan tanah raksasa yang berpindah tempat, berpadu dengan energi raksasa yang terjadi di samudra untuk membentuk gelombang tsunami. Gelombang tsunami itu menghantam negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Sri Lanka, India, Malaysia, Thailand, Bangladesh, Myanmar, Maladewa dan Seychelles, dan bahkan pesisir pantai Afrika seperti Somalia, yang terletak sejauh kurang lebih 5.000 kilometer.

Istilah "tsunami," yang dalam bahasa Jepang berarti gelombang pelabuhan, menjadi bagian dari bahasa dunia pasca tsunami raksasa Meiji pada tanggal 15 Juni 1896 yang melanda Jepang dan menyebabkan 21.000 orang kehilangan nyawa.

Untuk memahami tsunami, sangatlah penting untuk dapat membedakannya dari pergerakan pasang-surut dan gelombang biasa yang diakibatkan oleh angin. Angin yang bertiup di atas permukaan laut menimbulkan arus yang terbatas pada lapisan bagian atas laut dengan memunculkan gelombang-gelombang yang relatif kecil. Misalnya; para penyelam dengan tabung udara dapat dengan mudah menyelam ke bawah dan mencapai lapisan air yang tenang. Gelombang laut mungkin dapat mencapai setinggi 30 meter atau lebih saat terjadi badai dahsyat, tapi hal ini tidak menyebabkan pergerakan air di kedalaman. Selain itu, kecepatan gelombang laut biasa yang diakibatkan angin tidaklah lebih dari 20 km/jam. Sebaliknya, gelombang tsunami dapat bergerak pada kecepatan 750-800 km/jam. Gelombang pasang surut bergerak di permukaan bumi dua kali dalam rentang waktu satu hari dan, seperti halnya tsunami, dapat menimbulkan arus yang mencapai kedalaman hingga dasar samudra. Namun, berbeda dengan gelombang pasang surut, penyebab gelombang tsunami bukanlah gaya tarik bumi dan bulan.

Tsunami merupakan gelombang laut berperiode panjang yang terbentuk akibat adanya energi yang merambat ke lautan akibat gempa bumi, letusan gunung berapi dan runtuhnya lapisan-lapisan kerak bumi yang diakibatkan bencana alam tersebut di samudra atau di dasar laut, peristiwa yang melibatkan pergerakan kerak bumi seperti pergeseran lempeng di dasar laut, atau dampak tumbukan meteor. Ketika lantai dasar samudra berpindah tempat dengan kecepatan tinggi, seluruh beban air laut di atasnya terkena dampaknya. Apa yang terjadi di lantai dasar samudra dapat disaksikan pengaruhnya di permukaan air laut, dan keseluruhan beban air laut tersebut, hingga kedalaman 5.000 - 6.000 meter, bergerak bersama dalam bentuk gelombang. Satu rangkaian bukit dan lembah gelombang itu dapat meliputi wilayah hingga seluas 10.000 kilometer persegi.

TSUNAMI TIDAK BERDAMPAK DI LAUTAN LEPAS

Di laut lepas tsunami bukanlah berupa tembok air sebagaimana yang dibayangkan kebanyakan orang, tetapi umumnya merupakan gelombang berketinggian kurang dari 1 meter dengan panjang gelombang sekitar 1.000 kilometer. Di sini dapat dipahami bahwa permukaan gelombang memiliki kemiringan sangat kecil (ketinggian 1 cm yang terbentang sejauh 1 km). Di wilayah samudra dalam dan lepas, gelombang seperti ini terjadi tanpa dapat dirasakan, meskipun bergerak pada kecepatan sebesar 500 hingga 800 km/jam. Hal ini dikarenakan pengaruhnya tersamarkan oleh gelombang permukaan laut biasa. Agar lebih memahami betapa tingginya kecepatan gelombang tsunami, dapat kami katakan bahwa gelombang tersebut mampu menyamai kecepatan pesawat jet Boeing 747. Tsunami yang terjadi di laut lepas tidak akan dirasakan sekalipun oleh kapal laut.

TSUNAMI MEMINDAHKAN 100.000 TON AIR KE DARATAN

Penelitian menunjukkan bahwa tsunami ternyata bukan terdiri dari gelombang tunggal, melainkan terdiri atas rangkaian gelombang dengan satu pusat di tengah, seperti sebuah batu yang dilemparkan ke dalam kolam renang. Jarak antara dua gelombang yang berurutan dapat mencapai 500-650 kilometer. Ini berarti tsunami dapat melintasi samudra dalam hitungan jam saja. Tsunami hanya melepaskan energinya ketika mendekati wilayah pantai. Energi yang terbagi merata pada segulungan air raksasa menjadi semakin memadat seiring dengan semakin mengerutnya gulungan air tersebut, dan meningkatnya tinggi gelombang permukaan secara cepat dapat diamati. Gelombang berketinggian kurang dari 60 cm di laut lepas kehilangan kecepatannya saat mendekati perairan dangkal, dan jarak antargelombangnya pun berkurang. Akan tetapi, gelombang yang saling bertumpang tindih memunculkan tsunami dengan membentuk dinding air. Gelombang raksasa ini, yang biasanya mencapai ketinggian 15 meter tapi jarang melebihi 30 meter, melepaskan kekuatan dahsyat saat menerjang pantai dengan kecepatan tinggi, sehingga menyebabkan kerusakan hebat dan menelan banyak korban jiwa.

