ILMU KOMPUTER, MAU KEMANAKAH ? OLEH : Ema Utami1, Jazi Eko
Istiyanto2, Suwanto Raharjo3
1. Pendahuluan
"Dan bumi
bagaimana dihamparkan?" (QS 88:20), "Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan"
(QS 2:22). Dengan kemajuan teknologi yang demikian pesat, terbentangnya
kabel
Fiber Optic, pengorbitan satelit komunikasi dan semakin
terhubungnya jaringan global Internet
menjadikan bumi laksana sebuah
hamparan tanpa penghalang. The World is Flat sebuah buku
karya Thomas
Loren Friedman, seorang jurnalis dan penulis buku Amerika yang
menuliskan
beberapa masalah yang dihadapi bidang Ilmu Komputer. Di
dalam dunia yang datar maka pekerja
di seluruh dunia dapat
berkompetisi dengan pekerja di Amerika [8]. Perkembangan Internet yang
luar
biasa menjadikan Internet sebagai media informasi yang lengkap. Hal
tersebut menjadikan
bidang Ilmu Komputer mengalami pergeseran baik
dari segi peminat maupun kurikulumnya. Saat
ini trend pekerjaan
out-sourcing, ekspansi e-commerce dan peningkatan penggunaan komputer di
segala
aspek baik bisnis, pendidikan dan penelitian yang berakibat pada
kebutuhan lulusan Ilmu
Komputer tidak hanya sekedar programer [7].
2.
Section{Penurunan Minat di Bidang Ilmu Komputer
Menurut survai yang
dilakukan oleh Higher Education Research Institute University of
California
(HERI-UCLA) terjadi kecenderungan semakin menurunnya peminat di bidang
Ilmu
Komputer pada pendidikan tinggi, seperti terlihat pada gambar 1.
Ilmu
Komputer di Amerika Serikat mengalami krisis kepercayaan [11], peminat
di bidang
Ilmu Komputer di negara ini dari tahun 2000 sampai dengan
2004 menurun sampai dengan 60\%
[6]. Bukan lagi menjadi pekerjaan
yang memiliki gaji tertinggi dari lulusan perguruan tinggi bidang
Ilmu
Komputer juga merupakan salah satu alasan menurunnya peminat bidang
ini. Ilmu Komputer
tidak dapat menyediakan lulusan yang memenuhi
kebutuhan yang diinginkan perusahaan [10].
Kurangnya edukasi dan juga
peran media yang berperan membangun persepsi masyarakat
bahwa Ilmu
Komputer adalah pemrograman juga merupakan salah satu penyebab turunnya
minat
bidang ini. Media terlalu banyak memuat cerita tentang
pemrograman sistem pakar, robotika,
simulasi, pembuatan database dan
lain sebagainya kurang begitu diungkap [5]. Penurunan minat
masuk
perguruan tinggi bidang komputer di AS didominasi dengan penurunan minat
dari wanita
yang cukup besar, sedangkan minat priapun masih lebih
buruk dari pada tahun 1999 [12].
Perubahan yang pesat di bidang
teknologi sepertinya tidak dapat direspon dengan segera
dalam
pendidikan Ilmu Komputer. Kurikulum Ilmu Komputer tidak berubah secara
signifikan
dalam beberapa dekade [10]. Di Indonesia, khususnya di
Yogyakarta trend penurunan mahasiswa
juga terjadi di bidang Ilmu
Komputer. Pembahasan mengenai penurunan rata-rata jumlah
mahasiswa
yang masuk perguruan tinggi khususnya bidang Teknologi Informasi dan
Komputer
telah dibahas di musyawarah nasional Asosiasi Perguruan
Tinggi Informatika dan Komputer
(APTIKOM) di Bandung pada bulan
November 2006.
3. Skema Klasifikasi Ilmu Komputer
Pada dasarnya
bidang Ilmu Komputer cukup luas. Menurut ACM Computing Clasification
Scheme
[3] dalam bidang komputasi dapat terbagai dalam 11 bagian yakni :
1.