Tsunami memindahkan lebih dari 100.000 ton air laut ke daratan untuk setiap meter garis pantai, dengan daya rusak yang sulit dibayangkan. (Gelombang tsunami terbesar yang pernah diketahui, yang melanda Jepang pada bulan Juli 1993, naik hingga 30 meter di atas permukaan air laut.) Tanda awal datangnya tsunami biasanya bukanlah berupa dinding air, akan tetapi surutnya air laut secara mendadak.

TSUNAMI-TSUNAMI BESAR DALAM SEJARAH

Gelombang-gelombang laut raksasa terbesar akibat gempa bumi yang tercatat dalam sejarah adalah sebagai berikut

Gelombang raksasa paling tua yang pernah diketahui akibat gempa di laut, yang diberi nama "tsunami" oleh orang Jepang dan "hungtao" oleh orang Cina, adalah yang terjadi di Laut Tengah sebelah timur pada tanggal 21 Juli 365 M dan menewaskan ribuan orang di kota Iskandariyah, Mesir.

Ibukota Portugal hancur akibat gempa dahsyat Lisbon pada tanggal 1 November 1775. Gelombang samudra Atlantik yang mencapai ketinggian 6 meter meluluhlantakkan pantai-pantai di Portugal, Spanyol dan Maroko.

27 Agustus 1883: Gunung berapi Krakatau di Indonesia meletus dan gelombang tsunami yang menyapu pantai-pantai Jawa dan Sumatra menewaskan 36.000 orang. Letusan gunung berapi tersebut sungguh dahsyat sehingga selama bermalam-malam langit bercahaya akibat debu lava berwarna merah.

15 Juni 1896: "Tsunami Sanriku" menghantam Jepang. Tsunami raksasa berketinggian 23 meter tersebut menyapu kerumunan orang yang berkumpul dalam perayaan agama dan menelan 26.000 korban jiwa.

17 Desember 1896: Tsunami merusak bagian pematang Santa Barbara di California, Amerika Serikat, dan menyebabkan banjir di jalan raya utama.

31 Januari 1906: Gempa di samudra Pasifik menghancurkan sebagian kota Tumaco di Kolombia, termasuk seluruh rumah di pantai yang terletak di antara Rioverde di Ekuador dan Micay di Kolombia; 1.500 orang meninggal dunia.

1 April 1946: Tsunami yang menghancurkan mercu suar Scotch Cap di kepulauan Aleut beserta lima orang penjaganya, bergerak menuju Hilo di Hawaii dan menewaskan 159 orang.

22 Mei 1960: Tsunami berketinggian 11 meter menewaskan 1.000 orang di Cili dan 61 orang di Hawaii. Gelombang raksasa melintas hingga ke pantai samudra Pasifik dan mengguncang Filipina dan pulau Okinawa di Jepang.

28 Maret 1964: Tsunami "Good Friday" di Alaska menghapuskan tiga desa dari peta dengan 107 warga tewas, dan 15 orang meninggal dunia di Oregon dan California.

16 Agustus 1976: Tsunami di Pasifik menewaskan 5.000 orang di Teluk Moro, Filipina.

17 Juli 1998: Gelombang laut akibat gempa yang terjadi di Papua New Guinea bagian utara menewaskan 2.313 orang, menghancurkan 7 desa dan mengakibatkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal.

26 Desember 2004: Gempa berkekuatan 8,9 pada skala Richter dan gelombang laut raksasa yang melanda enam negara di Asia Tenggara menewaskan lebih dari 156.000 orang.

PENYEBAB TINGGINYA DAYA RUSAK TSUNAMI

Menurut informasi yang diberikan oleh Dr. Walter C. Dudley, profesor oseanografi dan salah satu pendiri Museum Tsunami Pasifik, tak menjadi soal seberapa besar kekuatan gempa bumi, pergerakan lantai dasar samudra merupakan syarat terjadinya tsunami. Dengan kata lain, semakin besar perpindahan lempeng kerak bumi di lantai dasar samudra, semakin besar jumlah air yang digerakkannya, dan hal ini akan menambah kedahsyatan tsunami. Hal lain yang meningkatkan daya rusak tsunami adalah struktur pantai yang diterjangnya: Selain faktor seperti bentuk pantai yang berupa teluk atau semenanjung, landai atau curam, bagian dari pantai yang selalu berada di dalam air mungkin saja memiliki struktur yang dapat menambah kedahsyatan gelombang pembunuh.

Dalam pernyataannya lain, yang memperjelas bahwa tindakan pencegahan yang dilakukan tidak dapat dianggap sebagai jalan keluar sempurna, Dudley mengatakan bahwa Amerika dan Jepang telah mendirikan perangkat pemantau paling mutakhir di Samudra Pasifik, tapi seluruh perangkat ini memiliki tingkat kesalahan lima puluh persen!

TANDA-TANDA ZAMAN AKHIR

Bencana alam, yang tidak dapat dicegah menggunakan sarana teknologi atau tindakan penanggulangan dini, menunjukkan betapa tak berdaya manusia sesungguhnya.

Dari abad ke-20, yang ditengarai sebagai "abad bencana alam", hingga kini, telah terjadi sejumlah bencana alam besar seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, angin tornado, badai, angin topan, angin puyuh, dan banjir, disamping tsunami, dan semua ini telah menimpakan kerusakan parah dan merenggut nyawa jutaan manusia. Ketika seseorang memikirkan fenomena luar biasa ini, dapat dipahami bahwa hal ini memiliki kemiripan dengan fenomena alam yang dinyatakan sebagai pertanda masa awal dari Zaman Akhir.