General Literature
2. Hardware
3. Computer Systems Organization
4.
Software
5. Data
6. Theory of Computation
7. Mathematics of
Computing
8. Information Systems
9. Computing Methodologies
10.
Computer Applications
11. Computing Milieux
Sedangkan menurut [1]
sub area Ilmu Komputer terbagi menjadi 14 area yakni :
1. Discrete
Structures (DS)
2. Programming Fundamentals (PF)
3. Algorithms and
Complexity (AL)
4. Architecture and Organization (AR)
5.
Operating Systems (OS)
6. Net-Centric Computing (NC)
7.
Programming Languages (PL)
8. Human-Computer Interaction (HC)
9.
Graphics and Visual Computing (GV)
10. Intelligent Systems (IS)
11.
Information Management (IM)
12. Social and Professional Issues (SP)
13.
Software Engineering (SE)
14. Computational Science and Numerical
Methods (CN)
Perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program
studi Ilmu Komputer cukup banyak.
Daerah Istimewa Yogyakarta
misalnya, memiliki kurang lebih 28 perguruan tinggi yang memiliki
fakultas
atau program studi yang berhubungan dengan Ilmu Komputer. Banyaknya
bidang dalam
Ilmu Komputer tidak menjadikan bidang Ilmu Komputer di
Indonesia bervariatif. Di perguruan
tinggi Indonesia pada umumnya
Ilmu Komputer hanya terbagi menjadi beberapa bidang utama
yakni
Teknik Informatika, Manajemen Informatika dan Sistem Informasi. Hal
inilah yang
menjadikan lulusan bidang tertentu cukup banyak sedangkan
bidang yang lain masih cukup sedikit.
Seperti terlihat pada tabel
\ref{pt}, perguruan tinggi di Yogyakarta dalam bidang Ilmu Komputer
memiliki
beberapa program studi yakni, Teknik Informatika (TI), Manajemen
Informatika (MI),
Sistem Informasi (SI), Ilmu Komputer (IK), Teknik
Komputer (TK), Sistem Komputer (SK),
Mekatronika (MN) dan
Komputerisasi Akutansi (KA).
Dari tabel 1 terlihat bahwa sebaran
program studi yang berhubungan dengan bidang Ilmu
Komputer paling
banyak adalah bidang Teknik Informatika (TI), sedangkan bidang
Mekatronika
(MN) adalah bidang yang hanya dimiliki oleh satu
perguruan tinggi. Dari tabel tersebut cukup
terlihat bahwa skema
bidang komputer yang cukup luas ternyata program studi yang mendukung
masih
cukup sempit.
4. Ilmu Komputer di Indonesia
Dari contoh tabel 1
di atas perguruan tinggi di Yogyakarta yang mengelola bidang Ilmu
Komputer
terlihat jelas bahwa program studi yang ditawarkan dalam
bidang ini masih sangat sempit.
Walaupun di dalam masing-masing
program studi masih dipersempit dengan adanya konsentrasi
studi namun
demikian hasil yang diharapkan masih tidak dapat memenuhi bidang
lainnya. Input
calon mahasiswa yang cukup beragam, lulusan yang
kurang berkualitas juga merupakan salah satu
permasalahan di bidang
ini. Diversifikasi program studi dan penyiapan input yang baik merupakan
solusi
untuk meningkatkan apresiasi bidang ini.
4.1 Kurikulum Ilmu Komputer
Kurikulum
perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya mengacu pada IEEE, ACM, ABET
dan
APTIKOM. Pada kurikulum yang disusun oleh APTIKOM terdapat
kurikulum inti informatika dan
komputer seperti tersaji pada tabel 2.