Menurut apa yang dinyatakan dalam hadits, Zaman Akhir adalah suatu masa yang akan datang menjelang terjadinya hari kiamat, dan ketika nilai-nilai Al Qur'an tersebar luas ke masyarakat. Tahap pertama dari Zaman Akhir adalah di kala manusia menjauhkan diri dari nilai-nilai ajaran agama, ketika peperangan semakin meningkat, dan fenomena alam luar biasa terjadi.

Demikianlah, di dalam sejumlah hadits, kota-kota dan bangsa-bangsa yang dilenyapkan dari lembaran sejarah dikabarkan sebagai tanda-tanda Zaman Akhir. Dalam hadits-hadits yang mengupas masalah tersebut Nabi kita menyatakan:

"Saat (Hari Akhir) tidak akan terjadi hingga ... gempa bumi menjadi sering terjadi." (Bukhari)

"Peristiwa-peristiwa besar akan terjadi di masanya [Imam Mahdi]." (Ibnu Hajar Haytahami, Al-Qawl al-Mukhtasar fi'alamat al-Mahdi al-Muntazar, h. 27)

Ada dua peristiwa besar sebelum hari Kiamat ... dan kemudian tahun-tahun gempa bumi. (Diriwayatkan oleh Ummu Salamah (r.a.))

"Banyak peristiwa yang begitu menyedihkan akan terjadi di masanya [Imam Mahdi]." (Imam Rabbani, Letters of Rabbani, 2/258)

Di tahap kedua Zaman Akhir, Allah akan membebaskan manusia dari kebobrokan akhlak dan peperangan melalui Imam Mahdi. Di masa ini, yang dikenal sebagai Zaman Keemasan, peperangan dan pertikaian akan berakhir, dunia akan dipenuhi oleh kemakmuran, keberlimpahan dan keadilan, dan nilai-nilai ajaran Islam akan melingkupi bumi dan diamalkan secara luas. Masa seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dengan izin Allah, tetapi akan berlangsung sebelum hari kiamat. Tahap ini sekarang tengah menunggu saatnya yang ditentukan oleh Allah.

Segala sesuatu di bawah kendali Allah. Orang-orang beriman yang memahami kebenaran ini dan yang memiliki keimanan tulus kepada Allah, berserah diri kepada Tuhan kita dengan pemahaman bahwa mereka tengah mengikuti takdir mereka. Allah telah mengatur segala sesuatu dengan sempurna, hingga rinciannya yang terkecil, sejak penciptaan bumi hingga Hari Kiamat. Segala sesuatu dicatat dalam kitab "Lauh Mahfuz". Segala sesuatu telah terjadi dalam satu waktu dalam pandangan Allah, Yang tidak terikat oleh ruang ataupun waktu, dan ruang serta waktu dari setiap peristiwa telah ditetapkan. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah ayat: "Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui." (Al Qur'an, surat Al An'aam, 6:67)


Gempa yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia ini membuat seluruh dunia bersedih, yang berkekuatan 7,3 skala Richter pada 2 September 2009 yang berpusat di laut selatan Tasikmalaya membuat Pulau Jawa bergetar lalu disusul tanggal 31 september 2009 di padang dengan 7,6 skala Richter. Banyak korban yang berjatuhan dan sebagian besar dikarenakan tertiban reruntuhan bangunan, sehingga seperti biasa para ahli struktur yang menjadi sorotan. Apakah bangunan itu telah masuk standar bangunan yang aman?

Namun ada sebuah keajaiban yang terjadi di Kampung Naga yang berada di Tasikmalaya, Jawa Barat . Rumah-rumah di kampung Naga tersebut masih berdiri dengna kokohnya seakan-akan ingin menunjukan kepada bangsa ini, "ini adalah kearifan lokal yang patut dibanggakan".Di kampung ini tidak ada internet untuk mendapatkan informasi bahkan listrikpun belum masuk namun dapat bertahan di waktu gempa yang sedangkan di tempat lain luluh lantak.




Fenomena seperti ini menurut 
Karl Popper dan EH Gombrich berupa teori deterministik yang disebut dengan logika situasi yaitu bahwa manusia dibatasi oleh waktu, tempat, dan kondisi, yang meskipun demikian masih memiliki derajat kebebasan untuk mencapai tujuan alternatif. Umumnya, faktor alam, seperti iklim dan geografi-termasuk adanya gempa bumi-sangat relevan dalam pengembangan desain bangunan (John A Walker: 1989). Padahal kalo sekarang untuk membuat bangunan tahan gempa setidaknya mengunakan software komputer seperti : SAP 2000. hehehe

Konsep bangunan tahan gempa :

Konsep bangunan tahan gempa adalah bangunan yang diupayakan agar bisa selalu dalam keadaan utuh / satu kesatuaan walaupun di berikan gaya/gempa yang telah direncanakan. yah seperti hukum elastisitas lah. hehehe. usaha yang di lakukan seperti penerapan sambungan-sambungan yang kuat terhadap gaya geser.

Seperti jenis-jenis bangunan tahan gempa berikut

1. STRUKTUR JENIS A

Adalah portal-portal beton bertulang dengan tembok sebagai panel-panel pengisi yang direncanakan untuk ikut menahan beban gempa melalui aksi composit, struktur ini juga mengandung tembok-tembok yang terbuat dari mutu bahan yang lebih rendah yang tidak diperhitungkan sebagai unsur penahan beban lateral, tembok penahan beban lateral direncanakan untuk menahan beban gempa secara elastic pada waktu terjadi gempa, akan tetapi akan rusak berat saat terjadi gempa yang sangat kuat, tetapi dengan dipasangnnya kolom-kolom praktis dan tulangan jangkar secukupnya kedalam semua tembok, maka pada peristiwa keruntuhan tembok secara tak terkendali akibat beban geser dapat di cegah, sehingga ancaman jiwa bagi para penguhuni gedung dapat dibatasi, dalam hal ini beban gempa hanya dipikul oleh portal-portal.

2. STRUKTUR JENIS B

Adalah portal-portal beton bertulang dengan tembok pengisi walaupun tidak dipisahkan dari portal, tetapi tidak dianggap ikut berperan dalam menahan beban gempa, tetapi mempengaruhi perilaku struktur terhadap gempa.

Portal-portal yang direncanakan untuk menahan seluruh beban gempa dan beban gravitasi, di beri pendetailan yang memungkinkan struktur tersebut berperilaku secara daktail. Hal ini membatasi peluang bagi struktur untuk runtuh pada gempa-gempa yang kuat.

Tinggi Stuktur Jenis B tidak boleh melampaui 7 tingkat atau 25 meter dengan penempatan tembok-tembok yang simetris

3. STRUKTUR JENIS D

Adalah portal-portal beton bertulang, dimana tembok-tembok dan panel-panel pengisi kaku lainnya dipisahkan secara nyata dari strukturnya untuk mencegah agar tidak terjadi perubahan perilaku struktur terhadap gempa.

Portal-portal direncanakan sedemikian rupa,sehingga apabila mengalami beban gempa yang melampaui taraf beban gempa rencana menurut peraturan, pelelehan akan terjadi sebagian pada balok-balok , perilaku demikian menjamin terjadinya pemencaran energi gempa.

Nenek moyang terdahulu telah mengetahui prinsip seperti itu maka jika kita lihat bangunan tradisional yang masih berdiri kokoh walaupun digoyang gempa memiliki karakteristik tertentu seperti

Pondasi
Seperti Pondasi yang digunakan pada rumah kampung Naga terbuat dari kayu yang ditempelkan pada kaki-kaki yang terbuat dari batu. Sedangan rumah terbuat dari bambu dan beratap ijuk.
sehingga pada saat terjadinya gempa rumah akan menerima gaya yang merata.

Dinding
Dinding yang digunakan adalah dengan material kayu dan bambu yang menjadikan rumah ini menjadi ringan dan lentur.

Atap
Atap yang di gunakan masyarakat Kampung Naga pun tidak dengan genting melainkan seperti ijuk yang ringan namun sesuai dengan fungsinya.

Mungkin kita sebaiknya banyak belajar dengan hasil karya nenek moyang kita karena nenek moyang kita pun telah mewaspadai bencana-bencana yang akan terjadi dan bukan untuk dilupakan karena terkadang pengalaman dan teori harus saling seimbang agar mendapatkan hal yang ingin kita capai.


Bumi kita ini tidak akan bertahan selamanya, sedangkan kita bergantung pada bumi untuk bertahan hidup. Kita akan binasa semuanya apabila bumi hancur oleh berbagai sebab. Kedengarannya menakutkan sekali, tetapi kita perlu menyadari bahwa sumber daya bumi terbatas. Penggunaan sumber daya bumi secara serampangan seperti sekarang ini, bisa menyebabkan kehidupan manusia berakhir dalam kehancuran.

Para ilmuwan berspekulasi mengenai perubahan-perubahan komposisi bumi, apakah itu tentang pemanasan global atau sumber daya mineral yang sudah mulai merosot. Marilah kita mengamati bagaimana kita secara perlahan namun pasti menuju kepada kehancuran yang dibuat oleh tangan kita sendiri.

Jadi bagaimanakah masa depan kita dan bumi yang kita diami ini? Berikut ini fakta-faktanya:

1. Pemanasan global adalah satu peristiwa yang tak bisa dielakkan yang mempengaruhi kondisi iklim di bumi. Badai yang menghancurkan, gelombang air pasang, tsunami dan kelaparan akibat kekeringan akan terus berlanjut meskipun usaha-usaha untuk mengendalikan polusi dan kerusakan lingkungan telah dilakukan. Bumi berusaha untuk terus eksis dengan melakukan perbaikan alami, tetapi kita manusia akan menerima akibatnya dikarenakan proses perbaikan itu sangat dahsyat dan tidak terkendali.

2. Peningkatan kecil rotasi bumi diakibatkan ketidakseimbangan isi kandungan perut bumi yang terkuras, bisa mempengaruhi kita dengan berbagai cara. Banjir dahsyat yang menenggelamkan segalanya, atau gletser-gletser yang menghilang selamanya. Itu bisa berarti kekurangan air, pangan dan merajalelanya penyakit serta meluasnya kelaparan. Beberapa spesies hewan dan tanaman menjadi punah.

3. Terjadinya perubahan pola peruntukan tanah, di mana sekarang lebih banyak orang-orang hidup di kota-kota besar dibanding dengan di daerah pedesaan. Kota-kota penuh sesak sehingga harus memperluas areal untuk perumahan ke wilayah pedesaan dengan mengorbankan tanah pertanian. Kota besar yang kumuh dan kotor mengganggu kesehatan manusia dan menimbulkan bibit-bibit penyakit baru.