APTIKOM
menyusun tiga macam kurikulum inti yaitu untuk Program Studi Teknik
Informatika
atau Ilmu Komputer, Sistem Komputer dan Sistem Informasi. Sedangkan
bagi
Komputerisasi Akuntansi merupakan peminatan dari program studi
Sistem Informasi, sehingga
mengikuti kurikulum inti program studi
Sistem Informasi. Dari kurikulum inti yang disusun terlihat
bahwa
sinergi dengan kemajuan teknologi belum terlihat. Pada umumnya kurikulum
akan direvisi
setiap 5 tahun, namun tampaknya untuk bidang Ilmu
Komputer harus lebih singkat atau
dipersiapkan bagaimana kurikulum
bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sangat
pesat.
Sebuah blog yang menarik dari Romi Satriyo Wibowo penemu situs
IlmuKomputer.com
yang mengulas mengenai kurikulum Ilmu Komputer di
Indonesia yang dibandingkan dengan
kurikulum Ilmu Komputer di Jepang
[16]. Jumlah kredit untuk syarat kelulusan S1 tidak sepadat
Indonesia,
hanya sekitar 118, sudah termasuk di dalamnya penelitian dan tugas
akhir yang dihitung
sekitar 10-12 kredit dan kurikulum yang
berurutan, berhubungan, tetap fokus dan mendalam adalah
beberapa
perbedaan yang ada [16].
Menurut paper [14] kurikulum Ilmu Komputer
memerlukan dasar matematika, namun saat
ini banyak program studi Ilmu
Komputer yang mereduksi mata kuliah yang berhubungan dengan
matematika.
Perkembangan teknologi menjadikan pengajaran Ilmu Komputer harus
berubah,
misalnya pengajaran bahasa pemrograman seharusnya tidak lagi
mulai dari pemrograman dasar.
Kini sebaiknya mulai diterapkan di
tingkat SMU atau bahkan SMP untuk diajarkan bahasa
pemrograman
dasar yang dahulu atau sekarang masih diajarkan di pendidikan tinggi,
sehingga
pengajaran bahasa pemrograman tidak menyita banyak waktu di
pendidikan tinggi.
4.2 Kualitas Sumber Daya
Kualitas sumber daya
baik dari sisi mahasiswa maupun pengajar merupakan permasalahan
lain
yang patut diperhatikan. Kualitas input calon mahasiswa yang beragam
latar belakang
kemampuan akademiknya merupakan salah satu
permasalahan yang dihadapi oleh perguruan
tinggi. Walaupun belum ada
penelitian yang membahas mengenai kualitas input bidang Ilmu
Komputer
khususnya pada perguruan tinggi swasta, namun dari pengalaman mengajar
beberapa
dosen hal ini merupakan persoalan yang serius dan harus
diperhatikan. Meningkatkan kualitas
input dengan menaikkan ambang
batas syarat penerimaan merupakan sebuah dilema pada saat
perguruan
tinggi khususnya di Yogyakarta mengalami penurunan minat. Penghilangan
beberapa
mata kuliah berbasis matematika dimungkinkan juga karena
alasan ini. Dari sisi pengajar beban
mengajar dosen yang masih cukup
tinggi merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas
output yang
dihasilkan karena dosen tidak dapat secara optimal menyalurkan ilmunya.
Beberapa
materi ajar tertentu sulit untuk mendapatkan dosen yang
berkualitas juga merupakan masalah
dalam hal ini. Kurangnya kualitas
sumber daya ini sering berakibat pada sistem pengajaran yang
seharusnya
student center masih berupa sistem yang terpusat pada pengajar lecturer
center. Masih
minimnya penggunaan alat bantu teknologi dalam
pengajaran juga menjadi permasalahan di sini.