4. Produksi minyak mengalami peningkatan tahun 2008 dan 2018 akan mencapai puncaknya, dan itu berarti awal dari penurunan. Ini bisa menjadi pencetus suatu resesi energi global, konflik antar negara yang memperebutkan lahan minyak dan juga sumber makanan. Minyak sangat penting bagi setiap bangsa untuk melanjutkan aktivitas produksinya, termasuk pertanian dan peternakan. Kedepannya, menipisnya kandungan minyak di bumi bisa mempengaruhi hidup seluruh manusia di bumi secara signifikan.

5. Mobil mempunyai andil sebesar 3/4 dari semua gas buang yang dipancarkan alat transportasi. Sejak saat ini, dunia akan dipenuhi lebih dari satu milyar mobil yang berkeliaran di jalan-jalan di tahun 2030 dan akan bertambah hingga satu milyar lagi di tahun 2050. Hal berhubungan dengan 75% peningkatan CO2 selama setahun di atmosfer berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, gas bumi dan batu bara), sedangkan sekitar 20% CO2 yang memasuki atmosfer bumi berasal dari pembakaran BBM pada mesin-mesin kendaraan bermotor, selebihnya 80% emisi CO2 bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil oleh mesin pembangkit tenaga listrik.

6. Karena peningkatan suhu udara akibat meningkanya kadar CO2, maka sedikit uap air bertahan di udara untuk membentuk awan. Hal ini berarti hujan akan menjadi lebih sedikit, dan secara langsung berakibat hasil produksi pertanian juga menurun. Akan terjadi di sekitar tahun 2020 di mana terjadi suatu periode yang sulit dan air bah tiba-tiba meningkat di semua bagian dari benua Eropa, karena mencairnya es di Kutub Utara. Sedangkan populasi penduduk bumi akan mencapai 7,7 milyar orang.

7. Sejak Hari Bumi yang pertama tahun 1970 hingga awal millennium baru, manusia telah membuat peningkatan emisi (gas buang) rumah kaca sebesar 70%.

8. Atmosfer bumi sekarang mengandung 40% lebih banyak CO2 dibandingkan dengan di awal Revolusi Industri.

9. Hasil pembakaran bahan bakar fosil dewasa ini menambah hampir 6 milyar ton CO2 ke dalam atmosfer bumi setiap tahunnya. Hanya separuhnya yang diserap oleh hutan-hutan dan samudera.

10. Hutan hujan pernah meliputi 14% dari permukaan bumi. Sekarang hanya tersisa sekitar 6% dan menurut perkiraan para ahli hutan hujan yang tersisa itu akan habis dikonsumsi kurang dari 40 tahun. 1 sampai 1,5 hektar hutan hujan lenyap setiap 1 detik sebagai konsekuensi tragis pembangunan di negara-negara industri dan berkembang.

11.Hampir separuh dari semua jenis flora, fauna dan mikro organisme akan musnah atau pasti terancam kepunahan dalam seperempat abad ke depan disebabkan oleh penebangan hutan-hutan hujan.

12. Perkiraan para ahli bahwa kita sedang kehilangan 137 jenis tanaman, hewan dan serangga setiap harinya karena penebangan hutan-hutan hujan. Atau sama dengan 50.000 jenis setiap tahunnya. Seiring dengan lenyapnya spesies-spesies di hutan hujan, demikian juga dengan berbagai macam pengobatan penyakit-penyakit yang mengancam hidup manusia. Sekarang ini, 121 obat-obatan yang dijual ke seluruh dunia berasal dari tanaman obat-obatan. Sementara itu 25% dari perusahaan obat-obatan di Barat mengambil bahan dari ramuan tanaman dari hutan hujan, dan lebih sedikit 1% dari pohon-pohon dan tanaman-tanaman tropis ini telah diuji coba oleh para ilmuwan.

13. Penebangan hutan yang merajalela sekarang ini menyumbang 20% polusi pemanasan global diakibatkan oleh terhambatnya penyerapan kembali CO2.

14. Wabah penyakit terus bertambah baik ragam maupun jumlahnya karena polusi udara, air dan tanah meningkat, terutama sekali terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah.

15. Di tahun 2030 sekitar 18% dari gugusan karang laut akan lenyap karena perubahan iklim dan lingkungan. Dalam 2030 ini populasi penduduk dunia akan mencapai 8,3 milyar.

16. Tahun 2040 laut di Kutub Utara akan mengalami musim panas yang pertama tanpa es.

17. Karena menghilangnya gletser dan terjadi musim kering yang panjang, produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air akan berkurang.

18. Luas padang pasir di permukaan bumi mengalami peningkatan disebabkan menaiknya suhu bumi. Pada akhir tahun 2007, Australia kehilangan 25% produksi pangannya karena hal ini.

19. Kadar karbon monoksida (CO) di atmosfer bumi terus meningkat.

20. Efek berbahaya dari aktivitas manusia dapat mempengaruhi sistem global dengan cara yang negatif. Perang, sebagai contoh, dapat menghancurkan bumi dalam berbagai jalan; pembunuhan massal, berkembangnya kelaparan dan penyakit, pembakaran bahan bakar fosil secara besar-besaran oleh mesin-mesin perang, termasuk juga pembabatan hutan dan pengambilan batu-batuan dan tanah untuk perbaikan kembali infrastruktur yang rusak.

Sebuah pertanyaan untuk kita semua; apakah upaya kita untuk ikut membantu kelestarian alam sekarang ini bisa memberi dampak yang berarti dan signifikan, ataukah secara ironi aktivitas kita lainnya malah mempercepat kerusakan dan kehancuran bumi?


Sebuah Penelitian Bahwa Alam Semesta sebagai Hologram

Pada tahun 1982 terjadi suatu peristiwa yang menarik. Di Universitas Paris, sebuah tim peneliti dipimpin oleh Alain Aspect melakukan suatu eksperimen yang mungkin merupakan eksperimen yang paling penting di abad ke-20. Anda tidak mendapatkannya dalam berita malam. Malah, kecuali Anda biasa membaca jurnal-jurnal ilmiah, Anda mungkin tidak pernah mendengar nama Aspect, sekalipun sementara orang merasa temuannya itu mungkin akan mengubah wajah sains.

Aspect bersama timnya menemukan bahwa dalam lingkungan tertentu partikel-partikel subatomik, seperti elektron, mampu berkomunikasi dengan seketika satu sama lain tanpa tergantung pada jarak yang memisahkan mereka. Tidak ada bedanya apakah mereka terpisah 10 kaki atau 10 milyar km satu sama lain.

Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu tahu apa yang dilakukan oleh partikel lain. Masalah yang ditampilkan oleh temuan ini adalah bahwa hal itu melanggar prinsip Einstein yang telah lama dipegang, yakni bahwa tidak ada komunikasi yang mampu berjalan lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Oleh karena berjalan melebihi kecepatan cahaya berarti menembus dinding waktu, maka prospek yang menakutkan ini menyebabkan sementara ilmuwan fisika mencoba menyusun teori yang dapat menjelaskan temuan Aspect. Namun hal itu juga mengilhami sementara ilmuwan lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.

Pakar fisika teoretik dari Universitas London, David Bohm, misalnya, yakin bahwa temuan Aspect menyiratkan bahwa realitas obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya pejal [solid], alam semesta ini pada dasarnya merupakan khayalan, suatu hologram raksasa yang terperinci secara sempurna.

Untuk memahami mengapa Bohm sampai membuat pernyataan yang mengejutkan ini, pertama-tama kita harus memahami sedikit tentang hologram. Sebuah hologram adalah suatu potret tiga dimensional yang dibuat dengan sinar laser. Untuk membuat hologram, obyek yang akan difoto mula-mula disinari dengan suatu sinar laser. Lalu sinar laser kedua yang dipantulkan dari sinar pertama ditujukan pula kepada obyek tersebut, dan pola interferensi yang terjadi (bidang tempat kedua sinar laser itu bercampur) direkam dalam sebuah pelat foto. Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat sebagai pusaran-pusaran garis-garis terang dan gelap. Tetapi ketika foto itu disoroti oleh sebuah sinar laser lagi, muncullah gambar tiga dimensional dari obyek semula di situ.

Sifat tiga dimensi dari gambar seperti itu bukan satu-satunya sifat yang menarik dari hologram. Jika hologram sebuah bunga mawar dibelah dua dan disoroti oleh sebuah sinar laser, masing-masing belahan itu ternyata masih mengandung gambar mawar itu secara lengkap (tetapi lebih kecil). Bahkan, jika belahan itu dibelah lagi, masing-masing potongan foto itu ternyata selalu mengandung gambar semula yang lengkap sekalipun lebih kecil. Berbeda dengan foto yang biasa, setiap bagian sebuah hologram mengandung semua informasi yang ada pada hologram secara keseluruhan.

Sifat “keseluruhan di dalam setiap bagian” dari sebuah hologram, memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang sama sekali baru terhadap organisasi dan order. Selama sebagian besar sejarahnya, sains Barat bekerja di bawah prinsip yang bias, yakni bahwa cara terbaik untuk memahami fenomena fisikal –baik seekor katak atau sebuah atom– adalah dengan memotong-motongnya dan meneliti bagian-bagiannya.

Sebuah hologram mengajarkan bahwa beberapa hal dari alam semesta ini mungkin tidak akan terungkap dengan pendekatan itu. Jika kita mencoba menguraikan sesuatu yang tersusun secara holografik, kita tidak akan mendapatkan bagian-bagian yang membentuknya, melainkan kita akan mendapatkan keutuhan yang lebih kecil.

Pencerahan ini menuntun Bohm untuk memahami secara lain temuan Aspect. Bohm yakin bahwa alasan mengapa partikel-partikel subatomik mampu berhubungan satu sama lain tanpa terpengaruh oleh jarak yang memisahkan mereka adalah bukan karena mereka mengirimkan isyarat misterius bolak-balik di antara satu sama lain, melainkan oleh karena keterpisahan mereka adalah ilusi. Bohm berkilah, bahwa pada suatu tingkat realitas yang lebih dalam, partikel-partikel seperti itu bukanlah entitas-entitas individual, melainkan merupakan perpanjangan [extension] dari sesuatu yang esa dan fundamental.

Agar khalayak lebih mudah membayangkan apa yang dimaksudkannya, Bohm memberikan ilustrasi berikut:

Bayangkan sebuah akuarium yang mengandung seekor ikan. Bayangkan juga bahwa Anda tidak dapat melihat akuarium itu secara langsung, dan bahwa pengetahuan Anda tentang akuarium itu beserta apa yang terkandung di dalamnya datang dari dua kamera televisi: yang sebuah ditujukan ke sisi depan akuarium, dan yang lain ditujukan ke sisinya.