4.3 Lulusan Ilmu
Komputer
Lulusan merupakan outcome dari suatu proses pembelajaran
yang kompleks di perguruan
tinggi. Dengan booming program studi Ilmu
Komputer di beberapa tahun yang lalu berakibat pada
banyaknya lulusan
bidang ini. Kini banyak lulusan bidang Ilmu Komputer yang tidak dapat
bekerja
pada bidang yang seharusnya. Selain itu gaji yang tidak sesuai yang
diharapkan juga
menjadi permasalahan bidang ini.
5. Tantangan Ilmu
Komputer
Ilmu Komputer tidak hanya berkaitan dengan "sekedar
perangkat keras" yang menjalankan
perangkat lunak. Sebagai sebuah
grup, Ilmu Komputer di beberapa area tertampil seperti pada
gambar 2
[2].
Hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Ilmu
Komputer. Salah satu harapan dan
tantangan dalam Ilmu Komputer adalah
embedded system. Pada tahun 2010 diprediksikan 90\%
pengembangan
kode sumber software adalah untuk embedded system [4]. Pengembangan chip
yang
murah ke dalam berbagai macam peralatan dan penggunaan
diprediksi akan semakin kuat pada 10
tahun mendatang [9]. Kurikulum
Ilmu Komputer saat ini masih banyak menggunakan bahasa
prosedural
yang lebih berfokus pada software programming daripada system
programming. Kini
sangat banyak peralatan elektronik yang mudah
dibawa seperti PDA, telepon genggam, pemutar
lagu dan film yang
disertai dengan program yang tertanam. Pada peralatan seperti itu akan
dibutuhkan
lebih banyak pengetahuan pemrograman sistem. Masalahnya adalah berapa
banyak
mahasiswa atau lulusan Ilmu Komputer yang menguasai bidang
tersebut, misalnya mampu
memprogram Programmable Gate Array (FPGA)?
Sebagai contoh struktur pengetahuan berbasis
embedded yang dapat
digunakan untuk acuan pengajaran seperti tertampil pada gambar 3 [9].
Salah
satu tantangan yang lain adalah penerapan penggunaan bahasa pemrograman
yang
tepat untuk mahasiswa tingkat pertama merupakan hal yang patut
diperhatikan dalam Ilmu
Komputer. Saat ini banyak pengenalan bahasa
pemrograman menggunakan bahasa pemrograman
komersial seperti Visual
Basic, Delphi atau C++.
Masalah utama yang dihadapi dengan penggunaan
bahasa pemrograman komersial adalah bahwa
bahasa tersebut tidak
didesain untuk pendidikan akan tetapi dipergunakan untuk membangun
perangkat
lunak [13]. Pemilihan pengenalan bahasa pemrograman yang tidak tepat
mengakibatkan
dasar pemahaman mahasiswa pada pemrograman sering kali
rendah dan berakibat kegagalan pada
mata kuliah pemrograman lanjut.
Bahasa pemrograman Python merupakan sebuah bahasa
pemrograman yang
sesuai diajarkan untuk pengenalan bahasa pemrograman. Kualitas unik dari
Python
adalah bahwa Python tidak murni untuk pendidikan tapi tidak juga murni
komersial [13].
Bahasa pemrograman Python merupakan bahasa
pemrograman yang mudah dipahami karena
bahasa ini mirip dengan bahasa
keseharian [15].
6. Kesimpulan
Pertanyaan "Ilmu Komputer, Mau
Kemanakah?", ternyata membutuhkan jawaban yang
panjang. Permasalahan
komplek yang dihadapi Ilmu Komputer tidak mungkin hanya diselesaikan
dengan
perubahan kurikulum. Banyak hal yang berkaitan dengan Ilmu Komputer
mulai dari
perubahan paradigma pengajaran, peningkatan kualitas SDM
dan perluasan program studi Ilmu
Komputer sehingga tidak hanya
terpaku pada pemrograman.
Pustaka
[1] Computing Curricula 2001.