Ketika Anda menatap kedua layar televisi, Anda mungkin menganggap bahwa ikan yang ada pada masing-masing layar itu adalah dua ikan yang berbeda. Bagaimana pun juga, karena kedua kamera diarahkan dengan sudut yang berbeda, masing-masing gambar ikan itu sedikit berbeda satu sama lain. Tetapi sementara Anda terus memandang kedua ikan itu, akhirnya Anda akan menyadari bahwa ada hubungan tertentu di antara kedua ikan itu.

Kalau yang satu berbelok, yang lain juga membuat gerakan yang berbeda tapi sesuai; jika yang satu menghadap kamera, yang lain menghadap ke suatu sisi. Jika Anda tidak menyadari seluruh situasinya, Anda mungkin menyimpulkan bahwa kedua ikan itu saling berkomunikasi secara seketika, tetapi jelas bukan demikian halnya.

Menurut Bohm, inilah sesungguhnya yang terjadi di antara partikel-partikel subatomik dalam eksperimen Aspect itu. Menurut Bohm, hubungan yang tampaknya “lebih cepat dari cahaya” di antara partikel-partikel subatomik sesungguhnya mengatakan kepada kita bahwa ada suatu tingkat realitas yang lebih dalam, yang selama ini tidak kita kenal, suatu dimensi yang lebih rumit di luar dimensi kita, dimensi yang beranalogi dengan akuarium itu. Tambahnya, kita memandang obyek-obyek seperti partikel-partikel subatomik sebagai terpisah satu sama lain oleh karena kita hanya memandang satu bagian dari realitas sesungguhnya.

Partikel-partikel seperti itu bukanlah “bagian-bagian” yang terpisah, melainkan faset-faset dari suatu kesatuan (keesaan) yang lebih dalam dan lebih mendasar, yang pada akhirnya bersifat holografik dan tak terbagi-bagi seperti gambar mawar di atas. Dan oleh karena segala sesuatu dalam realitas fisikal terdiri dari apa yang disebut “eidolon-eidolon” ini, maka alam semesta itu sendiri adalah suatu proyeksi, suatu hologram. Di samping hakekatnya yang seperti bayangan, alam semesta itu memiliki sifat-sifat lain yang cukup mengejutkan. Jika keterpisahan yang tampak di antara partikel-partikel subatomik itu ilusif, itu berarti pada suatu tingkat realitas yang lebih dalam segala sesuatu di alam semesta ini saling berhubungan secara tak terbatas.

Elektron-elektron didalam atom karbon dalam otak manusia berhubungan dengan partikel-partikel subatomik yang membentuk setiap ikan salem yang berenang, setiap jantung yang berdenyut, dan setiap bintang yang berkilauan di angkasa. Segala sesuatu meresapi segala sesuatu; dan sekalipun sifat manusia selalu mencoba memilah-milah, mengkotak-kotakkan dan membagi-bagi berbagai fenomena di alam semesta, semua pengkotakan itu mau tidak mau adalah artifisial, dan segenap alam semesta ini pada akhirnya merupakan suatu jaringan tanpa jahitan.

Di dalam sebuah alam semesta yang holografik, bahkan waktu dan ruang tidak dapat lagi dipandang sebagai sesuatu yang fundamental. Oleh karena konsep-konsep seperti ‘lokasi’ runtuh di dalam suatu alam semesta yang di situ tidak ada lagi sesuatu yang terpisah dari yang lain, maka waktu dan ruang tiga dimensional –seperti gambar-gambar ikan pada layar-layar TV di atas– harus dipandang sebagai proyeksi dari order yang lebih dalam lagi.



Pada tingkatan yang lebih dalam, realitas merupakan semacam superhologram yang di situ masa lampau, masa kini, dan masa depan semua ada (berlangsung) secara serentak. Ini mengisyaratkan bawah dengan peralatan yang tepat mungkin di masa depan orang bisa menjangkau ke tingkatan realitas superholografik itu dan mengambil adegan-adegan dari masa lampau yang terlupakan.

Apakah ada lagi yang terkandung dalam superhologram itu merupakan pertanyaan terbuka. Bila diterima –dalam diskusi ini– bahwa superhologram itu merupakan matriks yang melahirkan segala sesuatu dalam alam semesta kita, setidak-tidaknya ia mengandung setiap partikel subatomik yang pernah ada dan akan ada — setiap konfigurasi materi dan energi yang mungkin, dari butiran salju sampai quasar, dari ikan paus biru sampai sinar gamma. Itu bisa dilihat sebagai gudang kosmik dari “segala yang ada”.

Sekalipun Bohm mengakui bahwa kita tidak mempunyai cara untuk mengetahui apa lagi yang tersembunyi di dalam superhologram itu, ia juga mengatakan bahwa kita tidak mempunyai alasan bahwa superhologram itu tidak mengandung apa-apa lagi. Atau, seperti dinyatakannya, mungkin tingkat realitas superholografik itu “sekadar satu tingkatan”, yang di luarnya terletak “perkembangan lebih lanjut yang tak terbatas.”