Computer Science. Final Report. The Joint Task Force on
Computing
Curricula IEEE Computer Society Association for Computing
Machinery
Bagaimana Mahasiswa Ilmu Komputer Belajar: Mengkritisi Kurikulum dan Gaya Pendidikan Kita
by Romi Satria WahonoSepulang dari study di Jepang tahun 2004, saya banyak mengajar di beberapa Universitas di Jakarta, terutama di fakultas atau jurusan yang berhubungan dengan ilmu komputer dan teknik informatika. Saya mengajar mata kuliah yang memang saya kuasai, dan terkait langsung dengan tema penelitian saya. Diantaranya adalah mata kuliah Software Engineering (Rekayasa Perangkat Lunak), Algoritma dan Bahasa Pemrograman (Algorithm and Programming Language), dan Basis Data (Database). Kebanyakan mata kuliah tersebut diajarkan setelah semester 5 (tingkat 3 atau 4). Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, saya menemukan beberapa fenomena menarik berhubungan pengetahuan mahasiswa dan kurikulum yang diajarkan di universitas.
Saya menemukan tipe mahasiswa yang ketika saya terangkan dia kesulitan menangkap beberapa konsep yang seharusnya sudah dia dapat di semester sebelumnya. Katanya, itu tidak diajarkan di universitas tersebut. Fenomena ini terjadi dalam universitas yang memotong (mengubah) beberapa kurikulum yang seharusnya diajarkan, karena tidak ada SDM pengajar (dosen). Di lain pihak, saya menemukan fenomena lain dimana mahasiswa mengatakan bahwa dia mengenal beberapa konsep yang saya singgung, hanya dia lupa mata kuliah yang mengajarkannya. Fenomena ini terjadi di universitas yang mencekoki mahasiswanya dengan mata kuliah berlebih, dengan argumentasi bahwa supaya mahasiswa mendapat pengetahuan secara lengkap. Sering dosen mengajar bukan pada bidang yang dikuasai, hal itu terpaksa dilakukan oleh universitas untuk mengejar mata kuliah yang harus jalan. Dua-duanya ternyata membuat mahasiswa jadi linglung, yang satu linglung karena memang tidak pernah diajarkan, dan yang lain linglung karena terlalu banyak yang diajarkan. Intinya sih kedua-duanya sama-sama nggak ngerti .
Fenomena aneh lain tentunya masih banyak, misalnya mahasiswa tingkat 3 jurusan teknik informatika (atau ilmu komputer) yang tidak kenal siapa Dennis Ritchie , tidak bisa membuat program meskipun hanya untuk sebuah fungsi untuk memunculkan Hello World (apalagi mengkompilenya), tidak paham tentang paradigma pemrograman, juga tidak paham apa itu kompiler, shell, pointer, fungsi, array, dan tentu semakin mual-mual kalau saya sebut algoritma atau struktur data .
Bagaimana seorang mahasiswa Ilmu Komputer belajar? Saya mencoba memberi gambaran umum dengan mengambil studi kasus bagaimana jurusan ilmu komputer di Saitama University mengatur kurikulumnya. Saitama University bukan termasuk universitas yang terbaik untuk ilmu komputer, umurnya masih sangat muda dengan SDM pengajar (professor) yang juga terbatas, bahkan beberapa professor diambil dari jurusan elektro untuk beberapa mata kuliah tertentu. Ini tidak mengurangi keseriusan universitas untuk menyajikan pendidikan dan kurikulum terbaik untuk mahasiswa-mahasiswanya.
Saya mulai program undergraduate (S1) di Department of Information and Computer Sciences, Saitama Univesity tahun 1995. Tingkat I (semester 1 dan 2), mata kuliah dasar (kiso kamoku) sangat dominan. Kalkulus, statistik, probabilitas, fisika dasar, kimia dasar, discrete mathematics, dan mata kuliah dasar lain banyak diajarkan. Semester 2 sudah ada beberapa mata kuliah jurusan (senmon kamoku) yang diajarkan, diantaranya adalah bahasa pemrograman, bahasa C (prosedural), HTML, dengan praktek lab untuk mengenal Unix, shell, text editor (emacs), laTeX (TeX), gnuplot, kompiler, teknik typing 10 jari, dsb. Pada saat masuk tingkat II (semester 3), saya menyadari bahwa mata kuliah tingkat I membekali saya dengan beberapa tool dan konsep dasar, sehingga saya bisa survive mengikuti proses belajar mengajar di tingkat selanjutnya. Lab komputer hanya berisi Unix terminal. Seluruh laporan dan tugas harus ditulis dengan laTeX dengan text editor emacs, apabila memerlukan bahasa pemrograman harus dibuat dalam bahasa C dan dikompilasi dengan GCC. Apabila ada data yang harus ditampilkan dalam bentuk grafik, bisa menggunakan Gnuplot. Setiap mahasiswa harus mempunyai situs web (homepage), dimana selain berisi aktifitas pribadi, juga berisi seluruh laporan dan tugas yang dikerjakan. Selain lewat situs web, laporan harus dikirim dengan menggunakan email ke professor pengajar, dalam format PS atau PDF dengan source dari laTeX.
Yang menarik, bahwa gaya pendidikan yang ditempuh menganut konsep korelasi, berhubungan, saling mendukung dan terarah dari semester 1 sampai akhir. Skill terhadap komputer dan bahasa pemrograman juga cukup dalam, karena ada kewajiban menguasai bahasa C, HTML, Unix, Linux, Shell, dsb yang bukan untuk ritualitas mata kuliah semata, tapi untuk bekal sang mahasiswa supaya bisa survive di jenjang semester berikutnya. Apakah tidak diajarkan paradigma dan bahasa pemrograman lain? jawabannya adalah diajarkan, tetapi untuk konsumsi mahasiswa tingkat 3 (semester 5 dan 6). Pemrograman berorientasi objek (Java), functional programming (LISP dan Scheme), dan Prolog diajarkan pada semester 5 dan 6 untuk membidik supaya sang murid “nyantol” ketika mengikuti mata kuliah Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dan Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering). Dan dengan sebelumnya menguasai bahasa prosedural seperti C, kita semakin “ngeh” tentang pentingnya paradigma berorientasi objek ketika mendalami mata kuliah tentang pemrograman berorientasi objek.
Korelasi mata kuliah ini nampak juga dari deretan gaya pengajaran, setelah mahir berbahasa C, kita diminta ngoprek Minix yang terbuat dari bahasa CÂ (sistem operasi buatan Andrew S. Tanenbaum, yang menginspirasi Linus Torvald membuat Linux) pada mata kuliah Operating System (Sistem Operasi), membuat sendiri shell (dengan fungsi yang mendekati bash dan cshell) diatas sistem operasi yang sudah kita oprek, dan diminta mendesain dan mengembangkan bahasa pemrograman sendiri di mata kuliah Compiler Engineering (teknik kompilasi). Berurutan, berhubungan, tetap fokus dan mendalam, itu mungkin resep desain kurikulum yang diajarkan.
Pada saat tingkat 2 dan 3 itulah sang mahasiswa diarahkan untuk menuju arah kompetensi sesuai dengan yang diinginkan. Dan yang pasti, hampir seluruh mahasiswa mendapatkan “bekal” dan “skill” yang relatif sepadan untuk bergerak. Mahasiswa yang ingin melanjutkan karier menjadi seorang Programmer, disiapkan mata kuliah Struktur Data, Algorithm, Programming Language, Compiler Engineering, Automaton dan Formal Language. Yang ingin jadi Software Engineer, harus fokus mengikuti mata kuliah Software Engineering, Industrial Software Engineering, System Development Engineering, Software Project Management, dsb. Yang ingin berkarier di perusahaan animasi dan grafis, harus serius mengikuti mata kuliah Computer Graphics, Image Processing, CAD Enginering, Pattern Recognition, dsb. Yang siap bergelut di perusahaan Telekomunikasi, harus melahap mata kuliah Information Theory, Communication System, Signal Processing, Speech Processing, dsb. Yang ingin ke arah Hardware, harus menguasai mata kuliah Electronic Circuits, Electronic Devices, Computer Architecture, Quantum Mechanics, Logic Circuits, dsb. Bagaimana dengan yang tertarik dengan Kecerdasan Buatan? harus mau berpusing-pusing ria di mata kuliah Artificial Intelligence, Expert System, Knowledge Engineering, Neural Network, dsb.