Bohm bukanlah satu-satunya peneliti yang menemukan bukti-bukti bahwa alam semesta ini merupakan hologram. Dengan bekerja secara independen di bidang penelitian otak, pakar neurofisiologi Karl Pribram dari Universitas Stanford, juga menerima sifat holografik dari realitas.

Pribram tertarik kepada model holografik oleh teka-teki bagaimana dan di mana ingatan tersimpan di dalam otak. Selama puluhan tahun berbagai penelitian menunjukkan bahwa alih-alih tersimpan dalam suatu lokasi tertentu, ingatan tersebar di seluruh bagian otak.

Dalam serangkaian penelitian yang bersejarah pada tahun 1920-an, ilmuwan otak Karl Lashley menemukan bahwa tidak peduli bagian mana dari otak tikus yang diambilnya, ia tidak dapat menghilangkan ingatan untuk melakukan tugas-tugas rumit yang pernah dipelajari tikus itu sebelum dioperasi. Masalahnya ialah tidak seorang pun dapat menjelaskan mekanisme penyimpanan ingatan yang bersifat “semua di dalam setiap bagian” yang aneh ini.

Lalu pada tahun 1960-an Pribram membaca konsep holografi dan menyadari bahwa ia telah menemukan penjelasan yang telah lama dicari-cari oleh para ilmuwan otak. Pribram yakin bahwa ingatan terekam bukan di dalam neuron-neuron (sel-sel otak), melainkan di dalam pola-pola impuls saraf yang merambah seluruh otak, seperti pola-pola interferensi sinar laser yang merambah seluruh wilayah pelat film yang mengandung suatu gambar holografik.

Dengan kata lain, Pribram yakin bahwa otak itu sendiri merupakan sebuah hologram. Teori Pribram juga menjelaskan bagaimana otak manusia dapat menyimpan begitu banyak ingatan dalam ruang yang begitu kecil. Pernah diperkirakan bahwa otak manusia mempunyai kapasitas mengingat sekitar 10 milyar bit informasi selama masa hidup manusia rata-rata (atau kira-kira sebanyak informasi yang terkandung dalam lima set Encyclopaedia Britannica).



Demikian pula telah ditemukan bahwa di samping sifat-sifatnya yang lain, hologram mempunyai kapasitas untuk menyimpan informasi — hanya dengan mengubah sudut kedua sinar laser itu jatuh pada permukaan pelat film, dimungkinkan untuk merekam banyak gambar berbeda pada permukaan yang sama. Telah dibuktikan bahwa satu sentimeter kubik pelat film dapat menyimpan sebanyak 10 milyar bit informasi.

Kemampuan mengagumkan dari manusia untuk mengambil informasi yang diperlukan dari gudang ingatan yang amat besar itu dapat lebih dipahami jika otak berfungsi menurut prinsip-prinsip holografik. Jika seorang teman minta Anda mengatakan apa yang terlintas dalam pikiran ketika ia menyebut “zebra”, Anda tidak perlu tertatih-tatih melakukan sorting dan mencari dalam suatu file alfabetis raksasa dalam otak untuk sampai kepada suatu jawaban. Alih-alih, berbagai asosiasi seperti “bergaris-garis” , “macam kuda”, dan “binatang dari Afrika” semua muncul di kepala Anda dengan seketika.

Sesungguhnya, salah satu hal paling mengherankan tentang proses berpikir manusia adalah bahwa setiap butir informasi tampaknya dengan seketika berkorelasi- silang dengan setiap butir informasi lain– ini merupakan sifat intrinsik dari hologram. Oleh karena setiap bagian dari hologram saling berhubungan secara tak terbatas satu sama lain, ini barangkali merupakan contoh terbaik dari alam tentang suatu sistem yang saling berkorelasi.

Penyimpanan ingatan bukan satu-satunya teka-teki neurofisiologis yang lebih dapat dijelaskan dengan model otak holografik Pribram. Teka-teki lain adalah bagaimana otak mampu menerjemahkan serbuan frekuensi-frekuensi yang diterimanya melalui pancaindra (frekuensi cahaya, frekuensi suara, dan sebagainya) menjadi dunia konkrit dari persepsi manusia. Merekam dan menguraikan kembali frekuensi adalah sifat terunggul dari sebuah hologram. Seperti hologram berfungsi sebagai semacam lensa, alat yang menerjemahkan frekuensi-frekuensi kabur yang tak berarti menjadi suatu gambar yang koheren, Pribram yakin bahwa otak juga merupakan sebuah lensa yang menggunakan prinsip-prinsip holografik untuk secara matematis mengubah frekuensi-frekuensi yang diterimanya melalui pancaindra menjadi persepsi di dalam batin kita.

Sejumlah bukti yang mengesankan mengisyaratkan bahwa otak menggunakan prinsip-prinsip holografik untuk menjalankan fungsinya. Sesungguhnya, teori Pribram makin diterima di kalangan pakar neurofisiologi. Peneliti Argentina-Italia, Hugo Zucarelli, baru-baru ini memperluas model holografik ke dalam fenomena akustik. Menghadapi teka-teki bahwa manusia dapat menetapkan sumber suara tanpa menggerakkan kepalanya, bahkan jika mereka hanya memiliki pendengaran pada satu telinga saja, Zucarelli menemukan prinsip-prinsip holografik dapat menjelaskan kemampuan ini. Zucarelli juga mengembangkan teknologi suara holofonik, suatu teknik perekaman yang mampu mereproduksi suasana akustik dengan realisme yang mengagumkan.
Make a Free Website with Yola.