Rencana pengembangan karier ini semakin matang dan tertata ketika masuk ke tingkat 4, seluruh mahasiswa harus menjalani 1 tahun terakhir di grup penelitian yang dipimpin oleh seorang professor. Penelitian dan thesis (tugas akhir) sifatnya wajib dilakukan, untuk memperdalam dan memahami implementasi riil dari bidang ilmu peminatan yang direncanakan dan dicita-citakan sang mahasiswa. Apa itu bidang ilmu peminatan? Ya bidang yang sudah saya sebut diatas tadi. Programming, Software Engineering, Communication System, Computer Graphics, Artificial Intelligence, Computer Hardware, Networking, dsb. Masing-masing professor dengan grup penelitian biasanya fokus di satu atau dua bidang ilmu peminatan, termasuk didalamnya penelitian yang dilakukan dan mata kuliah yang diajar. Tidak ada seorang professor Software Engineering yang mendapat jatah mengajar mata kuliah Computer Graphics, karena memang bukan bidangnya. Kalaupun bisa memberikan, tentu tidak menguasai the root problem (akar permasalahan) yang ada di bidang tersebut, ini yang membuat mata kuliah jadi hambar, tidak mendalam dan mahasiswa jadi bingung memahami apa hakekat dari mata kuliah tersebut.
Jadi masing-masing mata kuliah ada arah, ada desain yang ingin dicapai, dan ini yang dijelaskan di awal perkuliahan. Tidak ada kegiatan OSPEK yang berisi penyiksaan dan penghinaan, tidak ada hura-hura pesta masuk perguruan tinggi, yang ada adalah penjelasan tentang kurikulum secara komprehensif. Sang mahasiswa ingin menjadi apa, tertarik di bidang apa, itu yang dibidik dan diarahkan oleh universitas dengan penjelasan desain kurikulum beserta dengan mata kuliah apa yang sebaiknya diambil oleh sang mahasiswa. Jumlah kredit untuk syarat kelulusan S1 juga tidak sepadat Indonesia, hanya sekitar 118, sudah termasuk didalamnya penelitian dan tugas akhir yang dihitung sekitar 10-12 kredit. Jadi total kredit dari mata kuliah hanya sekitar 106. Kelonggaran waktu yang ada dapat kita gunakan untuk kerja parttime di perusahaan-perusahaan IT, mengasah kemampuan jadi programmer, network engineer, admin, software designer, dsb. Mahasiswa mendapatkan konsep di kelas, dan mematangkan diri di lapangan, tempat kita menggarap project maupun tempat kerja. Itu adalah strategi penting dalam mengkader para computer scientist.Â
Universitas di Indonesia yang membuka fakultas/jurusan Ilmu Komputer dan Teknik Informatika harus berbenah. Tidak hanya berambisi mengejar jumlah murid karena konsep aji mumpung (mumpung TI sedang booming, terima mahasiswa sebanyak banyaknya ), tapi juga harus bertanggungjawab terhadap figur dan karakter hasil didikan dan lulusan universitasnya. Untuk para calon mahasiswa, pilihlah Universitas yang memiliki kurikulum dan dosen pengajar yang baik. Jangan memilih jurusan karena trend, ikut-ikutan teman, atau alasan tidak logis lainnya. Pilihlah karena memang kita berminat untuk berkarier di bidang tersebut.